REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Maret 2021
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
OLEH
105505405719
PEMBIMBING
2021
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 105505405719
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Psikiatri Fakultas
Pembimbing,
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Gangguan penyesuaian merupakan gangguan jiwa yang paling sering dijumpai pada
pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit untuk penyakit medik ataupun operasi, namun
jarang ada penelitiannya.1
Gangguan penyesuaian adalah gangguan kejiwaan yang terjadi pada orang-orang yang
gagal menyesuaikan diri setelah mengalami peristiwa traumatis atau stres.2 Dimana keadaan
ini adalah tekanan subjektif dan gangguan emosional, yang muncul selama beradaptasi
dengan tekanan perubahan kehidupan yang signifikan, peristiwa kehidupan yang
menegangkan, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan penyakit serius. Stressor ada di
mana-mana dan seseorang belajar untuk mengatasi stres dari waktu ke waktu. Namun, ketika
mekanisme koping gagal menghilangkan stres secara efektif, gangguan penyesuaian pun
muncul.3
Gejala-gejalanya ditandai dengan respons stres yang muncul akibat adanya stressor
yang menyebabkan tekanan dan gangguan yang ditandai dalam fungsi sehari-hari.2 Gejala
muncul dalam fase akut setelah munculnya stressor dan biasanya menghilang dalam jangka
waktu terbatas (biasanya sekitar enam bulan) setelah tidak dijumpai stressor. Kondisi ini
mungkin akan menetap jika stressor tetap ada.1,2,4
Gangguan ini dapat ada pada semua usia dan lebih sering pada remaja. Perempuan
didiagnosis dua kali lebih sering dibandingkan laki-laki dan perempuan lajang umumnya
ditunjukkan memiliki resiko paling besar. 1,5
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Gangguan penyesuaian menggambarkan respons emosional dan/atau perilaku
maladaptive terhadap stres psikososial yang dapat diidentifikasi, pada orang yang sulit
beradaptasi setelah timbulnya stressor pada tingkat yang tidak proporsional dengan
tingkat keparahan atau intensitas stres. Gejala-gejalanya ditandai dengan respons stres
yang tidak sesuai dengan reaksi yang diharapkan secara sosial atau budaya terhadap
stressor dan/atau yang menyebabkan tekanan dan gangguan yang ditandai dalam
fungsi sehari-hari.6,7
Gangguan penyesuaian diharapkan pulih segera setelah stressor berhenti atau
jika menetap diperoleh suatu tingkatan adaptasi baru. Menurut DSM V, gejala harus
tampak dalam tiga bulan sejak onset stressor. Sifat dan keparahan stressor tidak
dirinci. Meskipun demikian, stressor lebih sering merupakan peristiwa sehari-hari
yang terjadi dimana-mana (contoh kehilangan orang yang dicintai, pergantian
pekerjaan atau situasi keuangan) bukannya peristiwa bencana yang jarang. Contoh lain
seperti bencana alam, kejahatan, kekerasan. Gangguan ini tidak boleh memenuhi
kriteria diagnostik gangguan psikiatri utama lainnya atau berkabung (tidak dianggap
gangguan jiwa, meskipun dapat menjadi fokus perhatian medis). Gejala-gejalanya ini
biasa pulih dalam 6 bulan, meski dapat berlangsung lebih lama jika ditimbulkan oleh
stressor kronis atau jika dengan akibat yang berlangsung lama.8
Gangguan penyesuaian dianggap tidak mudah antara apa yang dianggap
sebagai kesulitan normal atau hanya bermasalah dan diagnosis kejiwaan utama.
Perlangsungannya terjadi dalam 1 bulan (ICD-10) atau 3 bulan (DSM-V) dari paparan
stressor psikososial tertentu, dan tidak boleh bertahan lebih dari 6 bulan setelah
adanya stressor (atau konsekuensinya) dihilangkan (kecuali dalam kasus reaksi
depresi berkepanjangan dalam ICD-10). Gejalanya signifikan secara klinis karena
tekanan yang nyata atau gangguan fungsi normal, dan mungkin subthreshold (karena
kriteria gejala atau durasi) manifestasi gangguan suasana hati, gangguan kecemasan,
gangguan terkait stres, gangguan somatoform, atau gangguan perilaku.9
Subklasifikasi
ICD-10: reaksi depresi singkat (>1 bulan), reaksi depresi berkepanjangan (> 6
bulan, tetapi < 2 tahun), kecemasan campuran dan reaksi depresi, gangguan
dominan dari emosi lain, gangguan perilaku yang dominan, gangguan emosi
dan perilaku campuran, dan gejala dominan lainnya yang ditentukan.
Memungkinkan dimasukkannya reaksi berduka / kesedihan.
DSM-IV: suasana hati yang tertekan, suasana hati yang cemas, suasana hati
campuran dan terdepresiasi, gangguan perilaku, gangguan campuran emosi
dan perilaku, dan tidak ditentukan. Secara khusus mengecualikan reaksi
berduka. Gangguan akut < 6 bulan dan gangguan kronis > 6 bulan.9
B. ETIOLOGI
Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa adanya stressor.
Walaupun adanya stressor merupakan komponen esensial dari gangguan penyesuaian,
namun stres adalah salah satu dari banyak faktor yang menentukan perkembangannya,
jenis dan luasnya psikopatologi. Hingga sekarang, etiologi belum pasti dan dapat
dibagi atas beberapa faktor sebagai berikut:
1. Genetik
Pada seseorang dengan temperamen yang tinggi, ansietas cenderung lebih bereaksi
terhadap suatu peristiwa yang memicu terjadinya stres dan kemudian dapat terjadi
gangguan penyesuaian. Ada penelitian mendapatkan bahwa berbagai peristiwa
kehidupan dan stressor ada korelasi pada anak kembar, dan pada kembar
monozigotik konkordans lebih tinggi dibandingkan dengan dizigotik.
2. Biologik
Kerentanan yang besar dengan riwayat penyakit medis yang serius atau disabilitas.
3. Psikososial
Kerentanan yang besar pada individu yang kehilangan orang tua pada masa bayi
atau mereka yang ada pengalaman buruk dengan ibu, kemampuan mentoleransi
frustasi dalam hidup individu dewasa berhubungan dengan kepuasan dari
kebutuhan dasar hidup masa bayi.1
C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi dari gangguan ini diperkirakan 2 hingga 8 persen dari populasi
umum. Perempuan didiagnosis dua kali lebih sering dibandingkan laki-laki dan
perempuan lajang umumnya ditunjukkan memiliki resiko paling besar. Pada anak dan
remaja, anak laki-laki dan perempuan memiliki perbandingan yang sama. Gangguan
dapat terjadi pada usia berapa pun namun paling sering didiagnosa pada remaja. Pada
remaja, baik laki-laki maupun perempuan, stressor pencetus yang lazim adalah
masalah sekolah, penolakan orang tua dan perceraian, serta penyalahgunaan zat. Pada
orang dewasa, stressor yang paling lazim adalah masalah pernikahan, perceraian,
pindah ke lingkungan baru serta masalah keuangan.5
Gangguan penyesuaian merupakan salah satu diagnosis psikiatrik yang paling
lazim untuk gangguan pada pasien yang dirawat untuk masalah medis dan
pembedahan. Sampai dengan 50 persen orang dengan masalah atau stressor medis
spesifik telah didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian. Lebih jauh lagi 10
sampai 30 persen pasien jiwa rawat jalan dan sampai 12 persen rawat inap di rumah
sakit umum yang dirujuk untuk konsultasi jiwa telah didiagnosis mengalami gangguan
penyesuaian.5
D. MANIFESTASI KLINIS
Seperti yang tersirat istilah gangguan penyesuaian, gejala berkembang ketika
orang tersebut menanggapi peristiwa atau situasi tertentu, misalnya kehilangan,
masalah dalam hubungan dekat, langkah yang tidak diinginkan, kekecewaan, atau
kegagalan. Stressor patogenik mungkin peristiwa tunggal, atau keadaan stres yang
berulang atau terus menerus. Stressor khas termasuk gangguan hubungan dekat
(kecuali berduka), peristiwa yang mengganggu adaptasi umum (keadaan darurat atau
bencana), dan kegagalan atau kerugian pekerjaan. Gejala karakteristik termasuk yang
berikut:
- Low mood
- Kesedihan
- Kekhawatiran
- Kegelisahan
- Insomnia
- Kurang konsentrasi
- Marah, perilaku yang mengganggu
- Manifestasi khas lainnya. Kehilangan harga diri, keputusasaan, merasa
terjebak, tidak memiliki pilihan yang baik, dan merasa terisolasi atau terputus
dari orang lain.6
Anak-anak dan remaja dengan gangguan penyesuaian biasanya menunjukkan
hal-hal berikut:
- Suasana hati yang tertekan/mudah tersinggung
- Gangguan tidur
- Kinerja buruk di sekolah.6
E. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan suatu evalusi psikiatrik yang komprehensif
dengan wawancara. Dengan mengetahui riwayat pasien yang lengkap, termasuk
identifikasi dari stressor sebagai pencetus gangguan penyesuaian dan mengevaluasi
respon terhadap stressor.1
F. DIAGNOSIS BANDING
Ketidakpastian diagnostik dapat muncul jika berbicara apakah stressor cukup
parah untuk dikatakan luar biasa atau traumatis (reaksi/gangguan stres akut atau PTSD
mungkin dipertimbangkan). Demikian pula, mungkin sulit untuk menentukan apakah
gejala (misalnya suasana hati yang rendah, kecemasan, gangguan tidur, anoreksia,
kekurangan energi) disebabkan oleh gangguan medis atau terutama bersifat kejiwaan.
Penggunaan alkohol dan obat-obatan (terlarang dan dengan resep) dapat mempersulit
gambaran tersebut.9
G. PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan pilihan utama, intervensi ini dapat dengan psikoterapi
psikodinamik, kognitif, perilaku, suportif, konseling. Secara individual ada
kesempatan untuk mengeksplorasi makna stressor bagi pasien sehingga trauma
masa kecil dapat diselesaikan, perlu memberikan dukungan, berbagai alternatif
untuk mengatasi (coping) dan empati. Ada kalanya setelah melewati psikoterapi
yang berhasil, pasien sembuh menjadi orang yang lebih kuat dibandingkan
premorbid. Adapun peran sakit dari orang normal dapat diartikan sebagai
kesempatan terbebas dari tanggung jawab misalnya segi hukum, petugas
berwenang atau sekolah. Terapi kelompok bermanfaat bagi kelompok pasien yang
mengalami peristiwa yang sama misalnya para pensiunan, atau pasien yang
mengalami dialisis karena kegagalan fungsi ginjal. Terapi lainnya dapat berupa
terapi keluarga, biofeedback, teknik relasi, hipnotis.1,5
Intervensi Krisis
Intervensi krisis, suatu terapi singkat bertujuan untuk membantu pasien mengatasi
situasi dengan cepat secara suportif, sugestif, reassurance, manipulasi lingkungan
dan hospitalisasi bila diperlukan.1,5
2. Farmakoterapi
Medikasi dengan obat-obatan harus diberikan untuk waktu yang singkat,
tergantung dari tipe gangguan penyesuaian, dapat diberikan pengobatan yang
efektif. Pemberian antiansetas berguna untuk pasien dengan kecemasan, tetapi
hindarilah ketergantungan obat seperti benzodiazepine.
Antidepresi dapat diberikan bila dijumpai adanya depresi, mis. SSRI. Bila ada
psikosis dapat diberikan antipsikotika. Perlu diketahui bahwa intervensi
farmakologik adalah sebagai augment psikoterapi dan bukan sebagai terapi
primer.1
H. PROGNOSIS
Individu dengan pengalaman hidup yang tidak baik merupakan stressor dan
rentan timbulnya gangguan penyesuaian. Dengan terapi yang efektif, prognosis pada
umumnya adalah baik. Kebanyakan pasien kembali ke fungsi semula dalam waktu 3
(tiga) bulan. Ada gangguan penyesuaian yang berlangsung sementara dan dapat
sembuh sendiri atau setelah mendapat terapi. Remaja membutuhkan waktu lebih lama
untuk pulih kembali dibandingkan dengan orang dewasa. Terdapat penelitian follow-
up setelah 5 tahun mendapatkan 71% pasien dewasa sembuh tanpa gejala residual,
21% berkembang menjadi gangguan depresi mayor, atau alkoholisme. Pada remaja
prognosis kurang baik, karena 43% menderita Gangguan Skizofrenia dengan
Gangguan Skizoaffektif, Depresi Mayor, Gangguan Penyalahgunaan zat, serta
gangguan kepribadian. Adapun risiko bunuh diri cukup tinggi.1
Pada sumber lain menyatakan bahwa, tindak lanjut 5 tahun diharapkan tingkat
pemulihan pada 77% (remaja: 40%), mengintervensi masalah dalam 10% (remaja:
15%), dan perkembangan masalah kejiwaan utama pada 20% (remaja: 45%). Pada
orang dewasa, masalah kejiwaan lebih lanjut biasanya berupa depresi / kecemasan
atau masalah terkait alkohol.9
I. KESIMPULAN
Gangguan penyesuaian didefinisikan sebagai gejala-gejala emosional atau
perilaku yang bermakna secara klinis dan terjadi sebagai respons terhadap suatu
stressor dan menghilang dalam waktu 6 bulan setelah tak ada stressor. Gangguan ini
dapat dijumpai pada semua usia dan lebih sering pada remaja.
Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa adanya stressor.
Walaupun adanya stressor merupakan komponen esensial dari gangguan penyesuaian,
namun stressor adalah salah satu dari banyak faktor yang menentukan
berkembangnya, jenis dan luasnya psikopatologi.
Berdasarkan DSM V, gangguan penyesuaian ditandai dengan gejala
berdasarkan beberapa kriteria. Gejala emosional dan perilaku bisa muncul dalam
jangka waktu 3 bulan setelah onset stressor dan seharusnya pulih dalam jangka waktu
6 bulan setelah stressor hilang. Menurut PPDGJ-III dan ICD-11, gangguan
penyesuaian dapat terdiagnosis jika gejala muncul 1 bulan setelah onset stressor dan
biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan.
Pada gangguan penyesuaian, dapat diberikan psikoterapi atau farmakoterapi
atau kombinasi kedua terapi. Psikoterapi adalah pilihan utama; dengan tujuan untuk
menganalisa stressor yang mengganggu pasien kemudian dihilangkan atau
meminimalkan. Psikoterapi, konseling krisis medis, intervensi krisis, terapi keluarga,
terapi kelompok, terapi perilaku-kognitif, dan terapi interpersonal semua mendorong
individu untuk mengekspresikan pengaruh, ketakutan, kecemasan, kemarahan, rasa
tidak berdaya, dan putus asa terhadap stressor. Farmakoterapi diberikan dalam waktu
singkat, dan tergantung dari tipe gangguan penyesuaian, dapat diberikan
penggolongan obat yang efektif. Pemberian antiansietas berguna untuk pasien dengan
kecemasan. Antidepresi dapat diberikan bila dijumpai adanya depresi. Farmakoterapi
adalah sebuah augment psikoterapi dan bukan sebagai terapi primer.
DAFTAR PUSTAKA