Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Gadar Pskiatri Sindrom Neuroleptik Maligna”


DisusunUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah Gadar Pskiatri
DosenPengampu: Ns. Grace Carol Sipasulta, M.Kep.,Sp.Kep .Mat

DisusunOleh:

Dhani Rizky Anjani(P07220118076) Mahesa Candra (P07220118093)


Dhevi Kharisma (P07220118077) Marizka Nur A (P07220118085)
Dinda Eka Syafitri (P07220118078) Muhammad Akbar (P07220118094)
Elisa Pratiwi (P07220118079) Najla Nuwairah (P07220118095)
Eviana Permana (P07220118080) Mardiyana (P07220118082)

PRODI D-III KEPERAWATAN KELAS BALIKPAPAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat nikmat,
rahmat Nya lah kami dapatmenyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Harapan
kami sebagai penyusun yaitu agar para pembaca memahami tentangPenerapan
pendekatan proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan gadar
pskiatri neuroleptik maligna dengan berfikir kritis.Kami pun mengucapkan terima
kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini
menjadi lebih baik lagi.Kami juga mengharapkan saran yang membangun demi
tersusunnya makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Balikpapan, 22 Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................3
A. Latar Belakang ...............................................................................3
B. Rumusan Masalah ...........................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4
A. Pengertian sindrom neuroleptik maligna........................................2
B. Definisi sindrom neuroleptik maligna............................................3
C. Etiologi sindrom neuroleptik maligna............................................4
D. Faktor resiko neuroleptik maligna..................................................5
E. Patofisiologi neuroleptik maligna....................................................5
F. Gambaran klinis neuroleptik maligna..............................................6
G. Pemeriksaan laboratorium................................................................6
H. Diagnosis neuroleptik maligna.........................................................7
I. Diagnosis banding neuroleptik maligna...........................................8
J. Penatalaksanaa neuroleptik maligna.................................................9
K. Komplikasi neuroleptik maligna.......................................................9
L. Prognosis neuroleptik maligna..........................................................10
M. Pencegahan neuroleptik maligna.......................................................10
N. Asuhan keperawatan neuroleptik maligna........................................10
BAB III PENUTUP.............................................................................................11
A. Kesimpulan .....................................................................................11
B. Saran.................................................................................................11
Daftar Pustaka......................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi
akibat komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik1.Karekteristik dari
SNM adalah hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom1 dan perubahan
kesadaran2 Morbiditas dan mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari
komplikasi kardio pulmo dan ginjal2 .Frekuensi SNM secara internasional
bersamaan dengan penggunaan antipsikotik, khususnya neuroleptik. Di Cina
pada suatu RCT didapatkan insidensi SNM mencapai 0,12 % pada pasien
dengan terapi neuroleptik. Suatu penelitian retrospektif di India menunjukkan
insidensi 0,14%1. Sedangkan di Amerika SNM dilaporkan terdapat pada 0,2% -
1,9% pasien3.Meskipun neuroleptik (haloperidol, fluphenazin) lebih sering
menyebabkan SNM, semua obat anti psikotik, tipikal maupun atipikal dapat
menyebabkan sindrom ini. Obat-obatan tersebut adalah prochlorperazine
(Compazine), promethazine (Phenergan), clozapine (Clozaril), and risperidone
(Risperdal).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumasan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tinjauan umum tentang sindrom neuroleptik maligna?

2. Bagaimana tinjauan penyebab sindrom neuroleptik maligna?

3. Bagaimana gambaran klinis sindrom neuroleptik maligna ?

4. Mengetahui cara pencegahan sindrom neuroleptik maligna?

5. Tinjauan asuhan keperawatan sindrom neuroleptik maligna ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian

Psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense


of reality ). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan-gangguan
pada perasaan,pikiran, kemauan, motorik, dst. Sedemikian berat sehingga perilaku
penderita tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapat
dimengerti oleh orang normal, sehingga orang awam menyebut penderita sebagai
orang gila. (Maramis, 2005)

Efek samping obat anti-psikosis sangat penting kita ketahui, mengingat


pengguanaan obat ini kemungkinan diberikan dalam jangka panjang. Efek samping
dapat berupa :
• Sedasi dan Inhibisi Psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun)
• Gangguan Otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik :mulut kering,
kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intreokuler
yang tinggi, gangguan irama jantung)
• Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson : tremor,
bradikinesia, rigiditas)
• Gangguan Endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia) metabolik (jaundice),
hematologik (agranulositosis), biasanya pada pemakaian panjang
• Syndrome neuroleptik maligna

Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat
komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik (Sholevar, 2002). Karekteristik
dari SNM adalah hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan
kesadaran. Morbiditas dan mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari
komplikasi kardio pulmo dan ginjal (Khan, 2011).

2
Frekuensi SNM secara internasional bersamaan dengan penggunaan
antipsikotik, khususnya neuroleptik. Di Cina pada suatu RCT didapatkan insidensi
SNM mencapai 0,12 % pada pasien dengan terapi neuroleptik. Suatu penelitian
retrospektif di India menunjukkan insidensi 0,14% (Sholevar, 2002). Sedangkan di
Amerika SNM dilaporkan terdapat pada 0,2% - 1,9% pasien (Khaldarov,
2000). Meskipun neuroleptik (haloperidol, fluphenazin) lebih sering menyebabkan
SNM, semua obat anti psikotik, tipikal maupun atipikal dapat menyebabkan sindrom
ini. Obat-obatan tersebut adalah prochlorperazine (Compazine), promethazine
(Phenergan), clozapine (Clozaril), and risperidone (Risperdal). Selain itu obat-obat
non neuroleptik yang dapat memblok dopamin dapat menyebabkan SNM juga, obat-
obat tersebut adalah metoclopramide (Reglan), amoxapine (Ascendin), and lithium
(Benzer, 2005).

Deteksi awal dan penegakan diagnosis yang cepat pada SNM penting karena
komplikasi dari keadaan ini adalah kematian (Benzer, 2005). Kematian yang
disebabkan oleh SNM mencapai 21% (Khaldarov, 2000).

B. Definisi

DSM IV mendefiniskan sebagai gangguan rigiditas otot berat, peningkatan


temperatur dan gejala lainnya yang terkait (misalnya diaphoresis, disfagia,
inkontinensia, perubahan tingkat kesadaran dari konfusi sampai dengan koma,
mutisme, tekanan darah meningkat atau tidak stabil, peningkatan kreatin
phosphokinase (CPK) yang berkaitan dengan pengunaan pengobatan neuroleptik
(Kaplan dan Sadock, 2005).

Obat neuroleptik dan obat lainnya yang berpengaruh pada dopamin biasanya
dipakai untuk terapi kondisi psikiatri dan non psikiatri seperti skizoprenia,
gangguan afek mayor (gangguan depresi, bipolar), delirium, gangguan tingkah

3
laku karena dimensia, nausea, disfungsi usus dan penyakit Parkinson (Hal dan
Chopman, 2006).

Sindrom ini mengakibatkan disfungsi sistem syaraf otonom. Sistem syaraf


otonom adalah sistem syaraf yang bertanggung jawab untuk aktivitas tubuh yang
tidak dikendalikan secara sadar, seperti denyut jantung, tekanan darah,
pencernaan, berkeringat, suhu tubuh dan kesadaran juga terpengaruh (Bottoni,
2001).

C. Etiologi
1. Semua kelas anti psikotik berhubungan dengan SNM termasuk neuroleptik
potensi rendah, neuroleptik potensi tinggi dan antipsikotik atipikal. SNM
sering pada pasien dengan pengobatan haloperidol dan chlorpromazine
(Sholevar, 2002).
2. Penggunaan dosis tinggi antipsikotik (terutama neuroleptic potensi tinggi),
antipsikosik aksi cepat dengan dosis dinaikan dan penggunaan antipsikotik
injeksi long acting (Sholevar, 2002).
3. Faktor lain berhubungan dengan farmakoterapi. Penggunaan neuroleptic
yang tidak konsisten dan penggunaaan obat psikotropik lainnya, terutama
lithium, dan juga terapi kejang listrik (Sholevar, 2002).

 
D. Faktor Resiko
1. Faktor lingkungan dan psikologi yang menjadi predisposisi terhadap SNM
adalah kondisi panas dan lembab, agitasi, dehidrasi, kelelahan dan malnutrisi
(Sholevar, 2002).
2. Faktor genetik. Terdapat laporan kasus yang mempublikasikan bahwa SNM
dapat terjadi pada kembar identik (Sholevar, 2002).
3. Pasien dengan riwayat episode NMS sebelumnya berisiko untuk rekuren.
Resiko rekurensi tersebut berhubungan dengan jarak waktu antara episode

4
SNM dan penggunaan antipsikotik.Apabila pasien diberikan anti psikotik
dalam 2 minggu episode SNM, 63 % akanrekurensi.Jika lebih dari 2 minggu,
persentasenya hanya 30% (Sholevar, 2002).
4. Sindrom otak organik, gangguan mental non skizoprenia, penggunaan
lithium, riwayat ECT, penggunaan neuroleptik tidak teratur (Sholevar, 2002).
5. Penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis
neuroleptik di naikan dengan cepat,penggunaan neuroleptik injeksi (Sholevar,
2002).

 
E. Patofisiologi

Sesuai dengan istilahnya, SNM berkaitan dengan pemberian pengobatan


neuroleptik. Mekanisme pastinya belum diketahui, tetapi terdapat hipotesis yang
menyatakan bahwa defisiensi dopamin atau blokade dopamin yang menyebabkan
SNM. Pengurangan aktivitas dopamin di area otak (hipothamalmus, sistem
nigrostartial, traktus kortikolimbik) dapat menerangkan terjadinya gejala klinis
SNM (Khaldarov, 2000).

Pengurangan dopamin di hipothalamus dapat menyebabkan terjadinya


peningkatan set point sehingga terjadi demam dan juga dapat menyebabkan
ketidak stabilan otonom (Sholevar, 2002). Di sistem nigrostratial dapat
menyebabkan rigiditas, di sistem traktus kortiko limbik dapat menyebabkan
perubahan kesadaran(Khaldarov, 2000). Perubahan status mental disebabkan
karena blokade reseptor dopamin di sistem nigrostartial dan mesokortikal
(Bottoni, 2002).

 
F. Gambaran Klinis

5
Sindrom neuroleptik maligna merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak
tergantung pada kadar awali obat dalam darah. Sindrom tersebut dapat terjadi
pada dosis tunggal neuroleptik (phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal
atipikal), biasanya berkembang dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya
pengobatan dengan neuroleptik. SNM sebagian besar berkembang dalam 24-72
jam setelah pemberian obat neuroleptik atau perubahan dosis (biasanya karena
peningkatan) (Hal dan Chopman, 2006). Sindroma neuroleptik maligna dapat
menunjukkan gambaran klinis yang luas dari ringan sampai dengan berat (Bottoni,
2002).

Gejala disregulasi otonom mencakup demam, diaphoresis, tachipnea,


takikardi dan tekanan darah meningkat atau labil. Gejala ekstrapiramidal meliputi
rigiditas, disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia dan diskinesia. Tremor dan
aktivitas motorik berlebihan dapat mencerminkan agitasi psikomotorik. Konfusi,
koma, mutisme, inkotinensia dan delirium mencerminkan terjadinya perubahan
tingkat kesadaran (Sholevar, 2002).

 
G. Pemeriksaan Laboratorium

Rigiditas dan hipertermi pada SNM disebabkan karena kerusakan otot dan
nekrosis. Kerusakan otot dan nekrosis ini dapat menyebabkan:
1. Peningkatan kadar Creatin Kinase (CK) darah mencapai 2.000-15.000
U/L. Pengingkatan kadar CK ini tingkat sensitifitasnya tinggi untuk SNM
(Khaldarov, 2000).
2. Peningkatan Aminotransferases (aspartate aminotransferase / AST, alanine
aminotransferase / ALT, and lactate dehydrogenase / LDH) (Sholevar, 2002).
3. Pemeriksaan laboratorium lain terdapat leukositosis (15. 000 – 30.000 x
103/ mm3), trombositosis dan dehidrasi. Protein serebrospinal dapat
meningkat.Konsentrasi serum besi dapat menurun (Sholevar, 2002).

6
 
H. Diagnosis

Konsensus untuk diagnosis sindrom neuroleptik maligna tidak ada. Salah


satu kriteria berasal dari DSM IV-TR. Kriteria tersebut mencakup hiperpireksia
dan rigiditas otot, dengan satu atau lebih tanda-tanda penting seperti ketidak
stabilan otonom, perubahan sensorik, peningkatan kadar CK dan myoglobinuria
(Nicholson dan Chiu, 2004).

Berdasarkan gejala klinis tersebut, SNM seharusnya menjadi diagnosis


banding pada pasien demam dengan pengobatan neuroleptik. Sebelum diagnosis
SNM ditegakkan, semua kemungkinan penyebab kenaikan suhu harus
disingkirkan, dan demam harus disertai dengan gejala klinis lain seperti rigiditas
otot, perubahan status mental dan ketidak stabilan otonom (Nicholson dan Chiu,
2004).

Kriteria diagnosis menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorders)

Memenuhi kriteria A dua-duanya dan kriteria B minimal 2

Kriteria A
1. Rigiditas otot
2. Demam 

Kriteria B
1. Diaphoresis
2. Disfagia
3. Tremor
4. Inkontinensia

7
5. Perubahan kesadaran
6. Mutisme
7. Takikardi
8. Tekanan darah meningkat atau labil
9. Leukositosis
10. Hasil laboratorium menunjukkan cedera otot

Kriteria C

Tidak ada penyebab lain (Misal: encephalitis virus)

Kriteria D

Tidak ada gangguan mental 

Diagnosis banding dari SNM sangat luas. Hal terpenting sumber infeksi dari
demam harus di singkirkan. Fungsi lumbal harus dipertimbangkan untuk
membedakan SNM dengan encephalitis virus atau encephalomyelitis post
infeksi10. SNM harus dibedakan dari sindrom yang disebabkan oleh
pengobatan lain seperti sindrom serotonin dan hipertermi maligna (Nicholson dan
Chiu, 2004).

 
I. Diagnosis Banding
1. Heat stroke

Pada heat stroke kulit menjadi kering dan lembek akibat hipertermi dan
hipotensi.
2. Letal kataton

8
Letal kataton terjadi pada orang skizoprenia atau episode manik. Neuroleptik
dapat memperbaiki atau memperburuk gejalanya. Membedakan SNM dan letal
kataton sulit, meskipun riwayat pasien menyatakan episode kataton pada saat
pasien tidak meminum neuroleptik. Letal kataton cenderung eksitasi dan
agitasi pada prodormal sedangkan SNM dimulai dengan rigiditas.
3. Sindrom serotonin

Sindrom serotonin sangat mirip SNM. Untuk membedakannya dengan


menggali riwayat pengobatan dengan perhatian pada perubahan dosis dan tidak
adanya rigiditas berat (Sholevar, 2002).

J. Penatalaksanaan
1. Terapi suportif

Penatalaksaan yang paling penting adalah menghentikan semua anti


psikotik dan terapi suportif.Pada sebagian besar kasus, gejala akan mereda
dalam 1-2 minggu. SNM yang dipercepat dengan depot injeksi anti psikotik
long action dapat bertahan selama sebulan (Sholevar, 2002).

Terapi suportif bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan


memelihara fungsi organ yaitu (Sholevar, 2002):
• Manajemen jalan nafas : intubasi, oksigenasi adekuat, oxymetri.
• Manajemen sirkulasi: monitoring jantung, resulsitasi cairan,
hemodinamik.
• Untuk mengendalikan temperatur dapat dengan antipiretik.

9
• Skrening infeksi dengan cara melakukan CT scan kepala, thorak, analisis
cairan serebrospinal, kultur urin dan darah (Bottoni, 2002).

  
2. Terapi farmakologik

Terapi farmakologik masih dalam perdebatan.Agonis dopamin seperti


bromokriptin dan amantadin diperkirakan berguna untuk mengobati SNM
berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Dantrolene dipakai untuk
mengurangi rigiditas otot, metabolisme dan peningkatan panas. Beberapa ahli
melaporkan bahwa agonis dopamin, clantralene maupun kombinasi keduanya
dapat mengurangi mortalitas atau memperpendek durasi
sakit. Peneliti lain melaporkan tidak ada manfaat dan setelah diamati ternyata
meningkatkan komplikasi dan pemanjangan gejala karena pemakaian obat-obat
tersebut (Khaldarov, 2000).

Terapi tunggal dengan benzodiazepin dilaporkan berhasil dalam beberapa


kasus. Penelitian Francis et all menyatakan benzodiazepin efektif dalam
penanganan SNM dengan mengurangi durasi menjadi 2 – 3 hari (Khaldarov,
2000).

K. Komplikasi

Komplikasi dari sindroma neuroleptik maligna banyak. Komplikasi yang


paling umum adalah rhabdomiolisis sebagai akibat dari rigiditas otot terus
menuerus dan akhirnya terjadi kerusakan otot (Bottoni, 2002).

Komplikasi lainnya gagal ginjal, pneumonia aspirasi, emboli pulmo, edema


pulmo, sindrom distress respirasi, sepsis, diseminated intravascular coagulation,
seizure, infark myocardial (Botoni, 2002).

10
Menghindari antipsikotik dapat menyebabkan komplikasi karena psikotik
yang tidak terkontrol. Sebagian besar pasien dengan pengobatan anti psikotik
karena menderita gangguan psikiatri berat atau persiten, kemungkinan relaps
tinggi jika anti pskotik di hentikan (Sholevar, 2002).

 
L. Prognosis
1. Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan nekrosis
berat otot yang menjadi rhabdomyuolisis.
2. Pasien dengan riwayat SNM dapat terjadi rekurensi. Resiko terjadi
rekurensi berhubungan dengan jeda waktu antara SNM dan dimulainya
kembali pengobatan antipsikotik (Sholevar, 2002).
M. Pencegahan

Pencegahan merupakan bagian penting dalam memanage kondisi heterogen


ini. Dosis terendah neuroleptik dianjukan, dengan memonitor onset efek samping
ekstra piramida Deteksi awal dan memberikan terapi untuk mengeliminasi efek
samping ekstra piramidal, terutama rigiditas otot dapat mencegah perkembangan
lebih lanjut SNM dan komplikasinya (Kaplan dan Sadock, 2005).

N.Asuhan keperawatan neuroleptik maligna

Pengkajian Premier dan sekunder

CONTOH FORMAT PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER

YANG AKAN DI KAJI PASIEN

Nama Pengkaji : Ns. M.XXX

Tanggal Pengkajian : 07.08 .2020

11
Ruang Pengkajian : Tulip 509

Jam : 07.00

A. BIODATA PASIEN
Nama : Tn.X
Jenis Kelamin : PRIA
Pendidikan : S.3
Pekerjaaan : PENSIUNAN PNS
Usia : 65
Status Pernikahan : DUDA
No RM : 089XX
Diagnosa Medis :sindrom neuroleptik maligna
Tanggal Masuk RS : 0708.2020
Alamat : Batakan BPP
B. BIODATA PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn.A
Jenis Kelamin : PRIA
Pendidikan :D4
Pekerjaan : POLISI
Hubungan dengan Klien :ANAK
Alamat : BATAKAN Bpp
C. PENGKAJIAN PRIMER
Airways (jalan nafas)
Sumbatan: ( )
Benda asing ( )
Broncospasme ( )
Darah ( )
Sputum ( )
Lendir Suara nafas: ( )

12
Snowring ( )
Gurgling ( )

Breathing (pernafasan)
Sesak dengan: ( )
Aktivitas ( ) Tanpa aktivitas ( )
Menggunakan otot tambahan Frekuensi: …….x/mnt
Irama: ( ) Teratur ( )
Tidak Kedalaman: ( ) Dalam ( ) Dangkal
Reflek batuk: ( ) Ada ( ) Tidak Batuk: ( ) Produktif ( ) Non Produktif
Sputum: ( ) Ada ( ) Tidak
Warna: ……………….. Konsistensi: ………………………...
Bunyi nafas: ( ) Ronchi ( ) Creakless ( ) Wheezing ( )
………………………….. BGA:

Circulation (Sirkulasi)
Sirkulasi perifer: Nadi: ……….. x/mnt
Irama: ( ) Teratur ( ) Tidak
Denyut: ( ) Lemah ( ) Kuat ( ) Tdk Kuat
TD:………….mmHg
Ekstremitas: ( ) Hangat ( ) Dingin
Warna kulit: ( ) Cyanosis ( ) Pucat ( ) Kemerahan
Nyeri dada: ( ) Ada ( ) Tidak
Karakterisrik nyeri dada: ( ) Menetap ( ) Menyebar ( ) Seperti ditusuk-tusuk (
) Seperti ditimpa benda berat
Capillary refill: ( ) < 3 detik ( ) > 3 detik
Edema: ( ) Ya ( ) Tidak Lokasi edema: ( ) Muka ( ) Tangan ( ) Tungkai ( )
Anasarka Disability ( ) Alert/perhatian ( ) Voice respons/respon terhadap
suara ( ) Pain respons/respon terhadap nyeri ( ) Unrespons/tidak berespons ( )

13
Reaksi pupil Eksposure/Environment/Event Pemeriksaan seluruh bagian
tubuh terhadap adanya jejas dan perdarahan dengan pencegahan hipotermi
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan Event/penyebab kejadian

D. PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Keluhan utama (bila nyeri = PQRST)

2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.

3. Medikasi/Pengobatan terakhir.

4. Last meal (makan terakhir)

5. Event of injury/penyebab injury

6. Pengalaman pembedahan.

7. Riwayat penyakit sekarang

8. Riwayat penyakit dahulu.

Pemeriksaan Head to toe

1.Kepala Kesimetrisan wajah Rambut : warna, distribusi, tekstur,


tengkorak/kulit kepala Sensori :
Mata : Inspeksi bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, pupil,
reaksi pupil terhadap cahaya, lensa, tes singkat visus
Telinga : Letak, bentuk, serumen, kemampuan mendengar : uji berbisik
Hidung : Deviasi septum nasi, kepatenan jalan napas lewat hidung
Mulut : Bibir sumbing, mukosa mulut, tonsil, gigi, gusi, lidah, bau
mulut
2. Leher Deviasi/simetris, cidera cervikal kelenjar thyroid kelenjar limfe
Trakea JVP

14
3. Dada I : Sesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus sordis P :
Taktil fremitus, ada/tidaknya massa, ictus cordis teraba/tidak P : Adanya
cairan di paru, suara perkusi paru dan jantung A : Suara paru dan jantung
4. Abdomen : IAPP Elasitas kembung Asites Auskultasi bising usus
Palpasi : posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih, nyeri tekan Perkusi :
Suara abnormal
5. Ekstremitas/muskuloskeletal Rentang gerak Kekuatan otot Deformitas
Kontraktur Edema Nyeri Krepitasi
6. Kulit/Integumen Turgor Kulit : Mukosa kulit : Kelainan .

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
2. Gangguan memori b.d factor psikologis
3. Konfusi akut b.d delirium
4. Gangguan persepsi sensori b.d penyalahgunaan zat
5. Ketidakmampuan koping keluarga b.d ketidakmampuan orang terdekat
mengungkapkan perasaan
6. Resiko bunuh diri b.d gangguan psikologis

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindroma neuroleptik maligna (SNM) adalah suatu sindroma


kegawatdaruratan neurologi yang berpotensi mengancam nyawa yang berkaitan
dengan penggunaan obat-obatan neuroleptik.Sindroma ini dapat berakibat fatal dan

15
angka mortalitas berkisar 5-20% bila tidak ditangani dengan baik.Kematian biasanya
disebabkan oleh komplikasi aritmia, DIC, gagal jantung, gagal napas, dan gagal
ginjal.
Deteksi awal dari gejala klinis SNM dan penanganan sesegera mungkin
dapat meningkatkan luaran. Sindroma ini biasanya tidak fatal dan sebagian besar
penderita akan pulih total dalam jangka waktu 2-14 hari. Walaupun belum ada
panduan baku, tatalaksana sindroma ini berkaitan dengan penghentian obat-obatan
neuroleptik yang diduga memicu timbulnya sindroma ini, terapi suportif, koreksi
factor metabolik bila ditemukan kelainan.

B.  Saran

Pasien dengan hipertermia signifikan dan kekakuan harus dirawat di unit  perawatan i
ntensif dan menjalani perawatan intesif secara cepat, serta  pemantauan potensi dysau
tonomia dan komplikasi lainnya. 
Pada pasien dengan peningkatan kadar CK atau hipertermia , atau yang tidak menang
gapi penarikan obat dan perawatan suportif dalam hari pertama atau dua, penggunaan 
dantrolene , bromocriptine , dan atau amantadine harus dipertimbangkan.
Pasien restart pada agen antipsikotik mungkin atau mungkin tidak memiliki episode 
SNM berulang. Jika obat antipsikotik diperlukan, resiko dapat diminimalkan dengan
mengikuti beberapa pedoman umum.

DAFTAR PUSTAKA

Benzer, Theodore, 2005, Neuroleptic Malignanat


Syndrome, http://www.emedicine.com

16
Bottoni, T., 2002, Neuroleptic Malignant Syndrome: A Brief Review,
http:://www.turner-white.com

Hal, RCW., Chopman, M., 2006, Neuroleptic Malignant Syndrome in the Elderly:


Diagnostic Criteria, Incidence, Risk Factors, Pathophysiology, and Treatment,
Clinical geriatry Vol 14 No. 5, John Hopskins Medicine.

Kaplan H, Sadock B. 2005. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of


Psychiatry. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins. Pp: 532-67.

Khaldarov, V, 2000, Benzodiazepines for Treatment of Neuroleptic Malignant


Syndrome, Hospital Physician.

Khan, N.A., 2011, Atypical neuroleptic malignant syndrome: reversible


encephalopathy. http://www.docstoc.com/docs/79675578/Programme-P2T-10.  (19
desember 2011)

Maramis, W.F. (2008), Ilmu Kedokteran Jiwa . Surabaya :Airlangga


University. Page 180

Maslim, R., 2001, Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik . Jakarta:


Penerbit buku kedokteran EGC. Pp:5-9

Nicholson, D., Chiu., W., 2004, Neuroleptic malignant syndromem, Geriatrics


August 2004 Volume 59, Number 8

Sholevar, DP., 2002, Neuroleptic Malignanat Syndrome,


http://www.emedicine.com

17

Anda mungkin juga menyukai