SINDROM GUILLAIN-BARRE
OLEH :
A. IDHA DZULHIJANI C
C014191006
PEMBIMBING:
BAGIAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
1
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
STATUS NEUROLOGI
Pemeriksaan Umum
- Kesan : Sakit sedang - Tensi : 110/80 - Anemi : -
- Kesadaran : compos mentis - Nadi : 80x/mnt - Ikterus : -
- Gizi : cukup - Suhu : 36 C - Sianose : -
- Pernafasan :20x/mnt
Pemeriksaan Psikiatris
- Emosi dan effek : Normal - Penyerapan : Normal
- Proses berfikir : Normal - Kemauan :Normal
- Kecerdasan : Normal - Psikomotor :Normal
Status Neurologis : G C S = E4 M6 V5
3
Nervi kraniales KANAN KIRI
Menggigit + +
Sensibilitas muka + +
4
Reflek kornea + +
Diplopia –
Mengerutkan dahi – –
Mengerutkan alis – –
Tidak Tidak
Meringis
dilakukan dilakukan
Tidak Tidak
N.VIII Tes Rinne
dilakukan dilakukan
5
Tidak Tidak
Tes Schwabach
dilakukan dilakukan
Sengau - -
Tersedak - -
Menelan dbn
Artikulasi -
N.XII
Tremor lidah (-) (-)
6
Trofi otot lidah eutrofi eutrofi
3. L e h e r :
* Tanda-tanda perangsangan selaput otak : - Kuduk kaku :-
- Kernig's sign : -
4. A b d o m e n :
* Refleks kulit dinding perut :+
5. Kolumna vertebralis :
- Inspeksi :Normal - Palpasi : Normal
- Pergerakan : Normal - Perkusi : Normal
6. Ekstremitas :
7
Sensibilitas Normal
Ekstroseptif :
- nyeri
Sulit Sulit Sulit
- suhu Sulit dinilai
dinilai dinilai dinilai
- rasa raba halus
Proprioseptif :
- rasa sikap Sulit Sulit Sulit
Sulit dinilai
- rasa nyeri dalam dinilai dinilai dinilai
Fungsi kortikal
8. Gangguan koordinasi :
- Test jari hidung :Tidak dilakukan pemeriksaan - Test tumit : Tidak dilakukan
pemeriksaan
- Test pronasi-supinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan - Test pegang jari : Tidak dilakukan
pemeriksaan
9. Gangguan keseimbangan:
- Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
8
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
- Darah :
Parameter Hasil Nilai Normal
Leukosit 12,75 4.000 – 10.000/µL
Hemoglobin 13,8 12,0 – 16,0gr/dL
Hematokrit 42,8 37 – 48%
Platelet 322.000 150.000 – 400.000/µL
GDS 154 140mg/dL
Ureum 32 10 – 50mg/dL
Creatinine 0,40 < 1,3mg/dL
SGOT 38 < 38U/L
SGPT 40 < 41U/L
Natrium 140 135 – 148mmol/L
Kalium 4,5 3,5 – 4,5mmol/L
Klorida 100 98 – 107mmol/L
V. R E S U M E
Seorang pasien perempuan berusia 17 tahun masuk RS dengan keluhan kelemahan
semua anggota tubuh. Kelemahan terjadi 10 hari sebelum dirawat di RS. Kelemahan awalnya
dirasakan pada kedua kaki juga naik ke kedua lengan. Gejala awal berupa kram dan sensasi
nyeri pada ekstremitas. Pada pemeriksaan fisis didapatkan GCS E4M6V5,. Pada pemeriksaan
motorik keempat ekstremitas mengalami penurunan. Tonus otot pada keempat ektremitas
mengalami penurunan. Refleks fisiologis keempat ekstremitas bernilai +1. Kekuatan keempat
ekstremitas bernilai 2.
VI. D I A G N O S A
Kalau dapat ditetapkan:
- Diagnose klinis : Tetraparese lower motor neuron
-Topis : Radiks motorneuron
-Etiologis : Suspek Sindroma Guillain-Barre
9
VII. DIAGNOSA BANDING :
- Neuropati Perifer
VIII. T H E R A P I :
- Infus Ringer laktat 20 tpm
- Mecobalamin 500mg/24jam/iv
- Ranitidine 50mg/12 jam/iv
IX. P R O G N O S A :
- Qua ad vitam : Dubia ad bonam
- Qua ad sanationem : Dubia ad bonam
X. A N J U R A N :
- Bed rest
- Pemeriksaan EMG
- Pemeriksaan Foto Thorax
- Pemeriksaan LCS
10
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan polineuropati akut yang disebabkan oleh reaksi
autoimun terhadap saraf perifer yang ditandai dengan gejala dan paralisis lower motor neuron (LMN)
akut disertai disasosiasi sitoalbumin pada cairan serebrospinal (CSS)1
Epidemiologi
SGB terjadi pada 1-4 penderita per 100.000 populasi diseluruh dunia per tahunnya SGB dapat
diderita baik pria maupun wanita, berbagai usia dan tidak dipengaruhi oleh ras. Data RS Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan pada akhir tahun 2010-2011 tercatat 48 kasus dengan
jumlah kasus bervariasi per bulan. Tahun 2012, kasus SGB di RSCM meningkat 10%. 2
Patofisiologi
Pada SGB dua per tiga kasus didahului dengan infeksi (antecendent infection) pada saluran
pernapasan atau gastrointestinal dengan keluhan umum berupa demam, batuk, nyeri tenggorokan, pilek
dan diare. Pada kasus SGB dapat ditemukan adanya Compylobacter jejuni (C.jejuni) pada analisis
kasusnya dan terjadi proses antibodi mimikri. Banyak agen infeksi yang diduga menginduksi antibodi
yang bereaksi silang dengan gangliosida dan glikolipid tertentu, seperti GM1 dan GD1b yang
disistribusikan ke seluruh saraf tepi. Respon imun yang terjadi langsung pada kapsul lipopolisakarida
asntigen C.jejuni akan bereaksi silang dengan gangliosida GM1 di myelin dan akan membuat
kerusakan pada sistem saraf tepi.
Adanya perbedaan jenis antibodi pada berbagai tipe SGB menunjukkan distribusi gangliosida
berbeda-beda pada jaringan saraf perifer. Gangliosida-gangliosida ini terdistribusi lebih banyak
ditemukan pada aksolema nodus ranvier serabut saraf motorik dibandingkan sensorik. Proses autoimun
lebih banyak terjadi pada serabut saraf motorik dan menimbulkan gejala mototik yang lebih dominan
dibandingkan sensorik.1,3
Klasifikasi
Variasi klinis Sindrom Guillain-BarreI dan antibodi yang terkait
Subtipe dan Varian Antibodi IgG
11
Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) GM1, GD1a
1. Acute motor-sensory axonal neuropathy (AMSAN) GM1, GD1a
2. Acute motor-conduction block neuropathy GM1, GD1a
3. Pharyngeal-cervical-brachial weakness GT1a>GQ1b>GD1a
4. Varian lain : SGB huper-refleks, SGB paraparesis GM1, GD1a
1. SGB Hiperrefleks
SGB umumnya menunjukkan tanda hiporefleksia atau arefleksia, namun pada 10% kasus dapat
ditemukan reflex tendon dalam yang normal bahkan meningkat dengan tonus otot yang normal .
pemeriksaan imunohistokimia pada serum pasien SGB hiperrefleks menunjukkan adanya antibody anti
GM1 dan anti GD1a, dengan gambaran neurofisiologi sesuai dengan tipe aksonal.
2. Pharyngeal-cervical-brachial weakness
Penegakan diagnosis SGB tipe ini didapat dengan ditemukannya kelemahan pada ototorofaring, leher
dan ekstremitas atas akut yang disertai arefleksia. Kelemahan motoric pada ekstremitas bawah dapat
juga ditemukan namun lebih ringan.
3. SGB paraparesis
Pada SGB tipe paraparesis kelemahan motorik dengan hiporefleksia atau arefleksi akut hanya
terjadi paa ekstremitas atas normal. Berbeda dengan lesi medulla spinalis, pada SGB paraparesis level
12
gangguan sensorik memiliki batas yang tidak tegas dan fungsi normal. Analisis lumbal serta
pemeriksaan MRI menunjukkan kesesuaian dengan SGB, sedangkan neurofisiologi sesuai dengan SGB
tipe degenerasi aksonal.
5. Oftalmoplegia/ptosis/midriasis akut
Variasi klinis SGB ini merupakan bentuk manifestasi SMF inkomplet berupa oftalmoplegia, ptosis atau
midriasis akut tanpa adanya ataksia. Pemeriksaan imunohistokimia, pada serum pasien ini
menunjukkan adanya antibody terhadap gangliosida GQ1b.
Diagnosis
a. Kriteria diagnostik
• Kriteria diagnostik untuk penegakan diagnosis :
1. Kelemahan progresif pada bilateral tangan dan kaki (dapat dimulai dari 1 kaki saja)
2. Hiporefleksia atau arefleksia
13
• Kriteria yang memperkuat diagnosis:
1. Perburukan gejala biasanya <2 minggu
2. Pola distribusi deficit neurologi yang simetris
3. Gangguan sensorik minimal
4. Gangguan nervus kranialis, terutama kelemahan otot fasialis bilateral
5. Disfungsi saraf otonom
6. Nyeri
7. Peningkatan protein pada CSS
8. Gambaran elektrodiagnostik khas yang sesuai dengan kriteria
• Kriteria yang meragukan diagnosis
1.Peningkatan jumlah sel mononuklear pada cairan serebrospinal (CSS) (>50x106/L)
2. Kelemahan asimetris persisten
3. Gannguan BAK atau BAB pada awal onset
4. Defisit sensorik berbatas tegas
5. Demam pada awal onset
6. Disfungsi pernapasan berat lebih dominan daripada kelemahan ekstremitas pada awal onset
7. Gangguan sensorik lebih dominan daripada kelemahan ekstremitas pada awal onset
8.Progresivitas lambat dengan gangguan motorik minimal tanpa keterlibatansistem pernapasan
(lebih sesuai dengan subacute atau chronic inflammatory demyalinating polyneuropathy)4
b. Pemeriksaan fisis
• Pemeriksaan umum
Adanya cardiac arrhythmias, seperti takikardi dan bradikardi. Takipnea bisa sebagai
tanda dari dispnea dan adanya kegagalan pernapasan yang progresif. Tekanan darah
yang naik turun, antara hipertensi atau hipotensi. Suhu yang dapat meningkat atau
menurun. Pemeriksaan respirasi didapatkan dari suara pernapasan yang kuranf. Pada
pemeriksaan abdominal didapatkan berkurang atau hilangnya peristaltik dan pada
suprapubik didapatkan adanya pemenuhan yang merupakan tanda dari retensi urin
• Pemeriksaan neurologis
Kelemahan pada wajah (N. Kranialis 7) yang paling sering didapatkan dan diikuti
dengan gejala dari nervus kranial III,V,VI,IX dan X.
Oftamoparesis ditemukan pada 25% pasien dengan GBS. Gerakan yang terbatas pada
mata merupakan kelemahan pada nervus kranialis III dan VI, ptosis pada nervus
kranialis III.
14
Kelemahan ektremitas bawah biasanya dimulai pertama kali dan menjalar naik secara
sismetris dan progresif. Kelemahan ektremitas atas, tubuh, wajah dan orofaringeal
diamati dengan beberapa variabel.3
c. Pemeriksaan penunjang
• Kecepatan hantar saraf (KHS)
Kriteria diagnostic yang digunakan secara luas ialah kriteria dari Ho dkk dan Hadden
dkk
Ho, dkk Hadden, dkk
Acute Inflammatory Ditemukan minimal salah satu tanda dibawah pada dua
Demyalinating atau lebih saraf perifer
Polyneuropathy
1. KHS KHS menurun <90% BBN; atau <85% jika amplitude
CMAP distal <50% BBN
15
• Pungsi Lumbal
Tindakan ini dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding dan bukan merupakan
kriteria utama untuk penegakan diagnosis SGB. Pada pemeriksaan CSS akan didapatkan
peningkatan kadar protein tanpa disertai adanya peningkatan jumlah sel.
• Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan jika ditemukan tanda dan gejala klinis dari SGB yang
meragukan. Hal ini untuk menyingkirkan lesi structural penyebab defisiit neurologis
yang ada. Hasil pemriksaan MRI pada kasus SGB adalah murni normal baik pada otak
dan medulla spinalis, walau dapat dijumpai penyangatan radiks proksimal.
• Laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan adalah darah lengkap, glukosa, elektrolit, fungsi ginjal dan
fungsi hati untuk emnyinkirkan penyebab dari paralisis flaksid akut, seperti infeksi atau
difungsi metabolik atau elektrolit.1,4
Penatalaksanaan
Prinsip dari tatalaksana SGB adalah diagnosis dini dan tatalaksana multidisplin yang tepat. Dengan
menggunakan Guillain-Barre Syndrome Disability Score atau Hughes Score dilakukan evaluasi dan
pemantauan derajat keparahan SGB.
0 = sehat
1 = tanda dan gejala minimal serta mampu berlari
2 = mampu berjalan 10 meter atau lebih tanpa bantuan namun tidak mampu berlari
3 = mampu berjalan 10 meter dengan bantuan tongkat kaki
4 = aktivitas terbatas pada tempat tidur dan kursi roda
5 = membutuhkan ventilator mekanik untuk bernapas
6 = kematian
Beberapa terapi yang dapat diberikan yaitu plasmaferesis atau penggantian plasma yang mampu
mengurangi relaps dengan cara meghilangkan antibodi dengan faktor imun yang berperan dalam
kerusakan saraf. Pemberian dilakukan lima kali dalam waktu 2 minggu sebanyak lima kali dari volume
plasma (200-250mL/kgBB). Diberikan juga terapi immunoglobulin dalam dosis tinggi diadministrasi
melalui injeksi intravena dengan jumlah yang sedikit untuk membantu sistem imun melawan pathogen
16
dengan dosis pemberian 2g/kgBB secara intravena selama 5 hari. Penelitian menunjukkan pemberian
plasmaferesis diikuti pemberian immunoglobulin memberikan hasil yang sama.
Pemantauan fungsi paru dapat dilakukan 1-4 jam untuk meminimalkan risiko gagal napas berupa
evaluasi frekuensi serta kedalaman napas, kapasitas vital paru-paru dan kemampuan reflex batuk
Indikasi pemasangan alat bantu napas pada SGB jika ditemukan satu kriteria mayor :
• Hiperkarbia/ PaCO2 >48 mmHg
• Hipoksemia/ PaO2 <56 mmHg pada udara ruangan
• Kapasitas vutal paru-paru <15mL/kgBB
Atau dua kriteria minor :
• Refleks batuk yang tidak efektif
• Gangguan menelan
• Atelektasis paru
Dilakukan juga pemasangan monitor kardiovaskular dalam mengidentifikasi dan antisipasi disfungsi
otonom.1,2
Diagnosis Banding
Sindrom Guillain-Barre dapat didiagnosis bandingkan dengan :
• Neuropati perifer
• Gangguan neuromuscular junction (miositis, mielitis akut)
• Gangguan metabolik (hipokalemia,hipofosfatemia)
• Infark serebri
• Poliomyelitis post difteri
• Ganglionopati pada ensefalitis
Prognosis
Prognosis penyakit bergantung dari jenis dan keparahannya. Dapat ditentukan berdasarkan Erasmus
GBS Outcome Score (EGOS)
Erasmus GBS Outcome Score (EGOS)
• Adanya riwayat diare sebelumnya
• Usia >60 tahun
• Nilai GBS Diasability Score pada minggu kedua sejak onset
Erasmus GBS Outcome Score (EGOS)
17
Penilaian ini digunakan untuk menentukan probabilitas pasien SGB dapat berjalan mandiri enam bulan
setelah onset. Semakin besar nilai EGOS yang didapat, maka semakin kecil kemungkinan pasien SGB
dapat berjalan setelah 6 bulan dari onset.1
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Aninditha, T. Wiratman, W. 2017. Buku Ajar Neurologi Jilid 2. Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universtitas Indonesia. Indonesia.
2. Wahyu, FF. 2018. Guillain-Barre Syndrome :Penyakit Langka Beronset Akut yang Mengancam
Nyawa. Medula. Vol 8(1).
4. Leonhard,SE. Et al. 2019. Diagnosis and Management of Guillain-Barre Syndrome in Ten Steps.
Nature Reviews. Vol 15.
19