Anda di halaman 1dari 36

KODEFIKASI TERKAIT SISTEM PENGINDERAAN,SYARAF DAN

GANGGUAN JIWA
“Patofisiologi pada Gangguan Neurasthenia, Dissociative Amnesia,
Sleep Terrors, Stuttering,Paranoid Personality
Dosen Pengampu : dr. Yanda Ardanta,M.Kes

Oleh :
Kelompok 2

Ayunda 2213462131
Astrid Krsitiani Br Lingga 2213462129
Dina Triana 2213462133
Kristinus Wiro Sadawa 2213462142
Vani Salsalina Br Sembiring 2213462155
Rosinta Anggreani Situmorang 2213462148

2E/D-III PEREKAM DAN INFORMASI KESEHATAN


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan Rahmat dan hidayah-Nya sehingga kelompok 3 dari matkul
Kodefikasi terkait Sistem Penginderaan, Syaraf dan Gangguan Jiwa dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Patofisiologi pada Gangguan
Neurasthenia, Dissociative Amnesia,Sleep Terrors, Stuttering,Paranoid
Personality ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memahami


mekanisme dasar penyakit, sebagai bahan pendidikan dan penelitian serta
memahami patofisiologi penyakit dalam membantu mengidentifikasi faktor
risiko dan langkah-langkah pencegahan.

Kami mengucapkan terimakasih kepada dr. Yanda Ardanta, M.Kes


selaku dosen pengampu yang telah memberikan kami tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah


menyempatkan diri untuk menyelesaikan makalah ini. Kami juga menyadari
bahwa apa yang kami paparkan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Medan, 1 November 2023

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

BAB 1......................................................................................................................4

LATAR BELAKANG............................................................................................4

BAB 2......................................................................................................................6

PEMBAHASAN.....................................................................................................6

2.1 Neurasthenia (F48.0)......................................................................................6

2.2 Disosiatif Amnesia (F44.0)..........................................................................12

2.3 Sleep Terrors................................................................................................17

2.4 Stuttering......................................................................................................22

2.5 Paranoid Personality.....................................................................................28

BAB III..................................................................................................................35

KESIMPULAN.....................................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................36
BAB 1
LATAR BELAKANG

Gangguan neurologi melibatkan pemahaman tentang sistem saraf manusia dan


berbagai aspek yang mempengaruhi fungsi sistem saraf. Ini meliputi :

1. Sistem saraf manusia, sistem saraf terdiri dari otak, sumsum tulang
belakang, dan sistem saraf tepi, yang mencakup saraf-saraf yang
menghubungkan otak dan sumsum tulang belakang dengan bagian
tubuh lainnya. Sistem saraf bertanggung jawab atas pengendalian tubuh,
termasuk pergerakan, persepsi, pikiran, emosi, dan fungsi tubuh
lainnya.
2. Biologi otak, otak adalah pusat kendali utama sistem saraf dan
mengendalikan fungsi fisik dan kognitif. Penyakit atau gangguan yang
memengaruhi otak dapat memiliki dampak signifikan pada kesehatan
dan kualitas hidup individu.
3. Keterkaitan dengan gangguan kesehatan mental, beberapa gangguan
neurologi, seperti skizofrenia atau depresi, memiliki komponen
neurologi yang signifikan. Kajian ilmu saraf telah membantu
memahami dasar biologis gangguan mental.
4. Penyebab dan faktor risiko, penelitian ilmu saraf telah mengidentifikasi
berbagai penyebab gangguan neurologi, termasuk faktor genetik,
lingkungan, cedera kepala, dan proses degeneratif.
5. Pengembangan terapi, studi neurologi telah membantu mengembangkan
terapi dan pengobatan untuk berbagai gangguan, termasuk obat-obatan,
terapi fisik, terapi wicara, dan terapi perilaku kognitif.
6. Pentingnya pemeriksaan klinis, dalam mendiagnosis gangguan
neurologi, pemeriksaan klinis dan pengujian neurologis sering
diperlukan. Pemeriksaan ini membantu professional kesehatan
mengidentifikasi gangguan dan merencanakan perawatan yang sesuai.

Gangguan neurologi adalah kelompok gangguan yang mempengaruhi sistem


saraf pusat dan sistem saraf perifer, termasuk otak, sumsum tulang belakang
dan sistem saraf tepi. Gangguan neurologi dapat melibatkan berbagai gejala
dan dampakpada fungsi tubuh dan aktivitas sehari-hari. Ini termasuk gangguan
seperti:

1. Epilepsi, gangguan yang ditandai oleh serangan epilepsy berulang


yang disebabkan oleh aktivitas berlebihan di otak.
2. Skizofrenia, gangguan mental yang memengaruhi pemikiran, persepsi,
dan perilaku seseorang.
3. Multiple sclerosis, gangguan autoimun yang merusak lapisan pelindung
saraf, mengganggu komunikasi antara otak dan tubuh.
4. Stroke, kondisi darurat medis yang terjadi ketika aliran darah ke otak
terganggu, melibatkan kerusakan otak.
5. Cerebral palsy, gangguan yang memengaruhi kontrol gerakan karena
kerusakan otak sejak awal kehidupan.

Gangguan neurologi dapat memiliki dampak serius pada kesehatan dan kualitas
hidup individu. Diagnosis dan manajemen gangguan ini sering memerlukan
perhatian dari professional kesehatan, seperti neurologis atau psikiater.
Penanganan yang tepat dapat membantu individu mengelola gejala dan
mengatasi kendala yang mungkin timbul akibat gangguan neurologi.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Neurasthenia (F48.0)


Pengertian

Neurastenia atau neurasthenia adalah gangguan saraf yang ditandai dengan


kelelahan, kelemahan, dan kelesuan secara fisik dan mental. Kelelahan secara
mental yang dimaksud digambarkan sebagai adanya pikiran-pikiran yang
mangganggu atau ingatan-ingatan yang tidak menyenangkan, sulit berkonsentrasi,
dan tidak efisien dalam berpikir. Semua tanda-tanda tersebut umumnya ditambah
dengan gejala lain yang berkaitan dengan gangguan fungsi saraf otonom, seperti
sakit kepala, nyeri otot, atau masalah tidur.

Patofisiologi

Neurasthenia adalah nama lama (abad ke-19) untuk kelemahan saraf fisik. Ini
pertama kali digunakan pada tahun 1829 untuk kelemahan mekanis saraf yang
sebenarnya. Pada tahun 1869, seorang ahli saraf Amerika, George Miller Beard,
mulai menggunakan istilah tersebut untuk mengartikan saraf metaforis, yaitu
kecemasan , stres , atau depresi . Pada tahun 1871, seorang dokter Amerika, S.
Weir Mitchell, menulis buku, Wear and Tear, atau Hints for the Overworked
merinci keyakinannya bahwa kondisi tersebut merupakan akibat dari tuntutan
kehidupan modern di era industri.

1. Istilah ini mulai beralih dari penggunaan dalam patofisiologi medis menjadi
digunakan dalam psikopatologi. Ketika digunakan dalam psikologi, istilah ini
menggambarkan kelainan samar yang ditandai dengan kelelahan abnormal kronis,
depresi sedang, ketidakmampuan berkonsentrasi , kehilangan nafsu makan,
insomnia , dan gejala lainnya.

2. Gejala sekunder tidak jelas dan banyak, termasuk sakit kepala, nyeri dan nyeri
otot , pusing, penurunan berat badan, mudah tersinggung ,

3.ketidakmampuan untuk rileks, kecemasan , impotensi, “kurangnya ambisi,”


lesu, insomnia atau hipersomnia , " jantung berdebar kencang , dan keringat
berlebih .

4. Penyakit ini menjadi penyebab semua jenis ketidaknyamanan atau


ketidakbahagiaan yang tidak dapat dijelaskan dengan kondisi medis yang
diketahui.

5. Karena ME/ CFS menunjukkan gejala serupa, banyak pasien ME/ CFS
diberikan diagnosis psikologis neurasthenia.

Penyebab

Penyebab dari neurasthenia sebenarnya tidak begitu jelas. Namun, Beard percaya
bahwa neurastenia disebabkan oleh kelemahan atau kelelahan pada sistem saraf
yang terjadi akibat tekanan atau aktivitas yang berlebihan. Menurut Beard,
kelelahan dan kelemahan pada sistem saraf ini menyebabkan organ tidak
berfungsi dengan optimal, sehingga gejala-gejala tersebut bisa muncul. Selain
aktivitas fisik, tekanan berlebihan yang dimaksud di atas bisa terkait dengan
faktor psikologis atau stres. Namun, beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa
gejala-gejala neurasthenia ini juga bisa disebabkan oleh masturbasi atau aktivitas
seksual yang berlebihan.

Tanda dan Gejala

Secara fisik, penderitanya merasa seperti kehilangan energi dan merasa tidak
mampu atau berdaya untuk beraktivitas serta kelelahan meski hanya melakukan
aktivitas yang ringan. Secara mental, kelelahan yang dimaksud bisa berupa sulit
berkonsentrasi, muncul pikiran atau ingatan yang mengganggu, tidak efisien
dalam berpikir, atau bahkan hilang ingatan. Selain yang utama, beberapa gejala
lainnya juga sering kali timbul. Berikut adalah beberapa gejala lainnya dari
neurastenia.

 Sakit kepala, terutama sakit kepala tipe ketegangan.

 Nyeri otot hingga sulit bersantai.

 Nyeri punggung.

 Pusing.

 Gangguan tidur atau insomnia.

 Hilang nafsu makan.

 Impoten.

 Dispepsia atau gangguan pencernaan.

 Depresi.

 Infertilitas.

 Neuralgia

Diagnosa

Sejak tahun 1869, neurasthenia menjadi diagnosis "populer", yang mencakup


gejala seperti kelemahan , pusing, dan pingsan . Perawatan umum yang
dipromosikan oleh ahli saraf S. Weir Mitchell adalah pengobatan istirahat ,
terutama bagi wanita. Data dari periode ini yang diperoleh dari Laporan Tahunan
Rumah Sakit Queen Square, London, menunjukkan bahwa diagnosisnya seimbang
antara jenis kelamin dan terdapat di Eropa. [5] Virginia Woolf diketahui terpaksa
menjalani pengobatan istirahat, yang dia jelaskan dalam bukunya On Being Ill .
Protagonis Charlotte Perkins Gilman dalam The Yellow Wallpaper juga
menderita di bawah naungan dokter yang menyembuhkan, seperti halnya Gilman
sendiri. Marcel Proust dikabarkan menderita neurasthenia. [15] Untuk
memanfaatkan epidemi ini, perusahaan obat Rexall memperkenalkan obat yang
disebut 'Americanitis Elixir' yang diklaim dapat meredakan serangan apa pun
yang berkaitan dengan neurasthenia

Pengobatan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi neurastenia.
Namun, obat antidepresan dan konseling psikologis merupakan pengobatan
standar yang umumnya dipilih untuk mengatasi kondisi ini. Konseling psikologis
yang mungkin bisa dilakukan, yaitu terapi perilaku kognitif. Perubahan ini
termasuk perilaku, pola aktivitas, kemampuan untuk bersantai, dan pola
pernapasan. Sementara metode yang diberikan pada terapi ini, yaitu teknik
relaksasi yang dapat membantu meningkatkan kualitas istirahat serta latihan
pernapasan untuk mencegah hiperventilasi. Selain pengobatan dan terapi,
beberapa cara alami atau sederhana lainnya juga disebut dapat membantu
mengatasi gejala neurastenia. Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan.

 Menerapkan pola makan sehat.

 Olahraga ringan secara teratur.

 Menjaga dan meningkatkan kebersihan tubuh dan lingkungan.

 Pijat.

 Beristirahat pada waktu yang tepat.

 Menyesuaikan pekerjaan atau gaya hidup untuk mengurangi stres yang


bisa menjadi pemicunya

Tata Cara Pencarian ICD X V3 & ICD X V1

1. Langkah awal yang dilakukan untuk kode Neurasthenia adalah


menentukan leadterm, yaitu ‘Neurasthenia’

2. Setelah menentukan leadterm lalu buka ICD-10 CM Volume 3 dengan


abjad N dihalaman
Gambar ICD X V3 Hal. 558

3. Untuk memastikan kode tersebut maka lakukanlah cross check di ICD-10


Volume 1
4. Maka kodefikasi diagnosa Neurasthenia adalah F48.0

Gambar ICD X V3 Hal. 261


2.2 Disosiatif Amnesia (F44.0)

Pengertian
Amnesia disosiatif adalah gangguan mental yang ditandai oleh kehilangan
memori signifikan terkait dengan pengalaman traumatis atau stress yang berat.
Orang yang mengalami gangguan ini mungkin tidak dapat mengingat
informasi pribadi atau pengalaman-pengalaman tertentu yang terjadi dalam
hidup mereka, bahkan jika informasi tersebut sebelumnya dapat diingat dengan
baik.
Patofisiologi
Peristiwa gangguan amnesia disosiatif terkait dengan perubahan dalam fungsi
dan integrasi sistem memori dalam otak. Gangguan ini adalah kondisi dimana
seseorang mengalami kehilangan ingatan yang signifikan, terutama terkait
dengan pengalaman traumatis atau stress berat. Orang juga bisa terkena
amnesia disosiatif setelah bencana alam, serangan seksual, atau pertempuran
militer. Semua orang dapat mengalaminya, anak-anak dan orang tua bisa
mengalaminya.

Gejala
Gejala utama amnesia disosiatif adalah kehilangan memori yang lebih luas
daripada kelupaan normal. Orang dengan amnesia disositif melupakan
informasi pribadi yang penting. Amnesia ini dapat berlangsung beberapa menit
bahkan berbulan-bulan. Mereka yang baru saja mengalami amnesia merasa
bingung atau depresi. Kehilangan memori dapat berupa salah satu dari
beberapa hal berikut ini:

1. Informasi dalam kategori tertentu, seperti semua informasi tentang


orang tertentu atau tentang keluarganya (amnesia sistematis)
2. Setiap peristiwa baru seperti yang terjadi (amnesia terus-menerus)

3. Identitas pribadi atau seluruh kisah hidup, termasuk keterampilan yang


dipelajari dengan baik dan informasi tentang dunia (amnesia umum)
4. Aspek teretenu dari suatu peristiwa atau hanya peristiwa tertentu
selama periode waktu tertentu (amnesia selektif)
5. Peristiwa tertentu atau periode waktu tertentu, seperti bulan atau tahun
(amnesia lokal)

Pengobatan

Perawatan untuk amnesia disosiatif berfokus pada membantu seseorang dengan


kondisi tersebut memulihkan ingatannya yang sering kali memerlukan bantuan
mereka dalam menghadapi dampak negatif dari mengalami atau menyaksikan
peristiwa traumatis yang menyebabkan amnesia tersebut.

Psikoterapi

Berbagai bentuk psikoterapi digunakan untuk mengobati amnesia


disosiatif. Beberapa yang paling umum meliputi:

 Terapi perilaku kognitif (CBT) : CBT berfokus pada mengubah pola pikir
dan perilaku negatif.

 Terapi psikodinamik : Ini berfokus pada eksplorasi dinamika bawah sadar


yang berkontribusi terhadap gejala dan tekanan.

 Terapi keluarga : Ini melibatkan seluruh keluarga dalam proses


pengobatan. Dengan terapi keluarga, anggota keluarga lainnya juga
diajarkan cara mengenali gejala kondisi tersebut dan metode terbaik untuk
membantu orang yang mereka cintai mengatasinya.

 Terapi kreatif : Ini melibatkan metode terapi seperti terapi seni atau terapi
musik . Bentuk terapi ini memungkinkan Anda mengeksplorasi emosi dan
perasaan sulit dalam lingkungan yang membuat Anda merasa aman dan
nyaman.

 Hipnoterapi: Ini dapat digunakan dalam pengobatan amnesia disosiatif


dengan memfasilitasi berbagai kondisi kesadaran

Obat

Orang dengan gejala ini mungkin akan diberi resep obat anticemas atau
antidepresan

Diagnosis

Dokter biasanya akan mengadakan evaluasi menyeluruh, dengan melakukan


pemeriksaan riwayat medis yang lengkap dan pemeriksaan fisik. Meski tidak
ada tes khusus guna mendiagnosis amnesia disosiatif, dokter akan melakukan
beberapa tes, seperti

electroencephalograms (EEG), neuroimaging, dan tes darah. Rangkaian


pemeriksaan tersebut bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit
neurologis atau pyakit lainnya, termasuk efek samping obat-obatan sebagai
penyebab dari gejala amnesia disosiatif. Jika tidak ditemukan adanya penyakit
fisik, pengidap dapat dirujuk ke psikiater atau psikolog, yang sudah
berpengalaman untuk mediagnosis dan merawat gangguan mental. Kemudian,
psikiater atau psikolog akan menggunakan wawancara dan alat penilaian yang
khusus, untuk mengevaluasi apakah seseorang memiliki gangguan disosiatif
atau tidak.

Tata Cara Pencarian ICD X V3 & ICD X V1

1. Langkah awal yang dilakukan untuk kode Dissociative Amnesia


adalah menentukan leadterm, yaitu ‘Amnesia’.
2. Setelah menentukan leadterm lalu buka ICD-10 CM Volume 3 dengan
abjad A di halaman

Gambar ICD X V3 Hal. 42


3. Untuk memastikan kode tersebut, maka lakukan cross check di ICD-10 CM Volume 1.

4. Maka kodefikasi diagnosa Disociative Amnesia adalah F44.0

Gambar ICD X V1 Hal. 310


2.3 Sleep Terrors

Pengertian

Night terror adalah gangguan tidur yang membuat seseorang mengalami halusinasi, berteriak,
takut, napas lebih cepat, berkeringat, bahkan menangis di tengah tidurnya. Namun, orang yang
mengalami kondisi ini seringkali kesulitan untuk tersadar dari tidur, sehingga kondisi ini berbeda
dengan mimpi buruk. Pasalnya saat mengalami mimpi buruk, seseorang yang mengalaminya
akan terbangun dan mengingat pengalaman tersebut

Patofisiologi

Episode teror malam paling sering terjadi pada sepertiga pertama malam saat tidur dengan
gerakan mata lambat dan tidak cepat, ketika anak berada dalam kondisi transisi antara terjaga
dan tidur. Periode khusus ini disebut sebagai keadaan gairah.

Episode-episode tersebut dapat terlihat sangat dramatis ketika anak berteriak-teriak dan meronta-
ronta tanpa menyadari keadaan sekelilingnya. Anak-anak mungkin menunjukkan tanda-tanda
aktivitas otonom berlebihan seperti takikardia, takipnea, midriasis, dan keringat berlebih. Dalam
beberapa kasus, enuresis juga bisa terjadi.

Sayangnya, anak-anak sering kali tidak merespons isyarat verbal, dihibur, atau upaya untuk
membangunkan. Sangat sulit untuk membangunkan anak-anak ini di tengah-tengah sebuah
episode. Serangan ini dapat berlangsung sekitar 10 hingga 20 menit dan kemudian anak akan
tiba-tiba tertidur kembali. Kebanyakan tidak mengingat episode-episodenya.

Penyebab

Sampai saat ini, penyebab night terror masih belum diketahui secara pasti, tapi fenomena ini
dikelompokkan sebagai gangguan tidur atau dalam bahasa medis disebut parasomnia. Kondisi
tersebut dikaitkan dengan belum matangnya sistem saraf pusat, dan lebih sering dijumpai pada
anak-anak.
Night terror bisa menghilang dengan sendirinya seiring bertambahnya usia. Hampir 40
pengidap night terror adalah anak-anak. Namun, pada kasus langka, gangguan tidur ini bisa juga
terjadi pada orang dewasa. Night terror umumnya muncul selama 2 jam pertama tidur

Gejala

Gejala utama night terror adalah satu atau lebih episode terbangun dari tidur dengan berteriak
karena panik, dan disertai kecemasan yang hebat. Pengidapnya juga akan mengalami beberapa
hal, seperti:

 Seluruh tubuh bergetar.


 Mengalami hiperaktivitas otonomik, seperti jantung berdebar-debar, napas cepat, pupil
melebar, dan berkeringat.

Episode ini dapat terulang kembali dengan durasi setiap episode sekitar 1-10 menit, dan biasanya
terjadi pada sepertiga awal fase tidur malam.

Pengidap relatif tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk memengaruhi keadaan
teror malamnya. Kemudian, dalam beberapa menit setelah terbangun biasanya pengidap akan
mengalami disorientasi dan gerakan-gerakan berulang.

Anak-anak biasanya tidak bisa mengingat apa-apa setelah terbangun di pagi harinya. Namun,
orang dewasa mungkin bisa mengingat fragmen mimpi yang mereka alami selama night terror.

Diagnosa

Untuk memastikan diagnosis night terror, cara yang paling utama adalah dengan menanyakan
gejala-gejala yang dirasakan oleh pengidap. Pemeriksaan lanjutan dilakukan hanya untuk
menyingkirkan penyebab lainnya.

Pengobatan

Jika Si Kecil mengalami night terror, orangtua sebaiknya tetap tenang dan jangan mencoba
membangunkannya, sebab mereka sebenarnya sedang tidur. Tunggulah beberapa saat dan
mereka akan kembali tertidur setelahnya. Selain itu, pastikan tidak ada barang di sekitar yang
dapat melukai tubuhnya dan jika memungkinkan pindahkan anak ke tempat yang aman.
Perlu diketahui bahwa sangat penting untuk menyimpan catatan harian tidur, makan, dan
aktivitas Si Kecil. Informasi tersebut dapat membantu orangtua mengetahui penyebab anak
terkena teror malam

Tata Cara Pencarian ICD X V3 & ICD X V1

1. Langkah awal yang dilakukan untuk kode Sleep Terrors adalah menentukan
leadterm, yaitu ‘Sleep Terrors’.
2. Setelah menentukan leadterm lalu buka ICD-10 CM Volume 3 dengan abjad A di
halaman
Gambar ICD X V3 Hal. 582

3. Untuk memastikan kode tersebut, maka lakukan cross check di ICD-10 C M Volume 1.

4. Maka kodefikasi diagnosa Disociative Amnesia adalah F44.0


Gambar ICD X V1 Hal.318
2.4 Stuttering
Pengertian

Stuttering atau gagap merupakan gangguan pada pola bicara normal. Misalnya, seseorang yang
gagap melakukan pengulangan bunyi atau suku kata, terutama di awal kata. Sebagai contoh,
Anda ingin mengucapkan kata "suka" dan mengucapkannya "su-su-suka." Hal ini juga dapat
bermanifestasi sebagai perpanjangan suara saat akan mengatakan sesuatu, seperti "ssssssssuuka".
Tak jarang, gagap melibatkan penghentian total bicara atau penghilangan suara. Gagap juga
dapat disertai dengan interupsi bicara yang berulang, seperti suara "uh" atau "um".

Semua orang dapat mengalami gagap pada semua usia. Namun, hal ini lebih sering ditemkan
pada anak-anak yang sedang belajar untuk merangkai kata untuk membentuk kalimat. Anak laki-
laki lebih cenderung mengalami hal ini dibanding anak perempuan. Gangguan berbahasa ini
sering mundul pada usia 18 dan 24 bulan. Kondisi ini cenderung untuk hilang dan timbul hingga
anak berusia 5 tahun.

Patofisiologi

Tidak ada konsensus mengenai patofisiologi gagap. Penelitian yang mengeksplorasi penyebab
sensorik, motorik, dan kognitif sebagian besar memberikan hasil yang tidak konsisten atau tidak
dapat direproduksi. Salah satu temuan yang konsisten adalah sistem umpan balik pendengaran
yang tidak normal pada orang yang gagap (PWS).

Studi neuroimaging telah menunjukkan perbedaan anatomi dan fungsi otak pada CWS
dibandingkan dengan kontrol lancar, khususnya di daerah pendengaran dan motorik serta ganglia
basal. Kelainan ini mungkin meningkat seiring berjalannya waktu pada individu yang tidak
pulih dari DS. Orang dewasa yang gagap menunjukkan hiperaktif pada daerah hemisfer kanan ,
dan koordinasi abnormal antara area otak yang merencanakan dan melaksanakan
pembicaraan. Tidak jelas apakah perbedaan anatomi dan fungsi merupakan penyebab kegagapan
atau adaptasi terhadap kegagapan pada otak orang dewasa.

Disregulasi dopamin mungkin juga menjadi penyebabnya. Pemberian Levodopa meningkatkan


ketidaklancaran,,sedangkan pemberian antagonis dopamin meningkatkan kelancaran. 1 Sebuah
penelitian yang menggunakan tomografi emisi positron menunjukkan peningkatan serapan
prekursor dopamin terfluorinasi 6-FDOPA pada PWS dibandingkan dengan
kontrol, menunjukkan hiperaktivitas sistem dopaminergik pada sistem saraf pusat

Penyebab

Berdasarkan penyebabnya, gagap bisa dibagi menjadi dua jenis:

 Gagap Perkembangan

Ini adalah jenis gagap yang paling umum. Gagap perkembangan dimulai pada waktu kecil ketika
anak masih belajar keterampilan berbicara dan berbahasa. Banyak anak gagap ketika pertama
kali mulai berbicara, tapi kebanyakan dari mereka bisa melalui masalah itu. Namun, pada
beberapa kasus, gagap terus berlanjut sampai dewasa dan penyebab pastinya tidak diketahui.

 Gagap Neurogenik

Ini adalah jenis gagap yang terjadi setelah seseorang mengalami stroke, trauma kepala, atau jenis
cedera otak lainnya. Karena cedera, otak mengalami kesulitan mengoordinasikan berbagai
bagian otak yang terlibat dalam berbicara.

Berikut adalah beberapa penyebab gagap lainnya:

 Gangguan pada kendali motorik berbicara, seperti pada koordinasi motorik dan sensorik
organ berbicara, serta pengaturan tempo atau waktu.

 Faktor memiliki kerabat yang mengidap gagap juga dapat meningkatkan risiko seseorang
untuk mengidap kondisi ini. Kelainan genetik ini memengaruhi pusat bahasa di otak.

 Kondisi kesehatan, misalnya sebagai akibat dari trauma, stroke, atau cedera pada otak,

 Gangguan mental, seperti trauma emosional.

 Dihadapkan pada situasi yang penuh dengan tekanan, seperti berbicara di hadapan orang
banyak juga dapat menyebabkan gangguan ini muncul.

Gejala

Beberapa gejala gagap yang mungkin muncul, antara lain:


 Memiliki kemampuan komunikasi yang terbatas dan kurang efektif.

 Gelisah saat berbicara.

 Mengedipkan mata dengan cepat.

 Menghindari kontak mata.

 Gemetar atau tremor pada rahang atau bibir.

 Mengalami kesulitan mengucapkan suatu kata, suku kata, atau kalimat.

 Mengalami ketegangan pada wajah atau tubuh bagian atas ketika mengeluarkan suatu
kata.

 Menahan atau memanjangkan suatu kata atau suara di dalam satu kata.

 Mengulangi sebuah suku kata, suara, atau kata-kata.

 Mengambil jeda diam atau berhenti untuk suatu suku kata tertentu atau di tengah-tengah
kata.

Pengobatan

Gagap sebaiknya mendapat penanganan dari dokter bila:

 Berlangsung lebih dari 6 bulan.

 Berlangsung lebih sering atau terus berlanjut hingga anak beranjak dewasa.

 Terjadi bersamaan dengan gangguan berbicara lainnya.

 Disertai otot yang menegang atau kesulitan berbicara yang makin terlihat.

 Menyebabkan gangguan emosional, berupa kegelisahan, ketakutan, dan menghindari


situasi yang mengharuskan pengidapnya berbicara.

 Memengaruhi komunikasi di sekolah, lingkungan kerja, atau dalam pergaulan.

 Kondisi muncul saat berusia dewasa.

Untuk mengatasinya, terapi gagap dapat dilakukan. Terapi ini memiliki pendekatan dan tingkat
efektivitas yang berbeda dan disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan pasien anak maupun
dewasa. Terapi gagap memiliki efektivitas lebih tinggi pada pengidap yang usia lebih muda
dibandingkan pada anak usia sekolah dan orang dewasa. Metode pendekatan yang dilakukan
adalah:

Terapi bicara. Mengajarkan pasien untuk mengendalikan dan memperhatikan tempo atau cara
berbicara mereka. Dengan terapi ini, pengidap dapat mengenali kapan mereka mulai gagap saat
berbicara. Terapi dimulai dengan pasien berbicara dalam tempo sangat pelan hingga berangsur
menemukan pola bicara orang normal dan percaya diri.

Terapi perilaku kognitif. Terapi ini membantu pasien untuk mengenali dan mengubah pola pikir
yang bisa memperburuk gangguan bicara ini. Konseling psikologis ini juga akan membantu
pasien memecahkan penyebab tersembunyi yang dapat berkaitan dengan gagap, seperti pemicu
stres, gelisah, dan masalah kepercayaan diri.

Perangkat elektronik. Peralatan ini juga efektif untuk mengobati gagap dan digunakan seperti
halnya sebuah alat bantu dengar, atau dalam bentuk aplikasi ponsel. Salah satu contoh alatnya
adalah alat untuk mendapatkan umpan balik auditori lambat (delayed auditory feedback/DAF).
Alat ini memainkan kembali suara pasien sepersekian detik setelah berbicara.

Tata Cara Pencarian ICD X V3 & ICD X V1

1. Langkah awal yang dilakukan untuk kode Stuttering adalah menentukan leadterm,
yaitu ‘Stuttering’.
2. Setelah menentukan leadterm lalu buka ICD-10 CM Volume 3 dengan abjad S di
halaman
Gambar ICD X V3 Hal. 597

3. Untuk memastikan kode tersebut, maka lakukan cross check di ICD-10 CM Volume 1.

4. Maka kodefikasi diagnose Stuttering adalag F44.0


Gambar ICD X V1 Hal. 345

2.5 Paranoid Personality


Pengertian

Gangguan kepribadian paranoid atau paranoid personality disorder adalah salah satu jenis
gangguan kepribadian yang bisa memengaruhi pola pikir dan perilaku pengidapnya. Pengidap
kondisi yang juga disebut paranoia atau paranoid ini akan mengalami kesulitan dalam memahami
dan berhubungan dengan situasi tertentu maupun orang lain. Mereka cenderung terus-menerus
merasa curiga dan tidak percaya berlebihan pada orang lain. Paranoid dapat cukup ringan hingga
sangat parah. Hal ini tergantung pada seberapa jauh Anda memercayai pikiran negatif dan
seberapa sering Anda memikirkannya. Apabila Anda biarkan berlarut-larut, gangguan
kepribadian ini bisa berkembang menjadi delusi. Dalam kondisi ini, tidak ada seorang pun yang
bisa meyakinkan pengidapnya bahwa apa yang mereka pikirkan atau rasakan tidaklah benar.
Pengidap gangguan delusional mungkin saja bisa menjalani kehidupan sehari-hari. Akan tetapi,
kehidupan mereka mungkin sangat terbatas dan terisolasi.

Patofisiologi

Paranoid adalah masalah psikologis yang ditandai dengan munculnya rasa curiga dan takut
berlebihan. Orang yang paranoid cenderung sulit atau bahkan tidak bisa memercayai orang lain
dan memiliki pola pikir yang berbeda dari kebanyakan orang. Gangguan kepribadian paranoid
umumnya muncul akibat trauma psikologis pada masa lalu. Kondisi ini lebih sering dialami oleh
laki-laki dan biasanya muncul pada usia remaja atau dewasa. Akan tetapi, paranoid terkadang
juga bisa muncul sejak masa kanak-kanak.

Penyebab

Penyebab gangguan kepribadian paranoid masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, kondisi
ini diyakini berasal dari kombinasi faktor biologis, lingkungan, dan riwayat keluarga.

1. Faktor biologis

Kondisi ini sebenarnya masih menjadi perdebatan karena tidak ada gen atau DNA tertentu yang
dapat menyebabkan paranoia.
Kendati demikian, para ahli meyakini bahwa beberapa orang terlahir dengan kondisi neurokimia
tertentu sehingga mereka lebih rentan mengalami gangguan ini.

Beberapa kondisi tersebut, seperti kadar dopamin dan glutamat yang tidak wajar atau masalah
tertentu pada jaringan otak pengidapnya.

2. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga punya pengaruh yang cukup rumit. Seseorang dengan kondisi biologis
tertentu cenderung lebih rentan terpengaruh oleh faktor lingkungan.

Beberapa kondisi eksternal yang dapat memicu kemunculan paranoia, antara lain:

 malnutrisi sejak dalam kandungan,

 infeksi yang diturunkan dari ibu selama kehamilan,

 kehilangan orang terdekat, seperti orangtua atau pasangan,

 hidup dalam kemiskinan pada masa kanak-kanak,

 mengalami kekerasan fisik, emosional, atau seksual,

 pengabaian atau penelantaran emosional,

 trauma psikologis, dan

 konsumsi obat-obatan terlarang, seperti ganja, amfetamin, atau halusinogen.

3. Faktor riwayat keluarga

Gangguan kepribadian paranoid berpotensi diturunkan bila ada anggota keluarga yang memiliki
penyakit mental, seperti skizofrenia dan gangguan kecemasan.

Jika terdapat anggota keluarga Anda yang mengidap kondisi-kondisi tersebut, risiko Anda untuk
mengalami paranoid akan lebih tinggi.

Perlu diingat bahwa dengan memiliki satu atau beberapa faktor risiko di atas bukan berarti Anda
pasti akan mengalami gangguan kesehatan ini.

Pada beberapa kasus, tidak menutup kemungkinan seseorang bisa mengidap masalah tertentu
tanpa adanya satu pun faktor risiko.
Gejala

Adapun, beberapa gejala paranoid lain yang dapat pengidapnya alami seperti di bawah ini.

 Memiliki kekhawatiran bahwa orang lain memiliki motif tersembunyi.

 Meyakini bahwa mereka akan dieksploitasi atau dimanfaatkan oleh orang lain.

 Meragukan komitmen, kesetiaan atau kepercayaan orang lain, dan yakin bahwa orang
lain hanya berniat untuk menipu mereka.

 Tidak mampu memaafkan dan menyimpan dendam.

 Hipersensitif dan tidak bisa menerima kritikan.

 Tidak bisa bekerja sama dengan orang lain.

 Membaca makna tersembunyi dari pernyataan sederhana atau pandangan biasa dari orang
lain.

 Selalu curiga tanpa alasan bahwa pasangan mereka tidak setia.

 Kerap terisolasi dari lingkungan sosial.

 Bersikap dingin, tetapi suka mengatur dan pencemburu terhadap pasangan.

 Tidak bersahabat, keras kepala, dan argumentative

Pertama kali, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan memberikan beberapa pertanyaan
mendalam untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dengan gejala yang sama.

Apabila tidak ditemui masalah fisik, dokter akan merujuk Anda ke psikolog atau psikiater untuk
mendiagnosis lebih lanjut gangguan kepribadian ini.

Ahli kesehatan mental akan mendiagnosis gangguan ini berdasarkan kriteria dalam Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5).

Secara umum, diagnosis gangguan kepribadian paranoid dapat ditegakkan bila Anda merasa
curiga dan tidak percaya orang lain, disertai empat atau lebih gejala berikut ini.

 Mencurigai tanpa dasar yang jelas bahwa orang lain memiliki niat jahat terhadap dirinya.
 Memiliki keyakinan bahwa teman, rekan kerja, atau orang lain di sekitarnya, tidak dapat
dipercaya.

 Menjaga rahasia dan enggan berbagi informasi karena takut bahwa informasi tersebut
dapat digunakan untuk merugikan dirinya.

 Membaca makna tersembunyi dari lingkungan maupun orang lain yang merendahkan
atau mengancam dirinya.

 Terus-menerus membawa dendam bila merasa terluka atau tersakiti.

 Mengungkapkan kemarahan dengan cepat ketika merasa bahwa dirinya direndahkan atau
diserang oleh orang lain.

 Memiliki kecurigaan yang berulang kali dan tanpa alasan terhadap pasangan.

Psikolog atau psikiater juga akan melakukan pemeriksaan lebih komprehensif, mulai dari masa
kanak-kanak, sekolah, pekerjaan, serta hubungan dengan orang lain di sekitar Anda.

Mereka juga akan menanyakan cara Anda merespons terhadap situasi tertentu. Beberapa hal ini
akan membantu ahli kesehatan mental dalam menyusun rencana pengobatan.

Pengobatan

1. Terapi psikologi

Terapi psikologi atau psikoterapi membantu Anda dalam memahami pengalaman-pengalaman


yang pernah dirasakan serta bagaimana cara untuk menghadapinya.

Biasanya, terapi yang diberikan adalah terapi perilaku kognitif (CBT). Selama CBT, dokter dan
ahli kesehatan mental akan mencari tahu pola pikir, kepercayaan, dan pemahaman Anda.

Kemudian, mereka akan mengarahkan Anda untuk mengubah pola pikir bahwa tindakan yang
orang lain lakukan tidak selalu merugikan atau menjadi ancaman.

Selain CBT, dokter akan menyarankan Anda melakukan terapi lain, seperti terapi psikodinamik,
art therapies, konseling, dan terapi sistemik bersama anggota keluarga.

2. Obat-obatan
Obat antikecemasan, antidepresan, atau antipsikotik, dapat diresepkan bila gejala yang dialami
cukup parah atau Anda mengidap masalah terkait, seperti kecemasan atau depresi.

Orang dengan gangguan mental yang menolak pengobatan mungkin akan menjalani kehidupan
yang kurang fungsional, seperti sulit mempertahankan pekerjaan dan hubungannya.

Itu sebabnya, pengidap paranoia perlu terus memperoleh perhatian dan dukungan dari orang di
sekitarnya selama menjalani pengobatan.

Tata Cara Pencarian ICD X V3 & ICD X V1

1. Langkah awal yang dilakukan untuk kode Paranoid Personality adalah


menentukan leadterm, yaitu ‘Stuttering’.
2. Setelah menentukan leadterm lalu buka ICD-10 CM Volume 3 dengan abjad A di
halaman
Gambar ICD X V3 Hal. 502

3. Maka untuk memastikan kode tersebut, maka lakukan cross check pada ICD-10 Volume
1
4. Maka kodefikasi pada diagnosa Paranoid Personality Disorder adalah F60.0

Gambar ICD X V1 Hal. 322


BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari paparan diatas mencakup poin-poin kunci yang menggambarkan bagaimana
penyakit mempengaruhi tubuh dan sistem biologis. Ini dapat mencakup :

1. Gambaran umum patofisiologi, merangkum secara singkat bagaimana penyakit


tersebut memengaruhi organ, sel dan jaringan dalam tubuh.
2. Faktor penyebab dan risiko, menyebutkan faktor-faktor yang dapat memicu atau
meningkatkan risiko penyakit.
3. Diagnosis dan pengobatan, mengidentifikasi komplikasi metode diagnosis yang
digunakan dan pilihan pengobatan yang tersedia untuk penyakit tersebut.

Makalah ini membantu pembaca untuk mendapatkan pemahaman cepat tentang esensi dari
patofisiologi penyakit yang dibahas dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Hospitals, T. M. (2023, 09 20). Ini 6 Gejala Gangguan Disosiatif yang Perlu Diwaspadai. From
silaomhospital.com: https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/gejala-
gangguan-disosiatif

Ihda, F. (2022, 06 21). Neurastenia, Gangguan Saraf yang Membuat Lelah Fisik dan Mental.
From hellosehat.com: https://hellosehat.com/saraf/saraf-lainnya/neurastenia

Anda mungkin juga menyukai