Anda di halaman 1dari 30

1

Kepada Yth

LAPORAN KASUS

Kamis, 12 Agustus 2021

Diet Ketogenik pada Anak dengan SCN8A Epilepsi Ensefalopati


Oleh:
dr. Herdanti Dwi Putri

Pembimbing:
dr. Julius Anzar, Sp.A (K)
dr. Moretta Damayanti, Sp.A (K), M.Kes

Moderator:
dr. Hasri Salwan, Sp.A (K)

Penilai:
Dr. dr. Yulia Iriani, Sp.A (K)
dr. Deny Salverra Yossy, Sp.A (K

BAGIAN / KSM KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2021

2
BAB I
PENDAHULUAN

Epilepsi ensefalopati (EE) merupakan sekelompok gangguan epilepsi


yang bersifat heterogen yang ditandai dengan kejang yang sulit diobati, gangguan
dan regresi fungsi kognitif dan fungsi perilaku. EE disebabkan anomali struktur
genetik sebagai akibat inborn error of metabolism dari gen tertentu. 1 Pada laporan
kasus ini akan dibahans EE akibat mutasi genetik dari gen SCN8A.
SCN8A EE diekspresikan secara autosomal dominan, yang biasanya
merupakan varian patogenik de novo dan biasanya tidak diwariskan.2 SCN 8A
mengkode subunit alpha dari sodium gate channel Na 1.6 yang terletak pada
segmen awal akson yang bertugas meniginisiasi potensial aksi neuron. Na1.6
terurama dieksperesikan di otak pada level kortikal dan subkortikal.3
Onset kejang SCN8 EE muncul pada 18 bulan awal kehidupan dengan
rerata usia 4 bulan dengagn karakteristik kejang multipel ( kejang umum tonik
klonik, absans, kejang fokal dan spasme infantil ). 2 Gejala lainnya seperti
disabilitas intelektual bervariasi dari ringan sampai berat. Pada beberapa pasien
terjadi regresi perkembangan motorik dan kognitif ketika epilepsi muncul. 4
Sudden unexpected death in epilepcy (SUDEP) dilaporkan terjadi pada 10% dari
kasus yang dilaporkan.2 Setidaknya terdapat 140 individu dengan SCN8A EE
menyumbang setidaknya 1% dari seluruh kasus EE.4
SCN8A EE harus dicurigai pada individu dengan EE onset dini disertai
regresi motorik dan kognitif sejak onset epilepsi dimulai. 2 Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan selain dari uji genetik adalah EEG, MRI kepala, EKG
untuk mencari aritmia yang sering teridentifikasi pada kasus SUDEP, evaluasi uji
kognitif dan perilaku.2
Belum ada guideline khusus untuk SCN8A EE, secara umum penanganan
dilakukan dengan mengontrol kejang terutama dengan mengggunakan obat
entiepilepsi golongan sodium channel blocker dan sleep hygiene, pada kasus
tertentu dimana kejang belum teratasi dengan obat antiepilepsi maka diet
ketogenik dapat diberikan.2 Ketogenik diet seringkali memberikan luaran baik
pada kasus SCN8A EE yang berat.3

3
Diet ketogenik merupakan diet tinggi lemak, rendah karbohidrat dengan
protein adekuat (1g/kg) yang telah terbukti memiliki efikasi yang baik dalam
menangani drug resistant epilepsy (DRE).5 Diet ketogenik tradisional
menggunakan ratio 4 bagian lemak dengan 1 bagian karbohidrat dan protein
dengan total kalori dibatasi 80 - 90% dari total kalori harian berdasarkan umur.5
Mekanisme diet ketogenik dalam menghentikan kejang yaitu dengan
berperan sebagai penghambat epileptogenesis dan mekanisme neuroproteksi
dengan pengaturan neurotransmiter seperti GABA dan glutamat. 6 Pada sebuah
metaanalisis dari 13 artikel yang menilai efikasi diet ketogenik pada bulan ke 6,
12 dan 24 bulan menunjukan bahwa > 90% pasien dengan kejang terkontrol dan
antara 24 - 52% pasien bebas kejang.7 Efek samping yang paling sering
dilaporkan akibat ketogenik diet adalah konstipasi, lemas, muntah, nyeri perut
dan kepatuhan yang rendah.8 Menurut uji klinis yang mengikuti pasien hingga 6
tahun setelah terapi diet ketogenik dihentikan, efek samping dirasakan selama
menjalani diet akan menghilang saat terapi dihentikan dengan kejang yang masih
terkontrol.9
Kasus SCN8A EE adalah penyakit langka dengan gejala kejang yang sulit
teratasi. Dibutuhkan pemahaman dan pengetahuan mengenai kelainan-kelainan
pada SCN8A EE dengan baik, terutama dari gejala klinis dan terapi yang
komprehensif. Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan pemahaman
pemahaman efek ketogenik diet dalam mengatasi kejang akibat epilepsi terutama
pada kasus SCN8A ensefalopati epilepsi.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

I. DATA DASAR
Identifikasi
Seorang pasien laki-laki, inisial OAH usia 1 tahun, berat badan 5 kg, tinggi badan
68 cm bertempat tinggal di Ranau, OKU selatan datang ke poli RSMH pada
tanggal 4 Agustus 2021

Anamnesis (alloanamnesis dari ibu pasien)


Keluhan Utama: Rencana terapi diet ketogenik
Keluhan tambahan: Kejang masih sering
Riwayat Perjalanan penyakit
Pasien kejang berulang sejak usia 23 hari, saat itu kejang berupa gerakan kaku
disertai mata yang berkedip - kedip yang dapat berlangsung selama kurang lebih
1 menit namun berulang hingga lebih dari 4 kali dalam sehari, pasien dibawa ke
Rumah sakit di Liwa, mendapat obat fenitoin namun keluarga lupa dosis yang
diberikan. Kejang belum sepenuhnya teratasi dan tipe kejang menjadi tipe kejang
umum tonik klonik. Pasien dirujuk ke RSMH saat berusia 2,5 bulan lalu
diperbolehkan rawat jalan dan mendapat obat asam valproat dan fenitoin. Ibu
mengaku kejang sempat berkurang. Pasien kemudian kontrol kembali dan
mendapatkan obat carbamazepin dan asam valproat kemudian diganti menjadi
levetiracetam dan dilanjutkan sampai saat ini.
Saat berusia 4 bulan, pasien kejang makin lama semakin sering namun
pasien baru dapat dirujuk ke RSMH pada usia 7 bulan, saat itu pasien kejang
berulang dan mendapatkan perawatan di PICU dan dirawat bersama divisi NPM,
pasien sempat dicurigai mengarah ke epilepsi akibat piridoksin dependen dan
telah mendapatkan terapi piridoksin namun kejang masih ada. Saat itu dilakukan
pemeriksaan MRI kepala dengan hasil tidak tampak lesi intraserebral seperti
infark maupun SOL, curiga mild brain atrofi di hipocampus kanan. White matter
dan grey mater dalam keadaan baik. Pasien kemudian ditrakeostomi untuk
mengatasi distres napas akibat status epileptikus dan telah terintubasi lama.

5
Pasien disarankan tes genetik dan didapatkan hasil adanya gangguan akibat
SCN8A autosomal dominan patogenik. Pasien mendapat obat rutin levetiracetam
2 x 125 mg, piridoksin 3 x 50 mg dan asam valproat 2 x 1,5 mg. Menurut ibu
kejang masih ada dapat berulang bervariasi 4 - 13 kali dalam sehari. Kejang Saat
ini pasien datang kontrol ke klinik NPM terkait rencana pemberian diet
ketogenik.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak terdapat keluhan kejang atau biru sebelum usia 23 hari.

Riwayat Pengobatan
Asam valproat dengan dosis terakhir 3x75 mg (52mg/kgbb/hari), levetiracetam 2
x 125 mg dan piridoksin 3 x 50 mg.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Riwayat epilepsi dalam keluarga disangkal, terdapat riwayat kejang demam di


keluarga ayah dan sepupu dari ayah.

Daftar Silsilah Keluarga

Keterangan :
= laki-laki normal
= perempuan normal
= pasien

6
Riwayat Kelahiran :
Pasien adalah pasien yang diinginkan. Selama hamil ibu sehat dan tidak
pernah menderita demam, ibu melakukan kontrol teratur ke bidan sebulan sekali.
Riwayat merokok, terpapar radiasi, minum jamu, alkohol, obat-obatan selama
hamil disangkal. Ibu tidak pernah mengalami keguguran sebelumnya. Asupan
nutrisi selama hamil terkesan cukup.
Pasien adalah pasien kempat dari empat bersaudara. Pasien lahir dari ibu
G4P3A0 hamil cukup bulan secara SC atas indikasi presentasi bokong, ditolong
Sp.OG, lahir langsung menangis, berat lahir 2900 gr, PBL 47cm, ibu tidak ingat
ukuran lingkar kepala. Saat lahir, pasien langsung menangis dan Apgar score
tidak diketahui. Riwayat ketuban pecah dini disangkal, riwayat ketuban kental,
hijau, bau tidak ada. Pasien mendapatkan suntikan vitamin K saat lahir. Riwayat
kuning tidak ada.
Kesan: riwayat kehamilan dan riwayat kelahiran normal.

Riwayat Imunisasi :
Vaksin I II III IV
BCG x
DPT x
Polio x x x x
Campak x
Hepatitis B 0
Kesan : Imunisasi tidak lengkap

Riwayat Makan
Pasien sejak lahir diberi ASI eksklusif selama 23 hari. Namun ASI terhenti
semenjak pasien di rawat di icu. Pasien telah terdiagnosa gizi buruk perawakan
sangat pendek sejak April 2021 dan mendapat diet cair menggunakan NGT
dengan infantrini 8 x 60.dan direncanakan mendapat diet ketogenik
Kesan: Kuantitas dan kualitas asupan nutrisi cukup dengan feeding problem

7
Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan
Menurut ibu berat badan pasien sulit bertambah akibat feeding problem, namun
saat ini berat badan anak sudah berangsur bertambah. Berat badan saat ini 4,9 kg,
tinggi badan 68 cm. Berdasarkan kurva WHO kesan status gizi pasien adalah gizi
normal perawakan pendek.
Kesan : pertumbuhan tidak sesuai dengan usia kronologis.

Perkembangan
Pasien kejang sejak saat berusia 23 hari, saat ini pasien hanya bisa memiringkan
badan ke arah kiri, pasien belum dapat tengkurap. Pasien baru bisa menangis
belum dapat mengoceh. Respon terhadap suara ada.
Kesan: terdapat gangguan perkembangan.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan pasien keempat dari empat bersaudara. Ayah pasien
merupakan tamatan S1, bekerja sebagai pedaganh . Ibu pasien tamat S2. Pasien
tinggal dirumah milik sendiri. Jumlah penghasilan perbulan rata-rata 8.000.000
per bulan. Biaya hidup ditanggung oleh orang tua pasien dan berobat dengan
menggunakan asuransi kesehatan BPJS.
Kesan : sosial ekonomi menengah.

PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum
Tanda vital
Kesadaran : Compos mentis GCS (E4M6V6)
Laju nadi : 108x/menit, teratur, teraba kuat
Laju napas : 24x/menit
Suhu aksila : 36,9 0 C
Tekanan Darah : 80/50 mmHg

Status pubertas : P1G1

Status antropometri

8
BB 5 kg TB 68 cm LK cm
BB/U : 5/9.6 Z<-3SD

TB/U : 68/76 Z<-3SD

BB/TB : 5/8 Z<-3SD

LK/U : 39 / 46

Berat Badan Ideal : 8 kg


Lingkar Kepala : mikrosefali
Status gizi : Gizi buruk Perawakan sangat pendek

Pemeriksaan keadaan spesifik


Kepala : Pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, refleks cahaya +/+ normal,
konjungtiva anemis tidak ada. Sklera ikterik tidak ada, Napas
cuping hidung tidak ada, tidak ada faring hiperemis. Kontak
mata adekuat, respon dengan suara dan bunyi.
Leher : Tidak ada pembesaran KGB,

Thoraks : simetris, retraksi tidak ada


Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus tidak teraba, thrill tidak teraba
Perkusi : sulit dinilai
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat
bising dan irama derap
Kesan : pemeriksaan fisis jantung dalam batas normal
Pulmo : Inspeksi : simetris, tidak ada gerak tertinggal,
Palpasi : stem fremitus paru kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler normal, ronkhi tidak ada wheezing tidak
ada
Abdomen : Datar , lemas, hepar dan lien tidak teraba, bising
usus terdengar tiap 10-30 detik
Ekstremitas : akral hangat (+), capillary refill time < 3 detik,
Spastik di keempat ekstremitas

Gambar klinis pasien

9
Status Neurologis
Umum: E4M6Vstant trakeostomi, frog position.
Nervus kranialis : sulit dinilai
Motorik :
Motorik Kanan Kiri
Gerakan bebas bebas
Kekuatan: Atas
Sulit dinilai Sulit dinilai
Bawah Sulit dinilai Sulit dinilai
Tonus: Atas Normal Normal
Bawah hipertonus hipertonus
Refleks Moro Tidak ada Tidak ada
Plantar Tidak ada Tidak ada
Refleks Palmar Tidak ada Tidak ada
Reflek snout ada ada
Reflek Parachute Tidak ada Tidak ada
Reflek Stepping Tidak ada Tidak ada
Reflek Tonic neck Tidak ada Tidak ada
Reflek landau Tidak ada Tidak ada

Koordinasi : tidak bisa dinilai


Fungsi sensorik : tidak bisa dinilai
GRM : (-)

Ringkasan Data Dasar :

Seorang pasien laki-laki usia 1 tahun bertempat tinggal di Ranau dengan keluhan

10
kejang sejak usia 23 hari, pasien sempat menerima pengobatan di RSMH dan di
rawat di ICU saat berusia 8 bulan akibat status epileptikus dan kegawatan napas.
Pasien diperiksakan panel genetik dan didapatkan varian patogen pada gen
SCN8A. untuk mengatasi kejang pasien telah mendapatkan pengobatan dengan
asam valproat 2 x 1.5 ml dan levetiracetam 2 x 125 mg. Selama perawatan di ICU
pasien di trakeostomi dan masih dipertahankan sampai saat ini.
Pasien dengan gizi buruk perawakan sangat pendek disertai feeding
problem, pasien sudah mendapat terapi dengan ONS dan berat badan bertambah
selama 3 bulan terakhir. Kejang masih ada, bervariasi hingga 13 kali sehari
dengan tipe kejang yang berubah - ubah, terkadang kejang seperti gerakan
berkedip atau mulut mencucu dan anak tampak bengong, kejang sebelumnya juga
berupa tonik klonik umum. Pasien direncanakan mendapatkan terapi diet
ketogenik untuk membantu mengatasi kejang.
Anak mengalami permasalahan perkembangan dimana anak baru bisa
memiringkan badan ke kiri, menurut ibu anak terkadang merespon suara dengan
melirik sumber suara namun belum pernah dilakukan pemeriksaan pendengaran
sebelumnya. Anak juga hanya mendapat vaksin hepatitis b0 dan masih belum
dilakukan imunisasi lain hingga saat ini.

II. ANALISIS AWAL

Seorang pasien laki-laki berusia 1 tahun dengan keluhan kejang. Keluhan


mulai dirasakan sejak berusia 23 hari, dan masih belum terkontrol sempurna.
Frekuensi kejang bevariasi setiap harinya bisa berulang hingga 13 kali per hari.
Jenis kejang yang terlihat saat ini bervariasi seperti absans (anak terlihat bengong
dan membiru) atau mata berkedip kedip (kejang fokal) setelah sebelumnya
sempat muncul kejang yang bersifat tonik klonik umum. Kejang muncul tanpa
disertai kenaikan suhu. Terdapat gangguan motorik pada pasien ini, secara umum
pasien nampak hipotonus dapat dilihat dari frog posture. Pasien dengan reflek
primitif yang masih ada dan tidak sesuai usia menandakan adanya regresi
motorik.
Pasien sampai saat ini datang dengan berat badan 5 kg dan panjang badan

11
58 cm,dengan status gizi buruk perawakan sangat pendek. Pasien telah
mendapatkan terapi nutrisi dengan oral nutrition suplemen berupa susu formula
khusus 8 x 90 ml melalui naso gastric tube, namun dikarenakan pasien masih
terdapat kejang yang belum teratasi dengan obat anti kejang maka pasien
direncanakan mendapat terapi ketogenik yang dapat mengatasi developmental
epileptic encephalopathy. Perlu diperhatikan frekuensi BAB untuk menghindari
konstipasi pada pasien, dan juga perlu dilakukan pemantauan gula darah secara
berkala dan mineral.
Pasien masih menggunakan stant trakeostomi diakibatkan kejang berulang
saat perawatan di picu yang sering menyebabkan kegagalan napas, maka perlu
diperhatikan lagi perubahan pola kejang pada pasien selama pemberian terapi diet
ketogenik, apabila kejang teratasi nantinya dapat dipertimbangkan penghentian
penggunaan stant trakeostomi.
Pasien mengalami permasalahan perkembangaan dimana pasien masih
belum dapat memiringkan badannya di usia 1 tahun. Menurut ibu pasien dapat
merespon rangsang suara jika tidak kejang dengan melirik ke arah sumber suara,
namun karena sampai saat ini pasien dengan stant trakeostomi maka anak belum
dapat mengeluarkan suara dengan jelas sehingga babbling atau mengoceh belum
pernah terdengar. Hal ini dapat disebabkan karena SCN8A EE sendiri juga dapat
menyebabkan regresi motorik, dan juga dapat disebabkan karena kelainan otak
akibat kejang yang terus berulang.

III. MASALAH AWAL 


1. Telah terdiagnosis dengan kelainan genetik SCN8A related disorder
2. Intractable seizure dengan 2 antikonvulsan
3. Gizi buruk perawakan sangat pendek
4. Stant trakeostomi
5. Gangguan perkembangan
6. Tidak pernah imunisasi

IV. DIAGNOSA AWAL

12
Epilepsi Ensefalopati SCN8A + Gizi buruk perawakan sangat pendek + gangguan
perkembangan

V. RENCANA AWAL
Rencana diagnostik:
Pemeriksaan darah lengkap, profil lipid dan mineral sebagai data dasar
Rencana pengobatan:

- Monitoring kejang
- Evaluasi penggunaan obat anti epilepsi
- Eksplorasi adanya masalah pada organ lain
 Konsul Divisi Tumbuh Kembang-Pediatrik Sosial (TKPS)

Rencana edukasi:

o Menjelaskan kepada orangtua mengenai diagnosis SCN8A EE


o Edukasi bahwa respon terhadap pengobatan sangat invidual,
diharapkan memakai dosis minimal dapat mencapai pertumbuhan
dan perkembangan yang baik.Edukasi untuk evaluasi efek samping
pemberian terapi anti epilepsi dan diet ketogenik.
o Edukasi mengenai kejadian SUDEP dan perlunya pemantauan
berkala saat anak tidur

- Masalah makan
Rencana pengobatan
Memulai terapi diet ketogenik dengan alat bantu NGT dengan
memperhatikan kemungkinan efek samping.

- Gangguan perkembangan
Rencana Diagnostik : Denver developmental screening test
Rencana Terapi : Fisioterapi
Rencana Edukasi :
- Menjelaskan kepada orangtua mengenai gangguan perkembangan

13
yang dialami pasien
- Mengedukasi keluarga untuk lebih sering memberikan stimulasi
pada pasien di rumah
- Status imunisasi
Melakukan catch up immunization dan edukasi pentingnya
imunisasi terutama pada pasien imunokompromise.

VI. PROGNOSIS

Qua ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

CATATAN LANJUTAN SELAMA PEMANTAUAN

Rawat inap 5 Agustus 2021


S Kejang (+) frekuensi 13 kali dalam sehari
O KU : Sens: CM, frekuensi nadi 97 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu
36.5OC , frekuensi pernapasan 24 x/menit (reguler), sianosis (-), anemis (-), ikterik (-)
KS:
Kepala : NCH(-), konjungtiva anemis (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm,
reflek cahaya +/+ normal,faring hiperemis (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-), cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal,hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat

Laboratorium : Hb : 11 g/dl RBC : 4,71 x 10 6 /mm3 Ht : 35 vol% Leukosit : 18.46 x 10 3 /mm3


Trombosit : 535 x 103 /µL Hitung jenis : 0/2/58/23/17 MCV : 70,7 fL MCH : 23 pg MCHC : 33
g/dl RDW-CV : 15.9% SGOT 28 SGPT 20 Kalsium : 10.5 mg/dl Natrium : 134mEq/L Kalium :
6.1 mEq/L Klorida : 103 mmol/L Protein total 7.1 g/dl Albumin 4.2 g/dl GDS 121mg/dL
Kolesterol total 106 mg/dl HDL 35mg/dl LDL 47 mg/dL Trigliserida 113 mg/dl P 6.6 mg/dl
Magnesium 2.6 mg/dl Kalium 6.1 mEq/L Klorida 103mmol/L

BB 5 kg TB 68 cm
A - SCN8A EE
- Peningkatan leukosit dan CRP
- Feeding problem
- Gangguan perkembangan
- Status imunisasi tidak lengkap

14
P Asam valproate 2 x 75mg (30mg/kgbb/hari)
-
Levetiracetam 2 x 125mg (50mg/kgbb/hari)
-
Piridoksin 3 x 50 mg
-
Amoksisilin 3 x 125 mg
-
Rencana konsul pediatrik sosial
-
ONS 8 x 100 ml
-
Rawat inap 6 Agustus 2021
S Kejang (+) 4x dalam sehari
O KU : Sens: CM, frekuensi nadi 97 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu
36.5OC , frekuensi pernapasan 24 x/menit (reguler), sianosis (-), anemis (-), ikterik (-)
KS:
Kepala : NCH(-), konjungtiva anemis (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm,
reflek cahaya +/+ normal,faring hiperemis (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-), cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal,hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat

Laboratorium : GDP 80 mg/dL

- SCN8A EE
- Feeding problem
- Gangguan perkembangan
- Status imunisasi tidak lengkap
P - Asam valproate 2 x 75mg (30mg/kgbb/hari)
- Levetiracetam 2 x 125mg (50mg/kgbb/hari)
- Piridoksin 3 x 50 mg
- Amoksisilin 3 x 125 mg
- Diet Ketocal 4:1 (8 x 75 ml)
7 Agustus 2021
S Kejang (-) Batuk sesekali
O KU : Sens: CM, frekuensi nadi 97 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu
36.5OC , frekuensi pernapasan 24 x/menit (reguler), sianosis (-), anemis (-), ikterik (-)
KS:
Kepala : NCH(-), konjungtiva anemis (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm,
reflek cahaya +/+ normal,faring hiperemis (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-), cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal,hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat

A - SCN8A EE
- Feeding problem
- Gangguan perkembangan
- Status imunisasi tidak lengkap
P - Asam valproate 2 x 75mg (30mg/kgbb/hari)
- Levetiracetam 2 x 125mg (50mg/kgbb/hari)
- Piridoksin 3 x 50 mg
- Amoksisilin 3 x 125 mg
- Diet Ketocal 4:1 (8 x 84 ml)
8 Agustus 2021
S Kejang (-) BAB 1 x dalam 3 hari terakhir

15
O KU : Sens: CM, frekuensi nadi 94 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup), suhu
36.5OC , frekuensi pernapasan 24 x/menit (reguler), sianosis (-), anemis (-), ikterik (-)
KS:
Kepala : NCH(-), konjungtiva anemis (-), pupil bulat isokor, diameter 3mm/3mm,
reflek cahaya +/+ normal,faring hiperemis (-)
Thoraks : simetris, retraksi (-), cor dan pulmo dalam batas normal
Abdomen : datar, lemas, bising usus normal,hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat

A - SCN8A EE
- Feeding problem
- Gangguan perkembangan
- Status imunisasi tidak lengkap
P - Asam valproate 2 x 75mg (30mg/kgbb/hari)
- Levetiracetam 2 x 125mg (50mg/kgbb/hari)
- Piridoksin 3 x 50 mg
- Amoksisilin 3 x 125 mg
- Diet Ketocal 4:1 (8 x 100ml)

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
SCN8A epilepsi ensefalopati merupakan sekelompok gangguan epilepsi
yang bersifat heterogen yang ditandai dengan kejang yang sulit diobati, gangguan
dan regresi fungsi kognitif dan fungsi perilaku yang disebabkan varian patogen
de novo gen SCN8A yang diekspresikan secara autosomal dominan.2

3.2 Epidemiologi
Prevalensi SCN8A EE tidak diketahui, frekuensi SCN8A EE diantara
kejadian epilepsi ensefalopati adalah sekitar 13 / 1557 memberikan ratio sekitar
1% .2

3.3 Etiopatogenesis
SCN8A epilepsi ensefalopati disebabkan mutasi SCN8A, Gen SCNA8A
terletak di kromosom 12q13.13 yang terdiri dari 26 ekson koding, 2 spliced ekson
dan 4 nonkoding ekson. Variasi mutasi dapat terjadi di 4 nonkoding ekson,
ataupun variasi ekson 6N dan 6 A yang banyak terletak di korteks dan
hipokampus.3
Gen ini menginstruksikan pembentukan subunit alfa dari gerbang natrium
yaitu Na. 1.6. Gerbang ini memberikan akses aliran positif dari atom natrium
untuk dilepaskan menuju sel neuron yang mentransmisikan sinyal elektrik. 3
Mutasi subunit alfa ini dihubungkan dengan epilepsi, penyakit neuropsikiatri,
penyakit jantung, nyeri kronis dan gangguan motorik. 3
Na 1.6 merupakan gerbang natrium yang paling banyak terletak di axon
initial segment (AIS) atau di ujung akhir axon di neuron eksitator ataupun
inhibitor dimana gerbang ini dapat mengatur inisiasi dari potensial aksi.Na 1.6
juga banyak terletak di nodus ranvier dan akson tanpa myelin. 3 Pada model tikus
dengan gangguan motorik kronis didapatkan mutasi SCN8A yang menghilangkan
fungsi parsial dari Na 1.6.3
Early infantile epileptic encephalopathy (EIEE13) merupakan ekspresi

17
koding patogen pertama yang ditemukan selanjutnya telah ditemukan lebih dari
60 mutasi de novo dari SCN8A dari hasil genome dan eksom sekuensing di panel
komersi untuk gen epilepsi.
Selain ekspresi di neuron, Na 1.6 juga diekspresikan dalam jumlah yang
lebih sedikit di jantung.3 Na 1.6 dan na 1.1 diekspresikan di nodus sinoartrial
yang menghasilkan ritme pacu jantung. Ekspresi penghambat gen akan
menyebabkan pemanjangan durasi potensial aksi sedangkan mutasi hiperaktif
NA1.6 akan memperpanjang fase repolarisasi dan menunda depolarisasi.3

3.4 Diagnosis
3.4.1 Manifestasi klinis
Varian patogenik SCN8A EE awalnya hanya mendeskripsikan pasien
dengan developmental dan epileptic encephalopathy (DEE) namun akhir - akhir
in ditemukan spektrum yang lebih luas yaitu antara lain:3
1. Pasien dengan onset dini DEE dengan gambaran kejang yang sulit
diatasi pada masa awal kehidupan dan berkembang menjadi gangguan kognitif
berat disertai gangguan ekstrapiramidal dan kebutaan kortikal, kejang kemudian
berkembang menjadi klonik atau tonik klonik umum, episode spasme dan status
epileptikus yang rekuren. Gambaran eeg yang didapatkan biasanya gangguan
multifokal yang dominan di area posterior.
2. Pasien dengan disabilitas intelektual ringan sampai berat dan
kejang yang mudah diatasi dengan gambaran epileptiform multifokal.
3. Kejang saat usia kurang dari 1 tahun yang kemudian berkembang
menjadi paroksismal diskinesia tanpa gangguan kognitif dan tanpa disertai defisit
neurologis.
4. Pasien tanpa gambaran epilepsi namun memiliki gangguan
kognitif dan prilaku ataupun gangguan motorik seperti ataksia diskinesia dan
koreoatetosis.
SCN8A EE harus dicurigai pada indicvidu dengan onset dini dari epilepsi
ensefalopati, dengan mayoritas onset kejang pertama saat berusia 4 bulan gejala
lain yang patut dicurigai adalah tipe kejang yang berubah dari tipe kejang fokal
menjadi kejang umum, tipe kejang yang berkembang menjadi bervariasi,
gangguan motorik seperti hipotonia dan anak dengan gangguan pergerakan

18
seperti distonia, ataksia dan koreatetosis.2 Pada beberapa kasus individu dapat
disertai:
Gangguan pendengaran
Patah tulang apabila kejang tidak teratasi
Laringomalasia
Skoliosis
Cortical visual impairment
Sudden Unexpected Death in epilepsy (SUDEP) telah dilaporkan kurang lebih
dari 10% kasus yang telah dilaporkan dengan penyebab yang tidak diketahui
namun diduga diakibatkan kejang yang lama, gangguan jantung dan gangguan
batang otak.2

3.4.2 Pemeriksaan Penunjang


Untuk memastikan diagnosis SCN8A EE perlu dilakukan pemeriksaan molecular
genetic testing, pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu dengan
panel multigen yang akan memeriksa gen tertentu yang telah dipilih pemeriksa
sesuai hipotesa penyakitnya ataupun dengan pemeriksaan panel multigen.2
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain adalah MRI
kepala yang biasanya menunjukan hasil yang normal jika dilakukan pada awal
onset kejang, penemuan abnormal yang dapat menyertai antara lain atrofi serebri
dan hipoplasia corpus collosum. Pada beberapa laporan kasus terdapat serebral
atrofi pada pemantauan MRI selanjutnya.2
EEG pada masa awal akan menunjukan gambaran aktifitas epileptiform
fokal atau multifokal, gambaran EEG ini akan berkembang seiring waktu menjadi
gelombang tajam yang paling sering terlihat di area temporal.2

3.5 Diagnosis banding


Manifestasi klinis dari SCN 8A tumpang tindih dengan EE akibat kelainan
genetik lainnya. Terdapat kurang lebih 30 gen yang berhubungan dengan EIEE.
Kelainan struktural harus diekslusi dengan MRI pada awal penapisan. Kelainan
metabolik yang dapat teratasi dengan gejala epilepsi onset dini seperti piridoksin
dependen epilepsi, dan glucose transporter 1 defiency syndrome dapat

19
disingkirkan dari awal. Diagnosis banding lainya yaitu dravet syndrome yang
merupakan vasiasi patogen dari varian SCN1A dengan gambaran epilepsi onset
dini namun biasanyakejang pada Duvet sindrom disertai demam.2

3.6 Tata Laksana


Belum ada guideline khusus untuk mengatasi SCN8A EE, beberapa penelitian
menyarankan penggunaan anti kejang golongan sodium channel blocker seperti
fenitoin, valproat, karbamazepin, lamotigrin dan okskarbazepin. Golongan ini
efektif mengatasi efek dari berbagai mutasi patogenik dari SCN8A, beberapa
pasien dengan kejang yang belum teratasi sepenuhnya dengan antikejang multipel
menunjukan efek positif dengan pemberian fenitoin.2
Levetiracetam dilaporkan beberapa keluarga inefketif dalam negatasi
kejang dan pada beberapa kejadian dihubungkan dengan meningkatnya frekuensi
kejang.2 ,9 Diet ketogenik seringkali menunjukan efek positif pada pasien dengan
SCN8A EE dengan DEE. 9

3.7 Diet Ketogenik


Diet ketogenik merupakan diet tinggi lemak, rendah karbohidrat dengan
protein adekuat (1g/kg) yang telah terbukti memiliki efikasi yang baik dalam
menangani drug resistant epilepsy (DRE).5 Diet ketogenik tradisional
menggunakan ratio 4 bagian lemak dengan 1 bagian karbohidrat dan protein
dengan total kalori dibatasi 80 - 90% dari total kalori harian berdasarkan umur. 5
Diet ketogenik dan variasinya akan menyebabkan tubuh berada dalam fase
kelaparan akibat rendahnya glukosa sehingga menggunakan badan keton sebagai
sumber energi.10 Ketogenik diet lazim diterapkan pada pasien dengan kejang
yang sulit teratasi, pasien biasanya akan diuji coba dengan diet ketogenik selama
3 bulan dan dinilai keefektifannya lalu dapat dilanjutkan hingga beberapa tahun
setelah anak bebas kejang.11
Dalam 20 tahun terakhir, diet ketogenik klasik telah dikembangkan
menajdi beberapa metofe seperti modified atkins diet (MAD), diet dengan indeks
glikemik rendah (karbohidrat dibatasi 10-15 gram perhari untuk anak dan 20
gram untuk remaja) dengan jumlah protein yang lebih tinggi tanpa pembatasan
kalori yang diharapkan akan meningkatkan ketosis.11 Modifikasi diet ketogenik

20
lainnya yaitu diet medium chain trigliserid (MCT) mengganti lemak rantai
panjang dengan lemak rantai medium dengan total 60 % dari intake kalori dan
meningkatkan intake dari karbohidrat namun masih memproduksi sejumlah keton
karena kemampuan dari MCT dalam produksi keton dan penyerapan yang baik di
dalam tubuh.11 Low glicemic index treatmen (LGIT) di desain dengan pemberia
karbohidrat yang lebih tinggi hinnga 40 - 60 gram dalam sehari dengan sumber
karbohidrat yang indeks glikemiknya < 50 dengan rasio lemak 50-60% dan 20%
protein. Pada penelitian retrospektif LGIT menunjukan efikasi yang sama
baiknya dengan diet ketogenik klasik namun dengan presentasi keton yang lebih
sedikit di darah dan urin.11
Mekanisme diet ketogenik dalam menghentikan kejang yaitu dengan
berperan sebagai penghambat epileptogenesis dan mekanisme neuroproteksi
dengan pengaturan neurotransmiter seperti GABA dan glutamat. 6 Epileptogenesis
biasanya dipicu akibat cedera pada otak yang memicu berkembangnya aktifitas
kejang spontan pada otak yang sebelumnya sehat. Epileptogenesis ini sendiri
dipicu oleh modifikasi epigenetik yang mengatur ekpresi gen tanpa mengubah
sekuens DNA dan dapat mengatur sinyal seluler selama gen ini diekspresikan6
Mekanisme epigenetik sendiri dapat terjadi akibat 6
1. DNA metilasi yaitu penambahan gugus metil oleh adenosin yang dapat
mengekspresikan atau mensupresi gen, dimana pada kasus epilepsi sering
terjadi hipermetilasi di area hipokampus. Diet ketogenik akan menyebabkan
adenosin berubah menjadi adenosin mono phosphate sehingga adenosin yang
memicu DNA metilasi akan berkurang.
2. Histon asetilasi, pada epilepsi, kejang ditriger deasetilasi dari histone H4
oleh enzim histon asetiltransferase dan histon deasetilase (HDAC) yang
menginisiasi epileptogenesis.
3. Non koding mRNA yang berperan sebagai modulator epigenetik. Pada diet
ketogenik didapatkan ekspresi mRNA berubah dan beberapa ekspresi mRNA
menjadi terlibat dalam jalur antioksidan.
Diet ketogenik sebagai neuroprotektor bekerja dengan cara berikut6
1. Regulasi asam amino, diet ketogenik yang menghasilkan badan keton sebagai
sumber energi menyebabkan pengurangan transaminase glutamat dan membantu

21
dekarboksilasi glutamat menjadi GABA.
2. Diet ketogenik meningkatkan aktifitas antiinflamasi dengan dimediasi oleh NF
kappa-B dan NLRP3
3. Diet ketogenik mengurangi oksidatif stress dan memperbaiki kompleks
respirasi mitokondrial.
Potensial antikejang lainya yang mungkin adalah inhibitory neurotransmitter
neuropeptide Y (NPY) yang meningkat akibat proses ketogenesis yang diketahui
sebagai antiepileptik.6
Efek samping yang paling sering dilaporkan akibat ketogenik diet adalah
konstipasi, lemas, muntah, nyeri perut dan kepatuhan yang rendah. 10 semua jenis
diet ketogenik tinggi akan lemak sehingga efek sampingnya harus dimonitoring
secara klinis dan laboratorium, yang dapat dipantai antara lain peningkatan kadar
kolesterol, peningkatan insidens batu ginjal, pertumbuhan tulang yang buruk dan
konstipasi.11 efek samping ini dapat diatasi jika dimonitoring dengan baik,
kebanyakan pasien akan diberikan suplementasi vitamin D untuk mencegah
osteopenia dan bahkan pada beberapa individu dapat diberikan kalium sitrat
untuk mencegah batu ginjal dengan mengalkalinisasi urin.11 Menurut uji klinis
yang mengikuti pasien sampai 6 tahun setelah terapi diet ketogenik dihentikan,
efek samping dirasakan selama menjalani diet akan menghilang saat terapi
dihentikan dengan kejang yang masih terkontrol.11
Pada sebuah metaanalisis dari 13 artikel yang menilai efikasi diet
ketogenik pada bulan ke 6, 12 dan 24 bulan menunjukan bahwa > 90% pasien
dengan kejang terkontrol dan antara 24 - 52% pasien bebas kejang.7

22
BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang pasien laki-laki berusia 1 tahun datang kontrol ke klinik NPM dengan
gizi buruk perawakan sangat pendek. Pasien telah mendapatkan obat antikejang
kombinasi namun kejang masih belum teratasi, pasien disarankan untuk memulai
ketogenik diet. Pasien mulai kejang saat berusia 23 hari, dengan kejang yang sulit
teratasi, pasien nampak hipotoni dan belum bisa membalikkan tubuh sendiri
sampai saat ini. Tidak didapatkan lesi pada gambaran MRI kepala seperti infark,
perdarahan atau masa. Pada pemeriksaan panel genetik didapatkan varian
patogen dari SCN8A. Manifestasi klinis pasien sesuai dengan developmental
epilepsy ensefalopati yang merupakan varian patogen dengan gejala berat atau
dikenal dengan severe infantile epileptic encphalopathy 13.
Pada perkembanganya semua anak akan menunjukan gejala gangguan
kognitif, munculnya gejala piramidal dan ekstrapiramidal, atrofi serebri yang
progresif, diskinesia / distonia dan gejala tipikal lainnya adalah gangguan
penglihatan akibat kebutaan kortikal.3 Diagnosa ditegakkan berdasarkan
anamnesa dan bantuan gambaran CT-Scan atau MRI. Pada pemeriksaan refleks
pupil, masih dijumpai seperti orang normal. Optokinetik nistagmus tidak
dijumpai lagi. Pada gambaran CT-Scan atau MRI baru dijumpai kelainan atau
lesi pada korteks oksipital.12 Karena itu pada pasien ini perlu dipertimbangkan
untuk dilakukan ulangan CT scan atau MRI pada pemantauannya.
Pasien merupakan anak ke 4 dan tidak terdapat riwayat epilepsi di
keluarga namun ayah memiliki riwayat kejang demam saat kecil. SCN8A EE
dekspresikan secara autosomal dominan dan sebagian besar individu disebabkan
oleh varian patogen de novo yang biasanya tidak diwariskan. 2 Beberapa kasus
SCN8A juga diturunkan dari orang tua yang tidak terkena tetapi memiliki mutasi
mosaik. 10.1002/ajmg.a.37132 Pada uji klinis myers dkk didapatkan mutasi
mosaik pada ayah pasien SCN8A dengan riwayat kejang demam. 13 (level of
evidence) karena itu pada kasus ini dapat dicurigai adanya parental mosaicsm.
Risiko terjadinya kejadian yang sama pada kehamilan berikutnya dengan
kemungkinan adanya arental mosaicsm hanya sekitar 1 %.13

23
Belum ada guideline khusus untuk mengatasi SCN8A EE, beberapa
penelitian menyarankan penggunaan anti kejang golongan sodium channel
blocker seperti fenitoin, valproat, karbamazepin, lamotigrin dan okskarbazepin.13
Pasien mendapatkan terapi anti kejang berupa asam valproat dan levetiracetam.
Mekanisme levetiracetam adalah dengan aktivitas synaptic vesicle protein
2A (SV2A) dan pengaruh pada signaling Ca2+.14 sebuah uji observasional
terhadap 17 pasien dengan SCN8A 7 diantaranya melaporkan kejang menjadi
lebih sering dan terjadi regresi perkembangan setelah mendapat terapi
levetiracetam, secara keseluruhan levetiracetam memberikan efek lebih buruk
dibandingkan obat anti kejang yang lain (p < 0.00001).14 (level of evidence) untuk
itu perlu dipertimbangan penggantian obat anti kejang pada pasien ini.
Diet ketogenik seringkali menunjukan efek positif pada pasien dengan
SCN8A EE dengan DEE.3 Indikasi pemilihan terapi diet ketogenik pada pasien
ini adalah karena kejang refrakter yang sulit teratasi bahkan dengan obat
antikejang yang telah dikombinasi. Pasien masih kejang setiap harinya dengan
frekuensi hingga 13x perhari. Diet ketogenik tradisional menggunakan ratio 4
bagian lemak dengan 1 bagian karbohidrat dan protein dengan total kalori
dibatasi 80 - 90% dari total kalori harian berdasarkan umur. Pada pasien ini
diberikan diet dengan susu formula khusus dengan perbandingan lemak : protein
dan karbohidrat 4 : 1. Hingga hari terakhir pengamatan anak bebas kejang.
Menurut literatur, pada diet ketogenik tradisional ini mengurangi kejang > 50%
sebanyak 62%, 60%, 52% dan 56% pada bulan 1, 3, 6, 12 dan 24 menunjukan
adanya penurunan respon terapi, untuk itu perlu dilakukan pemantauan jangka
panjang pada pasien ini.15
Pasien saat ini status gizi buruk dengan perawakan sangat pendek, sampai
saat ini belum ada literatur khusus mengenai diet ketogenik terhadap anak dengan
gizi buruk. Efek samping yang paling sering dilaporkan akibat ketogenik diet
adalah konstipasi, lemas terkait hipoglikemi, muntah, nyeri perut dan kepatuhan
yang rendah.9 Semua jenis diet ketogenik tinggi akan lemak sehingga efek
sampingnya harus dimonitoring secara klinis dan laboratorium, yang dapat
dipantau antara lain peningkatan kadar kolesterol, peningkatan insidens batu
ginjal, pertumbuhan tulang yang buruk dan konstipasi. 10 Pada pemantauan, anak

24
diperiksakan gula darah setiap 24 jam dengan hasil normal. Permasalahan
gastrointestinal diesebabkan diet tinggi lemak dan rendah serat sehingga
pengosongan lambung menjadi lama, karena itu perlu dilakukan pemantauan
konstipasi. Sampai pemantauan hari terakhir, pada pasien frekuensi BAB
menurun menjadi 1 x dalam 3 hari namun konsistensi masih dalam batas normal.
Hepatitis dan pankreatitis juga merupakan komplikasi gastrointestinal karena itu
perlu dilakukan pemantauan berkala terhadap fungsi hati terutama pasien
menerima pengobatan dengan asam valproat.
Pada pengamatan hari ke 3, pasien terdapat peningkatan kristal triple
fosfat, kristal triple fosfat merupakan kristal yang normal terdapat pada urin dan
tidak dihubungkan dengan kejadian baru ginjal akibat diet ketogenik. Pada
sebuah laporan kasus batu ginjal pada anak dengan diet ketogenik didapatkan
komposisi kalkulus dari ginjal berupa asam urat, kalsiuum oksalat, dan campuran
kalsium oksalat dan kalsium fosfat.16 Pengukuran rasio kalsium dan kreatinin
pada saat awal memulai terapi dan pematauan berkala setiap 3 bulan dianjurkan.
USG ginjal dapat dilakukan apabila terdapat gejala yang mengarah ke batu
ginjal.16
Kegagalan tumbuh dapat terjadi pada anak dengan diet ketogenik dan
dapat diatasi dengan menurunkan rasio diet ketogenik. Defisiensi vitamin dan
mineral telah dilaporkan terutama defisiensi vitamin D dan kalsium yang dapat
menyebabkan osteopenia dan osteoporosis. Pada pasien kadar kalsium dalam
batas normal tetapi kadar vitamin D belum diketahui sehingga perlu
dipertimbangkan pemeriksaan vitamin D pada pasien terutama pasien dengan
status gizi buruk. Periodic dual energy X-ray absorptiometry disarankan.16
Kardiomiopati dan pemanjangan interval QT telah diamati pada pasien
dengan diet ketogenik dan diduga diakibatkan oleh defisiensi selenium, sehingga
sebaiknya dilakukan pemeriksaan kadar selenium awal dan pemantauan selama
pasien menerima diet ketogenik. Pasien dengan SCN8A EE juga dapat terjadi
aritmia terkait adanya gerbang Na1.6 pada jantung dengan jumlah kecil di nodus
ranvier, karena itu selain pemeriksaan kadar selenium sebaiknya juga dilakukan
disertai pemantauan berkala EKG pada pasien ini. Diet ketogenik dapat
menyebabkan dislipidemia walaupun peranannya terhadap penebalan tunika

25
intima dan pembentukan ateroma masih belum jelas, namun sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ekokardiogram pada pasien yang telah mendapatkan terapi diet
ketogenik dalam jangka waktu yang lama untuk mendeteksi terjadinya
kardiomyopati. Pemberian suplementasi karnitin dikatakan dapat membantu
mencegah terjadinya dislipidemia.16

26
27
Diagram Tumbuh Kembang pasien OAH/Lk/ 1 tahun dengan SCN 8A
Epilepsi ensefalopati

LINGKUNGAN

Mikro: Mini: Meso:


Ibu, 36 thn, S2 , IRT, Ayah, 34 thn, S1, Puskesmas ± 2 km Makro :
sehat, mengasuh penjual rujak Dokter keluarga± BPJS
pasien sendiri, ASI (-), Saudara 1 orang 10 km
imunisasi (-)

KEBUTUHAN DASAR

ASUH ASIH ASAH


CUKUP CUKUP CUKUP

TUMBUH KEMBANG

Pemantauan berkala:
Neonatus aterm, Klinis kejang
Kejang usia 23 hari EKG dan
ekokardiografi berkala
USG dan rasio kalsium
Kejang berulang dan kreatinin berkala
perawatan berkala di Intake kalori adekuat
rumah sakit dan kepatuhan yg baik
Pertumbuhan dan
Tatalaksana kepadatan tulang
Pemantauan vitamin
 Obat antiepilepsi pasien dengan SCN8A EE + gizi buruk dan mineral berkala
 Diet Ketogenik perawakan sangat pendek + gangguan
perkembangan + belum diimunisasi

Tumbuh kembang tidak optimal

GENETIK,
HEREDOKONSTITUSIONAL

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Lin Kao Min, Su Geng, Wang Fengpeng, dkk. A de Novo SCN8A


heterozygous mutation in a child with epileptic encephalopathy: a case
report. BMC Pediatrics.2019:19:400.
2. Hammer M, Wagnon J, Mefford H, Meisler M. SCN8A related epilepsy
with encephalopathy. Genereview.2016.
3. Wagnon JL, Meisler MH, Stasyshyn BRK. Mutation of sodium channel
SCN8A (Nav1.6) in neurological disease.Elsevier.2016:10;239-60.
4. SCN8A related epilepsy with ensephalopathy, medlineplus. Accesible at
https://medlineplus.gov/genetics/condition/scn8a-related-epilepsy-with-
encephalopathy/
5. Falsaperla R, Dangelo G, Ptarico AD, Mauceri L, Barbagallo M, Pavone P
et al. Ketogenic diet for infants with epilepsy: A literature review.Epilepsy
&behavior.2020:112
6. Murugan M and Boison D. Keetogenic diet, neuroprotection and
antiepileptogenesis. Epilepsy research.2020:167
7. Henderson CB, Filloux FM, Alder S, Lyon J, and Caplin DA. Efficacy of
the ketogenic diet as treatment option for epilepsi: Meta-analysis. Journal
of Child Neurology.2006.3:21
8. Caraballo R, Vacarezza M, Cersosimo R, Rios V, Soraru A, Aroyyo H et
al.Long-term follow-up of the ketogenic diet for refractory epilepsy:
Multicenter Argentinean experience in 216 pediatric
patients.Seizure.2011:20:640-5
9. Gardella Elena and Moller Rike. Phenotypic and genetic spectrum of
SCN8A-related disorders, treatment options and
outcome.Epilepsia.2019;60S77-85
10. Meira ID, Romao TT, Pires do Prado HJ, Kruger LT, Pires MEP,
Conceicao PO. Ketogenic diet and epilepsy: What we know so far.Frontiers
in neuroscience.2019:(1):13
11. Winesett SP, Bessone K, and Kossoff E. Theketogenic diet in

29
pharmacoresistant childhood epilepsy.Expert Rev Neurother.2015:1-8
12. Rumbino Nova. Buta kortikal dan toksoplasmosis. accessible at:
https://pdfcookie.com/documents/buta-kortikal-dan-toxoplasmosis-
nvogze9z4928
13. Myers C, Hollingsworth G, Muir A, Scheneider A, Thuesmunn Z, Knupp A
et al.Parental Mosaicism in “De Novo” Epileptic Encephalopathies.N Engl
J Med. 2018 April 2 6; 378(17): 1646–1648
14. Schelber J, Tochen L, Broen M, Evan S, Ball L, Bumbut A et al.A multi-
disciplinary clinic for SCN8A-related epilepsy.Epilepsy Research.2020
15. Luat A, Coyle L, and Kamat D. The ketogenic diet: A practical guide for
pediatricians.[Pediatr Ann. 2016;45(12):e446-e450.]

30

Anda mungkin juga menyukai