Anda di halaman 1dari 18

Referat

GANGGUAN PENYESUAIAN

Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Periode 16 Desember 2019 – 20 Januari 2020

Yuni Anjarwati, S.Ked 04084821921063


Dwitissa Novaria, S.Ked 04054821820048
Siti Vira Hananingtyas, S.Ked 04084821921021

Pembimbing: dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus:


GANGGUAN PENYESUAIAN

Oleh:

Yuni Anjarawati, S.Ked 04084821921063


Dwitissa Novaria, S.Ked 04054821820048
Siti Vira Hananingtyas, S.Ked 04084821921021

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Palembang periode 16 Desember 2019 – 20 Januari 2020.

Palembang, Januari 2020

dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS


KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul
“GANGGUAN PENYESUAIAN” untuk memenuhi tugas ilmiah yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dr. Abdullah Sahab, Sp.KJ, MARS selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.

Palembang, Januari 2020

Tim Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 2

BAB III KESIMPULAN ............................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 12


BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan penyesuaian merupakan gangguan jiwa yang paling banyak


digunakan pada praktisi klinis, namun sangat jarang dijadikan sebagai subjek
penelitian.1
Gangguan penyesuaian berhubungan dengan respon emosional terhadap
stress. Ini adalah salah satu dari sedikit etiologi diagnostik di mana peristiwa stress
eksternal dikaitkan dengan perkembangan gejala pada gangguan penyesuaian.
Biasanya, penyebab stress melibatkan masalah keungan, penyakit medis atau masalah
hubungan. Kompleks gejala yang berkembang mungkin melibatkan perasaan cemas,
depresi atau gangguan prilaku.1 Berdasarkan ICD X dan DSM-IV mendefenisikan
gangguan penyesuaian sebagai keadaan sementara dari tekanan dan gangguan
emosional, yang timbul dalam proses beradaptasi dengan perubahan hidup yang
signifikan , kehidupan yang stress, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan
penyakit serius. Stressor dapat hanya melibatkan individu bahkan mempengaruhi
masyarakat luas.2,3
Berbagai subtipe kelainan penyesuaian yang diidentifikasi dalam DSM-V
yaitu termasuk gangguan penyesuaian dengan mood depresi, campuran ganguan
kecemasan dan mood depresi, gangguan prilaku, campuran gangguan emosi dan
gangguan perilaku, gangguan stress akut atau Post Traumatic Stress Disrder (PTSD),
berkabung dan tipe tidak spesifik lainnya.1
Pasien dengan gangguan penyesuaian biasanya terlihat seperti terbebani atau
terlalu berlebihan dalam memberikan respon terhadap stimulus yang diberikan.
Manifestasi respon dapat berupa reaksi emosional atau perilaku terhadap suatu
peristiwa stress atau perubahan dalam hidup seseorang; misalnya pada populasi anak,
peristiwa dapat berupa perceraian kedua orang tua, kelahiran angota keluarga baru,
atau kehilangan figur atau benda (mis. Hewan peliharaan ). Gangguan ini memiliki
batas waktu, biasanya mulai dalam waktu 3 bulan dari peristiwa stress. Gejala akan
berkurang dalam waktu 6 bulan setelah stressor menghilang atau ketika adaptasi baru
terjadi. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai reaksi maladaptif


sementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi
seseorang akibat tekanan pada emosi dan psikis, yang muncul sebagai bagian adaptasi
terhadap perubahan hidup yang signifikan, kejadian hidup yang penuh tekanan,
penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan adanya penyakit yang serius.4

Reaksi maladaptif yang terlihat biasanya signifikan secara klinis dari adanya
gangguan yang bermakna (signifikan) dalam fungsi sosial, pekerjaan, akademis, atau
adanya kondisi distress emosional yang melebihi batas normal. Secara definisi reaksi
maladaptif muncul dalam 3 bulan setelah adanya stressor. Reaksi maladaptif dalam
bentuk gangguan penyesuaian ini, mungkin teratasi bila stressor dipindahkan atau
individu belajar mengatasi stressor. Bila reaksi maladaptif ini berlangsung lebih dari
enam bulan setelah stressor (konsekuensinya) dialihkan, diagnosis gangguan
penyesuaian perlu diubah.1,4

Pemicu stres yang biasa ditemukan adalah peristiwa sehari-hari seperti


kehilangan orang yang dicintai, perubahan pekerjaan atau situasi keuangan.
Sedangkan pemicu stress yang jarang ditemukan adalah peristiwa bencana seperti
bencana alam dan kejahatan kekerasan. Gangguan Penyesuaian diasumsikan sebagai
suatu keadaan yang tidak akan terjadi tanpa adanya stressor 1,4

2.2 Epidemiologi

Prevalensi gangguan penyesuaian berkisar antara 2-8% dari seluruh populasi.


Pada dewasa, perempuan mendominasi dari pria dengan perbandingan 2:1. Wanita
lajang mewakili sebagai populasi yang paling beresiko. Pada anak-anak dan remaja,
anak laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama untuk gangguan
penyesuaian. Gangguan biasa terjadi pada usia berapun tetapi paling sering
didiagnosis pada usia remaja. Diantara remaja disemua jenis kelamin, tekanan
pencetus yang umum adalah masalah sekolah, penolakan orang tua, perceraian dan
penyalahgunaan zat. Sedangakan di antara orang dewasa, tekanan pencetus yang
umum adalah masalah perkawinan, perceraian, pindah ke lingkungan yang beru dan
masalah keuangan.1

Gangguan penyesuaian adalah salah satu diagnosa gangguan jiwa yang paling
umum untuk pasien yang diawat di rumah sakit terutama pasien dengan masalah
medis dan bedah. Dalam suatu penelitian, 5% orang yang dirawat di rumah sakit
selama periode 3 tahun diklasifikasikan sebagai pasien yang memiliki gangguan
penyesuaian. 50% orang dengan masalah medis tertentu atau stressor telah
didiagnosis dengan gangguan penyesuaian. Selanjutnya 10-30 % pasien rawat rawat
jalan kesehatan mental dan hingga 50% pasien rawat inap rumah sakit umum yang
dirujuk untuk konsultasi kesehatan mental telah didiagnosis dengan gangguan
penyesuaian.1

2.3 Etiologi

Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa adanya stressor.


Gangguan penyesuaian dipicu oleh satu atau lebih pemicu stress. Keparahan pemicu
stres tidak selalu memprediksi keparahan gangguan. Keparahan stressor adalah fungsi
kompleks dari tingkat, kuantitas, durasi, reversibilitas, lingkungan dan konteks
pribadi misalnya kehilangan orang tua berbeda untuk anak berusia 10 tahun dari pada
untuk orang dewasa berusia 40 tahun.1
1. Faktor Psikodinamik

Gangguan penyesuaian adalah pemahaman tentang 3 faktor : sifat stressor,


makna sadar dan tidak sadar dari stressor, dan kerentanan pasien yang sudah ada
sebelumnya. Gangguan kepribadian atau gangguan organik dapat membuat seseorang
rentan terhadap gangguan penyesuaian. Kerentanan juga terkait dengan kehilangan
orang tua selama masa bayi atau dibesarkan secara disfungsional. Dukungan yang
dirasakan dari suatu hubungan dapat mempengaruhi prilaku dan respons emosional
terhadap stressor. Beberapa peneliti psikoanalitik telah menunjukkan bahwa stress
yang sama dapat menyebabkan berbagai tanggapan pada masing-masing orang.
Sepanjang hidupnya, Sigmaud Freud tetap tertarik pada hal mengapa tekanan
kehidupan bisa menyebabkan penyakit pada beberapa orang dan tidak pada orang
lain, mengapa suatu penyakit memiliki bentuk tertentu, dan mengapa beberapa
pengalaman dan bukan yang lain mempengaruhi seseorang untuk psikopatologinya.
Peneliti psikoanalitik telah menekankan peran ibu dan pemeliharaan lingkungan
dalam kapasitas seseorang nanti untuk merespon stres. Konsep Donald Winnicott
tentang ibu yang cukup baik, seseorang yang beradaptasi dengan kebutuhan bayi dan
memberikan dukungan yang cukup untuk memungkinkan anak yang sedang tumbuh
untuk mentolerir frustasi dalam hidup.1

Dokter harus melakukan eksplorasi rinci tentang pengalaman pasien terhadap


stressor. Pasien tertentu biasanya menempatkan semua kesalahan pada peristiwa
tertentu, ketika peristiwa yang kurang jelas memiliki makna psikologis yang lebih
signifikan bagi pasien. Peristiwa terkini dapat membangkitkan kembali trauma masa
lalu atau kekecewaan sejak kecil, jadi pasien harus didorong untuk memikirkan
bagaimana situasi saat ini berhubungan dengan peristiwa masa lalu.1

Sepanjang perkamembangan awal, setiap anak mengembangkan satu set


mechanisme pertahanan untuk menangani peristiwa tidak biasa yang dialaminya.
Karena jumlah trauma yang lebih besar atau kerentanan konstitusional yang lebih
besar, beberapa anak memiliki defensive yang kurang matang daripada anak-anak
yang lain. Hal ini dapat menyebabkan mereka sebagai orang dewasa bereaksi dengan
fungsi yang secara substantsial terganggu ketika mereka dihadapkan pada kerugian,
perceraian atau kemunduran keuangan. Sedangkan mereka yang telah
mengembangkan mekanisme pertahanan yang matang kurang rentan dan bangkit
kembali lebih cepat dari pemicu stress yang dihadapi. Ketangguhann juga sangan
penting ditentukan oleh sifat hubungan awal anak-anak dengan orang tua mereka.
Studi berulang kali menunjukkan bahwa hubungan suportif dan pengasuhan Yang
baik mencegah insiden trauma yang menyebabkan kerusakan psikologis permanen.1,4

2. Faktor Keluarga dan Genetik


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang-orang tertentu tampaknya
beresiko lebih tinggi terhadap terjadinya peristiwa-peristiwa kehidupan yang
merugikan. Pada sebuah penelitian, lebih dari 2000 anak kembar menunjukkan
bahwa peristiwa kehidupan dan stressor berkolerasi pada anak kembar, dengan
konkordansi kembar monozigot menunjukan lebih besar daripada kembar dizigot.
Faktor lingkungan dan genetik keluarga masing-masing menyumbang 20% dari
varians penelitian itu. Pada penelitian lain, studi yang meneliti kontribusi genetik
terhadap perkembangan gejala PTSD (tidak harus pada tingkat gangguan penuh
dan karena itu relevan dengan gangguan penyesuaian) juga menyimpulkan bahwa
kemungkinan berkembangnya gejala sebagai respons terhadap peristiwa
traumatis, sebagian berada di bawah kendali genetik. 1,4

2.4 Kriteria Diagnosis

DSM-V

A. Perkembangan gejala emosi maupun perilaku yang muncul sebagai respon


terhadap stresor yang dapat diidentifikasi, terjadi dalam/tidak lebih dari 3 bulan
setelah onset dari stresor tersebut.
B. Gejala atau perilaku tersebut secara klinis bermakna sebagaimana ditunjukkan
berikut ini:
a. Penderitaan yang nyata melebihi apa yang diperkirakan, saat mendapatkan
paparan stressor.
b. Gangguan yang bermakna pada fungsi sosial atau pekerjaan, termasuk
dalam bidang akademik.
C. Gangguan yang berhubungan dengan stres tidak memenuhi kriteria untuk
kelainan Axis I secara spesifik dan bukan merupakan eksaserbasi dari kelainan
Axis I atau II yang ada sebelumnya.
D. Gejalanya yang muncul tidak mencerminkan kehilangan (Bereavement)
E. Jika stressor (atau sequence-nya) telah berhenti, gejala tidak muncul lagi untuk
tambahan 6 bulan ke depan.
Suptipe gangguan penyesuaian
309.0 With Depressed Mood

309.24 With Anxiety

309.28 With Mixed Anxiety and Depressed Mood

309.3 With Disturbance of Conduct

309.4 With Mixed Disturbance of Emotions and Conduct

309.9 Unspecified

Table 2.1 Suptipe gangguan penyesuaian


309.0 Adjustment Disorder With Sedih, menangis, tidak punya harapan
Depressed Mood (putus asa). Jenis ini harus dibedakan dari
gangguan depresi. Remaja dengan
gangguan penyesuaian tipe ini memiliki
resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
gangguan depresi pada usia dewasa
mudanya.
309.24 Adjustment With Anxiety gejala kecemasan seperti palpitasi (jantung
berdebar), gelisah dan agitasi. Gangguan
penyeseuaian dengan tipe ini harus
dibedakan dengan gangguan kecemasan
309.28 Adjustment With Mixed Gabungan ciri ansietas dan depresi yang
Anxiety and Depressed tidak memenuhi kriteria untuk gangguan
Mood ansietas dan gangguan depresi

309.3 Adjustment With Melanggar hak orang lain dan melanggar


Disturbance of Conduct norma sosial yang sesuai usiannya serta
mengabaikan aturan
Contoh : berkelahi, membolos, mengebut
dan melalaikan kewajiban hokum (seperti:
menghentikan pembayaran tunjangan)
309.4 Adjustment With Mixed gabungan dari gangguan emosi seperti
Disturbance of Emotions depresi, cemas dan gangguan perilaku
and Conduct
309.9 Unspecified Kategori residual yang dapat diterapkan
pada kasus-kasus yang tidak dapat
digolongkan dalam salah satu dari subtipe
lainnya

PPDGJ-III:

a. Diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara:


 bentuk, isi, dan beratnya gejala
 riwayat sebelumnya atau corak kepribadian
 kejadian, situasi yang penuh stres, atau krisis kehidupan
b. Adanya ketiga faktor di atas harus jelas dan mempunyai bukti yang kuat bahwa
gangguan tersebut tidak akan terjadi bila tidak mengalami hal tersebut.
c. Manifestasi gangguan bervariasi dan mencakup afek depresi, anxietas, campuran
depresi dan anxietas, gangguan tingkah laku disertai adanya disabilitas dalam
kegiatan rutin sehari-hari.
d. Biasanya mulai terjadi dalam satu bulan setelah terjadinya kejadian yang penuh
stres, dan gejala-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan kecuali dalam
hal reaksi depresi berkepanjangan.
e. Karakter kelima :
F43.20 = reaksi depresi singkat
F43.21 = reaksi depresi berkepanjangan
F43.22 = reaksi campuran anxietas dan depresi
F43.23= dengan predominan gangguan emosi lain
F43.24= dengan predominan gangguan perilaku
F43.25= dengan gangguan campuran emosi dan perilaku
F43.28= dengan gejala predominan lainnya YDT.

2.5 Diagnosis Banding

Kesedihan mendalam/kehilangan (bereavement) tanpa komplikasi sering


menghasilkan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan untuk sementara waktu,
disfungsi tetap pada batas wajar sebagai reaksi terhadap kehilangan orang yang
dicintai, maka tidak dianggap gangguan penyesuaian.

Gangguan penyesuaian juga harus dibedakan dengan gangguan lain seperti


gangguan depresi, gangguan psikotik akut, gangguan kecemasan umum, gangguan
somatisasi, gangguan terkait penyalahgunaan zat, gangguan prilaku dan PTSD.
Pasien dengan gangguan penyesuaian mengalami gangguan fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukkan gejala di luar reaksi normal terhadap stressor. Penilaian
klinis diperlukan, karena tidak ada kriteria absolut yang membantu membedakan
gangguan penyesuaian dari kondisi lain. Beberapa pasien dapat memenuhi kriteria
diagnosis untuk gangguan penyesuaian dan gangguan kepribadian. Jika kelainan
penyesuaian mengikuti dari penyakit fisik, maka harus dipastikan bahwa gejala yang
timbul bukan kelanjutan atau manifestasi lain dari penyakit atau perawatannya.
2.6 Tatalaksana
1) Psikoterapi
Intervensi psikoterapi pada gangguan penyesuaian bertujuan untuk mengurangi
efek dari stressor, meningkatkan kemampuan mengatasi (coping) stressor yang tidak
bisa dikurangi, dan menstabilkan status mental dan system dukungan untuk
memaksimalkan adaptasi. Psikoterapi dapat berupa: terapi perilaku-kognitif, terapi
interpersonal, upaya psikodinamik atau konseling.1,5
Tujuan utama dari psikoterapi ini untuk menganalisa stressor yang mengganggu
pasien kemudian dihilangkan atau diminimalkan. Sebagai contoh, amputasi kaki
dapat menghancurkan perasaan seseorang tentang dirinya, terutama jika individu
tersebut adalah seorang atlet lari. Perlu diperjelas bahwa pasien tersebut tetap
memiliki suatu kemampuan besar, dimana ia dapat menggunakannya untuk pekerjaan
yang berguna, tidak perlu kehilangan hubungan yang berharga, dapat bereproduksi,
dan ini tidak berarti bagian tubuh yang lain juga akan hilang. Jika tidak, pasien
tersebut dapat berfantasi ( bahwa semuanya hilang) dan stressor (amputasi) dapat
mengambil alih, membuat disfungsional (pekerjaan, seks) pada pasien, dan
menyebabkan disforia yang menyakitkan atau kecemasan.1,5
Beberapa stressor dapat menyebabkan reaksi yang berlebihan (misalnya, pasien
memutuskan untuk bunuh diri atau melakukan pembunuhan setelah ditinggalkan oleh
kekasihnya). Pada kasus seperti reaksi berlebihan dengan perasaan, emosi atau
perilaku, terapis akan membantu individu menempatkan perasaan dan kemarahannya
melalui kata-kata daripada melakukan tindakan destruktif dan memberikan perspektif.
Peran verbalisasi dan gabungan afek dan konflik yang tidak berlebihan dalam upaya
mengurangi stressor dan meningkatkan coping. Obat-obatan dan alkohol tidak
dianjurkan.5
2) Intervensi Krisis

Intervensi krisis dan menejemen kasus adalah perawatan jangka pendek yang
ditujukan untuk membantu pasien dengan gangguan penyesuaian menyelesaikan
situasi mereka dengan cepat dengan mendukung teknik, saran, jaminan, modifikasi
lingkungan dan bahkan rawat inap (jika perlu). Frekuensi dan lamanya kunjungan
untuk dukungan krisis ini bervariasi, yang menyesuaikan dengan kebutuhan pasien,
sesi harian mungkin diperlukan, kadang-kadang 2-3x/ hari. Fleksibilitas sangat
penting dalam pendekatan ini.1

3) Farmakoterapi

Belum ada penelitian yang menilai kemanjuran intervensi farmakologis pada


individu dengan gangguan penyesuaian. Pengobatan digunakan untuk mengobati
gejala spesifik dan dalam waktu yang singkat. Penggunaan obat yang bijaksana dapat
membantu pasien membantu pasien dengan gangguan penyesuaian, tetapi peresapan
digunakan untuk periode singkat. Tergantung pada jenis gangguan penyesuaian,
seorang pasien dapat memberikan respon terhadap obat anti ansietas atau anti
depresan.1

Pasien gangguan penyesuaian dengan gangguan kecemasan parah bias


mendapatkan manfaat dari pemberian anxiolytics seperti diazepam, dan pasien yang
berada pada keadaan withdrawn atau inhibited states dapat terbatu dengan penberian
psychostimulant jangka pendek. Obat-obatan anti psikotik digunakan jika terdapat
tanda-tanda dekompensasi atau psikosis. Selective serotonin reuptake inhibitor telah
ditentukan berguna dalam mengobati gejala kesedihan traumatis. Baru-baru ini, telah
ada peningkatan penggunaan untuk peningkatan psikoterapi pada pasien gangguan
penyesuaian di Australia. Intervensi farmakologis dalam populasi ini adalah paling
sering digunakan untuk menambah strategi psikososian daripada berfungsi sebagai
modalitas utama.1

2.7 Prognosis

Dengan perawatan yang tepat, prognosis keseluruhan gangguan penyesuaian


umumnya baik. Sebagian besar pasien kembali ke tingkat fungsi sebelumnya dalam 3
bulan. Beberapa orang, terutama usia remaja yang menerima diagnosis gangguan
penyesuaian kemudian juga memiliki gangguan suasana hati atau gangguan yang
berhubungan dengan penyalahgunaan zat. Remaja biasaya membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk pulih daripada orang dewasa. Penelitian selama 5 tahun terakhir
telah mengungkapkan risiko bunuh diri, terutama pada pasien remaja dengan
gangguan penyesuaian, yang sebelumnnya tidak sepenuhnya diapresiasi.1
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan penyesuaian didefinisikan sebagai gejala-gejala emosional atau


perilaku yang bermakna secara klinis dan terjadi sebagai respons terhadap suatu
stressor dan menghilang dalam waktu 6 bulan setelah tak ada stressor. Gangguan ini
dapat dijumpai pada semua usia dan lebih sering pada remaja.1
Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa adanya
stressor. Walaupun adanya stressor merupakan komponen esensial dari gangguan
penyesuaian, namun stress adalah salah satu dari banyak faktor yang menentukan
berkembangnya, jenis dan luasnya psikopatologi.1
Berdasarkan DSM IV-TR, gangguan penyesuaian ditandai dengan gejala
berdasarkan beberapa kriteria. Gejala emosional dan perilaku bisa munculdalam
jangka waktu 3 bulan setelah onset stressor dan seharusnya pulih dalam jangka waktu
6 bulan setelah stressor hilang. Menurut PPDGJ-III, gangguan penyesuaian dapat
terdiagnosis jika gejala muncul 1 bulan setelah onset stressor dan biasanya tidak
bertahan melebihi 6 bulan.1,3,4
Pada gangguan penyesuaian, dapat diberikan psikoterapi atau
farmakoterapi atau kombinasi kedua terapi. Psikoterapi adalah pilihan utama; dengan
tujuan untuk menganalisa stressor yang mengganggu pasien kemudian dihilangkan
atau diminimalkan. Psikoterapi, konseling krisis medis, intervensi krisis, terapi
keluarga, terapi kelompok, terapi perilaku-kognitif, dan terapi interpersonal semua
mendorong individu untuk mengekspresikan pengaruh, ketakutan, kecemasan,
kemarahan, rasa tidak berdaya, dan putus asa terhadap stressor. Farmakoterapi
diberikan dalam waktu singkat, dan tergantung dari tipe gangguan penyesuaian, dapat
diberikan penggolongan obat yang efektif. Pemberian antiansietas berguna untuk
pasien dengan kecemasan. Antidepresi dapat diberikan bila dijumpai adanya depresi.
Farmakoterapi adalah sebuah augment psikoterapi dan bukan sebagai terapi primer.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan and Sadock’s Synopsis Of


Psychiatry: Behavioral Science/Clinical/Psychiatry-Eleventh Edition. Wolters
Kluwer. Philadelphia 2015. p. 965-974.
2. Wilson DS. Adjustment Disorder. 2008:1-13. Available in:
http://www.veterans-uk.info/publications/adjustment_disorder.pdf
3. Frank JB, Bienenfeld D, Benton TD. Adjustment Disorders Medscape. 2016.
Available in: http://emedicine.medscape.com/article/292759-overview
4. Jeffrey H, Cynthia MA. Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry. 9th ed. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia 2009. p.
2188-2195.
5. Chapter 61: Adjusment Disorder. In: Kay J, Tasman A, editors. Essentials of
Psychiatry. Spain: John Wiley & Sons; 2006. p. 1-13.

Anda mungkin juga menyukai