Anda di halaman 1dari 13

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEDOKTERAN JIWA

REFERAT

“Gangguan Cemas Menyeluruh”

Oleh:

Muhammad Faeyza Arifin Putra

H1A322077

Pembimbing:

dr. Hj. Qomarul Islamiyati, Sp. KJ

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN / SMF ILMU KEDOKTERAN JIWA

RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA NUSA TENGGARA BARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-

Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini secara tepat waktu. Tulisan ini

mengangkat topik tentang Gangguan Cemas Menyeluruh. Tulisan ini disusun dalam rangka

mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas

Kedokteran Universitas Mataram dan Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma Nusa Tenggara

Barat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hj. Qomarul Islamiyati, Sp. KJ selaku

pembimbing referat ini atas bimbingan dan masukan dalam pengerjaan tulisan.

Tentunya penulis menyadari bahwa tulisan referat ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan penulis. Semoga

tulisan ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis

dan pembaca.

Mataram, Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

BAB II ISI..................................................................................................................................5

2.1 Definisi.......................................................................................................................5

2.2 Epidemiologi..............................................................................................................5

2.3 Etiopatofisiologi.........................................................................................................5

2.4 Kriteria Diagnosis......................................................................................................7

2.5 Tatalaksana ................................................................................................................8

BAB III PENUTUP.................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

Kecemasan merupakan respon adapatasi seseorang terhadap ancaman sehingga dapat


mempersiapkan diri untuk flight or fight1. Kecemasan yang maladaptif dapat menjadi
gangguan apabila kecemasan atau kekhawatiran berlebihan yang hadir hampir setiap hari
selama minimal 6 bulan serta terdapat gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas,
gangguan tidur, dan gelisah1,2. Gangguan kecemasan merupakan masalah yang paling umum
dari gangguan mental dan mempengaruhi hampir 1/3 total populasi dunia.
Berdasarkan perhitungan beban penyakit Dissability Adjusted Life Years (DALY)
tahun 2019, gangguan kecemasan merupakan kontributor penyakit terbanyak kedua yang
menyebabkan gangguan mental3. Menurut data dari Riskesdas tahun 2018, prevalensi
gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia sebesar 9,8%4. Hal tersebut
menunjukan masih tingginya masalah gangguan mental emosional di Indonesia. Oleh karena
itu, diperlukan pengetahuan terkait dengan gangguan kecemasan menyeluruh sehingga dapat
dideteksi secara dini dan diberikan terapi yang sesuai.

4
BAB II

ISI
2.1 Definisi
Gangguan cemas menyeluruh atau gangguan ansietas menyeluruh adalah
keadaan kecemasan atau kekhawatiran berlebihan terhadap beberapa peristiwa atau
kegiatan yang belum terjadi1,5. Kecemasan pada gangguan ini bersifat menyeluruh dan
menetap serta tidak terbatas pada keadaan atau situasi tertentu (mengambang) 2.
Kecemasan berlebihan dapat disebut sebagai gangguan cemas menyeluruh apabila
dirasakan hampir setiap hari selama minimal 6 bulan dan tidak disebabkan oleh
gangguan mental lainnya, penyalahgunaan zat, gangguan medis yang menyertai, serta
tidak terjadi saat terdapat gangguan mood atau psikosis1.
2.2 Epidemiologi
Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan mental, emosional, dan
perilaku yang paling umum terjadi dengan prevalensi diseluruh dunia mencapai 1/3
total populasi di dunia6–8. Menurut data dari National Comorbidity Survey (NCS),
prevalensi seumur hidup berada pada persentase 5,1% dengan 3,6% pada laki-laki dan
6,6% pada perempuan5. Perbandingan rasio antara wanita dan laki-laki yang
mengalami gangguan cemas menyeluruh adalah 2:11. Secara umum, onset gangguan
ini berada pada umur remaja akhir atau dewasa awal dengan umur rata-rata yang
mengalami gangguan ini berada di umur 301. Namun, tidak menutup kemungkinan
juga bahwa gangguan ini juga dapat terjadi pada anak-anak9.
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan seseorang untuk mengidap
gangguan cemas menyeluruh adalah harm avoidance, bias negatif, sosioekonomi
rendah, intoleransi terhadap ketidakpastian, dan pengalaman negatif dari masa kecil
ataupun masa dewasa1,5. Selain itu, perceraian, gangguan mental, riwayat keluarga
dengan gangguan cemas menyeluruh, dan riwayat penyalahgunaan zat juga mampu
meningkatkan kerentanan seseorang mengidap gangguan cemas menyeluruh6.
2.3 Etiopatogenesis
Penyebab dari gangguan cemas menyeluruh kurang diketahui secara pasti.
Namun, terdapat dua teori yang memungkinkan seseorang mengidap gangguan cemas
menyeluruh, yaitu:
a. Faktor Psikologis

5
Kekhawatiran atau kecemasan merupakan respon kognitif seseorang terhadap
keadaan atau aktivitas yang akan terjadi5,7,9. Hal tersebut melibatkan emosi atau
gambaran negatif terhadap suatu keadaan1. Dalam kondisi normal, kecemasan
merupakan usaha seseorang dalam melindungi diri terhadap rangkaian kejadian buruk
yang mungkin terjadi5. Kecemasan akan menjadi gangguan apabila bersifat berlebihan
dan mengganggu keadaan mental, fisik, dan sosial seseorang1,5.
Pasien dengan gangguan cemas menyeluruh umumnya memiliki riwayat
pengalaman negatif yang tidak terprediksi dan diluar kendali mereka 5. Selain itu,
masalah interpersonal yang terjadi di awal kehidupan seseorang dapat berpengaruh
terhadap terbentuknya gangguan cemas menyeluruh. Hal-hal negatif yang terjadi
dapat menyebabkan seseorang mengembangkan gangguan cemas dengan bereaksi
berlebihan terhadap keadaan yang tidak mengancam mereka1,5.
b. Faktor Neurobiologis

Proses kognitif ansietas diregulasi oleh sirkuit kortiko-striato-talamo-kortikal


(CSTC). Input sensoris diterima oleh amigdala dari talamus, korteks sensori, dan
prefrontal korteks5. Hubungan antara amigdala dengan berbagai nukleus seperti
nukleus dorsalis nervi vagi, periaqueductal grisea, dan hipotalamus lateral
menyebabkan respon fisiologis ansietas. Ketika sistem atau sirkuit ini tidak terregulasi
dengan baik, maka gangguan cemas dapat muncul5,10. Beberapa neurotransmitter yang
turut berperan dalam perkembangan gangguan cemas menyeluruh adalah
norepinefrin, serotonin, dan ϒ-Aminobutyric acid (GABA)1,5,9,10.
Glukokortikoid mengaktifkan locus caeruleus, yang berperan dalam ansietas,
yaitu dengan mengatur mengaktivasi pelepasan norepinefrin (NE) dan merangsang
sistem saraf simpatik dan parasimpatik11. Jalur serotonergik yang timbul dari nukleus
raphé di batang otak mempersarafi berbagai macam struktur yang dianggap terlibat
dalam gangguan anxietas, termasuk korteks frontal, amigdala, hipotalamus, dan
hipokampus. Regulasi abnormal pelepasan serotonin, reuptake atau respon abnormal
terhadap signal serotonin sehingga menyebabkan overaktivitas sistem serotonin
berkontribusi kepada perkembangan gangguan ansietas1,5,8. Pada keadaan normal,
GABA berikatan dengan reseptornya dan membuka kanal ion klorida sehingga
masuknya klorida dan menyebabkan inhibisi dalam aktivitas listrik neuron1. Apabila
terdapat penurunan jumlah neurotransmiter atau kelainan lainnya pada reseptor
GABA, maka inhibisi tidak terjadi dan terbentuk reaksi yang hipersensitif pada otak5.

6
2.4 Kriteria Diagnosis
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III) dan ICD X
Penderita harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas
atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free
floating” atau “mengambang”). Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-
unsur berikut:
a. Kecemasan (khawatir akan nasip buruk, merasa seperti diujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb)
b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai), dan
c. Overaktivitas otonom (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar,
sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dan sebagainya)

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan


(reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol. Adanya gejala-
gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari, khususnya depresi, tidak
membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut
tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas
fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesi kompulsif (F42.-)12.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-V)


a. Ansietas dan kecemasan yang terjadi hampir setiap hari selama minimal 6 bulan
terhadap beberapa kegiatan atau aktivitas (seperti performa di sekolah ataupun
pekerjaan)
b. Individu yang terkait sulit untuk mengendalikan kecemasannya
c. Ansietas dan kecemasan yang terjadi disertai dengan minimal 3 dari 6 gejala
dibawah ini
1. Gelisah atau tegang
2. Mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot

7
6. Gangguan tidur (sulit memulai atau mempertahankan tidur, gelisah, atau tidur
kurang memuaskan)
d. Kecemasan atau gejala fisiki menyebabkan gangguan yang berpengaruh secara
signifikan terhadap sosial, pekerjaan, atau fungsi lainnya
e. Gangguan yang terjadi tidak berdasarkan efek fisiologis penyalahgunaan zat atau
kondisi medis lainnya
f. Gangguan tidak termasuk dalam gangguan mental lainnya (kecemasan untuk
mendapat serangan panik dalam gangguan panik, fobia sosial, gangguan obsesif
kompulsif, pemisahan dari figur yang terikat dalam gangguan kecemasan
pemisahan, ingatan yang muncul dalam post traumatic stress disorder (PTSD),
peningkatan berat badan dalam anoreksia nervosa, keluhan fisik dalam gangguan
somatik, kekurangan yang dirasakan dalam gangguan dismorfik, memiliki
penyakit berat dalam gangguan cemas penyakit, atau sebagai bagian dari waham
dalam skizofrenia)13.
2.5 Tatalaksana
Tujuan dilaksanakan terapi pada pasien dengan gangguan cemas menyeluruh ialah
untuk mengurangi keparahan, durasi, dan frekuensi gejala, serta mengembalikan fungsi.
Untuk jangka panjang, diharapkan pasien dapat menghilangkan gejala cemas yang
berlebih, gangguan fungsional, pencegahan kekambbuhan, dan peningkatan kualitas
hidup11. Dua jenis terapi utama yang paling umum adalah psikoterapi berupa Cognitive
Behaviour Therapy (CBT) dan terapi farmakologis9,11. Pasien akan mendapatkan manfaat
terbesar apabila menjalankan kombinasi dari kedua jenis terapi1,9,11.
a. Non-farmakologi

Beberapa bentuk terapi non-farmakologi yang dapat digunakan dalam mengatasi


gangguan cemas menyeluruh adalah cognitive behaviour therapy (CBT), psikoterapi
suportif, terapi psikodinamik, meditasi kesadaran (mindfulness), dan acceptance and
commitment therapy6,7. CBT merupakan terapi yang terbukti memiliki manfaat paling
besar dibandingkan terapi non-farmakologi lainnya1,6,13. CBT terbagi menjadi dua bagian:
bagian terapi kognitif membantu pasien dalam merubah pola pikir mereka terkait
ketakutan atau kekhawatiran, dan bagian perilaku yang membantu pasien merubah
bagaimana mereka bereaksi terhadap situasi atau keadaan yang memicu kecemasan atau
kekhawatiran7.

8
Teknik yang digunakan dalam CBT berupa terapi paparan melalui membayangkan
(imaginasi) kondisi atau aktivitas yang memicu kekhawatiran, in vivo (secara langsung
menghadapi stresor), dan menimbulkan sensasi fisik yang tidak berbahaya tapi
dikhawatirkan. Teknik lainnya dapat berupa edukasi, penetapan tujuan, pemantauan diri,
restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi, biofeedback, dan pemecahan masalah6,7. Secara
umum, CBT dilaksanakan dalam 12 sesi pertemuan6. Selama terapi pasien diharapkan
untuk menjauhi kafein, stimulan, konsumsi alkohol berlebih, napza, dan pil diet11.
b. Farmakologi

Tabel 1. Rekomendasi Farmakologi Gangguan Ansietas Menyeluruh dari Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/73/2015 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Jiwa
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) dan serotonin-norepinephrine
reuptake inhibitors (SNRIs) menjadi pilihan pertama dalam pengobatan gangguan cemas
menyeluruh karena lebih mampu ditoleransi oleh pasien dan efikasi yang lebih tinggi
dibandingkan obat golongan lain1. Keduanya memiliki risiko jangka panjang yang lebih
rendah serta juga dapat mengatasi gejala depresi yang cukup umum muncul dalam
gangguan cemas menyeluruh. Paroxetine, sertraline, dan escitalopram merupakan
golongan SSRIs yang memiliki efektivitas baik dibandingkan dengan placebo. Sementara

9
itu, venlafaxine XR dan duloxetine juga memiliki efektivitas baik dalam penelitian RCT
terhadap placebo1,13.
Golongan kedua yang terdiri atas buspiron, benzodiazepine, dan antidepresan trisiklik
memiliki waktu efektivitas obat yang lebih lama serta efek samping sedasi, pusing, serta
sakit kepala yang sulit ditolerir oleh pasien6,11. Buspiron memiliki efektivitas yang cukup
tinggi dalam menangani gangguan cemas. Adapun kekurangan pada buspiron ialah
memerlukan waktu yang lebih lama dalam mencapai efek terapi yang diharapkan serta
kurang terbukti cukup efektif dalam mengatasi gejala somatik pada pasien gangguan
cemas menyeluruh1. Efektivitas jangka panjang benzodiazepine belum terbukti lebih
efektif dibandingkan SSRIs dan SNRIs. Dalam jangka pendek, benzodiazepine terbukti
sangat efektif dalam meredakan gejala ansietas6,11,13. Beberapa benzodiazepine yang dapat
digunakan adalah alprazolam, diazepam, dan lorazepam2,13.
Apabila obat golongan pertama dan kedua tidak efektif ataupun terdapat efek samping
yang tidak dapat ditolerir, maka obat golongan ketiga seperti antipsikotik dapat
digunakan6. Namun, tetap harus mempertimbangkan efek samping yang mungkin
muncul. Beta blocker seperti propanolol kurang direkomendasikan karena hanya
berpengaruh terhadap gejala somatis saja (palpitasi, peningkatan tekanan darah, gemetar,
tremor, dan lainnya) tanpa mempengaruhi kecemasan, kekhawatiran, ataupun ketakutan
yang dirasakan oleh pasien7.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan ansietas menyeluruh merupakan gangguan cemas yang bersifat
mengambang. Cemas yang dirasakan dipicu oleh beberapa keadaan ataupun aktivitas.
Kecemasan dapat menjadi gangguan apabila disertai dengan ketegangan motorik dan
overaktivitas otonom yang terjadi hampir setiap hari selama minimal 6 bulan. Gangguan ini
dapat diatasi melalui dua jenis terapi, yaitu: terapi non-farmakologis berupa CBT dan terapi
farmakologis dengan SSRIs atau SNRIs sebagai obat pilihan pertama. Pengobatan yang
dilakukan cenderung berjangka panjang dengan perkiraan waktu 6 bulan hingga seumur
hidup. Kekambuhan cukup umum terjadi dengan persentase 25% pasien kambuh setelah
pemberhentian pengobatan serta 60-80% pasien kambuh dalam jangka waktu satu tahun
setelah pemberhentian obat.

11
Daftar Pustaka
1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Synopsis Of Psychiatry. 11th ed.
New York, NY: Wolters Kluwer; 2015. 407–412 p.
2. Kementerian Kesehatan RI. KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/73/2015 TENTANG PEDOMAN
NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN JIWA [Internet]. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Jakarta; 2015 p. 61–3. Available from:
http://eprints.ums.ac.id/37501/6/BAB II.pdf
3. Xiong P, Liu M, Liu B, Hall BJ. Trends in the incidence and DALYs of anxiety
disorders at the global, regional, and national levels: Estimates from the Global Burden
of Disease Study 2019. J Affect Disord [Internet]. 2022;297:83–93. Available from:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0165032721010983
4. Riskesdas. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehat Republik Indones
[Internet]. 2018;1–100. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf
5. Kehoe WA. Generalized Anxiety Disorder. In: ACSAP 2017. ACSAP; 2017. p. 7–27.
6. DeMartini J, Patel G, Fancher TL. Generalized anxiety disorder. Ann Intern Med.
2019;170(7):ITC49–64.
7. Soodan S, Arya A. Understanding The Pathophysiology and Management of The
Anxiety Disorders. Int J Pharm Pharm Res [Internet]. 2015;4(3):251–78. Available
from: www.ijppr.humanjournals.comwww.ijppr.humanjournals.com
8. Vildayanti H, Puspitasari IM, Sinuraya RK. Review: Farmakoterapi Gangguan
Anxietas. Farmaka [Internet]. 2018;16(1):196–213. Available from:
http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/17446-
9. Plag J, Schumacher S, Ströhle A. Generalized anxiety disorder. Vol. 85, StatPearls,
NCBI Bookshelf. 2022. p. 1185–94.
10. Charney DS, Drevets WC. Neurobiological Basis of Anxiety Disorders.
Neuropsychopharmacol Fifth Gener Prog. 2017;901–30.
11. Dipiro JT, Wells BG, Schwinghammer TL, DiPiro C V. Pharmacoterapy A
Phatophysiologic Approach. United State: McGraw-Hill Education. 2015. 1–4485 p.
12. Maslim R. DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA RUJUKAN RINGKAS DARI PPDGJ-3
DAN DSM-5. 2nd ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya;
2013.
12
13. Llera SJ, Newman MG. Generalized anxiety disorder. Vol. 3, The Encyclopedia of
Clinical Psychology. Chicester, West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd; 2015. 1331–
1346 p.

13

Anda mungkin juga menyukai