DisusunOleh:
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat nikmat,
rahmat Nya lah kami dapatmenyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Harapan
kami sebagai penyusun yaitu agar para pembaca memahami tentangPenerapan
pendekatan proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan gadar
pskiatri neuroleptik maligna dengan berfikir kritis.Kami pun mengucapkan terima
kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini
menjadi lebih baik lagi.Kami juga mengharapkan saran yang membangun demi
tersusunnya makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................3
A. Latar Belakang ...............................................................................3
B. Rumusan Masalah ...........................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................4
A. Pengertian sindrom neuroleptik maligna........................................2
B. Definisi sindrom neuroleptik maligna............................................3
C. Etiologi sindrom neuroleptik maligna............................................4
D. Faktor resiko neuroleptik maligna..................................................5
E. Patofisiologi neuroleptik maligna....................................................5
F. Gambaran klinis neuroleptik maligna..............................................6
G. Pemeriksaan laboratorium................................................................6
H. Diagnosis neuroleptik maligna.........................................................7
I. Diagnosis banding neuroleptik maligna...........................................8
J. Penatalaksanaa neuroleptik maligna.................................................9
K. Komplikasi neuroleptik maligna.......................................................9
L. Prognosis neuroleptik maligna..........................................................10
M. Pencegahan neuroleptik maligna.......................................................10
N. Asuhan keperawatan neuroleptik maligna........................................10
BAB III PENUTUP.............................................................................................11
A. Kesimpulan .....................................................................................11
B. Saran.................................................................................................11
Daftar Pustaka......................................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi
akibat komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik1.Karekteristik dari
SNM adalah hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom1 dan perubahan
kesadaran2 Morbiditas dan mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari
komplikasi kardio pulmo dan ginjal2 .Frekuensi SNM secara internasional
bersamaan dengan penggunaan antipsikotik, khususnya neuroleptik. Di Cina
pada suatu RCT didapatkan insidensi SNM mencapai 0,12 % pada pasien
dengan terapi neuroleptik. Suatu penelitian retrospektif di India menunjukkan
insidensi 0,14%1. Sedangkan di Amerika SNM dilaporkan terdapat pada 0,2% -
1,9% pasien3.Meskipun neuroleptik (haloperidol, fluphenazin) lebih sering
menyebabkan SNM, semua obat anti psikotik, tipikal maupun atipikal dapat
menyebabkan sindrom ini. Obat-obatan tersebut adalah prochlorperazine
(Compazine), promethazine (Phenergan), clozapine (Clozaril), and risperidone
(Risperdal).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumasan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tinjauan umum tentang sindrom neuroleptik maligna?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat
komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik (Sholevar, 2002). Karekteristik
dari SNM adalah hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan
kesadaran. Morbiditas dan mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari
komplikasi kardio pulmo dan ginjal (Khan, 2011).
2
Frekuensi SNM secara internasional bersamaan dengan penggunaan
antipsikotik, khususnya neuroleptik. Di Cina pada suatu RCT didapatkan insidensi
SNM mencapai 0,12 % pada pasien dengan terapi neuroleptik. Suatu penelitian
retrospektif di India menunjukkan insidensi 0,14% (Sholevar, 2002). Sedangkan di
Amerika SNM dilaporkan terdapat pada 0,2% - 1,9% pasien (Khaldarov,
2000). Meskipun neuroleptik (haloperidol, fluphenazin) lebih sering menyebabkan
SNM, semua obat anti psikotik, tipikal maupun atipikal dapat menyebabkan sindrom
ini. Obat-obatan tersebut adalah prochlorperazine (Compazine), promethazine
(Phenergan), clozapine (Clozaril), and risperidone (Risperdal). Selain itu obat-obat
non neuroleptik yang dapat memblok dopamin dapat menyebabkan SNM juga, obat-
obat tersebut adalah metoclopramide (Reglan), amoxapine (Ascendin), and lithium
(Benzer, 2005).
Deteksi awal dan penegakan diagnosis yang cepat pada SNM penting karena
komplikasi dari keadaan ini adalah kematian (Benzer, 2005). Kematian yang
disebabkan oleh SNM mencapai 21% (Khaldarov, 2000).
B. Definisi
Obat neuroleptik dan obat lainnya yang berpengaruh pada dopamin biasanya
dipakai untuk terapi kondisi psikiatri dan non psikiatri seperti skizoprenia,
gangguan afek mayor (gangguan depresi, bipolar), delirium, gangguan tingkah
3
laku karena dimensia, nausea, disfungsi usus dan penyakit Parkinson (Hal dan
Chopman, 2006).
C. Etiologi
1. Semua kelas anti psikotik berhubungan dengan SNM termasuk neuroleptik
potensi rendah, neuroleptik potensi tinggi dan antipsikotik atipikal. SNM
sering pada pasien dengan pengobatan haloperidol dan chlorpromazine
(Sholevar, 2002).
2. Penggunaan dosis tinggi antipsikotik (terutama neuroleptic potensi tinggi),
antipsikosik aksi cepat dengan dosis dinaikan dan penggunaan antipsikotik
injeksi long acting (Sholevar, 2002).
3. Faktor lain berhubungan dengan farmakoterapi. Penggunaan neuroleptic
yang tidak konsisten dan penggunaaan obat psikotropik lainnya, terutama
lithium, dan juga terapi kejang listrik (Sholevar, 2002).
D. Faktor Resiko
1. Faktor lingkungan dan psikologi yang menjadi predisposisi terhadap SNM
adalah kondisi panas dan lembab, agitasi, dehidrasi, kelelahan dan malnutrisi
(Sholevar, 2002).
2. Faktor genetik. Terdapat laporan kasus yang mempublikasikan bahwa SNM
dapat terjadi pada kembar identik (Sholevar, 2002).
3. Pasien dengan riwayat episode NMS sebelumnya berisiko untuk rekuren.
Resiko rekurensi tersebut berhubungan dengan jarak waktu antara episode
4
SNM dan penggunaan antipsikotik.Apabila pasien diberikan anti psikotik
dalam 2 minggu episode SNM, 63 % akanrekurensi.Jika lebih dari 2 minggu,
persentasenya hanya 30% (Sholevar, 2002).
4. Sindrom otak organik, gangguan mental non skizoprenia, penggunaan
lithium, riwayat ECT, penggunaan neuroleptik tidak teratur (Sholevar, 2002).
5. Penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis
neuroleptik di naikan dengan cepat,penggunaan neuroleptik injeksi (Sholevar,
2002).
E. Patofisiologi
F. Gambaran Klinis
5
Sindrom neuroleptik maligna merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak
tergantung pada kadar awali obat dalam darah. Sindrom tersebut dapat terjadi
pada dosis tunggal neuroleptik (phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal
atipikal), biasanya berkembang dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya
pengobatan dengan neuroleptik. SNM sebagian besar berkembang dalam 24-72
jam setelah pemberian obat neuroleptik atau perubahan dosis (biasanya karena
peningkatan) (Hal dan Chopman, 2006). Sindroma neuroleptik maligna dapat
menunjukkan gambaran klinis yang luas dari ringan sampai dengan berat (Bottoni,
2002).
G. Pemeriksaan Laboratorium
Rigiditas dan hipertermi pada SNM disebabkan karena kerusakan otot dan
nekrosis. Kerusakan otot dan nekrosis ini dapat menyebabkan:
1. Peningkatan kadar Creatin Kinase (CK) darah mencapai 2.000-15.000
U/L. Pengingkatan kadar CK ini tingkat sensitifitasnya tinggi untuk SNM
(Khaldarov, 2000).
2. Peningkatan Aminotransferases (aspartate aminotransferase / AST, alanine
aminotransferase / ALT, and lactate dehydrogenase / LDH) (Sholevar, 2002).
3. Pemeriksaan laboratorium lain terdapat leukositosis (15. 000 – 30.000 x
103/ mm3), trombositosis dan dehidrasi. Protein serebrospinal dapat
meningkat.Konsentrasi serum besi dapat menurun (Sholevar, 2002).
6
H. Diagnosis
Kriteria A
1. Rigiditas otot
2. Demam
Kriteria B
1. Diaphoresis
2. Disfagia
3. Tremor
4. Inkontinensia
7
5. Perubahan kesadaran
6. Mutisme
7. Takikardi
8. Tekanan darah meningkat atau labil
9. Leukositosis
10. Hasil laboratorium menunjukkan cedera otot
Kriteria C
Kriteria D
Diagnosis banding dari SNM sangat luas. Hal terpenting sumber infeksi dari
demam harus di singkirkan. Fungsi lumbal harus dipertimbangkan untuk
membedakan SNM dengan encephalitis virus atau encephalomyelitis post
infeksi10. SNM harus dibedakan dari sindrom yang disebabkan oleh
pengobatan lain seperti sindrom serotonin dan hipertermi maligna (Nicholson dan
Chiu, 2004).
I. Diagnosis Banding
1. Heat stroke
Pada heat stroke kulit menjadi kering dan lembek akibat hipertermi dan
hipotensi.
2. Letal kataton
8
Letal kataton terjadi pada orang skizoprenia atau episode manik. Neuroleptik
dapat memperbaiki atau memperburuk gejalanya. Membedakan SNM dan letal
kataton sulit, meskipun riwayat pasien menyatakan episode kataton pada saat
pasien tidak meminum neuroleptik. Letal kataton cenderung eksitasi dan
agitasi pada prodormal sedangkan SNM dimulai dengan rigiditas.
3. Sindrom serotonin
J. Penatalaksanaan
1. Terapi suportif
9
• Skrening infeksi dengan cara melakukan CT scan kepala, thorak, analisis
cairan serebrospinal, kultur urin dan darah (Bottoni, 2002).
2. Terapi farmakologik
K. Komplikasi
10
Menghindari antipsikotik dapat menyebabkan komplikasi karena psikotik
yang tidak terkontrol. Sebagian besar pasien dengan pengobatan anti psikotik
karena menderita gangguan psikiatri berat atau persiten, kemungkinan relaps
tinggi jika anti pskotik di hentikan (Sholevar, 2002).
L. Prognosis
1. Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan nekrosis
berat otot yang menjadi rhabdomyuolisis.
2. Pasien dengan riwayat SNM dapat terjadi rekurensi. Resiko terjadi
rekurensi berhubungan dengan jeda waktu antara SNM dan dimulainya
kembali pengobatan antipsikotik (Sholevar, 2002).
M. Pencegahan
11
Ruang Pengkajian : Tulip 509
Jam : 07.00
A. BIODATA PASIEN
Nama : Tn.X
Jenis Kelamin : PRIA
Pendidikan : S.3
Pekerjaaan : PENSIUNAN PNS
Usia : 65
Status Pernikahan : DUDA
No RM : 089XX
Diagnosa Medis :sindrom neuroleptik maligna
Tanggal Masuk RS : 0708.2020
Alamat : Batakan BPP
B. BIODATA PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn.A
Jenis Kelamin : PRIA
Pendidikan :D4
Pekerjaan : POLISI
Hubungan dengan Klien :ANAK
Alamat : BATAKAN Bpp
C. PENGKAJIAN PRIMER
Airways (jalan nafas)
Sumbatan: ( )
Benda asing ( )
Broncospasme ( )
Darah ( )
Sputum ( )
Lendir Suara nafas: ( )
12
Snowring ( )
Gurgling ( )
Breathing (pernafasan)
Sesak dengan: ( )
Aktivitas ( ) Tanpa aktivitas ( )
Menggunakan otot tambahan Frekuensi: …….x/mnt
Irama: ( ) Teratur ( )
Tidak Kedalaman: ( ) Dalam ( ) Dangkal
Reflek batuk: ( ) Ada ( ) Tidak Batuk: ( ) Produktif ( ) Non Produktif
Sputum: ( ) Ada ( ) Tidak
Warna: ……………….. Konsistensi: ………………………...
Bunyi nafas: ( ) Ronchi ( ) Creakless ( ) Wheezing ( )
………………………….. BGA:
Circulation (Sirkulasi)
Sirkulasi perifer: Nadi: ……….. x/mnt
Irama: ( ) Teratur ( ) Tidak
Denyut: ( ) Lemah ( ) Kuat ( ) Tdk Kuat
TD:………….mmHg
Ekstremitas: ( ) Hangat ( ) Dingin
Warna kulit: ( ) Cyanosis ( ) Pucat ( ) Kemerahan
Nyeri dada: ( ) Ada ( ) Tidak
Karakterisrik nyeri dada: ( ) Menetap ( ) Menyebar ( ) Seperti ditusuk-tusuk (
) Seperti ditimpa benda berat
Capillary refill: ( ) < 3 detik ( ) > 3 detik
Edema: ( ) Ya ( ) Tidak Lokasi edema: ( ) Muka ( ) Tangan ( ) Tungkai ( )
Anasarka Disability ( ) Alert/perhatian ( ) Voice respons/respon terhadap
suara ( ) Pain respons/respon terhadap nyeri ( ) Unrespons/tidak berespons ( )
13
Reaksi pupil Eksposure/Environment/Event Pemeriksaan seluruh bagian
tubuh terhadap adanya jejas dan perdarahan dengan pencegahan hipotermi
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan Event/penyebab kejadian
D. PENGKAJIAN SEKUNDER
3. Medikasi/Pengobatan terakhir.
6. Pengalaman pembedahan.
14
3. Dada I : Sesimetrisan, penggunaan otot bantu napas, ictus sordis P :
Taktil fremitus, ada/tidaknya massa, ictus cordis teraba/tidak P : Adanya
cairan di paru, suara perkusi paru dan jantung A : Suara paru dan jantung
4. Abdomen : IAPP Elasitas kembung Asites Auskultasi bising usus
Palpasi : posisi hepar, limpa, ginjal, kandung kemih, nyeri tekan Perkusi :
Suara abnormal
5. Ekstremitas/muskuloskeletal Rentang gerak Kekuatan otot Deformitas
Kontraktur Edema Nyeri Krepitasi
6. Kulit/Integumen Turgor Kulit : Mukosa kulit : Kelainan .
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan
2. Gangguan memori b.d factor psikologis
3. Konfusi akut b.d delirium
4. Gangguan persepsi sensori b.d penyalahgunaan zat
5. Ketidakmampuan koping keluarga b.d ketidakmampuan orang terdekat
mengungkapkan perasaan
6. Resiko bunuh diri b.d gangguan psikologis
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
15
angka mortalitas berkisar 5-20% bila tidak ditangani dengan baik.Kematian biasanya
disebabkan oleh komplikasi aritmia, DIC, gagal jantung, gagal napas, dan gagal
ginjal.
Deteksi awal dari gejala klinis SNM dan penanganan sesegera mungkin
dapat meningkatkan luaran. Sindroma ini biasanya tidak fatal dan sebagian besar
penderita akan pulih total dalam jangka waktu 2-14 hari. Walaupun belum ada
panduan baku, tatalaksana sindroma ini berkaitan dengan penghentian obat-obatan
neuroleptik yang diduga memicu timbulnya sindroma ini, terapi suportif, koreksi
factor metabolik bila ditemukan kelainan.
B. Saran
Pasien dengan hipertermia signifikan dan kekakuan harus dirawat di unit perawatan i
ntensif dan menjalani perawatan intesif secara cepat, serta pemantauan potensi dysau
tonomia dan komplikasi lainnya.
Pada pasien dengan peningkatan kadar CK atau hipertermia , atau yang tidak menang
gapi penarikan obat dan perawatan suportif dalam hari pertama atau dua, penggunaan
dantrolene , bromocriptine , dan atau amantadine harus dipertimbangkan.
Pasien restart pada agen antipsikotik mungkin atau mungkin tidak memiliki episode
SNM berulang. Jika obat antipsikotik diperlukan, resiko dapat diminimalkan dengan
mengikuti beberapa pedoman umum.
DAFTAR PUSTAKA
16
Bottoni, T., 2002, Neuroleptic Malignant Syndrome: A Brief Review,
http:://www.turner-white.com
17