Oleh :
Kharisma Novita Sari 2210070200096
Safira Sal Sabilla 2210070200107
Preseptor :
dr. Asrizal Asril, Sp. N, M. Biomed
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkat
rahmat dan karunia yang diberikan-Nya, sehingga penulis telah dapat
menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul “Diagnosis dan Tatalaksana
Migrain”. Penulisan referat ini diharapkan berguna sebagai khasanah ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan.
Ucapan terima kasih kepada dr. Asrizal Asril, Sp. N, M. Biomed selaku
pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini tepat
waktu demi memenuhi tugas kepaniteraan klinik. Penulis menyadari masih banyak
kesalahan baik dalam segi penyusunan, pengolahan, pemilihan kata, dan proses
pengetikan karena masih dalam tahap pembelajaran. Saran dan kritik yang
membangun tentu sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di
masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan
bagi pembaca pada umumnya dalam memahami masalah yang berhubungan
dengan “Diagnosis dan Tatalaksana Migrain”.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
serangan migrain berat dan berulang biasanya membutuhkan kedua terapi ini.1
Dalam konteks ini, penting bagi profesional kesehatan untuk meningkatkan
tatalaksana yang tepat. Tatalaksana yang adekuat dapat membantu mengurangi
risiko serangan migrain berulang melalui edukasi dan terapi pengobatan . Oleh
karena itu, informasi mengenai penatalaksanaan migrain sangat penting untuk
membantu profesional kesehatan mengetahui dan memahami diagnosis dan
tatalaksana migrain.
a. Tujuan Umum
Referat ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran, menambah
ilmu pengetahuan agar pembaca lebih memahami tentang diagnosis dan tatalaksana
migrain.
b. Tujuan Khusus
Penulisan referat diagnosis dan tatalaksana migrain sebagai syarat kepaniteraan
klinik bagian neurologi RSUD M. Natsir Solok.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Migrain
1.1.1 Definisi Migrain
Migrain adalah penyakit neurologis kronis paroksismal yang ditandai
dengan serangan nyeri kepala sedang atau berat disertai dengan gejala neurologis
dan sistemik reversibel. Gejala yang sering tampak pada migrain antara lain
fotofobia, fonofobia, dan gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah. Istilah
migrain refrakter digunakan untuk mendefinisikan nyeri kepala persisten yang sulit
ditangani atau tidak berespon dengan pemberian terapi standar.5
Pasien yang mengalami migrain dengan didahului oleh aura lebih besar
3
kemungkinannya mengalami rangkaian perubahan neurobiologik selama 24 sampai
48 jam sebelum awitan nyeri kepala. Perubahan-perubahan fungsi neurologik
tersebut biasanya dimulai dan berakhir sebelum awitan nyeri kepala. Kualitas
penyebaran gejala neurologik fokal yang khas mengisyaratkan bahwa aura dengan
“spreading depression” pada korteks yang terjadi saat suatu gelombang
depolarisasi listrik berjalan melintasi korteks dan merangsang neuron-neuron
sehingga fungsi neuron-neuron tersebut terganggu dan terjadi pengaktifan
trigeminus. Spreading depression tersebut memerlukan aktivitas reseptor N-metil-
D-aspartat (NMDA) glutamat. Gejala aura yang khas mencakup perubahan
penglihatan dan sensorik abnormal lainnya seperti kilatan atau cahaya tajam atau
merasa mengecap atau membaui sesuatu, serta defisit motorik dan bicara
(afasia). Aura juga dapat bersifat somatosensorik seperti rasa baal di satu tangan
atau satu sisi wajah.3
Sekitar sepertiga dari individu dengan migrain mengalami aura. Aura adalah
gejala neurologis fokal sementara yang biasanya mendahulu, namun terkadang
dapat menyertai fase sakit kepala serangan migrain. Gejala indrawi terjadi pada
4
31% individu yang terkena dan biasanya dialami sebagai parestesia unilateral
dominan (kesemutan dan jarum dan/atau mati rasa) yang menyebar secara bertahap
di wajah atau lengan.4 Apabila terdapat aura, paling sedikit terdapat dua dari
karakteristik di bawah ini :6
4) Aura disertai dengan, atau diikuti oleh gejala nyeri kepala dalam waktu 60
menit.
c. Migrain Kronik
Migrain kronik didefinisikan sebagai sakit kepala ≥15 hari per bulan selama >3
bulan dan pemenuhan kriteria ICHD-3 untuk migrain ≥8 hari per bulan. migrain
kronis berkembang secara bertahap dengan serangan migrain menjadi lebih sering
dari waktu ke waktu. Sekitar 2,5 dari 100 orang dengan migrain episodik akan
mengalami migrain kronis setiap tahun.1
Migrain terjadi pada 17,6% wanita dan 5,7% pria. Insiden migrain
tertinggi didapatkan pada usia 15 hingga 24 tahun,dengan puncaknya pada usia
20-24 tahun pada wanita dan 15-19 tahun pada pria. Sejumlah 90% serangan
pertama terjadi sebelum usia 40 tahun. Prevalensi tertinggi didapatkkan pada usia
35 hingga 45 tahun. Pada dewasa berusia 18 hingga 59 tahun, prevalensi migrain
diperkirakan sejumlah 17 hingga 21% bergantung pada kriteria diagnosis yang
digunakan: strict migraine 8-11% dan probable migraine 9-10% (2,4,5).7
5
1.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko Migrain
6
terjadinya depolarisasi mekanik neuron nosiseptif primer pada dinding vascular
intra dan ekstraserebral. Teori ini kemudian dibantah setelah Olesen dkk
menemukan bahwa nyeri pada migrain dengan aura terjadi pada kondisi
hipoperfusi setelah terjadinya hyperperfusi pada aura. Angiografi menunjukkan
adanya vasodilatasi pada arteri intra dan ekstraserebral selama serangan, spesifik
pada sisi yang mengalami nyeri kepala. Tatalaksana dengan sumatriptan
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pada pembuluh ekstraserebral.8
7
Thalamus merupakan jalur nosiseptif dimana input dari duramater dan
area kutaneus dihantarkan melalui neuron second-order trigeminovascular.
Thalamus merupakan area sentral untuk memproses dan mengintegrasikan
stimuli nyeri, serta berhubungan dengan berbagai area korteks, seperti korteks
somatosensory, motor, visual, auditori, olfaktori, dan limbik. Hal ini
menjelaskan kompleksitas pada gejala migrain. Thalamus merupakan area
pivotal dari terjadinya hipersensitivitas sensoris terhadap stimuli visual dan
allodynia.10
Hipotalamus merupakan bagian otak yang memiliki koneksi langsung dan
tidak langsung terhadap thalamus, neuron trigeminovaskular, dan nuclei
simpatik dan parasimpatik. Penelitian menggunakan positron emission
tomography menunjukkan adanya aktivasi hipotalamik selama serangan nyeri
kepala pada migrain selama 24 jam serangan dan fase iktal, disertai dengan
gangguan konektivitas fungsional antara hypothalamus dan area pada
brainstem. Pada pemeriksaan menggunakan positron emission tomography
(PET), didapatkan adanya peningkatan aliran darah pada hypothalamus selama
fase awal serangan migrain spontan dan selama fase premonitory. Keterlibatan
hypothalamus pada migrain menjelaskan terjadinya gejala pada awal fase iktal
dan bertahan sepanjang serangan berlangsung.10 Adanya gangguan pada
hipotalamus menimbulkan gejala seperti perubahan mood, ngidam makanan,
menguap, dan kelelahan.9,10 Onset migrain diduga terkait dengan jam biologis
dan ritme sirkardian yang diatur oleh hipotalamus karena terjadi secara harian,
bulanan, atau menyesuaikan dengan pola musim, atau siklus menstruasi pada
wanita. Gangguan fisiologi tidur-bangun sebagai pemicu terjadinya migrain
memperkuat dugaan keterlibatan hypothalamus. Mekanisme dopaminergic
diduga memainkan peran, menyebabkan timbulnya gejala menguap pada
penderita migrain.10
Studi dengan MRI menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara
aktivitas hipotalamus dan kortikal selama fase premonitory. Keterlibatan
korteks oksipital, berupa hipereaktivitas, pada migrain menyebabkan timbulnya
fenomena aura visual. Imaging menggunakan PET pada penderita migrain
dengan fotofobia menunjukkan adanya hipereksitabilitas pada korteks visual.
8
Terjadinya hipereksitabilitas pada korteks terkait dengan adanya disritmia
thalamocortical. Terapi dengan TMS single-pulse dapat menekan aktivasi jalur
trigemino-thalamic sehingga dapat digunakan sebagai tatalaksana migrain fase
akut dan preventif.7
CSD dapat memicu terjadinya nyeri kepala, seperti migrain tanpa aura,
dengan memicu depolarisasi pada area otak. CSD mampu menstimulasi sistem
trigeminovaskular meningeal dan memicu jalur nyeri, menyebabkan inflamasi
meningeal dan ekstravasasi plasma dengan melepaskan mediator seperti glutamat,
potasium, ion hidrogen, dan ATP, yang menyebar ke leptomeninges dan
menstimulasi nosiseptor pial. Pelepasan mediator ini memfasilitasi pelepasan
neuropeptida proinflamatori vasoaktif, di antaranya calcitonin-gene-related
peptide (CGRP), neurokinin A, dan substansi P dari saraf perifer dan cabang
aksonal dura melalui refleks aksonal, menginduksi terjadinya inflamasi steril
sebagai respons terhadap sekresi neuropeptida pada mikrovaskulatur meningeal.8
CSD diketahui menyebabkan terjadinya gejala migrain dengan aura dengan
menganggu fungsi kortikal, menyebabkan disfungsi serebrovaskular yang
berkepanjangan.7
9
Migrain juga dapat terjadi secara perifer. Nyeri kepala pada migrain timbul
dari neuron aferen primer yang menginervasi jaringan cranial yang terstimulasi,
utamanya pada meninges dan pembuluh darah besar. Stimulasi langsung dari
arteri meningeal dan sinus dural pada manusia menyebabkan terjadinya sensasi
yang serupa dengan nyeri kepala yang menyakitkan yang terlokalisasi pada
cephalic, analog dengan terjadinya migrain. Aktivasi dari neuron parasimpatik
preganglionic pada nucleus salivatory superior merupakan komponen endogen
alternatif yang diduga menginduksi terjadinya inflamasi meningeal,
menyebabkan pelepasan molekul proinflamasi dari neuron eferen parasimpatik
dari ganglion sphenopalatine. Aktivasi aferen nosiseptif yang menginervasi arteri
ekstrakranial menyebabkan terjadinya nyeri kepala berdenyut. Sumber potensial
migrain lainnya terdapat pada neuron sensoris yang menginervasi struktur
occipital otak, di antaranya otot leher.8
Suatu serangan migrain dapat menyebabkan sebagian atau seluruh tanda dan
gejala, yaitu: nyeri kepala, fotofobia, mual baik disertai muntah maupun tidak
disertai muntah. Nyeri bersifat sedang sampai berat. Kebanyakan penderita migren
merasakan nyeri hanya pada satu sisi kepala, hanya sedikit yang merasakan nyeri
pada kedua sisi kepala. Sakit kepala berdenyut atau serasa ditusuk-tusuk. Rasa
nyerinya semakin parah dengan aktivitas fisik. Saat serangan, nyeri kepala
penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Keluhan juga disertai
mual dan muntah, fotofobia dan atau fonofobia.6
Apabila terdapat aura, paling sedikit terdapat dua dari karakteristik berikut,
yaitu: sekurangnya satu gejala aura menyebar secara bertahap ≥5 menit, dan/atau
dua atau lebih gejala terjadi secara berurutan. Masing-masing gejala aura
berlangsung antara 5-60 menit. Setidaknya satu gejala aura unilateral. Aura disertai
dengan, atau diikuti oleh gejala nyeri kepala dalam waktu 60 menit.6,11
Beberapa faktor merupakan pencetus terjadinya serangan migren. Faktor
tersebut adalah: menstruasi, terlambat makan, alkohol, cahaya, kurang tidur, dan
faktor psikologi. Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal. Terlambat makan menjadi pemicu serangan migren.
10
Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan, mengandung
MSG. Cahaya kilat atau berkelip. Banyak tidur atau kurang tidur. Faktor herediter.
Faktor psikologis: cemas, marah, sedih.6 Pada migren tidak ditemukan kelainan
baik tanda fisik maupun neurologi. Artinya, tanda fisik dan tanda vital dalam batas
normal. Demikian juga, pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Temuan-
temuan yang abnormal menunjukkan sebab-sebab sekunder, yang memerlukan
pendekatan diagnostik dan terapi yang berbeda.11
Berikut tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada pasien dengan
serangan migrain berdasarkan ICHD-3 (International Classification of
Headache Disorder- III) :4
11
tidak berhasil diobati).
3) Nyeri kepala setidaknya mempunyai dua dari empat karakteristik
dibawah ini :
- Lokasi unilateral
- Sifat/ kualitas nyeri berdenyut
- Intesitas nyeri sedang atau berat
- Bertambah berat oleh aktivitas fisik atau yang membuat penderita
berusaha menghindari aktivitas fisik (berjalan atau menaiki tangga)
4) Selama nyeri berlangsung disertai oleh salah satu gejala berikut :
- Mual atau muntah
- Fotofobia dan fonofobia
1) Nyeri kepala (seperti migrain atau tipe tegang) ≥ 15 hari/ bulan selama
lebih dari tiga bulan yang memenuhi kriteria 2 dan 3.
2) Serangan terjadi pada individu yang telah mengalami setidaknya lima
kali serangn yang memenuhi kriteria migrain tanpa aura dan/ migrain
dengan aura.
3) Pada jangka waktu ≥8 hari/bulan selama lebih dari 3 bulan, salah satu
karakteristik berikut didapati :
- Kriteria 3 dan 4 untuk migrain tanpa aura
- Kriteria 2 dan 3 untuk migrain dengan aura
b) Pemeriksaan Fisik
12
1) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan keseimbangan, refleks, kepekaan sensorik, penglihatan, dan
pendengaran.
2) Pemeriksaan Tanda Vital
Tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh untuk mengetahui kondisi umum
pasien.
c) Pemeriksaan Penunjang
13
1.1.8 Diagnosis Banding Migrain
Beberapa diagnosis banding migrain, yaitu :3
a) Glaukoma akut, yang ditandai dengan gejala pandangan mata kabur, mual,
muntah, dan tampak kelipan cahaya.
b) Benign intracranial hypertension, dengan gejala onset mendadak, mual
muntah, pusing, pandangan kabur, papil edema, palsy saraf VI dan
diperberat dengan batuk, mengejan, dan perubahan posisi.
c) Cluster headache, dengan onset mendadak, durasi menit hingga jam,
berulang dalam beberapa minggu, lakrimasi unilateral, kongesti nasal, nyeri
periorbita unilateral berat, penderita merasa gelisah selama episode
berlangsung.
d) Tension type headache, umum terjadi dengan durasi 30 menit hingga 7 jam,
bilateral, tidak berdenyut, intesitas ringan-sedang, tidak menggangu
aktivitas, dan tidak mual muntah.
a. Medikamentosa
14
Tabel 1. Terapi Abortif Migrain4
No Golongan Obat Nama Obat Dosis
1. Analgetik dan OAINS Aspirin 500-1000 mg per 4-6 jam
15
Pengobatan migrain dikatakan berhasil apabila bebas nyeri setelah 2 jam,
perbaikan skala nyeri, efikasi pengobatan konsisten 2-3 kali serangan, dan tidak ada
nyeri kepala yang rekuren atau berulang. Selain itu, indikasi berhasilnya
pengobatan profilaksis adalah apabila frekuensi serangan menurun setidaknya 50%
per bulan selama 3 bulan. Namun pengobatan profilaksis harus dihentikan apabila
adanya efek samping, tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan, adanya
pengurangan skala nyeri, dan pengobatan berhasil selama 6-12 bulan, maka
pengobatan profilaksis dihentikan secara tapering off.4
b. Non-Medikamentosa
Terapi non-medikamentosa dilakukan untuk terapi psikologis dan perubahan
gaya hidup. Terapi ini bertujuan untuk membantu pasien dalam menghadapi gejala
migren dan mengidentifikasi faktor pencetus timbulnya serangan nyeri kepala.
Beberapa terapi yang dapat diberikan seperti :1
16
b. Prognosis Migrain
Migraine memiliki prognosis jangka panjang yang bervariasi pada tiap
orang. Intensitas nyeri kepala dan frekuensi serangan cenderung berkurang
seiring bertambahnya usia. Umumnya prognosis baik dan tidak meningkatkan
resiko kematian.6
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
18
edukasi seputar migrain, yaitu tentang managemen gaya hidup dan stress,
serta menghindari faktor pencetus.
3. Pentingnya edukasi kepada pasien migrain agar mengkonsumsi obat dalam
batas wajar.
19
DAFTAR PUSTAKA
20