Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

MIGRAIN

Disusun oleh:
Rini Risnawati Tardi
030.13.168

Pembimbing:
dr. Mintarti Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH K.R.M.T WONGSONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 10 DESEMBER – 12 JANUARI 2019
SEMARANG
LEMBAR PENGESAHAN

Referat yang berjudul:

Migrain

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik

Ilmu Penyakit Saraf RSUD KRMT Wongsonegoro

Periode 10 Desember 2018 – 12 Januari 2019

Yang disusun oleh:

Rini Risnawati Tardi

030.13.168

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Mintarti Sp.S


selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Penyakit Saraf

Semarang, Januari 2019

dr. Mintarti Sp.S


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul “Migrain” sebagai tugas dalam
menempuh kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSUD KRMT
Wogsonegoro.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dari segi isi maupun kesalahan dalam penulisannya. Oleh
karena itu saya memohon maaf serta mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penyusun maupun pembaca
untuk menambah wawasan serta pengetahuan khususnya dalam mata kuliah
genetika.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang,
Januari 2019

Rini Risnawati
Tardi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Nyeri kepala merupakan gejala dan masalah yang cukup sering


ditemukan dalam bidang neurologis. Nyeri kepala terkadang dapat hilang
dengan sendirinya saat penderita beristirahat, atau menghilang saat penderita
minum obat yang dapat dibeli bebas di pasaran, dan umumnya hal ini tidak
menimbulkan masalah bagi penderita. 1
Nyeri kepala akan menimbulkan masalah bila penderita benar-benar
nyeri hingga mengganggu keadaan dan pekerjaan sehari-hari, atau jika nyeri
kepala berlangsung berulang-ulang atau menahun. Salah satu jenis nyeri
kepala yang mengganggu tersebut adalah migren. Istilah migren telah dikenal
cukup luas oleh masyarakat, namun masyarakat belum paham benar apakah
migren sebenarnya. Umumnya jika merasakan nyeri kepala satu sisi maka
mereka menganggapnya sebagai migren.1
Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum
penduduk Amerika. Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17% perempuan di
2
Amerika menderita migren. Penelitian yang dilakukan di Surabaya (1984)
menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227 (18,9%) datang karena
3
keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di diagnosis sebagai migren.
Insidensi migren di masyarakat cukup besar, diperkirakan 9% dari laki-laki,
16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-anak menderita migren. 1
Seperti jenis nyeri kepala yang lain, migren tidak memberi tanda dan
gejala yang obyektif. Sifat dan intensitasnya selain ditentukan oleh faktor
penyebab juga ditentukan oleh faktor lain seperti kepribadian penderita.
Penanggulangan migren memerlukan pendekatan yang menyeluruh. Terapi
dengan obat-obatan dapat mengatasi gejala dan mencegah serangan migren,
namun bukanlah hal utama. Penanggulangan yang menyeluruh memerlukan
pengetahuan terhadap gejala, pola serangan, obat-obatan yang tepat, dan
terutama faktor pencetus serta faktor yang memperberat migren. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Migren

2.1.1 Definisi

Istilah migren berasal dari kata migraine yang berasal dari


bahasa Perancis; sementara itu dalam bahasa Yunani disebut
hemicrania, sedangkan dalam bahasa Inggris kuno dikenal dengan
megrim. 1,5
Konsep klasik menyatakan bahwa migren merupakan gangguan
fungsional otak dengan manifestasi nyeri kepala unilateral yang sifatnya
mendenyut atau mendentum yang terjadi mendadak disertai mual atau
muntah. 1
Konsep tersebut telah diperluas oleh The Research Group on
Migraine and Headache of the World Federation of Neurology. Migren
merupakan gangguan bersifat familial dengan karakteristik serangan
nyeri kepala yang berulang-ulang yang intensitas, frekuensi dan
lamanya sangat bervariasi. Nyeri kepala biasanya unilateral, umumnya
disertai anoreksia, mual dan muntah. Dalam beberapa kasus migren ini
didahului atau bersamaan dengan gangguan neurologik dan gangguan
perasaan hati. 1
Definisi migren yang lain yang ditetapkan oleh panitia ad hoc
mengenai nyeri kepala (Ad Hoc Committee on Classification of
Headache) adalah serangan nyeri kepala unilateral berulang-ulang,
dengan frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam;
serangannya sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan
dan kadang-kadang dengan mual dan muntah. Kadang-kadang
didahului oleh gangguan sensorik, motorik, dan kejiwaan. Sering
dengan faktor keturunan. 6
Blau mengusulkan definisi migren sebagai nyeri kepala yag
berulang-ulang berlangsung antara 2-72 jam dan bebas nyeri antara
serangan nyeri kepala, harus berhubungan dengan gangguan visual atau
gastrointestinal atau keduanya. Gejala visual timbul sebagai aura
dan/atau fotofobia selama nyeri kepala. Bila tak ada gangguan visual
hanya berupa gangguan gastrointestinal, maka muntah harus sebagai
gejala pada beberapa serangan. 6

2.2 Epidemiologi

Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi


umum penduduk Amerika. Kira-kira 6% laki-laki dan 15-17%
perempuan di Amerika menderita migren.2 Penelitian yang dilakukan di
Surabaya (1984) menunjukkan bahwa di antara 6488 pasien baru, 1227
(18,9%) datang karena keluhan nyeri kepala; 180 di antaranya di
diagnosis sebagai migren.3 Insidensi migren di masyarakat cukup besar,
diperkirakan 9% dari laki-laki, 16% dari wanita, dan 3-4% dari anak-
anak menderita migren. 1
Migren lebih sering menyerang wanita daripada pria, dengan
perbandingan 3:1. Pada anak-anak, migren lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki daripada perempuan. 2

2.3 Patofisiologi

2.3.1 Teori vaskular

Pada tahun 1940-an dan1950-an, teori vaskular diusulkan


sebagai penjelasan patofisiologi nyeri kepala migren. Wolff dan
kawan-kawan percaya bahwa vasokontriksi intrakranial
bertanggung jawab atas migren dengan aura, dan rebound
vasodilatasi yang berikutnya dan aktivasi nervus nosiseptif
perivaskular menyebabkan nyeri kepala. Teori ini berdasarkan
observasi bahwa (1) pembuluh darah ekstrakranial menjadi
tegang dan berdenyut selama serangan migren, (2) stimulasi
pembuluh darah intrakranial pada pasien yang sadar
menginduksi nyeri kepala, dan (3) vasokonstriktor seperti
golongan ergot dapat meningkatkan nyeri kepala dan vasodilator
seperti golongan nitrogliserin dapat memprovokasi serangan.2

2.3.2 Teori penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar


dan meluas (spreading depression dari Leao)

Teori depresi yang meluas Leao (1944), dapat


menerangkan terjadinya aura pada migren klasik. Leao pertama
melakukan percobaan terhadap kelinci. Ia menemukan bahwa
depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap macam
rangsangan lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang
meluas ini adalah gelombang yang menjalar akibat penekanan
aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya
gelombang sama dengan yang terjadi saat kita melempar batu ke
dalam air. Kecepatan perjalanannya diperkirakan 2-5 mm per
menit dan didahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang
berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada
migren klasik. 6
Percobaan ini ditunjang oleh penemuan Oleson, Larsen,
dan Lauritzen (1981), dengan pengukuran aliran darah otak
regional pada penderita-penderita migren klasik, mereka
menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak
yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama dengan
depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa
penurunan aliran darah otak regional yang meluas ke depan
adalah akibat dari depresi yang meluas.6
Terdapat persamaan antara percobaan binatang oleh
Leao dan migren klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan
yang penting, misalnya tak ada vasodilatasi pada pengamatan
pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung
terus setelah gejala-gejala aura. Meskipun demikian, eksperimen
perubahan aliran darah memberi kesan bahwa manifestasi
migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah
sekunder.6
2.3.3 Sistem trigemino-vaskular

Pembuluh darah otak dipersarafi oleh serat-serat saraf


yang mengandung: substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan
calcitonin-gene related peptide (CGRP). Semua ini berasal dari
ganglion nervus trigeminus sesisi SP, NKA, dan CGRP
menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain itu,
rangsangan oleh serotonin (5-hydroxytryptamine) pada ujung-
ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran
pembuluh darah sesisi.

Gambar 5. Patofisiologi Sistem Trigeminovaskular

Seperti diketahui, waktu serangan migren kadar plasma


dalam darah meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah
yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase
aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja
melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri
kepala dan pelebaran pembuluh darah. Obat-obat anti-serotonin,
misalnya cyproheptadine dan pizotifen bekerja pada sistem ini
untuk mencegah migren. 6

2.3.4 Inti-inti saraf di batang otak

Inti-inti saraf di batang otak mempunyai hubungan


dengan reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan
pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum
tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan
pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
unilateral dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain
itu terdapat penekanan reseptor-reseptor nyeri yang letaknya
lebih rendah dari sumsum tulang daerah leher. Teori ini
menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan
vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. 6

Gambar 6. Vasodilatasi pembuluh darah

2.4 Faktor Pencetus

Faktor pencetus terjadinya migren dapat terbagi dalam 2 kelompok


yaitu:
1. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik misalnya ketegangan jiwa (stress), baik
emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan,
makanan tertentu, misalnya buah jeruk, pisang, keju, minuman yang
mengandung alkohol, sosis yang ada bahan pengawetnya. Faktor
pencetus lain seperti hawa yang terlalu panas, terik matahari,
lingkungan kerja yang tak menyenangkan, bau atau suara yang tak
menyenangkan. 1
2. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik misalnya perubahan hormonal pada wanita
yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid. 1

2.5 Gejala-gejala Migren

Secara umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua


penderita migren mengalami keempat fase ini. Keempat fase tersebut
adalah fase prodromal, aura, serangan, dan postdromal.

1. Fase Prodromal

Gejala pada fase prodromal terjadi pada 40-60% penderita


migren.5 Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar atau tidak jelas,
yang dapat mendahului serangan migren. Fase ini dapat berlangsung
selama beberapa jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum serangan.
Gejalanya antara lain: 4
- Psikologis: depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang
berlebihan), banyak bicara (talkativeness), sensitif atau iritabel,
gelisah, rasa mengantuk atau malas. 4
- Neurologis: sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia &
fonofobia), sulit berkonsentrasi, menguap berlebihan, sensitif
terhadap bau (hiperosmia). 4
- Umum: kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau
nafsu makan meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban,
sering buang air kecil. 4,5

2. Fase Aura

Terjadi pada 20-30% penderita migren yang menderita migren


dengan aura, aura terdiri dari focal neurological phenomena yang
mendahului atau bersamaan dengan serangan. Aura nampak secara
berangsur-angsur 5-20 menit dan biasanya berlangsung kurang dari 60
menit. Fase serangan migren pada umumnya di mulai dalam 60 menit
tahap akhir dari aura, tetapi kadang-kadang tertunda sampai beberapa
jam, dan dapat hilang seluruhnya. Gejala aura dari migren dapat
berupa visual, berhubungan dengan sensorik, atau motorik. 5

Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migren.


Secara visual, aura dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif.
Penderita migren dapat mengalami kedua jenis aura secara bersamaan.

Gambar 7. Fase Aura

Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu


bentuk berpendar yang menutupi tepi lapangan penglihatan.
Fenomena ini disebut juga sebagai scintillating scotoma (scotoma =
defek lapang pandang). Skotoma ini dapat membesar dan akhirnya
menutupi seluruh lapang pandang. Aura positif dapat pula berbentuk
seperti garis-garis zig-zag, atau bintang-bintang. 4

Gambar 8. Contoh aura positif berupa bentuk berpendar pada salah


satu bagian lapang pandang (= scintillating scotoma) 4
Gambar 9. Contoh aura positif (scintillating scotoma) 4

Aura negatif tampak seperti lubang gelap atau hitam atau


bintik-bintik hitam yang menutupi lapangan penglihatannya. Dapat
pula berbentuk seperti tunnel vision; dimana lapang pandang daerah
kedua sisi menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang
terfokus hanya pada bagian tengah (seolah-seolah melihat melalui
lorong). 4

Gambar 10. Contoh aura negatif berupa bayangan gelap yang


menutupi kedua sisi lapang pandang (dilihat dari 1 mata), fenomena
ini disebut juga “tunnel vision”. 4

Gambar 11. Kiri:normal vision, Kanan:aura negatif “tunnel vision”. 8


Gambar 12. Gambaran dari sebuah gudang gandum saat terjadinya
serangan, dibuat oleh seorang seniman dan penderita migen.
(©Debbie Ayles) 9

Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan


timbulnya aura. Gejala-gejala ini umumnya: gangguan bicara,
kesemutan, rasa baal, rasa lemah pada lengan dan tungkai bawah,
gangguan persepsi penglihatan seperti distorsi terhadap ruang, dan
kebingungan (confusion).4

3. Fase Serangan

Tanpa pengobatan, serangan migren umumnya berlangsung


antara 4-72 jam. Migren yang disertai aura disebut sebagai migren
klasik. Sedangkan migren tanpa disertai aura merupakan migren
umum (common migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:
- Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau
ditusuk-tusuk. Nyeri kadang-kadang dapat menyebar sampai terasa
di seluruh bagian kepala
- Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas
- Mual, kadang disertai muntah
- Gejala gangguan penglihatan dapat terjadi
- Wajah dapat terasa seperti baal atau kebal, atau semutan
- Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan
fonofobia)
- Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin
- Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migren klasik), yang
berkembang secara bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri
kepala dapat terjadi sebelum gejala aura atau pada saat yang
bersamaan. 4

Gambar 13. Fase Serangan

4. Fase Postdromal

Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa postdromal,


dimana pasien dapat merasa kelelahan (exhausted) dan perasaan
seperti berkabut.4 Selain itu juga pasien mengalami penurunan
konsentrasi, perubahan mood.5

2.6 Klasifikasi Migren 1

Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS) :


1. Migren sederhana atau migren tanpa aura (common migraine)
 Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang
dari 15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 20-48 jam
 Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini :
 Lokasi unilateral
 Kualitas berenyut
 Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas
sehari-hari.
 Di perberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
 Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul :
 Mual atau muntah
 Fotofobia atau fonofobia

 Minimal terdapat satu dari berikut :


 Riwayat dan pemeriksaa fisik tidak mengarah pada kelainan
lain
 Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan
lain, tapi telah disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang
yang memadai (misalnya : MRI atau CT Scan Kepala)
1.1 Diagnosis migren tanpa Aura :
Kriteria :
 2 dari 4 karakteristik grup A
 1 dari 2 karakteristik grup B

Grup A Grup B
1. Nyeri kepala unilateral 1. Terdapat nausea atau vomit
2. Nyeri kepala berdenyut 2. Terdapat fotofobia/fonofobia
3. Nyeri sedang atau berat dan dapat
menghambat/ mambatasi kegiatan
4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik rutin,
seperti membungkuk atau naik tangga

2. Migren dengan aura (classic migraine)


 Terdiri dari empat fase yaitu fase : prodormal, fase aura, fase nyeri
kepala dan fase postdormal.
 Aura dengan minimal dua serangan sebagai berikut
 Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis;
vertigo, tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual
pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia,
paresis, penurunan kesadaran)
 Gejala aura timbul terhadap selama lebih dari 4 menit atau
lebih gejala.
 Nyeri kepala
 Sama dengan migrain tanpa aura

Diagnosis migren dengan aura :


Kriteria :
3 dari 4 karakteristik
1. Satu atau lebih simptom aura reversibel
2. Simptom aura berlangsung lebih dari 4 menit
3. Aura yang tidak berakhir lebih dari 60 menit
4. Nyeri kepala mengikuti dalam 60 menit setelah aura berakhir

3. Migren tipe lain


 Migren with prolonged aura
Memenuhi kriteri migren dengan aura tetapi aura terjadi selama
lebih dari 60 menit dan kurang dari 7 hari.
 Basilar migren (Menggantikan basilar artery migriane)
Memenuhi kriteria migren dengan aura dengan dua atau lebih
gejala aura sevagai berikut : vertigo, tinitus, penurunan kesadaran,
ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata, disarteria,
diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateral atau penurunan
derajat kesadaran.
 Migraine aura without headache ( menggantikan migraine
equivalent atau achepalic migraine)
Memenuhi kriteria migren dengan aura tetapi tanpa di sertai nyeri
kepala
 Childhood periodic syndromes yang bisa menjadi precursor atau
berhubungan dengan migren
 Benign paroxysmal vertigo of childhood
Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah
yang timbul secara sporadis dalam waktu singkat .
Pemeriksaan neurologis normal
Pemeriksaan EEG normal
 Migraine infraction (menggantikan complicated migraine)
Telah memenuhi kriteria migren dengan aura
Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan sebelumnya,
akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari
dan atau pada pemeriksaan neuroimaging di dapatkan infrak
iskemik di daerah yang sesuai.
Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang
memadai.

Aura merupakan gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul
sebelum, pada saat atau setelah serangan nyeri kepala. (2,4,5)
Serangan migren ada empat fase, antara lain :
1. Fase Prodrome : 1-24 jam, sebelum timbul nyeri kepala, tidak selalu
timbul, biasanya sulit dibedakan menjadi iritabel, hiperaktif atau depresi.
2. Fase aura : berlangsung 0-60 menit, dapat menjelang nyeri kepala atau
dengan nyeri kepala .
3. Fase sefalgia : berlangsung 4-72 jam, biasnya 60% unilateral, dan dapat
pindah kesisi lainnya. Nyeri kepala Bilateral tidak dapat menyingkirkan
diagnosa migren
4. Fase postdrome : pasca gejala nyeri kepala, berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari.1
2.7 Diagnosa Banding 10

Tabel 2. Diagnosa Banding


Tipe Nyeri Kepala Epidemiologi Lokasi Tanda dan Gejala Terapi

Migren Riwayat keluarga, Unilateral atau Mual, muntah, mungkin terdapat defisit Ergot
dapat mengenai segala bilateral, terutama neurologis
usia, wanita > pria bifrontal B blocker

Kluster Remaja dan dewasa, Unilateral, Lakrimasi, kongesti nasal unilateral, Ergots
orbitofrontal kadang-kadang ptosis dan miosis
pria > wanita B Blocker

Amitriptilin

Tension Wanita > pria Bilateral, general, atau Durasi lama, dihubungkan dengan Ansiolitik
oksipital ansietas, depresi Antidepresan

Hipertensi Riwayat keluarga Bilateral, oksipital, Hipertensi, retinopati, mungkin papil Terapi hipertensi
atau frontal edema dengan hipertensi enselofalopati

Peningkatan TIK Bervariasi Mual, muntah, papil edema Terapi peningkatan


TIK, steroid, manitol,
furosemid, operasi

Arteritis temporal Dewasa Unilateral, temporal, Gangguan penglihatan, peningkatan Steroid


bisa di area lain dari
scalp LED

Perdarahan sub Bilateral, oksipital Onset akut dengan perdarahan sub Terapi PSA,
arakhnoid (PSA), arakhnoid dan ensefalitis. meningitis
ensefalitis,
meningitis Meningitis onsetnya juga bisa tiba-tiba,
atau somewhat more proctrated.

Pada pemeriksaan menunjukkan nuchal


rigidity dan demam pada meningitis dan
ensefalitis.
2.8 Penatalaksanaan 6
a. Mencegah atau menghindari faktor pencetus (faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik) 6
b. Pengobatan non medik.
Karena faktor pencetus tak selalu bisa dihindari, maka dianjurkan pengobatan
non medik, oleh karena hal ini dapat mengurangi banyaknya obat migren
sehingga efek samping dari obat-obatan dapat dikurangi. Termasuk dalam
pengobatan non medik adalah latihan relaksasi otot, misalnya yoga. 6
c. Pengobatan simptomatik. 6
Wilkinson (1988) yang bekerja pada klinik migren di London menganjurkan
pada waktu serangan migren sebagai berikut:
1. Mencegah pemberian obat-obatan yang mengganggu tidur, seperti kopi
sebaiknya tak diberikan pada waktu serangan migren, karena tidur adalah
bagian alami dari penyembuhan migren.
2. Obat-obat anti mual seperti metoclopramide dan clomperidone.
Dianjurkan pemberian suntikan 10 mg metoclopramide intramuskular 10
menit sebelum pemberian analgetika per oral. Obat anti mual tersebut
memiliki keuntungan karena memacu aktivitas normal pencernaan
(gastrointestinal) yang terganggu saat serangan migren.
3. Analgetika sederhana, misalnya aspirin atau parasetamol dapat
menghilangkan nyeri kepala bila sebelumnya diberi obat yang memacu
aktivitas gastrointestinal.
4. Ergotamin tartrat
Cara kerja obat ini bifasik, adalah bergantung pada tahanan darah yang
ada sebelumnya. Bila terjadi vasodilatasi, ia akan bekerja sebagai
vasokonstriktor, sedang bila tahanan pembuluh darah meningkat ia
bekerja sebagai vasodilator. Dosis ergotamin tartrat 1-2 mg per serangan,
dan tak boleh melebihi 4 mg per minggu. Tidak boleh diberikan lebih
dari 2 kali seminggu, bila diberikan lebih dari itu, maka akan timbul
nyeri kepala bila ergotamin dihentikan (ergotamine- rebound headache).
Dengan pengobatan tersebut di atas, Wilkinson mendapatkan sebagian
besar penderita baik setelah 180 menit: 40% dari penderita sembuh, 51%
terdapat nyeri kepala ringan, dan hanya 9% yang sedikit manfaatnya.
Penderita yang dapat tidur lebih cepat sembuh daripada yang hanya istirahat
atau mengantuk6
d. Pengobatan abortif
Harus diberikan sedini mungkin, tetapi sebaiknya saat timbul nyeri kepala.
Obat yang dapat digunakan:
1. Ergotamin tartrat dapat diberikan tersendiri atau dicampur dengan obat
antiemetik, analgesik, atau sedatif. Banyak preparat yang dicampur
dengan kafein untuk potensiasi efek (cafergot) atau ditambah lagi zat
luminal (Bellapheen atau Ergopheen). Kontraindikasinya adalah adanya
penyakit pembuluh darah arteri perifer atau pembuluh koroner, penyakit
hati atau ginjal, hipertensi atau kehamilan. Efek sampingnya mual,
muntah, dan kram. Ergotisme dapat terjadi berupa gangguan mental dan
gangren. Dosis oral umumnya 1 mg saat serangan, diikuti 1 mg setiap 30
menit, sampai dosis maksimum 5 mg/serangan atau 10 mg/minggu. 1.6
2. Dihidroergotamin (DHE) merupakan agonis reseptor serotonin yang
aman dan efektif untuk menghilangkan serangan migren dengan efek
samping mual yang kurang dan lebih bersifat vasokonstriktor. Dosis 1
mg intravena selama 2-3 menit dan didahului 5-10 mg metoklopramid
untuk menghilangkan mual dan dapat diulang setiap 1 jam sampai total 3
mg.
3. Sumatriptan suksinat merupakan agonis selektif reseptor 5-Hidroksi
triptamin (5-HT1D) yan efektif dan cepat menghilangkan serangan nyeri
kepala migren. Obat ini dapat diberikan subkutan dengan sebuah
autoinjektor. Sumatriptan terbukti efektif menghilangkan nyeri kepala
dan mual pada migren. Dosis lazim adalah 6 mg subkutan dapat diulang
dalam waktu 1 jam bila diperlukan (tidak melampaui 12 mg/24 jam).
Efek samping ringan berupa reaksi lokal pada kulit, muka merah,
kesemutan, nyeri leher dan terkadang nyeri dada. Kontraindikasi obat ini
adalah angina pektoris, hipertensi, penyakit koroner, atau penggunaan

1
bersamaan dengan ergotamin atau vasokonstriktor lainnya. Sumatriptan
tidak boleh diberikan pada migren basiler atau migren hemiplegik.

e. Pengobatan pencegahan
Pengobatan pencegahan hanya diberikan bila terdapat: lebih dari 2 kali
serangan dalam sebulan, tak mempan dengan pengobatan non medik, dan
pencegahan faktor pencetus. Obat pencegah migren adalah sebagai berikut: 6
1. β – Blocker
Misalnya propanolol, metoprolol, timolol, atenolol dan nadolol. Cara
kerjanya dengan meningkatkan tahanan pembuluh darah tepi. Propanolol
dengan dosis 60-180 mg per hari dibagi 2-3 kali pemberian. Tidak
diberikan pada pasien dengan asma bronkhial, penderita diabetes yang
memakai obat insulin atau obat antidiabetes oral, maupun gagal jantung
kongestif. 6
2. Antagonis Ca
Misalnya nimodipine dan flunarizine. Cara kerjanya dengan mencegah
masuknya ion kalsium dalam sel neuron, menekan pelepasan
neurotransmiter yang berlebihan dan mencegah aktivasi enzim
fosfolipase akibat masuknya ion kalsium. Efek samping flunarizine
adalah mengantuk, menambah gemuk, depresi, gejala-gejala parkinson,
dan setelah 2-3 bulan baru mempunyai efek optimal. Nimodipine tidak
memberikan efek profilaktik pda migren, malah dapat menyebabkan
nyeri kepala (drug induced headache). 6
3. Antiserotonin dan antihistamin
Misalnya cyproheptadine dengan dosis 8-16 mg per hari dalam dosis
terbagi dan pizotifen dengan dosis 0.25-0.5 mg per dosis diberikan 1-3
kali sehari. Cara kerjanya sebagai anti serotonin. Efek sampingnya
mengantuk dan bertambah gemuk, mulut kering, menghambat
pertumbuhan anak, dsb. 6
4. Antidepresan trisiklik
Misalnya amitryptyline. Cara kerjanya dengan menghambat uptake nor
adrenalin dan menghambat aktivitas kolinergik, adrenergik, dan reseptor

2
histamin. Dosis 50-75 mg per hari sebelum tidur atau dalam dosis
terbagi. Efek samping: mengantuk, mulut kering, mata kabur, konstipasi,
dsb. 6
5. Klonidin
Cara kerja dengan mencegah vasokonstriksi atau vasodilatasi yang
abnormal. Efek samping: mengantuk, mulut kering, depresi. 6
6. NSAID
Misalnya: naproxen. Cara kerjanya dengan menghambat pembentukkan
prostaglandin dan bradikinin yang merupakan faktor penting terjadinya
respon inflamasi steril pada migren. Efek samping: nyeri lambung, tukak
lambung. 6

3
BAB III
PENUTUP
1.
3.1 Kesimpulan
1. Definisi migren yang ditetapkan oleh Ad Hoc Committee on Classification of
Headache adalah serangan nyeri kepala unilateral berulang-ulang, dengan
frekuensi lama dan hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam; serangannya
sesisi dan biasanya berhubungan dengan tak suka makan dan kadang-kadang
dengan mual dan muntah. Kadang-kadang didahului oleh gangguan sensorik,
motorik, dan kejiwaan. Sering dengan faktor keturunan.
2. Insidensi migren di Amerika meliputi 10-20% dari populasi umum penduduk
Amerika. Migren lebih sering menyerang wanita daripada pria, dengan
perbandingan 3:1.
3. Empat fase gejala migren, yaitu: fase prodromal, aura, serangan, dan
postdromal.
4. Faktor pencetus migren meliputi faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.
5. Penatalaksanaan migren meliputi:
a. Mencegah atau menghindari faktor pencetus (faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik)
b. Pengobatan non medik
c. Pengobatan simptomatik
d. Pengobatan abortif
- Pengobatan pencegahan

4
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gajah Mada University Press.


Yogyakarta. 2005. hal 289-300.
2. Blanda M, Wright J.T. Headache, Migraine (online)
http://www.emedicine.com/Emerg/Neuro/HeadacheMigraine. Diakses tanggal
21 September 2007.
3. Headache Classifi cation Subcommittee of the International Headache Society.
The International Classifi cation of Headache Disorders: 2nd edition.
Cephalalgia 2004;24 Suppl 1:1–160.
4. Harsono. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 2003. hal. 253-262.
5. Bigal, M. dan Lipton, R. 2007. The Differential Diagnosis of Chronic Daily
Headaches: An Algorithm-Based Approach. Journal Headache Pain. Volume 8.
Halaman 263-272. New York.
6. Dodick, D. 2006. Chronic Daily Headache. The New England Journal of
Medicine. Volume 354. Halaman 158-165. Massachusetts.
7. National Agency for Accreditation and Evaluation in Healthcare. 2004.
Chronic Daily Headache (CDH) – Diagnosis, Medication Overuse, and
Management. Clinical Practise Guidline. Paris.
8. Simon, R, Greenberg, D, dan Aminoff, M. 2009. Clinical Neurology: A Lange
Medical Book. 7th Ed. Lange Medical Books/McGrave-Hill Publishing: New
York.
9. Bigal, E dan Lipton, B. 2006. Migraine and Other Headache Disorder. Taylor
and Francis Group: New York.
10. Ivan, G dan Todd, S. 2010. Diagnosis and Management of Chronic Daily
Headache. Journals of Seminars in Neurology. Volume 30. Halaman 154-166.
USA
11. Martin, A dan Samuels, R. 2005. Samuel’s Manual of Neurologic
Therapeutics: Chapter 14-Headache and Facial Pain. Halaman 244-273.
Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia.
12. Goadsby, P. 2001. Trigeminal Autonomic Cephalgias (TCAs). Journal of Acta
Neurology. Volume 101. Halaman 10-19. Belgium.

5
13. Beiton, J dan Carlson, R. 2011. Diagnosis and Treatment of Headache. Institute
for Clinical Systems Improvement. Bloomington MN.
14. Duncan, C, Watson, D dan Stein, A. 2008. Diagnosis and Management of
Headache in Adults: Summary of SIGN Guideline. Journal of BMJ. Volume
337. Halaman 1231-1236.

Anda mungkin juga menyukai