Anda di halaman 1dari 6

NOTULENSI ILMIAH – LAPORAN KASUS

Selasa, 28 April 2020: 14.00-14.50 WIB


Epilepsi Absans
Pembimbing : dr. Sri Handayani, Sp.S (K)

Dokter Muda :
Yuni Anjarwati, S.Ked 04084821921063
Heasy Pratiwi, S.Ked 04084821921083

1. Dokumentasi Kegiatan

2. Daftar Hadir
Hadir : 32 orang
Tidak hadir :-
3. Notulensi
Sesi Tanya Jawab:
1. Mengapa pasien ini diberikan diet ketogenik ? (Rony Wiranto)

Diet ketogenik merupakan diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat yang akan
menciptakan keadaan ketosis dimana benda keton menjadi sumber energy utama bagi otak
menggantikan glukosa. Kadar benda keton yang tinggi menurunkan frekuensi bangkitan
kejang dengan memberikan efek anti konvulsif, menurunkan eksitabilitas neuron dan
menimbulkan efek pada jalur mamalian target of rapamycin. Diet ketogenik memiliki
efektivitas yang sangat baik dalam menurunkan frekuensi bangkitan kejang,
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memahami bagaimana ketosis dapat
mempengaruhi epilepsy namun sampai saat ini masih belum jelas. Beberapa hipotesis yang
mungkin bias menjelaskan mekanisme kerja dari diet ketogenik antara lain: (1) efek anti
konvulsan langsung dari badan keton; (2) penurunan eksitabilitas neuronal yang di induksi
oleh badan keton

Mekanisme :
Mekanisme secara pasti diet ketogenik ini dalam penatalaksaanaan kejang belum ada,
tetapi beberapa penelitian mengatakan bahwa diet ketogenik diperkirakan menstimulasi efek
metabolic dari kelaparan dengan memaksa tubuh kita menggunakan lemak sebagai sumber
energy utama. Sistem saraf pusat tidak dapat menggunakan lemak sebagai sumber energi,
oleh karenanya secara normal glukosa merupakan sumber energy utama. Setelah 3-4 hari
tanpa konsumsi karbohidrat, SSP "dipaksa" untuk menemukan sumber energi alternatif yang
didapatkan dari produksi berlebih acetyl coenzyme A (CoA). Kondisi ini menyebabkan
produksi badan keton dalam jumlah diatas normal oleh hati. Dalam kondisi produksi
berlebihan, asam asetoasetat akan berakumulasi dalam jumlah diatas normal dan sebagian
akan dikonversi menjadi betahidroksibutirat dan aseton yang menyebabkan ketonemia dan
ketonuria. Ketosis yang terjadi pada kondisi ini merupakan mekanisme fisiologis dimana
ketonemia mencapai kadar maksimum 7-8 mmol/l dan tanpa penurunan pH. Sedangkan pada
ketoasidosis diabetikum, ketonemia mencapai kadar lebih dari 20 mmol/l dengan penurunan
pH darah.

Komentar masukan dari dr. Hj Sri Handayani, Sp.S (K)

● Keton itu merupakan anti epileptik alami, sama seperti progesteron. Jadi, dengan
melakukan diet ketogenik pada pasien epilepsi diharapkan bahwa tubuh dapat
menghasilkan antileptik alami tersebut.
● Contoh pada pasien DM terjadi hiperglikemi : jika pada keadaan ketoasidosis, maka
pada tubuh pasien terdapat badan keton sehingga akan membuat anti epileptik alami
manifestasi klisnya pasien tidak kejang, tapi pasien mengalami penurunan kesadaran.

2. Apakah ada kemungkinan pasien bisa kambuh setelah dinyatakan sembuh? (Opel
Berlin)
Kekambuhan setelah penghentian OAE lebih besar kemungkinannya pada keadaan
sebagai berikut:
a. Semakin tua usia
b. Epilepsi simtomatik
c.Gambaran EEG abnormal
d. Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
e.Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita
f. Penggunaan lebih dari satu OAE
g. Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
h. Mendapat terapi 10 tahunataulebih

Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari bangkitan
selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan
dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluasi kembali.

Komentar masukan dari dr. Hj Sri Handayani, Sp.S (K)


Bisa, pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari epilepsi bisa kembali tejadi
bangkitan lagi atau rekurensi. Orang- orang yang berisiko rekurensi antara lain
a. Mendapat lebih dari 1 obat OAE
b. Fase untuk terkontrol dengan obat membutuhkan waktu yang lama. Misalnya
biasanya pasien terkontrol dengan obat selama sebulan tetapi pasien ini baru
terkontrol selama 3 tahun
c. Ditemukan adanya lesi struktural
Ada dua tipe klinis yang akan menanggapi pengobatan
a. Tetap akan memberikan obat seumur hidup, karena ada menurut tipe klinisi ini pada
pasien epilepsi yang sembuh masih ada epilepsi simptomatik (misalnya akibat dari
adanya lesi struktural) jadi klinisi tidak akan menghetikan obat karena jika terjadi
bangkitan lagi atau rekurensi maka akan susah diatasi dan tidak akan m,empan
dengan OAE sebelumnya
b. Memberhentikan pengobatan epilepsi, karena jika sudah berhenti kejang selama 3-5
tahun. Boleh di berhentikan obat secara tappering off atau bertahap

3. Apakah penggunaan OAE bisa dihentikan dan kapan pemeberian OAE ini
dihentikan ? (Suci Kartika Putri)

Penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5 tahun bebas
bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Dalam hal
penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umum untuk
menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhan bangkitan setelah OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:

 Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal


 Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
 Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka
waktu 3-6 bulan
 Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama.

Komentar masukan dari dr. Hj Sri Handayani, Sp.S (K)

Bisa, pasien epilepsi bisa berhenti menggunakan obat OAE dengan syarat yang telah
disebutkan sebelumnya. Yang penting yaitu penurunan secara tappering off 25% dari dosis
semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
Untuk penurunan obat secara tappering off ini tergantung jenis obat yang di gunakan.
Misalnya obat dengan keadaan steady state 2 minggu, maka untuk tappering off nya lebih
dari 1 bulan dan pada obat dengan keadaan steady state 3-5 hari bisa dilakukan tappering off i
1 bulan sekali.
Sebagai contoh jika pasien awalnya minum dosis OAE 100 ml setlah dilakukan
pemeriksaan tidak ada bangkitan lagi maka akan dilakukan tappering off menjadi 75 ml.
Bulan berikutnya juga bebas kejang sehingga dilakukan tappering off menjadi 50 ml. Maka
pasien tersebut kembali menggunakan dosis yang sebelumnya yaitu 75 ml maka dosis
tersebut dipertahannkan sampai bebas kejang, lalu kita evaluasi dengan EEG 6 bulan-1 tahun,
Jika gejala baik tapi EEG abnormal maka tidak dianjurkan di tappering off.
KIE: Edukasi dengan menjelaskan apa saja persyaratan untuk dilakukan
pemberhentian obat serta komplikasi jika pasien tetap mau tappering off, jika pasien tetap
ingin menghentian penggunaan obat setelah kita edukasi, maka kita coba tappering off.

Anda mungkin juga menyukai