Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN ILMU NEUROLOGI 

                     REFERAT


FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2021
UNIVERSITAS HASANUDDIN

NYERI NEUROPATIK

OLEH:

Zha Zha Chikita R Labaso (C014202292)

PEMBIMBING :
dr. Inneke M. Runtuwene
dr. Wa Ode Syakinah

SUPERVISOR :
dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S (K), FINS, FINA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama    : Zha Zha Chikita R Labaso (C014202292)

Judul Referat   : Nyeri Neuropatik

Adalah benar telah menyelesaikan referat yang telah disetujui serta telah dibacakan
dihadapan pembimbing dan supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Periode 9 Agustus – 5
September 2021.

Makassar, Agustus 2021

Residen Pembimbing, Residen Pembimbing,

i
dr. Inneke M. Runtuwene dr. Wa Ode Syakinah

Supervisor,

dr. Ashari Bahar, M.Kes, Sp.S (K), FINS, FINA

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................................i

ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................2
2.1 Definisi..................................................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.........................................................................................................................2
2.3 Etiologi..................................................................................................................................2
2.4 Klasifikasi Nyeri Neuropatik................................................................................................4
2.5 Patofisiologi…………………………………………………………………………………4
2.6 Mekanisme Nyeri Neuropatik...............................................................................................5
2.7 Diagnosis Nyeri Neuropatik..................................................................................................7
2.8 Tatalaksana Nyeri Neuropatik...........................................................................................13
2.9 Prognosis...............................................................................................................................19
BAB III................................................................................................................................................20
PENUTUP...........................................................................................................................................20
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN
Nyeri sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keadaan fisiologik
maupun patologik. Sering nyeri merupakan gejala dan tanda dari suatu kelainan, tetapi dapat
pula nyeri tersebut merupakan penyakit yang berdiri sendiri. Apabila nyeri telah
mengganggu, maka penderita akan cenderung mengobati sendiri atau pergi ke pelayanan
1
medis susuai dengan pengetahuan dan kemampuannya.

Pengelolaan nyeri, khususnya tipe kronik, sampai sekarang dapat dikatakan belum
memuaskan. Hal tersebut akibat fenomena nyeri itu sendiri yang begitu kompleks. Nyeri
timbul sebagai akibat serangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor (nyeri inflamasi = nyeri
1
nosiseptif) atau di serabut saraf perifer maupun sentral (neuropatik).

Nyeri neuropatik pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan asalnya
yaitu perifer dan sentral, juga berdasarkan waktunya, yakni nyeri neuropatik akut dan kronik.
Ada beberapa masalah dalam bidang kedokteran paliatif yang menyulitkan dalam
mendiagnosis dan menangani nyeri neuropatik, dan tak ada satupun hasil yang memuaskan
yang dapat menyebabkan hilangnya nyeri. Dalam membuat suatu diagnosa adanya nyeri
neuropatik diperlukan anamnesis yang tepat tentang apa yang sedang dirasakan pasien, baik
tipenya maupun derajat dari nyeri tersebut.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan saraf,
baik di susunan saraf pusat (SSP) maupun perifer. Nyeri ini dapat muncul walaupun
kerusakan jaringan sudah sembuh atau bahkan tanpa adanya kerusakan jaringan.1
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian multisenter unit rawan jalan 14 RS
pendidikan yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSI tahun 2002 didapatkan 4.456
kasus nyeri, 9,5 % di antaranya adalah nyeri neuropatik. Angka ini meningkat pada
tahun 2012 di 13 RS di Indonesia terhadap 8.160 subjek dengan instrumen penapis
yang lebih sensitif, menjadi 21,8 %. Mayoritas subyek adalah lelaki (62,1 %) berusia
40-60 tahun dengan nyeri punggung bawah (NPB), sindrom terowongan karpal
(STK), frozen shoulder, neuropati diabetika, dan brakialga. Penelitian di Bandung
(2013) mendapatkan prevelensi yang lebih tinggi (31,6%), terutama perempuan
(66,9%) dan berusia >40 tahun (91%).3,4
2.3 Etiologi
Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral)
atau kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer
di sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan
eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh
kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel
neuron.5, 6 .
Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat
bertambahnya bukti bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan
lunak, pleksus saraf, dan saraf itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral
nosiseptif melalui proses sensitasi. Sindrom nyeri thalamus adalah salah satu nyeri
neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga dapat ditemukan pada pasien
poststrok, multiple sklerosis, spinal cord injury, dan penyakit Parkinson. 5, 6, 7
Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan
yang berasal dari perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat

2
saraf perifer yang terkena tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar
dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh sindrom yang mungkin dijumpai adalah
neuralgia pascaherpes, neuropati diabetes, neuralgia trigeminus, kausalgi,
phantomlimb pain, kompresi akibat tumor, dan post operasi. 5,7
Penyebab Tersering Nyeri Neuropatik

(Tabel 1: Dikutip dari kepustakaan 7)

3
Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksi, yang
paling sering adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV,
juga dapat menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri
neuropatik adalah hal yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien
kanker. Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan
saraf atau kerusakan sistem saraf karena radiasi atau kemoterapi.8

2.4 Klasifikasi Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik dapat diklasifikasikan berdasarkan:2,5

1. Berdasarkan letak anatomisnya, nyeri neuropati terbagi menjadi:


a. Nyeri Neuropatik Sentral
Lokasi kelainan di susunan saraf sentral, yaitu medula spinalis, batang otak,
thalamus sampai korteks serebri. Medula spinalis, dapat diakibatkan oleh multipel
sklerosis, trauma medula spinalis, neoplasma, arakhnoiditis, dan lain-lain. Otak,
dapat diakibatkan oleh stroke, siringomielia, neoplasma, dan lain-lain.

b. Nyeri Neuropatik Perifer


Lokasi kelainan di saraf perifer, yaitu saraf sensorik perifer, radiks dan ganglion
dorsalis. Manifestasi klinisnya yaitu rasa terbakar, geli/gatal, kesemutan, seperti
ditikam/ditusuk, seperti ditembak, sengatan listrik, menyebar dan menjalar.
Dapat diakibatkan oleh polineuropati diabetes, neuralgia pasca herpes zoster,
radikulopati, neoplasma, dan lain-lain.
2. Berdasarkan waktu, nyeri neuropatik dibagi atas:
a. Nyeri neuropatik akut
Nyeri yang dialami dalam waktu kurang dari 3 bulan. Contohnya: iskhialgia pada
HNP (hernia nukleus pulposus), neuralgia trigeminal
b. Nyeri neuropatik kronik
Nyeri yang dialami dalam waktu lebih dari 3 bulan, atau nyeri yang masih
ditemukan setelah cedera jaringan sembuh. Ada dua jenis nyeri neuropatik kronis:
- Nyeri maligna, contohnya: nyeri kanker, nyeri pascaradiasi, nyeri pascaoperatif,
nyeri pascakemoterapi

4
- Nyeri non maligna, contohnya: neuropati diabetik, sindroma terowongan karpal
(carpal tunnel syndrome), neuropati toksis, nyeri sentral pasca stroke, nyeri
spinal pasca trauma.

2.5 Patofisiologi1
Munculnya nyeri neuropatik diawali oleh lesi atau disfungsi jaringan saraf sebagai
sistem somatosensorik. Nyeri ini muncul spontan dengan sensasi yang ‘tidak biasa’
seperti disestesia, rasa seperti tusukan, rasa terbakar, nyeri seperti tersengat listrik, dan
sebagainya. Kerusakan jaringan saraf ditemukan pada penderita neuropati diabetika,
postherpetic neuralgia (PHN), neuralgia trigeminal, nyeri fantom, complex regional pain
syndrome (CPRS), pascabedah atau neuropati akibat trauma, toksik, neuropati idiopatik,
nyeri sentral pascastroke, serta akibat tekanan tumor terhadap jaringan saraf.

5
Gambar 1. Mekanisme Nyeri Perifer dan Sentral

2.6 Mekanisme Nyeri Neuropatik1

Munculnya nyeri neuropatik diawali oleh lesi atau disfungsi jaringan saraf
sebagai sistem somatosensorik. Nyeri ini muncul dengan sensasi seperti disestesia,
rasa seperti tusukan, rasa terbakar, nyeri seperti tersengat listrik, dan sebagainya.
Kerusakan jaringan saraf ditemukan pada penderita neuropati diabetika, postherpetic

6
neuralgia (PHN), neuralgia trigeminal, nyeri fantom, complex regional pain
syndrome (CRPS), pascabedah atau neuropati akibat trauma, toksik, neuropati
idiopatik, nyeri sentral pascastroke, serta akibat tekanan tumor terhadap jaringan
saraf.

Mekanisme Perifer

Dalam keadaan normal, sensasi nyeri dihantarkan oleh serabut saraf C dan A.
Lesi jaringan saraf di perifer yang beregenerasi dapat membentuk neuroma pada
puntung (stump), sehingga neuron menjadi lebih sensitif. Akibatnya terjadi
sensitisasi perifer yang ditandai oleh adanya aktivitas patologis secara spontan,
eksitabilitas yang tidak normal, dan hipersensitif terhadap stimulus kimiawi, termal,
dan mekanik. Mekanisme nyeri neuropatik di perifer muncul akibat perubahan
struktur anatomi berupa kerusakan jaringan saraf atau akibat munculnya regenerasi
jaringan saraf. Keadaan ini dapat berupa ectopic discharges dan ephatic condition,
sprouting neuron kolateral, dan coupling anatara sistem saraf sensorik dengan saraf
simpatis. Coupling ke saraf simpatis diakibatkan oleh regenerasi jaringan saraf pada
lesi yang tumbuh menyimpang dari jalur anatomi.

Pengaruh aktivitas simpatik dan katekolamin terjadi pada saraf aferen primer
yang mengalami kerusakan. Pada lesi saraf perifer, terjadi upregulation
adrenoreseptor , sehingga terjadi peningkatan sensitivitas terhadap noradrenalin
pada neuron aferen di ganglion radiks dorsalis.

Mekanisma Sentral

Neuron di kornu dorsalis akan memacu traktus spinotalamikus, yaitu bagian


bersar dari jaringan asending noiseptif. Konsekuensi aktivitas spontan secara terus
menerus yang berasal dari perifer mengakibatkan meningkatnya aktivitas jaras
spinotalamikus, meluasnya areal penerima, dan meningkatkan respons terhadap
impuls aferen. Pada saraf sentral ditemukan beberapa perubahan, antara lain;
terjadinya reorganisasi anatomi medula spinalis, hipereksitabilitas medula spinalis,
serta perubahan pada sistem opioid endogen.

Pada kerusakan jaringan saraf perifer, juga terjadi aktivasi mikroglia di


medula spinalis sehingga reseptor purin dan p-38, sebagian dari MAP kinase, turut
menjadi aktif. Hal ini merupakan kunci utama patogenesis dari hipersensitivitas
7
reseptor di traktus spinotalamikus. Kerusakan di daerah tersebut akan memberikan
keluhan yang sangat spesifik dan didefinisikan sebagai keluhan nyeri neuropatik.

Lesi di jaringan sraf ini menyebabkan kerusakan mielin, protein membran,


atau reseptor sinaps, sehingga terjadi gangguan elektrisitasberupa sensitisasi yang terus
menerus dari jaringa saraf yang rusak dan disebut sebagai ectopic discharges. Nyeri
neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus atau juga
kombinasi. Kejadian ini berhubungan dengan aktivasi kanal ion Ca2+ atau Na+ di akson
yang berperan pada reseptor glutamat, yaitu N-metil-D-aspartat (NMDA) atau -
amino-3-hidroksi-5-metil-4-asam isoksaazolepropionat (AMPA) dalam memodulasi
transmisi nosiseptif sinapsis di susunan saraf pusat.

Nyeri yang muncul disebabkan oleh ectopic discharges sebagai akibat dari
kerusakan jaringan saraf. Ectopic discharges merupakan akibat dari kerusakan jaringan
saraf baik perifer maupun sentral, yang berkaitan dengan fungsi sistem inhibitorik,
gangguan interaksi antara somatik dan simpatik. Terkadang pada inflamasi dan
neuropatik ditemukan perubahan secara fenotip di sel saraf perifer yang mengakibatkan
eksitasi ataupun disinhibisi, baik di kornu dorsalis maupun di jaras nyeri sampai ke
areal korteks sensorik. Keadaan ini memberikan gambaran umum berupa alodinia
(alodinia merupakan nyeri yang diakibatkan stimulus yang biasanya tidak menimbulkan
rasa sakit) dan hiperalgesia yang merupakan keluhan spesifik dari nyeri neuropatik.
Keluhan ini jika tidak diterapi secepat mungkin akan mengakibatkan kerusakan neuron
yang bersifat ireversibel.

2.7 Diagnosis Nyeri Neuropatik

Rasa nyeri bersifat subyektif, kompleks, dan pribadi, yang hanya bisa dinilai
secara tidak langsung melalui laporan si penderita. Selain itu dibutuhkan suatu
anamnesis yang lengkap dari pasien dan keluarga, karena nyeri juga bisa berkaitan
dengan masalah biopsikososial. Anamnesis tersebut meliputi onset, karakteristik, dan
kualitas nyeri, serta lokasi, distribusi, dan penjalaran nyeri. Perlu ditanyakan juga
factor yang memperingan atau mamperberat nyeri dan keluhan psikologis yang
menyertainya. Lalu dilakukan pemeriksaan fisik umum, terutama lokal di area nyeri
dan neurologis.9

8
Pengukuran nyeri dapat berdasarkan laporan pribadi pasien atau juga
keismpulan yang diambil oleh dokter berdasarkan keluhan pasien dengan
menggunakan beberapa perangkat seperti verbal scale (Mc Gill Pain Questioners),
numeric scale (numeric rating scale, hermometer nyeri), pictorial scale (painful face
scale, visual analog scale). Numeric rating scale (NRS) merupakan skala yang paling
sering digunakan pada nyeri secara umum, yang dapat membagi tingkat intensitas
nyeri pasien dalam kelompok nyeri ringan (NRS 1-3), sedang (NRS 4-7), atau berat
(NRS 8-10). Perangkat spesifik lain untuk nyeri neuropatik antara lain adalah
kuesioner nyeri McGill, Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs
(LANSS), Neuropathic Pain Questionnaire (NPQ), Douleur Neuropathique en 4
Questions (DN4), Brief Peripheral Neuropathy Screen (BPNS), dan kuesioner
PainDetect.9,10
Pemeriksaan fisik pasien nyeri pada prinsipnya dilakukan untuk
mencari kelainan struktural penyebab nyeri. Dimulai dari pemeriksaan fisik umum,
dilakukan inspeksi, palpasi dan pergerakan di area yang dikeluhkan. Selanjutnya,
pemeriksaan fisik untuk mencari defisit neurologis sebagai analisis penyebab nyeri,
terutama membuktikan adanya gangguan sensibilitas sesuai dengan area nyeri.9
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan kerusakan jaringan atau
gangguan strukturan yang menyebabkan penekanan atau iritasi radiks penyebab nyeri
neuropatik. Pada NPB dan semua nyeri yang berkaitan dengan saraf perifer, dilakukan
pemeriksaan elektromiografi (EMG) dan kecepatan hantar saraf (KHS), dilanjutkan
pemeriksaan imaging sesuai dengan indikasi.9
Pemeriksaan elektrodiagnosis untuk menilai sindroma nyeri akut dan menahun
mencakup:

1. Kecepatan hantaran saraf motorik: NCV (nerve conduction velocity)


Pemeriksaan bertujuan untuk memeriksa transmisi melalui persimpangan mioneural
junction, depolarisasi dari membran sel. Kecepatan hantar saraf menjadi lambat pada
proses demielinasi dari saraf motorik. Amplitudo dari compound muscle action
potential (CMAP) berhubungan dengan banyaknya akson saraf motorik yang ikut
serta, jadi berkurang bila ada konduksi terganggu pada kerusakan selubung mielin
karena blok konduksi atau kerusakan akson.
2. Kecepatan hantaran saraf sensorik SCV (sensorik conduction velocity)

9
Berkurang pada demielinisasi serat saraf sensorik. Amplitudo dari sensoric nerve
action potential (SNAP) behubungan dengan banyak serat aferen bermielin yang
berfungsi. Pada pemeriksaan SNAP dapt menolong untuk membedakan antara
radikulopati dan lesi saraf lebih distal.
3. Elektromiografi
EMG mempelajari aktivitas listrik dari otot dan dapat digunakan untuk mempelajari
kelainan motor unit serta prognosisnya. Selain itu, EMG bersama dengan kecepatan
hantar saraf KHS dapat memberikan diagnosis, jenis serta prognosis dari kelainan saraf
tepi. Otot sehat waktu istirahat elektrikal tenang (silent) . bila akson motorik terganggu
dan degenerasi waller terjadi, serta otot denervasi menjadi spontan aktif, memberikan
potensial fibrilasi dan positive sharp wave. Potensial fibrilasi dan positive sharp wave
terdapat juga pada pasien dengan penyakit otot primer, terutama miopati, radang,
distrofi muscle dan penyakit motor neuro.
Pemeriksaan Neuroimaging:9
a. CT Scan
Computed Tomography (CT) atau computed axial tomography (CAT) scans
menggunakan X-ray dan computer untuk menghasilkan gambar cross-section dari
tubuh. Selama tes, anda akan diminta untuk berbaring dan tidak bergerak di atas meja.
Mejanya akan bergerak masuk ke dalam alat scanning yang berbentuk seperti donat.
Terkadang, kontras material yang disuntikkan secara intravena dibutuhkan untuk CAT
scan. Dalam kasus seperti ini, anda harus melakukan tes darah sebelum CAT scan.
Biasanya CAT scan memerlukan waktu 15-60 menit.
b. MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) menghasilkan gambar tubuh yang sangat jelas
tanpa menggunakan X-ray. Tes ini menggunakan magnet besar, gelombang radio, dan
sebuah computer untuk menghasilkan gambar. Dalam kebanyakan kasus, MRI tes
membutuhkan waktu 40-80 menit, sementara itu beberapa lusin gambar dapat diamati.
Tes MRI memerlukan injeksi kontras materil yang dinamakan gadolinium, yang
membantu identifikasi struktur anatomis pada gambar scan. Karena adanya magnet
yang digunakan, beberapa orang (seperti mereka yang menggunakan pacemaker) tidak
boleh melakukan MRI.
c. Myelography
Seperti pada discography, selama pelaksanaan myelogram, zat warna kontras akan
diinjeksikan ke sumsum tulang belakang untuk meningkatkan kemampuan diagnostic

10
dari X-ray. Dokter akan dapat melihat gambar X-ray dari sumsum tulang belakang dan
dapat mengindentifikasi tekanan syaraf yang disebabkan oleh patah tulang.

LANSS (Leedes Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs Scale)


merupakan alat skrining pertama yang dibuat untuk mendiagnosis nyeri neuropatik
dan terdiri dari 5 aspek yang mendeskripsikan gejala dan 2 aspek pemeriksaan klinis.
LANSS memiliki sensitivitas dan spesifitas sebesar 82-91% dan 80-94%. Bila skor
≥12 mungkin pasien menderita nyeri neuropatik. Instrumen ini dianggap sebagai
instrument gold standard karena mampu mendeteksi komponen nyeri neuropatik
menggunakan pemeriksaan sensibilitas.11

A. Kuesioner Nyeri
- Pikirkan bagaimana rasa nyeri anda dalam seminggu terakhir
- Harap disampaikan apakah rasa nyeri anda sesuai dengan
pernyataan-pernyataan ini
1. Apakah nyeri anda terasa sebagai rasa tidak nyaman yang
aneh pada kulit?
A. Tidak (0)
B. Ya (5)
2. Apakah nyeri anda menyebabkan kulit di bagian yang
terasa sakit kelihatan berbeda dari biasanya?
A. Tidak (0)
B. Ya (5)
3. Apakah nyeri anda menyebabkan bagian kulit yang
terkena menjadi tidak normal pekanya terhadap sentuhan?
Apakah rasa tidak nyaman bila kulit digores secara ringan
atau rasa nyeri bila memakai pakaian yang ketat dapat
untuk menggambarkan keadaan tidak normal ini? (0)
A. Tidak (3)
B. Ya
4. Apakah nyeri anda muncul tiba-tiba dengan mendadak
tanpa ada sebab yang jelas pada saat anda sedang berdiam (0)
diri? (2)
A. Tidak
B. Ya
5. Apakah nyeri anda terasa seakan-akan suhu kulit di

11
bagian yang nyeri berubah secara tidak normal?
A. Tidak (0)
B. Ya (1)
B. Tes Sensoris
1. Alodinia
Menggores kulit dengan kapas secara ringan pada bagian
tidak nyeri dibandingkan bagian yang nyeri pada bagian
yang tidak nyeri terasa normal, sedangkan bagian yang
nyeri terasa tidak nyaman (kesemutan, mual) berarti ada (0)
alodinia (5)
A. Tidak
B. Ada alodinia di bagian yang nyeri
2. Perubahan nilai ambang nyeri pada tusukan jarum (“pin
prick thresshold”)
Bandingkan rasanya bila jarum suntik ukuran 23G
ditegakkan secara pelan-pelan pada bagian yang normal
dan pada bagian yang sakit. Bila tidak terasa pada kedua
tempat itu tambahkan beban pada jarum dengan
memasangkan alat suntik 2 cc diatasnya, respons dapat: (0)
sama; bagian yang sakit kurang terasa (nilai ambang (3)
meningkat); atau bagian yang sakit terasa lebih nyeri
(nilai ambang menurun)
A. Rasanya sama
B. Ada perubahan nilai ambang nyeri
Total Skor (maksimum 24)
Skor < 12 : Rasa nyeri bukan karena mekanisme neuropatik
Skor ≥ 12 : Mekanisme nyeri neuropatik mungkin merupakan sebagian
dari penyebab nyeri penderita
Tabel 3. Leedes Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs Scale11

Penilaian Nyeri

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi


nyeri paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin
selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.8

12
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini:
1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan
gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau
pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.

Gambar 4. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale

2. Verbal Rating Scale (VRS)


Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima
poin yaitu tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Gambar 5. Verbal Rating Scale


3. Numerical Rating Scale (NRS)
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien
ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0–5 atau 0-
10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan
nyeri yang hebat.

13
Gambar 6. Numeric Rating Scale
4. Visual Analogue Scale (VAS)
Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang
merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada
nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda
digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala VAS
lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan
skala lainnya. Penggunaan VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain
telah digunakan secara luas, VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik,
dimana juga penggunaannya realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata
sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian
pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik
paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara
0–4 cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk
tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga
pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic penyelamat (rescue
analgetic).

Gambar 7. Visual Analogue Scale

2.8 Tatalaksana Nyeri Neuropatik

14
Nyeri neuropatik memunculkan maslaah bukan hanya menyangkut kerusakan atau lesi
dari jaringan saraf itu sendiri, tetapi karena dapat menyebabkan nyeri kronik yang
menurunkan quality of life penderita. Dalam hal pengobatan juga menyulitkan karena tidak
berespons terhadap obat-obatan antinyeri tradisional. Oleh sebab itu, penanggulangan nyeri
neuropatik membutuhkan tim yang multidisiplin untuk pemberian terapi farmakologin
maupun nonfarmakologis. Penanggulangan secara farmakologis bukanhanya sebatas pada
tingkat reseptor dan perbaikan lesi saraf saja, tapi juga yang berkaitan dengan efek kronik
dari nyeri tersebut, yaitu efek psikologis seperti depresi dan asnsietas.
Terapi Farmakologis

Terapi analgetik10

1. Non opioid
Kelompok obat analgetik non opioid oada umumnya memperlihatkan efek
antiinflamasi yang lebih menonjol dibandingkan efek antipiretik dan analgesiknya.
Protipe obat analgesik non opioid berupa OAINS (obat antiinflamasi non steroid)
yang berkerja menghambat enzim cyclooxygenase COX 1.
Untuk memudahkan pembicaran, analgesik-antipiretik dibagi menjadi:
1. Salisilat dan salisilamid
2. Derivat paraaminofenol
3. Derivat pirazolon

Golongan Farmakodinamik farmakokinetik indikasi sediaan Dosis Efek


samping
Asam Digunakan pada Absorpsi: Antipiretik, Berupa Dosis Alergi,
salisilat/aset nyeri berintensitas dilambung dan analgesik, tablet 300, dewasa: gangguan
osal ringan hingga usus halus demam 500 mg 325- GIT(mual,
sedang. Nyeri yang bagian atas dan rematik akut, 1000mg muntah,pe
berasal dari usus besar. rematoid PO per rdarahan),
susunan integumen Konsentrasi arthritis. 3/4 jam intoksikasi
lebih baik tertinggi pada 2
dipengaruhi jam setelah
dibandingkan nyeri pemberian
viseral. Salisilat Ekskresi:
bekerja secara melalui ginjal

15
sentral(mempengar
uhi hipotalamus
sebagai pusat
nyeri) dan
perifer(mempengar
uhi pembentukan
prostaglandin)dan
mencegah
sensitisasi reseptor
nyeri
Derivat para Efek analgesik, Diserap cepat Untuk Sedian Dosis Alergi,
aminofenol efek antipiretik, dan sempurna analgesik dan asetaminofe dewasa: anemia
dan anti inflamasi melalui saluran antipiretik n berupa 300- hemolitik,
cerna. Ekskresi tablet 1000 mg, nekrosis
ginjal 500mg, maksimu hati.
syrup m dosis Nefropati.
125mg/5ml 4 gr/hari
Derivat Efek utama : Dimetabolisme Demam Oksifenbuta Dosis
pirazolon analgesik dan di hati dan rematik akut, zone: tablet pout
antipiretik. disekresi di demam pada 100 dan 200 800mg/h
ginjal hodkin mg ari, RA
300-400
mg/hari

2. Opioid
Opioid sebetulnya bukan merupakan obat pilihan pertama dalam pemilihan obat
analgesik untuk kasus nyeri umumnya. Tubuh mempunyai sistem modulasi nyeri
endogen. Sistem ini memodulasi transmisi nyeri, menurunkan persepsi nyeri dengan
mengikat reseptor nyeri pada tingkat susunan saraf. Senyawa yang termasuk dalam
sistem modulasi nyeri endogen tersebut adalah:
1. Betta endorfin
2. Dinorfin
3. Enkefalin

16
Senyawa itu dibuat di pituitari dari 3 protein prekursornya, yaitu:
proopiomelanokortin, proenkefalin, dan prodinorfin. Endorfin menghambat pelepasan
neurotransmiter prasinaptik. Utamanya pelepasan substansi P yang akan menurunkan
jumlah potensial aksi.

Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Indikasi Sediaan Dosis Efek


samping
Morfin Efek utama: Dimetabolisme Nyeri Tablet, Nyeri ringan Depresi
analgesic.Waktu di hati dan tumpul, injeksi, dosis awal 5-10 pernafasan,
paruh adalah 2 disekresi di analgesik supositori mg. Nyeri vomitus,
jam dan durasi ginjal post operasi. a depresi,berat: dizziness,
aanalgesik dosis 10-20mg disforia,
mencapai 3-6 jam pruritus,
konstipasi,
retensi
urine,
hipotensi
Kodein Efek utama Dimetabolisme Untuk nyeri Bentuk Dosis oral vomitus,
analgesik dengan di hati dan ringan dan sulfat dan kodein 30 mg dizziness,
waktu paruh3 disekresi di sedang fosfat dlm disforia,
jam. ginjal Tablet 15- pruritus,
60 mg dan konstipasi
injeksi
Petidine Efek utama Dimetabolisme Untuk nyeri Bentuk Dosis parenteral Sedasi,
analgesik dengan di hati dan ringan dan oral, 75-100 mg deprsi
waktu paruh 5 disekresi di sedang parenteral Dosis oral 50- pernafasan,
jam. Durasi klinis ginjal 100mg euforia
3-5 jam
Tramado Efek utama Dimetabolisme Untuk nyeri Bentuk Dosis tunggal Konvulsi,
l analgesik dengan di hati dan ringan- oral, 50-100 mg konfusi,
waktu paruh 6 disekresi di sedang parenteral halusinasi,
jam. ginjal reaksi
anafilaksis
Fentanil Efek utama Dimetabolisme Untuk nyeri Bentuk 1-3 Sedasi,
analgesik dengan di hati dan sedang-berat intravena microgram/kgbb deprsi
waktu paruh 3 disekresi di pernafasan,

17
jam. ginjal euforia

Terapi analgesik ajuvan12


Definisi adalah obat-obatan yang pada dasarnya tidak diindikasikan untuk
menghilangkan rasa nyeri, tapi untuk kondisi yang lain, namun kemudian bermanfaat untuk
mengobati nyeri neuropatik.
Analgetik ajuvan:

1. Golongan antidepresan
Merupakan salah satu pengobata nyeri neuropatik. Anti depresan trisiklik misalnya:
amitripilin, nortriptilin, desipramin, doksepin, imipramin.
Mekanisme kerja
Diduga sebagai penghambat serotonindan norepinefrin pada saraf sentral pengelolaan
rasa nyeri
Klinis dapat mengurangi rasa nyeri pada nyeri pasca herpes dan nyeri neuropati
diabetes disamping antidepresi. Reaksi mulai muncul kurang dari 1 minggu dan dosis
lebih kurang 50-75 mg perhari.
Efek samping akut: sedasi, mulut kering, konstipasi, gangguan kognitif, hipotensi
ortostatik, aritmia jantung, berkeringat, dan retensi urine.
Anti depresan baru:
SSRI (selecting serotonergic reaptake inhibitor): maproptilin, paroksetin, fluoksetin,
trazodon.
Klinis: banyak penelitian menyatakan bahwa manfaat SSRI pada nyeri neuropatik
kurang memuaskan, namun ada juga yang mengatakan bahwa paroksetin
menghilangkan rasa nyeri sama dengan antidepresan trisiklik.
Efek samping: agitasi, sedasi, disfungsi seksual, bertambahnya berat badan.
2. Golongan antikonvulsan
Antikonvulsan telah lama dipergunakan pada pengobatan neuralgia trigeminal.
Kenyataan sekarang sebagai obat nyeri neuropatik baris pertama dari antikonvulsan
adalah gabapentin.
a. Gabapentin
Mekanisme yang pasti mengenai gabapentin menghilangkan rasa nyeri belum
jelas, namun diduga bekerja pada aktivitas saluran kalsium yang spesifik pada
neuron melalui neurotransmiter GABA. Indikasi: nyeri pasca herpes, nyeri

18
neuropatik diabetik. Dosis 300-1500 mg/ hari diberikan 2-4 kali sehari.dianjurkan
untuk dilakukan titrasi takaran secara pelan yaitu 300mg setiap 3-7 hari. Efek
samping berupa: diziness dan sedasi. Dianjurkan untuk diberikan pada urutan
pertama sebagai obat oral penghilang nyeri neuropatik karena relatif aman.
b. Fenitoin
Indikasi : dapa menghilangkan rasa nyeri pada neuralgia trigeminal dan neuropati
diabetik. Efektifitasnya kurang memuaskan. Dosis: 100-300 mg/hari diberikan 1-3
kali sehari
Efek samping: gangguan kognitif dan sedasi., hiperplasia gingiva
c. Carbamazepin
Menghilangkan rasa nyeri neuralgia trigeminal dan neuropati diabetika. Dosis
diberikan 100-1000 mg/hari.
Efek samping diziness, gangguan kognitif dan sedasi, hepatotoksis
d. Lamotrignin
Bermanfaat menghilangkana nyeri neuralgia trgeminal, neuropati diabetika dan
neuropati HIV. Dosis 150-500 mg/hari.
Efek samping: sindroma steven johson
3. Golongan anastesi lokal
Mekanisme kerja anastesi lokal pada pengobatan nyeri neuropatik melaui
penghambatan saluran sodium dengan mengurangi frekuensi impuls ektopik pada
saraf tepi yang rusak.
a. Lidokain infus
Dapat menghilangkan rasa nyeri neuropatik seperti pada neuropati diabetes, nyeri
pasca herpes dan mononeuropati trauma. Takaran yang diberikan 2-5mg/kg bb
selama 30 menit.infus dapat dihentikan setelah nyeri berkurang. Dan dilajutkan
pemberian mexiletine oral.
b. Mexiletine
Dapat diberikan pada neuropati diabetes. Takaran diberikan sampai 600-900
mg/hari. Untuk mengurangi efek samping obat dapt diberikan mulai 150 mg/hari.
4. Kortikosteroid
Mekanisme kerja kortikosteroid dalam menghilangkan rasa nyeri karena efek anti
radang dan dengan mengurangi impuls ektopik pada saraf tepi. Biasaya diberikan
pada CRPS. Obat golongan stroid yang dipakai berupa prednisolon dan solumedrol.

19
Non Farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan nyeri


berdasarkan stimulasi fisik maupun perilaku kognitif.13
1. Masase kulit
Masase kulit dapat memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot.
Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar,
sehingga mampu memblok atau menurunkan implus nyeri. Masase juga mengurangi
spasme otot dan memberikan rasa nyaman sehingg nyeri berkurang.
2. Kompres
Kompres panas, selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat meningkatkan proses
penyernbuhan jaringan yang mengalami kerusakan. Efek terapi panas antara lain
dapat melalui perubahan permeabilitas membran sel berupa peningkatan ambang
rangsang nyeri, mengurangi spasme otot, vasodilatasi sehinga nyeri akibat iskemik
berkurang.
3. Imobilisasi
Imobilisasi terhadap organ tubuh yang mengalami nyeri hebat mungkin dapat
meredakan nyeri. Kasus seperti rheumatoid arthritis mungkin memerlukan teknik
untuk mengatasi nyeri.

4. Distraksi
Distraksi merupakan pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri.Teknik distraksi
terdapat beberapa macam yaitu: distraksi visual,distraksi pendengaran, distraksi
pernafasan, distraksi intelektual, teknik pernafasan, imajinasi terbimbing.

5. Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri denganmerelaksasikan
ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu
diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang normal.
6. TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Merupakan jenis stimulasi listrik dengan frekuensi rendah/tinggidengan intensitas
rendah/tinggi dan merupakan elektroanalgesia. Frekuensi yang digunakan berkisar 1-
250 Hz. Indikasi: nyeri fokal, sindroma nyeri kronik seperti radikulopati, neuropati
perifer, nyeri fantom.

20
2.8 Prognosis
Hasil akhir sangat bergantung pada penyebabnya. Pada kasus yang paling baik,
contohnya pada kasus carpal tunnel syndrome saraf yang rusak akan beregenerasi dan
bergantung pada umur dan keadaan kesehatan. Namun, sebaliknya apabila pada kasus yang
berat seperti kanker yang telah bermetastase akan memberikan prognosis yang buruk.14

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan
saraf, baik di susunan saraf pusat (SSP) maupun perifer. Nyeri ini dapat muncul
walaupun kerusakan jaringan sudah sembuh atau bahkan tanpa adanya kerusakan
jaringan.

Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri
sentral) atau kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari
saraf perifer di sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi,
tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat
disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik
pada badan sel neuron. Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit
infeksi, yang paling sering adalah HIV. Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari
kompresi tumor pada jaringan saraf atau kerusakan sistem saraf karena radiasi atau
kemoterapi.

Penatalaksanaan yang sistematik bergantung kepada diagnosis yang tepat.


Diagnosis dari nyeri neuropatik mengutamakan anamnesis riwayat penyakit yang

21
tepat dan pemeriksaan fisis yang sesuai alat diagnostik seperti DN4 atau LANSS
scoring mungkin berguna. Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam
mengobati neuropatik pain, termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas
(AEDs), opioid dan antidepresan trisiklik.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Purba JS, Aninditha T. Nyeri Neuropatik. Dalam: Buku Ajar Neurologi.
Jakarta: Departemen Neurologi FKUI; 2017. p.598-608
2. Dwordkin RH. An Overview of Neuropathic Pain:Syndrom, Symptom, Sign
and Several Mechanism. The Clinical Jornal of Pain 2018; 18: p343-349.
3. Gilron I, Watson CPN, Cahill CM, Moulin DE. Neuropathic Pain: A Practical
Guide For The Clinician. CMAJ August 2006; 175: p.1-13.
4. Torrance N, Smith BH, Bannet MI, Lee AJ. The Epedimiology of Chronic
Pain of Predominantly Neuropathic Origin. J Pain April 2006; 7(4): 281-9.
5. Mary SH, Lorraine MW. Nyeri. In: Sylvia AP, Lorraine MW, editors.
Patofisiologi Volume 2. 6th edition. Jakarta: EGC; 2013. p.1063-1101.
6. Galuzzi KE. Management of Neuropathic Pain. JAOA September 2019; 105:
12-19.
7. Dupere D. Neuropathic Pain: An Option Overview. The Canadian Journal of
CME February 2016; 79: 90-92
8. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The
American Journal of Managed Care June 2018
9. Gierthmulen J, Baron R. Neuropathic Pain. Semin Neurol. 2016
10. Gilron I, Watson CPN, Cahill CM, Moulin DE. Neuropathic Pain: A Practical
Guide For The Clinician. CMAJ August 2006;
11. Audette J, Dworkin R, Connor O, Baron R, Joel L, Stanos S.
Recommendations for the Pharmacological Management of Neuropathic Pain:
An Overview and Literature Update. Mayo Clin Proc. 2010.
12. Smith H. Current Therapy in Pain. In: Smith H. Neuropathic Pain - Definition,
Identification, and Implications for Research and Therapy. Philadelphia:
Saunders Elsevier. 2009
13. Gidal B, Billington R. New and Emerging Treatment Option for Neuropatic
Pain. The American Journal of Managed Care Juni 2006;
14. M., Ritchie. Mixed Pain. Geriatric Medicine UK, 41. 2011. Retrieved
November 13, 2018, from https://www.gmjournal.co.uk/mixed- pain.

23

Anda mungkin juga menyukai