HALAMAN JUDUL
Di susun oleh :
(NAMA)
NIM
Disusun oleh:
Disusun sebagai bukti pemenuhan tugas Profesi Ners Universitas Alma Ata Stase
Keperawatan Jiwa di Ruang Teratai RSUP dr. Sardjito yang telah disahkan pada:
Hari:
Tanggal: Mei 2022
Mengetahui
( ) ( )
NIP: NIP:
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Depresi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai
dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan
menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan
yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National
Institute of Mental Health, 2010).
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang
ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan
minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau
nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi
Depresi dapat diartikan sebagai suatu reaksi yang berlebihan
terhadap suatu kejadian yang menjadi pemicunya. Depresi juga
dapat diartikan suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai
komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan
tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit
lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit
menurun.Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh
seseorang tidak kunjung reda. Depresi yang dialami ini berkolerasi
dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa
seseorang. Pada umumnya, mood yang secara dominan muncul
adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
Depresi adalah kata yang memiliki banyak nuansa arti.
Sebagian besar diantara kita pernah merasa sedih atau jengkel,
menjalani kehidupan yang penuh masalah, merasa kecewa,
kehilangan dan frustasi, yang dengan mudah menimbulkan
ketidakbahagiaan dan keputusasaan. (World Health Organization,
2010).
2. Penyebab/Faktor Predisposisi
a. Faktor biologis
Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis
pada pasien-pasien dengan gangguan mood. Pada penelitian
akhir-akhir ini, monoamine neurotransmitter seperti
norephinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin merupakan
teori utama yang menyebabkan gangguan mood (Kaplan, et al,
2010).
b. Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter
yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
1) Norephinefrin
Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi
berdasarkan penelitian dikatakan bahwa penurunan regulasi
atau penurunan sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik dan
penurunan respon terhadap antidepressan berperan dalam
terjadinya gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).
2) Serotonin
Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan
terjadinya gangguan depres, dan beberapa pasien dengan
percobaan bunuh diri atau megakhiri hidupnya mempunyai
kadar cairan cerebrospinal yang mengandung kadar
serotonin yang rendah dan konsentrasi rendah dari uptake
serotonin pada platelet (Kaplan, et al, 2010).
3) Gangguan neurotransmitter lainnya
Kadar choline yang abnormal yang dimana merupakan
prekursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal
pada pasien-pasien yang menderita gangguan depresi
(Kaplan, et al, 2010).
4) Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan
penting dalam gangguan mood, terutama gangguan depresi.
Sistem neuroendokrin meregulasi hormon-hormon penting
yang berperan dalam gangguan mood, yang akan
mempengaruhi fungsi dasar, seperti : gangguan tidur,
makan, seksual, dan ketidakmampuan dalam
mengungkapkan perasaan senang.
serebral (Kaplan, et al, 2010).
5) Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized
tomography (CT) scan, positron-emission tomography
(PET), dan magnetic resonance imaging (MRI) telah
menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu
dengan gangguan mood. Area-area tersebut adalah korteks
prefrontal, hippocampus, korteks cingulate anterior, dan
amygdala. (Kaplan, et al, 2010).
6) Susunan kimia otak dan tubuh
Hormon adenalin yang memegang peranan utama dalam
mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, tampaknya
berkurang pada mereka yang mengalami depresi. Pada
wanita, kelahiran anak dan menopause juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya depresi.
7) Faktor Psikososial
Penyebab depresi adalah kehilangan objek yang
dicintai.. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya
peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau
sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi
diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif.
8) Faktor usia
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan
usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak
terkena depresi.
9) Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita
depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah
terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering
mengakui adanya depresi daripada pria.
10) Gaya hidup
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat
berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga
dapat memicu kecemasan dan depresi.
11) Penyakit fisik
Penyakit fisik dapat menyebabkan depresi. Perasaan
terkejut karena mengetahui kita memiliki penyakit serius
dapat mengarahkan pada hilangnya kepercayaan diri dan
penghargaan diri, juga depresi.
12) Sinar matahari
6. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan secara biologis
1) Tricyclic Antidepressants
Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi
dengan mekanisme mencegah reuptake dari norephinefrin
dan serotonin di sinaps atau dengan cara megubah
reseptor-reseptor dari neurotransmitter norephinefrin dan
seroonin. Obat ini sangat efektif, terutama dalam
mengobati gejala-gejala akut dari depresi sekitar 60% pada
individu yang mengalami depresi. Tricyclic
antidepressants yang sering digunakan adalah imipramine,
amitryiptilene, dan desipramine.
2) Monoamine Oxidase Inhibitors
Obat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor
adalah Monoamine Oxidase Inhibitors. MAO Inhibitors
menigkatkan ketersediaan neurotransmitter dengan cara
menghambat aksi dari Monoamine Oxidase, suatu enzim
yang normalnya akan melemahkan atau mengurangi
neurotransmitter dalam sambungan sinaptik (Greene,
2005). MAOIs sama efektifnya dengan Tricyclic
Antidepressants tetapi lebih jarang digunakan karena
secara potensial lebih berbahaya.
3) Selective Serotonine Reuptake Inhibitors and Related
Drugs
Obat ini mempunyai struktur yang hampir sama dengan
Tricyclic Antidepressants, tetapi SSRI mempunyai efek
yang lebih langsung dalam mempengaruhi kadar serotonin.
Pertama SSRI lebih cepat mengobati gangguan depresi
mayor dibandingkan dengan obat lainnya. Pasien-pasien
yang menggunakan obat ini akan mendapatkan efek yang
signifikan dalam penyembuhan dengan obat ini. Kedua,
SSRI juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Ketiga, obat ini
tidak bersifat fatal apabila overdosis dan lebih aman
digunakan dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Dan
yang keempat SSRI juga efektif dalam pengobatan
gangguan depresi mayor yang disertai dengan gangguan
lainnya seperti: gangguan panik, binge eating, gejala-
gejala pramenstrual.
4) Terapi Elektrokonvulsan
Terapi ini merupakan terapi yang paling kontroversial dari
pengobatan biologis. ECT bekerja dengan aktivitas listrik
yang akan dialirkan pada otak. Elektroda-elektroda metal
akan ditempelkan pada bagian kepala, dan diberikan
tegangan sekitar 70 sampai 130 volt dan dialirkan pada
otak sekitarsatu setengah menit. ECT paling sering
digunakan pada pasien dengan gangguan depresi yang
tidak dapat sembuh dengan obat-obatan, dan ECT ini
mengobati gangguan depresi sekitar 50%-60% individu
yang mengalami gangguan depresi.
5) Berolahraga
Keadaan mood yang negative seperti depresi, kecemasan,
dan kebingungan disebabkan oleh pikiran dan perasaan
yang negative pula. Salah satu cara yang dapat dilakuakan
untuk menghasilkan pikiran dan perasaan positif yang
dapat menghalangi
munculnya mood negative adalah dengan berolahraga.
a) Diet (mengatur pola makan)
Simtom depresi dapat diperparah oleh
ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh.
Ketidakseimbangan nutrisi yang dapat
menyebabkan depresi semakin parah yaitu:
Konsumsi kafein secara berkala.
Konsumsi sukrosa (gula)
Kekurangan biotin, asam folat dan vitamin B, C,
2) Terapi Perilaku
3) Terapi Interpersonal
a) CBT
Bunuh Diri
4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan pasien
yang menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan
didukung dengan data hasil wawancara dan observasi.
a. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Merasa hidupnya tak berguna lagi
2) Ingin mati
3) Pernah mencoba bunuh diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Bosan hidup
6) Merasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya
b. Data Objektif:
1) Ekspresi murung
2) Tak bergairah
3) Ada bekas percobaan bunuh diri
4)
5. RENTANG RESPON
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Keterangan :
• Peningkatan Diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang
berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya
• Beresiko Destruktif
Seseorang beresiko mengalami perilaku destruktif/menyalahkan diri
terhadap situasi yang mengancam pertahanan diri. Contoh seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan.
• Destruktif Diri Tidak Langsung
Seseorang akan mengambil sikap yang kurang tepat terhadap situasi
yang mengancam pertahanannya. Contoh pandangan pimpinan
terhadap kerjanya karyawan yang tidak loyal, membuat seorang
karyawan tidak masuk kantor.
• Pencederaan Diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri akibat hilangnya harapan
terhadap situasi yang ada.
• Bunuh Diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai nyawanya
hilang
6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko bunuh diri
7. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko Bunuh Diri (D. 0135)
Luaran : Kontrol Diri L.09076
- Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun
- Perilaku melukai diri sendiri/orang lain menurun
- Verbalisasi umpatan menurun
- Perilaku menyerang menurun
- Perilaku merusak lingkungan sekitar menurun
- Perilaku agresif/amuk menurun
- Suara keras menurun
- Bicara ketus menurunverbalisasi keinginan bunuh diri menurun
- Verbalisasi isyarat bunuh diri menurun
- Verbalisasi ancaman bunuh diri menurun
Intervensi
Observasi
- Identifikasi gejala resiko bunuh diri (mis.gangguan mood,
halusinasi, delusi , panic, penyalahgunaan zat, kesedihan,
gangguan kepribadian)
- Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri
- Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (mis. Barang
pribadi, pisau cukur, jendela)
- Monitor adanya perubahan mood atau perilaku
Teraputik
- Libatkan dalam perencanaan perawatan mandiri
- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
- Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat
membahas bunuh diri
- Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah
dipantau (mis. Tempat tidur dekat ruang perawat)
- Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu (mis. Pergantian
sift)
- Lakukan intervensi perlindungan(Mis.Pengekangan fisik,
pembatasan area) jika diperlukan
- Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya, diskusi
berorientasi pada masa sekarang dan masa depan
- Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri di masa depan
- Pastika obat di telan
Edukasi
- Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang
lain
- Anjurkan menggunakan sumber pendukung (mis. Layanan
spiritual, penyedia layanan)
- Jelaskan pencegahan tindakan bunuh diri kepada keluarga atau
orang terdekat
- Informasikan sumberdaya masyarakat dan program yang tersedia
- Latih pencegahan resiko bunuh diri (mis. Latihan asertif,
relaksasi otot progresif)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, atau antipsikotik, sesuai
indikasi
- Rujuk ke pelayanan kesehatan mental jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Jogjakarta: Nuha Medika Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Cetakan II. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Cetakan II. Standar Luaran
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Cetakan II. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
FORMAT
PENGKAJIAN ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA
I. IDENTITASKLIEN
Nama : Nn.I
Umur : 24 TH
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan
: SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Suku bangsa : Indonesia Alamat
No. RM : 017xxxx
Informan : Pasien dan Keluarga
Tgl Masuk RS : 12 Mei 2022
Tgl Pengkajian : 12 Mei 2022
V. RIWAYAT KESEHATANSEBELUMNYA
1. Pernah mengalami masalahh gangguan jiwa di masa lalu Ya √ Tidak
Jelaskan:
2019 pasien +- 2 bulan tidak tidur selama 2 minggu,marah-marah, kasar tanpa
sadar, tidak di obatkan tetapi membaik, agustus 2021 pasien +- 2 bulan kasar,
pikiran kacau, mendengar bisikan, tidak di obatkan tetapi membaik, desember
2021 pasien +- 1 bulan, sulit tidur, kasar, mudah marah tidak di obatkan hanya
di bawa ke psikiater membaik.
Genogram
Genogra Keterangan Genogram:
m
Pasien tinggal serumah dengan
ibunya, dan nenek, Ibunya pernah
menderita penyakit jiwa, ayah dan
ibu pasien bercerai, kakek dari ibu
sudah meninggal
Keterangan:
: perempuan : garis keturunan
:laki-laki : garis perkawinan
:klien : tinggal serumah dengan klien
:cerai :meninggal
c) Peran : pasien sebagai anak, pasien seorang mahasiswa, aktivitasnya belajar dan
membantu orangtua
e) Hargairi : pasien mengatakan bahwa dirinya masih berguna untuk masyarakat dan
keluarga
XII. MEKANISMEKOPING
1. Jenis mekanisme koping:
Konstruktif: mengalihkan ke kegiatan positif
Destruktif: marah-marah, mudah tersinggung, tidak dapat mengontrol perilaku
2. Sumber mekanisme koping
Jelaskan: keluarga, dan orang di sekitar
Jelaskan: Mengetahui tentang penyakitnya, obatnya apa namun kurang mengetahui sumber koping yang
dimiliki, bagaimana mencegah agar tidak kambuh
XVII. ANALISISDATA
No DATA Etilogi PROPBLEM
1. DO: k/u tampak Gangguan Psikologis Resiko Bunuh Diri
seperti laki-laki,
Compos Mentis,
gelisah,
kooperatif(-),
komunikasi (+),
kontak mata (-)
DS: Pasien ingin
mengakiri hidup
dengan
membenturkan
kepala ke
dinding
XXI. IMPLEMENTASIKEPERAWATAN
Nama perawat: Nama Klien/noCM: Nn.I Ruangan : Teratai
IMPLEMENTASI TDKN KEPERAWATAN EVALUASI (SOAP)
Tanggal : 12 Mei 2022 Jam: 07.00 14.00
Observasi S: pasien mengtatakan ingin
- Mengdentifikasi gejala resiko bunuh diri (pikiran tidak tenang, mengakhiri hidupnya.
tidur sulit, mudah marah)
- Mengidentifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri O: k/u tampak seperti laki-laki.
(ingin mengakhiri hidup, membentur-benturkan kepala ke Compos Mentis. Tampak
dinding) membentur-benturkan kepala
- Memonitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (menjauhkan ke dinding, kooperatif (-),
barang-barang berbahaya) kontak mata (-), komunikasi
- Memonitor adanya perubahan mood atau perilaku (+)
Teraputik
- Melibatkan dalam perencanaan perawatan mandiri A: Masalah keperawatan resiko
bunuh diri teratasi sebagian
- Melibatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
Observasi
- Melakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat
- Identifikasi keinginan dan
membahas bunuh diri (mendengarkan dengan penuh perhatian)
pikiran rencana bunuh diri
- Memberikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah
- Monitor lingkungan bebas
dipantau
bahaya secara rutin
- Menghindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya, - Monitor adanya
diskusi berorientasi pada masa sekarang dan masa depan perubahan mood atau
- Mendiskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri di masa perilaku
depan Teraputik
- Memastikan obat di telan - Libatkan dalam
Edukasi perencanaan perawatan
- Menganjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada mandiri
orang lain - Pastika obat di telan
- Menganjurkan menggunakan sumber pendukung Edukasi
- Menjelaskan pencegahan tindakan bunuh diri kepada keluarga - Anjurkan mendiskusikan
atau orang terdekat perasaan yang dialami
- Menginformasikan sumberdaya masyarakat dan program yang kepada orang lain
tersedia - Latih pencegahan resiko
- Melatih pencegahan resiko bunuh diri (Latihan asertif, relaksasi bunuh diri (mis. Latihan
otot progresif) asertif, relaksasi otot
Kolaborasi progresif)
- Berkolaborasi pemberian obat antiansietas, atau antipsikotik, Kolaborasi
sesuai indikasi Kolaborasi pemberian obat
Diazepam IM 5mg Extra, antiansietas, atau antipsikotik,
sesuai indikasi