Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN NN.I YANG MENGALAMI EPISODE DEPRESI BERAT TANPA


GEJALA PSIKOTIK DI RSUP DR. SARDJITO DENGAN DIAGNOSA
KEPERAWATAN
RESIKO BUNUH DIRI

HALAMAN JUDUL

Di susun oleh :
(NAMA)
NIM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

FORM LAPORAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


DI RUANG TERATAI RSUP Dr. SARDJITO

Disusun oleh:

Disusun sebagai bukti pemenuhan tugas Profesi Ners Universitas Alma Ata Stase
Keperawatan Jiwa di Ruang Teratai RSUP dr. Sardjito yang telah disahkan pada:

Hari:
Tanggal: Mei 2022

Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )
NIP: NIP:
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Depresi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai
dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan
menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan
yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National
Institute of Mental Health, 2010).
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental yang
ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan
minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau
nafsu makan, kehilangan energi, dan penurunan konsentrasi
Depresi dapat diartikan sebagai suatu reaksi yang berlebihan
terhadap suatu kejadian yang menjadi pemicunya. Depresi juga
dapat diartikan suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai
komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan
tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit
lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit
menurun.Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami oleh
seseorang tidak kunjung reda. Depresi yang dialami ini berkolerasi
dengan kejadian dramatis yang baru saja terjadi atau menimpa
seseorang. Pada umumnya, mood yang secara dominan muncul
adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan.
Depresi adalah kata yang memiliki banyak nuansa arti.
Sebagian besar diantara kita pernah merasa sedih atau jengkel,
menjalani kehidupan yang penuh masalah, merasa kecewa,
kehilangan dan frustasi, yang dengan mudah menimbulkan
ketidakbahagiaan dan keputusasaan. (World Health Organization,
2010).

2. Penyebab/Faktor Predisposisi
a. Faktor biologis
Banyak penelitian menjelaskan adanya abnormalitas biologis
pada pasien-pasien dengan gangguan mood. Pada penelitian
akhir-akhir ini, monoamine neurotransmitter seperti
norephinefrin, dopamin, serotonin, dan histamin merupakan
teori utama yang menyebabkan gangguan mood (Kaplan, et al,
2010).
b. Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter
yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
1) Norephinefrin
Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi
berdasarkan penelitian dikatakan bahwa penurunan regulasi
atau penurunan sensitivitas dari reseptor α2 adrenergik dan
penurunan respon terhadap antidepressan berperan dalam
terjadinya gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).
2) Serotonin
Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan
terjadinya gangguan depres, dan beberapa pasien dengan
percobaan bunuh diri atau megakhiri hidupnya mempunyai
kadar cairan cerebrospinal yang mengandung kadar
serotonin yang rendah dan konsentrasi rendah dari uptake
serotonin pada platelet (Kaplan, et al, 2010).
3) Gangguan neurotransmitter lainnya
Kadar choline yang abnormal yang dimana merupakan
prekursor untuk pembentukan Ach ditemukan abnormal
pada pasien-pasien yang menderita gangguan depresi
(Kaplan, et al, 2010).
4) Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan
penting dalam gangguan mood, terutama gangguan depresi.
Sistem neuroendokrin meregulasi hormon-hormon penting
yang berperan dalam gangguan mood, yang akan
mempengaruhi fungsi dasar, seperti : gangguan tidur,
makan, seksual, dan ketidakmampuan dalam
mengungkapkan perasaan senang.
serebral (Kaplan, et al, 2010).
5) Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized
tomography (CT) scan, positron-emission tomography
(PET), dan magnetic resonance imaging (MRI) telah
menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada individu
dengan gangguan mood. Area-area tersebut adalah korteks
prefrontal, hippocampus, korteks cingulate anterior, dan
amygdala. (Kaplan, et al, 2010).
6) Susunan kimia otak dan tubuh
Hormon adenalin yang memegang peranan utama dalam
mengendalikan otak dan aktivitas tubuh, tampaknya
berkurang pada mereka yang mengalami depresi. Pada
wanita, kelahiran anak dan menopause juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya depresi.
7) Faktor Psikososial
Penyebab depresi adalah kehilangan objek yang
dicintai.. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya
peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau
sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi
diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif.
8) Faktor usia
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa golongan
usia muda yaitu remaja dan orang dewasa lebih banyak
terkena depresi.
9) Gender
Wanita dua kali lebih sering terdiagnosis menderita
depresi daripada pria. Bukan berarti wanita lebih mudah
terserang depresi, bisa saja karena wanita lebih sering
mengakui adanya depresi daripada pria.
10) Gaya hidup
Banyak kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat
berdampak pada penyakit misalnya penyakit jantung juga
dapat memicu kecemasan dan depresi.
11) Penyakit fisik
Penyakit fisik dapat menyebabkan depresi. Perasaan
terkejut karena mengetahui kita memiliki penyakit serius
dapat mengarahkan pada hilangnya kepercayaan diri dan
penghargaan diri, juga depresi.
12) Sinar matahari

Kebanyakan dari kita merasa lebih baik dibawah sinar


matahari daripada mendung, tetapi hal ini sangat
berpengaruh pada beberapa individu. Mereka baik-baik
saja ketika musim panas tetapi menjadi depresi ketika
musim dingin. Mereka disebut menderita seasonal affective
disorder (SAD).
13) Kepribadian

Aspek-aspek kepribadian ikut pula mempengaruhi tinggi


rendahnya depresi yang dialami serta kerentanan terhadap
depresi. Ada individu-individu yang lebih negative, pesimis,
juga tipe kepribadian.
14) Obat-obatan
Beberapa obat-obatan untuk pengobatan dapat
menyebabkan depresi. Namun bukan berarti obat tersebut
menyebabkan depresi, dan menghentikan pengobatan dapat
lebih berbahaya daripada depresi.
15) Obat-obatan terlarang
Marijuana/Ganja, Heroin/ Putauw, Kokain, Ekstasi dan
Sabu-sabu.
3. Klasifikasi
Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:
1) Gangguan depresi mayor
Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan
dari nafsu makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan
aktivitas, kekurangan energi, perasaan bersalah, dan pikiran
untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya ± 2 minggu
(Kaplan, et al, 2010).
2) Gangguan dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama).
Gejala- gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan
depresi mayor yaitu selama 2 tahun atau lebih. Dysthmia
bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan depresi
mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi dapat
berinteraksi dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute
of Mental Health, 2010).
3) Gangguan depresi minor
Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan
depresi mayor dan dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih
ringan dan atau

berlangsung lebih singkat (National Institute of Mental Health,


2010). Tipe-tipe lain dari gangguan depresi adalah:
4) Gangguan depresi psikotik
Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala,
seperti: halusinasi dan delusi (National Institute of Mental
Health, 2010).
5) Gangguan depresi musiman
Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan
menghilang pada musi semi dan musim panas (National
Institute of Mental Health, 2010).
4. Gejala Klinis
Gejala-gejala dari gangguan depresi sangat bervariasi, gejala-gejala
tersebut adalah:
1) Merasa sedih dan bersalah
2) Merasa cemas dan kosong
3) Merasa tidak ada harapan
4) Merasa tidak berguna dan gelisah
5) Merasa mudah tersinggung
6) Merasa tidak ada yang perduli
Selain gejala-gejala diatas, gejala-gejala lain yang dikeluhkan
adalah:
1) Hilangnya ketertarikan terhadap sesuatu atau aktivitas yang
dijalani
2) Kekurangan energi dan adanya pikiran untuk bunuh diri
3) Gangguan berkonsentrasi, mengingat informasi,dan
membuat keputusan
4) Gangguan tidur, tidak dapat tidur atau tidur terlalu sering
5) Kehilangan nafsu makan atau makan terlalu banyak
6) Nyeri kepala, sakit kepala, keram perut, dan gangguan
pencernaan (National Institute of Mental Health, 2010)
Tingkat depresi dibagi menjadi 5 tingkat, yang akan dijelaskan di
bawah ini:

Gangguan mood ringan dan depresi sedang ditandai dengan


gejala depresi berkepanjangan setidaknya 2 tahun tanpa episode
depresi utama. Untuk dapat diagnosis depresi ringan-sedang
seseorang harus harus menunjukkan perasaan depresi ditambah
setidaknya dua lainnya suasana hati yang berhubungan dengan
gejala.
1) Batas depresi borderline ditandai dengan gejala perasaan
depresi yang berkepanjangan disertai perasaan depresi lebih
dari dua suasana hati yang berhubungan dengan gejala.
2) Depresi berat ditandai dengan gejala depresi utama selama 2
minggu atau lebih. Untuk dapat didiagnosis depresi berat harus
mengalami 1 atau 2 dari total 5 gejala depresi utama.
Depresi ekstrim ditandai dengan gejala depresi utama yang
berkepanjangan. Untuk dapat diagnosis depresi ekstrim mengalami
lebih dari 2 dari total 5 gejala depresi utama.
5. Pemeriksaan Diagnostic
Beck Depression Inventory dibuat oleh dr.Aaron T. Beck, BDI
merupakan salah satu instrumen yang paling sering digunakan
untuk mengukur derajat keparahan depresi.
Para responden akan mengisi 21 pertanyaan, setiap pertanyaan
memiliki skor 1 s/d 3, setelah responden menjawab semua
pertanyaan kita dapat menjumlahkan skor tersebut, Skor tertinggi
adalah 63 jika responden mengisi 3 poin keseluruhan pertanyaan.
Skor terendah adalah 0 jika responden mengisi poin 0 pada
keseluruhan pertanyaan. Total dari keseluruhan akan menjelaskan
derajat keparahan yang akan dijelaskan di bawah ini.
1-10 = normal
11-16 = gangguan mood ringan 17-20 = batas depresi borderline
21-30 = depresi sedang
31-40 = depresi berat
>40 = depresi ekstrim

6. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan secara biologis
1) Tricyclic Antidepressants
Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi
dengan mekanisme mencegah reuptake dari norephinefrin
dan serotonin di sinaps atau dengan cara megubah
reseptor-reseptor dari neurotransmitter norephinefrin dan
seroonin. Obat ini sangat efektif, terutama dalam
mengobati gejala-gejala akut dari depresi sekitar 60% pada
individu yang mengalami depresi. Tricyclic
antidepressants yang sering digunakan adalah imipramine,
amitryiptilene, dan desipramine.
2) Monoamine Oxidase Inhibitors
Obat lini kedua dalam mengobati gangguan depresi mayor
adalah Monoamine Oxidase Inhibitors. MAO Inhibitors
menigkatkan ketersediaan neurotransmitter dengan cara
menghambat aksi dari Monoamine Oxidase, suatu enzim
yang normalnya akan melemahkan atau mengurangi
neurotransmitter dalam sambungan sinaptik (Greene,
2005). MAOIs sama efektifnya dengan Tricyclic
Antidepressants tetapi lebih jarang digunakan karena
secara potensial lebih berbahaya.
3) Selective Serotonine Reuptake Inhibitors and Related
Drugs
Obat ini mempunyai struktur yang hampir sama dengan
Tricyclic Antidepressants, tetapi SSRI mempunyai efek
yang lebih langsung dalam mempengaruhi kadar serotonin.
Pertama SSRI lebih cepat mengobati gangguan depresi
mayor dibandingkan dengan obat lainnya. Pasien-pasien
yang menggunakan obat ini akan mendapatkan efek yang
signifikan dalam penyembuhan dengan obat ini. Kedua,
SSRI juga mempunyai efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Ketiga, obat ini
tidak bersifat fatal apabila overdosis dan lebih aman
digunakan dibandingkan dengan obat-obatan lainnya. Dan
yang keempat SSRI juga efektif dalam pengobatan
gangguan depresi mayor yang disertai dengan gangguan
lainnya seperti: gangguan panik, binge eating, gejala-
gejala pramenstrual.
4) Terapi Elektrokonvulsan
Terapi ini merupakan terapi yang paling kontroversial dari
pengobatan biologis. ECT bekerja dengan aktivitas listrik
yang akan dialirkan pada otak. Elektroda-elektroda metal
akan ditempelkan pada bagian kepala, dan diberikan
tegangan sekitar 70 sampai 130 volt dan dialirkan pada
otak sekitarsatu setengah menit. ECT paling sering
digunakan pada pasien dengan gangguan depresi yang
tidak dapat sembuh dengan obat-obatan, dan ECT ini
mengobati gangguan depresi sekitar 50%-60% individu
yang mengalami gangguan depresi.

5) Berolahraga
Keadaan mood yang negative seperti depresi, kecemasan,
dan kebingungan disebabkan oleh pikiran dan perasaan
yang negative pula. Salah satu cara yang dapat dilakuakan
untuk menghasilkan pikiran dan perasaan positif yang
dapat menghalangi
munculnya mood negative adalah dengan berolahraga.
a) Diet (mengatur pola makan)
Simtom depresi dapat diperparah oleh
ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh.
Ketidakseimbangan nutrisi yang dapat
menyebabkan depresi semakin parah yaitu:
 Konsumsi kafein secara berkala.
 Konsumsi sukrosa (gula)
 Kekurangan biotin, asam folat dan vitamin B, C,

kalsium, tembaga, magnesium


 Kelebihan magnesium
 Ketidakseimbangan asam amino
 Alergi makanan
b) Hidroterapi dan Hidrotermal
Hidroterapi adalah penggunaan air untuk pengobatan
penyakit terapi. Hidrotermal adalah penggunaan efek
temperature air misalnya mandi air panas, sauna, dan
lain- lain. Pengobatan dari hidroterapi berdasarkan
efek mekanis dan atau termal dari air. Tubuh bereaksi
pada stimulus panas dan dingin. Saraf mengantarkan
rangsangan yang dirasakan kulit kedalam tubuh,
dimana merangsang system imun, memengaruhi
hormone stres, meningkatkan aliran tubuh dan
mengurang rasa sakit.

b. Pengobatan secara psikologikal


1) Terapi Kognitif

Terapi kognitif merupakan terapi aktif, langsung, dan time


limited yang berfokus pada penanganan struktur mental
seorang pasien. Struktur mental tersebut terdiri ; cognitive
triad, cognitive schemas, dan cognitive errors .

2) Terapi Perilaku

Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien


dengan gangguan depresi dengan cara membantu pasien
untuk mengubah cara pikir dalam berinteraksi denga
lingkungan sekitar dan orang- orang sekitar. Terapi
perilaku dilakukan dalam jangka waktu yang singkat,
sekitar 12 minggu.

3) Terapi Interpersonal

Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi


hubungan interpersonal seorang individu, yang dapat
memicu terjadinya gangguan mood (Barnett & Gotlib,
1998: Coyne, 1976). Terapi ini berfungsi untuk mengetahui
stressor pada pasien yang mengalami gangguan, dan para
terapis dan pasien saling bekerja sama untuk menangani
masalah interpersonal tersebut.

a) CBT

Pendekatan CBT memusatkan perhatian pada proses


berpikir klien yang berhubungan dengan kesulitan
emosional dan psikologi klien. Pendekatan ini akan
berupaya membantu klien mengubah pikiran-pikiran
atau pernyataan diri negative dan keyakinan-
keyakinan pasien yang tidak rasional. Jadi fokus teori
ini adalah mengganti cara-cara berfikir yang tidak

logis menjadi logis.


b) Konseling kelompok dan dukungan sosial
Konseling secara kelompok adalah pelaksanaan
wawancara konseling yang dilakukan antara seorang
konselor professional dengan beberapa pasien
sekaligus dalam
kelompok kecil
c) Terapi Humor
Sudah lama professional medis mengakui bahwa
pasien yang mempertahankan sikap mental yang
positif dan berbagai tawa, merespons lebih baik
terhadap pengobatan. Respons psiologis dari tertawa
termasuk meningkatkan pernapasan, sirkulasi, sekresi
hormone dan enzim pencernaan dan
peningkatan tekanan darah.
d) Berdoa
Banyak orang mempunyai kecenderungan alami untuk
berpaling pada agama dalam memperoleh kekuatan
dan hiburan. Bagi yang percaya, keyakinan yang kuat
dan menjadi anggota aliran agama tertentu serta tujuan
yang sama dapat menanggulangi penderitaan dan
depresi. Berdoa merupakan salah satu cara untuk
mengatasi depresi. Mengambil waktu untuk berdoa
memberi kesempatan kepada kita menghentikan
kegiatan kita dan jalan arus hidup kita.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Genetik
Mengemukakan transmisi gangguan alam perasaan
diteruskan melalui garis keturunan. Frekuensi gangguan
alam perasaan pada kembar monozigote dari dizigote.
2) Teori Agresi Berbalik pada Diri Sendiri
Mengemukakan bahwa depresi diakibatkan dari perasaan
marah yang dialihkan pada diri sendiri. Diawali dengan
proses kehilangan terjadi ambivalensi terhadap objek yang
hilang tidak mampu mengekspresikan kemarahan marah
pada diri sendiri.
3) Teori Kehilangan
Berhubungan dengan faktor perkembangan : misalnya
kehilangn orang tua pada masa anak, perpisahan yang
bersifat traumatis dengan orang yang sangat dicintai.
Individu tidak berdaya mengatsi kehilangan.
4) Teori Kepribadian
Mengemukakan bahwa tipe kepribadian tertentu
menyebabkan seseorang mengalami depresi atau mania.
5) Teori Kognitif

Mengemukakan bahwa depresi merupakan masalah


kognitif yang dipengaruhi oleh penilaian negative terhadap
diri sendiri, lingkungan dan masa depan.
6) Teori Belajar Ketidakberdayaan
Mengemukakan bahwa depresi dilmulai dari kehilangan
kendali diri, lalu menjdi pasif dan tidak mampu
menghadapi masalah. Kemidian individu timbul dengan
keyakinan akan ketidakmampuam mengendalikan
kehidupan sehingga ia tidak berupaya mengembangkan
respon yang adaptif.
7) Model Prilaku
Mengemukakan bahwa depresi terjadi karena kurangnya
pujian positif selama berinteraksi dengan lingkungan.
8) Model Biologis
Mengemukakan bahwa depresi terjadi prubahan kimiawi,
yaitu defisiensi katekolamin, tidak berfungsi endokrin dan
hipersekresi kortisol.
b. Faktor Presipitasi
Stresor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaan
meliputi faktor biologis, psikologis, dan social budaya. Faktor
biologis meliputi perubahan fisiologis yang disebabkan oleh
obat-obatan atau berbagai penyakit fisik seperti infeksi,
neoplasma dan ketidakseimbangan metabolisme. Faktor
psikologis meliputi kehilangan kasih sayang, termasuk
kehilangan cinta, seseorang dan kehilangan harga diri. Faktor
social budaya meliputi kehilangan peran, perceraian,
kehilangan pekerjaan.
c. Perilaku dan Mekanisme Koping
Perilaku yang berhubungan dengan depresi bervariasi. Pada
keadaan depresi kesedihan dan kelambanan dapat menonjol
atau dapat terjadi agitasi. Mekanisme koping yang digunakan
pada reaksi kehilangan yang memanjang adalah denial dan
supresi, hal ini untuk menghindari tekanan yang hebat.
C. KONSEP RESIKO BUNUH DIRI
1. PENGERTIAN
Resiko Bunuh Diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri
yang dapat mengancam kehidupan.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh
pasien untuk mengakhiri kehidupannya.Menurut Maris, Berman,
Silverman, dan Bongar (2015), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara
lain:
a) Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b) Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c) Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.
2. PENYEBAB
Proses terjadinya risiko bunuh diri akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari
faktor predisposisi dan presipitasi, Faktor Presdiposisi meliputi :
1) Faktor Genetik
2) Faktor Biologis lain
3) Faktor Psikososial & Lingkungan
a. Faktor genetik (berdasarkan penelitian):
a) 1,5 – 3 kali lebih banyak perilaku bunuh diri terjadi pada
individu yang menjadi kerabat tingkat pertama dari orang
yang mengalami gangguan mood/depresi/ yang pernah
melakukan upaya bunuh diri.
b) Lebih sering terjadi pada kembar monozigot dari pada
kembar dizigot.
b. Faktor Biologis lain:
Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu,
misalnya:
a) Stroke
b) Gangguuan kerusakan kognitif (demensia)
c) DiabetesPenyakit arteri koronaria
d) Kanker
e) HIV / AIDS
c. Faktor Psikososial & Lingkungan:
a) Teori Psikoanalitik / Psikodinamika: Teori Freud, yaitu
bahwa kehilangan objek berkaitan dengan agresi &
kemarahan, perasaan negatif thd diri, dan terakhir depresi.
b) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif
negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri
c) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga,
penipuan, kurangnya sistem pendukung social
Faktor Presipitasi
Faktor pencetus risiko bunuh diri meliputi : perasaan terisolasi karena
kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan marah/bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan cara pasien
menghukum diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan.
3. POHON MASALAH

Bunuh Diri

Risiko Bunuh Diri


Core Problem Resiko Bunuh Diri
Koping Individu

Causa Harga diri rendah

4. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala risiko bunuh diri dapat dinilai dari ungkapan pasien
yang menunjukkan keinginan atau pikiran untuk mengakhiri hidup dan
didukung dengan data hasil wawancara dan observasi.
a. Data subjektif:
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Merasa hidupnya tak berguna lagi
2) Ingin mati
3) Pernah mencoba bunuh diri
4) Mengancam bunuh diri
5) Bosan hidup
6) Merasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya
b. Data Objektif:
1) Ekspresi murung
2) Tak bergairah
3) Ada bekas percobaan bunuh diri
4)
5. RENTANG RESPON
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Respon adaptif respon maladaptif


peningkatan pengambilan perilaku pencederaan bunuh
destruktif- diri
diri resiko yang diri tidak Diri
langsung
Meningkatkan
Pertumbuhan

Keterangan :
• Peningkatan Diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara
wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang
berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya
• Beresiko Destruktif
Seseorang beresiko mengalami perilaku destruktif/menyalahkan diri
terhadap situasi yang mengancam pertahanan diri. Contoh seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan.
• Destruktif Diri Tidak Langsung
Seseorang akan mengambil sikap yang kurang tepat terhadap situasi
yang mengancam pertahanannya. Contoh pandangan pimpinan
terhadap kerjanya karyawan yang tidak loyal, membuat seorang
karyawan tidak masuk kantor.
• Pencederaan Diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri akibat hilangnya harapan
terhadap situasi yang ada.
• Bunuh Diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai nyawanya
hilang
6. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko bunuh diri
7. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko Bunuh Diri (D. 0135)
Luaran : Kontrol Diri L.09076
- Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun
- Perilaku melukai diri sendiri/orang lain menurun
- Verbalisasi umpatan menurun
- Perilaku menyerang menurun
- Perilaku merusak lingkungan sekitar menurun
- Perilaku agresif/amuk menurun
- Suara keras menurun
- Bicara ketus menurunverbalisasi keinginan bunuh diri menurun
- Verbalisasi isyarat bunuh diri menurun
- Verbalisasi ancaman bunuh diri menurun
Intervensi
Observasi
- Identifikasi gejala resiko bunuh diri (mis.gangguan mood,
halusinasi, delusi , panic, penyalahgunaan zat, kesedihan,
gangguan kepribadian)
- Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri
- Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (mis. Barang
pribadi, pisau cukur, jendela)
- Monitor adanya perubahan mood atau perilaku
Teraputik
- Libatkan dalam perencanaan perawatan mandiri
- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
- Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat
membahas bunuh diri
- Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah
dipantau (mis. Tempat tidur dekat ruang perawat)
- Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu (mis. Pergantian
sift)
- Lakukan intervensi perlindungan(Mis.Pengekangan fisik,
pembatasan area) jika diperlukan
- Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya, diskusi
berorientasi pada masa sekarang dan masa depan
- Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri di masa depan
- Pastika obat di telan
Edukasi
- Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang
lain
- Anjurkan menggunakan sumber pendukung (mis. Layanan
spiritual, penyedia layanan)
- Jelaskan pencegahan tindakan bunuh diri kepada keluarga atau
orang terdekat
- Informasikan sumberdaya masyarakat dan program yang tersedia
- Latih pencegahan resiko bunuh diri (mis. Latihan asertif,
relaksasi otot progresif)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, atau antipsikotik, sesuai
indikasi
- Rujuk ke pelayanan kesehatan mental jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Jogjakarta: Nuha Medika Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Cetakan II. Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2019). Cetakan II. Standar Luaran
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Cetakan II. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
FORMAT
PENGKAJIAN ASUHAN
KEPERAWATAN JIWA

I. IDENTITASKLIEN
Nama : Nn.I
Umur : 24 TH
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan
: SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Suku bangsa : Indonesia Alamat

No. RM : 017xxxx
Informan : Pasien dan Keluarga
Tgl Masuk RS : 12 Mei 2022
Tgl Pengkajian : 12 Mei 2022

II. ALASAN MASUK


Pasien ingin mengakiri hidup dengan membenturkan kepala ke dinding, pasien
menjadi kasar dan memukuli orang

Diagnosis Medis: Episode depresi berat tanpa gejala psikotik (F322)


Axis 1 : Gangguan ansietas
Axis 2 : Berpenampilan layaknya laki-laki, berhubunga seks sesame jenis
Axis 3 : Fisik tampak sehat
Axis 4 : Ditinggal cerai orang tua saat 15 TH, ayah bersifat otoriter
Axis 5 : 55

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG


Jelaskan kondisi saat pengkajian : Pasien ingin mengakiri hidup, pasien merasa
sejak control kemarin pikiran masih sangat kacau dan makin memburuk,
keinginan bunuh diri pasien sangat kuat dan sudah ada tindakan yang dilakukan
berupa membentur kepala. Pasien tidak bisa berpikir dan tidak bisa mengontrol
diri kadang melakukan suatu diluar kendali. Pasien sangat capek dengan kondisi
yang dialaminya, sering menyendiri, nafsu makan sangat berkurang 3 minggu
ini. Pasien bisa tidur di bantu dengan obat tetapi sering terbangun tengah malam
karena mimpi buruk sejak 2 minggu ini. Pasien tidak mau ortu mengetahui
sakitnya.

IV. FAKTOR PRESIPITASI & FAKTOR PREDISPOSISI


FAKTOR PRESIPITASI
FAKTOR Nature Origin Number-Timing STRESSOR
PREDISPOSISI
Biologis Pikiran tidak Kecewa Tidur sulit 2-3 Pasien 4x
-ada anggota keluarga yang tenang, tidak dan minggu kambuh,
pernah sakit jiwa, pasien
sudah 3x mengalami sakit bisa tidur marah faktor
jiwa terhadap penyebabnya
Psikologis superviso karena orang
- orang tuanya bercerai saat
pasien berumur 15 TH r di tuanya
Sosio kultural puskesm bercerai,
-ayah bersikap otoriter as hubungan
dengan
keluarga
kurang baik,1-
3 bulan
menyendiri
dalam kondisi
gelap, kecewa
dan marah
terhadap
supervisor di
puskesmas

V. RIWAYAT KESEHATANSEBELUMNYA
1. Pernah mengalami masalahh gangguan jiwa di masa lalu Ya √ Tidak
Jelaskan:
2019 pasien +- 2 bulan tidak tidur selama 2 minggu,marah-marah, kasar tanpa
sadar, tidak di obatkan tetapi membaik, agustus 2021 pasien +- 2 bulan kasar,
pikiran kacau, mendengar bisikan, tidak di obatkan tetapi membaik, desember
2021 pasien +- 1 bulan, sulit tidur, kasar, mudah marah tidak di obatkan hanya
di bawa ke psikiater membaik.

2. Riwayat pengobatan sebelumnya dan keberhasilannya


2021 ke psikolog membaik, lalu ke psikiater membaik, minum obat rutin 3 bulan
terakhir

VI. RIWAYAT KESEHAN KELUARGA


1. Adakah anggotakeluarga yang mengalami gangguan jiwa? Ya Tidak √
Jelaskan:-

Genogram
Genogra Keterangan Genogram:
m
Pasien tinggal serumah dengan
ibunya, dan nenek, Ibunya pernah
menderita penyakit jiwa, ayah dan
ibu pasien bercerai, kakek dari ibu
sudah meninggal
Keterangan:
: perempuan : garis keturunan
:laki-laki : garis perkawinan
:klien : tinggal serumah dengan klien
:cerai :meninggal

VII. PENGKAJIAN FISIK


1. Keadaan umum : Perempuan tapi tampak berpenampilan seperti laki-laki
2. Tingkat kesadaran : Compos Mentis 456
3. Tanda vital :TD : 120/80 mmHgN: 95x/mnt S: 36.5 C P: 20x/mnt
4. IMT : BB: 45 Kg TB:160
5. Keluhan Fisik :( ) Ya (√)Tidak
Jelaskan : tidak ada keluhan fisik
6. Pemeriksaan fisik : Tidak ada keluhan
7. Riwayat pengobatan fisik: tidak pernah mengalami sakit serius
VIII. PENGKAJIANPSIKOSOSIAL
1. Konsep diri
a) Gambaran diri : pasien mengatakan bahwa menyukai seluruh anggota badan

b) Identitasdiri : pasien dapat menyebutkan identitasnya seperti umur, nama, alamat

c) Peran : pasien sebagai anak, pasien seorang mahasiswa, aktivitasnya belajar dan
membantu orangtua

d) Ideal diri : pasien ingin segera sembuh dan pulang ke rumah

e) Hargairi : pasien mengatakan bahwa dirinya masih berguna untuk masyarakat dan
keluarga

2. Hubungan dengan keluarga dan masyarakat


a) Dirumah (Kelg & Masy) : biasa saja
b) Rumah sakit / Lingk tempat tinggal: berinteraksi dengan lingkungan
c) Hasil observasi terkait hub social : hubungan sosial kurang
3. Spiritual/keagamaan
a) Nilai dan keyakinan: yakin setiap orang mengalami sehat dan sakit
b) Kegiatan ibadah : belum beribadah selama di RS
IX. PENGKAJIAN STATUS MENTAL
1. Penampilan fisik : perempuan tetapi berpenampilan seperti laki-laki
2. Pembicaraan : kurang dapat dipercaya, non realistik
3. Aktiviitas motoric : tidak ada masalah
4. Alam perasaan : mudah marah, kontak mata sedih
5. Afek : labil
6. Interaksi selama wawancara: tidak ada masalah
7. Persepsi sensori : halusinasi audiotorik
8. Proses pikir : pikiran tidak logik
9. Isi pikir : tidak ada masalah
10. Tingkat kesadaran (Kualitatif) : compos mentis
11. Memori : tidak ada masalah, mamu mengingat kejadian lalu
12. Tingkat kosentrasi& Berhitung: tidak ada masalah
13. Kemampuan penilaian: tidak ada masalah
14. Daya tilik diri : tidak ada masalah

X. PENILAIAN (RESPON) TERHADAP STRESSOR


DIAGNOSA
STRESSOR KOGNITIF AFEKTIF FISIOLOGIS PERILAKU SOSIAL
KEPERAWATAN
Pikiran kacau, Labil, Mudah marah, Tidak bisa tidur. Marah-marah, Pendiam, RESIKO BUNUH DIRI
gelisah, tidak tidur tersinggung suka membanting
2 mnggu sedih, barang

XI. SUMBER KOPING


DIAGNOSA PERSONAL POSITIVE SOSIAL MATERIAL
TERAPI
KEPERAWATAN ABILITY BELIEF SUPPORT ASSET
RESIKO BUNUH DIRI Suka belajar, sangat Yakin bahwa dia Adanya keluarga Keadaan ekonomi Diazepam IM
memperhatikan masih dibutuhkan dan yang mensuport yang cukup 5mg Extra,
penampilan berguna dalam (ibu) Zyprexa IM 1x
keluarga
Pencegahan
bunuh diri
dengan control
perilaku

XII. MEKANISMEKOPING
1. Jenis mekanisme koping:
 Konstruktif: mengalihkan ke kegiatan positif
 Destruktif: marah-marah, mudah tersinggung, tidak dapat mengontrol perilaku
2. Sumber mekanisme koping
Jelaskan: keluarga, dan orang di sekitar

XIII. KEBUTUHAN PERSIAPANPULANG/ PEMENUHAN KEBUTUHAN


1. Makan mampu melakukan makan dan minum seperti biasa
2. BAK/BAB mampu melakukan aktivitas BAB BAK normal
3. Mandi mampu merawat diri dengan baik.
4. Berpakaian/berdandan tampak merawat diri dengan baik.
5. Istirahat dan tidur tidak bisa tidur tanpa bantuan obat
6. Penggunaan obat : tidak menggunakan obat-obatan terlarang, hanya obat untuk gangguan
tidurnya,
7. Pemeliharaan kesehatan
a) Perawatan lanjutan: adanya Rumah sakit terdekat
b) Perawatan pendukung: puskesmas, psikiatri dan psikolog
8. Kegiatan dirumah
Hanya belajar, membersihkan rumah
9. Kegiatan diluar rumah

Lainnya, jelaskan jarang keluar rumah suka menyendiri jarang berinteraksi


XIV. PENGETAHUAN KURANGTENTANG:
Penyakit Jiwa System pendukung
Pencegahan kekambuhan Sembuh koping
Obat obatan yang diminum Manajeman hidup sehat
Sumber koping

Jelaskan: Mengetahui tentang penyakitnya, obatnya apa namun kurang mengetahui sumber koping yang
dimiliki, bagaimana mencegah agar tidak kambuh

XV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
-
2. Data Diagnosisi
-

XVI. DIAGNOSIS MEDIS & TERAPI MEDISi


Dx. Medis: F322 Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik

Tx Medis : Diazepam IM 5mg Extra, Zyprexa IM 1x malam

XVII. ANALISISDATA
No DATA Etilogi PROPBLEM
1. DO: k/u tampak Gangguan Psikologis Resiko Bunuh Diri
seperti laki-laki,
Compos Mentis,
gelisah,
kooperatif(-),
komunikasi (+),
kontak mata (-)
DS: Pasien ingin
mengakiri hidup
dengan
membenturkan
kepala ke
dinding

XVIII. POHON MASALAH*


Bunuh Diri
Effect

Core Resiko Bunuh Diri


Problem
Koping individu inefektif
Causa Harga diri rendah

XIX. DIAGNOSIS KEPERAWATAN


Resiko Bunuh Diri d.d Gangguan Psikologis
XX. INTERVENSI
Nama Klien : Nn.I RM No. : 0xxxxx
DX Medis : F322 Episode Depresi Berat Tanpa Gejala Psikotik
No Dx Perencanaan
Tgl Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Dx Keperawatan

12 1. Resiko Bunuh Setelah dilakukan Dengan criteria Hasil: Observasi


Mei Diri Ditandai tindakan -verbalisasi ancaman - Identifikasi gejala resiko bunuh
2022 Dengan keperawtaan 3x 24 kepada orang lain diri (mis.gangguan mood,
Gangguan jam kontril diri menurun halusinasi, delusi , panic,
Psikologis membaik -perilaku meluaki diri penyalahgunaan zat, kesedihan,
sendiri atau orang lain gangguan kepribadian)
menurun - Identifikasi keinginan dan pikiran
-verbalisasi umoatan rencana bunuh diri
menurun - Monitor lingkungan bebas bahaya
-perilaku menyerang secara rutin (mis. Barang pribadi,
menurun pisau cukur, jendela)
-perilaku merusak - Monitor adanya perubahan mood
lingkungan sekitar atau perilaku
menurun Teraputik
-perilaku - Libatkan dalam perencanaan
agresif/mengamuk perawatan mandiri
menurun
- Libatkan keluarga dalam
-suara keras menurun
perencanaan perawatan
-bicara ketus menurun
verbalisasi ingin
- Lakukan pendekatan langsung dan
tidak menghakimi saat membahas
bunuh diri menurun
bunuh diri
-verbalisasi isyarat
bunuh diri menurun - Berikan lingkungan dengan
-verbalisasi ancaman pengamanan ketat dan mudah
bunuh diri menurun dipantau (mis. Tempat tidur dekat
ruang perawat)
- Tingkatkan pengawasan pada
kondisi tertentu (mis. Pergantian
sift)
- Lakukan intervensi
perlindungan(Mis.Pengekangan
fisik, pembatasan area) jika
diperlukan
- Hindari diskusi berulang tentang
bunuh diri sebelumnya, diskusi
berorientasi pada masa sekarang
dan masa depan
- Diskusikan rencana menghadapi
ide bunuh diri di masa depan
- Pastika obat di telan
Edukasi
- Anjurkan mendiskusikan perasaan
yang dialami kepada orang lain
- Anjurkan menggunakan sumber
pendukung (mis. Layanan
spiritual, penyedia layanan)
- Jelaskan pencegahan tindakan
bunuh diri kepada keluarga atau
orang terdekat
- Informasikan sumberdaya
masyarakat dan program yang
tersedia
- Latih pencegahan resiko bunuh
diri (mis. Latihan asertif, relaksasi
otot progresif)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, atau antipsikotik,
sesuai indikasi
- Rujuk ke pelayanan kesehatan
mental jika perlu

XXI. IMPLEMENTASIKEPERAWATAN
Nama perawat: Nama Klien/noCM: Nn.I Ruangan : Teratai
IMPLEMENTASI TDKN KEPERAWATAN EVALUASI (SOAP)
Tanggal : 12 Mei 2022 Jam: 07.00 14.00
Observasi S: pasien mengtatakan ingin
- Mengdentifikasi gejala resiko bunuh diri (pikiran tidak tenang, mengakhiri hidupnya.
tidur sulit, mudah marah)
- Mengidentifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri O: k/u tampak seperti laki-laki.
(ingin mengakhiri hidup, membentur-benturkan kepala ke Compos Mentis. Tampak
dinding) membentur-benturkan kepala
- Memonitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (menjauhkan ke dinding, kooperatif (-),
barang-barang berbahaya) kontak mata (-), komunikasi
- Memonitor adanya perubahan mood atau perilaku (+)
Teraputik
- Melibatkan dalam perencanaan perawatan mandiri A: Masalah keperawatan resiko
bunuh diri teratasi sebagian
- Melibatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
Observasi
- Melakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat
- Identifikasi keinginan dan
membahas bunuh diri (mendengarkan dengan penuh perhatian)
pikiran rencana bunuh diri
- Memberikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah
- Monitor lingkungan bebas
dipantau
bahaya secara rutin
- Menghindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya, - Monitor adanya
diskusi berorientasi pada masa sekarang dan masa depan perubahan mood atau
- Mendiskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri di masa perilaku
depan Teraputik
- Memastikan obat di telan - Libatkan dalam
Edukasi perencanaan perawatan
- Menganjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada mandiri
orang lain - Pastika obat di telan
- Menganjurkan menggunakan sumber pendukung Edukasi
- Menjelaskan pencegahan tindakan bunuh diri kepada keluarga - Anjurkan mendiskusikan
atau orang terdekat perasaan yang dialami
- Menginformasikan sumberdaya masyarakat dan program yang kepada orang lain
tersedia - Latih pencegahan resiko
- Melatih pencegahan resiko bunuh diri (Latihan asertif, relaksasi bunuh diri (mis. Latihan
otot progresif) asertif, relaksasi otot
Kolaborasi progresif)
- Berkolaborasi pemberian obat antiansietas, atau antipsikotik, Kolaborasi
sesuai indikasi Kolaborasi pemberian obat
Diazepam IM 5mg Extra, antiansietas, atau antipsikotik,
sesuai indikasi

13 Mei 2022 07.00 14.00


Observasi S: pasien mengtatakan ingin
- Mengidentifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri mengakhiri hidupnya.
(ingin mengakhiri hidup, dengan membentur-benturkan kepala
ke dinding) O: k/u tampak seperti laki-laki.
- Memonitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (menjauhkan Compos Mentis.
barang-barang berbahaya) Tampaktenang , kooperatif (+),
- Memonitor adanya perubahan mood atau perilaku kontak mata (+), komunikasi
Teraputik (+)
- Melibatkan dalam perencanaan perawatan mandiri
- Melakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat A: Masalah keperawatan resiko
membahas bunuh diri (mendengarkan dengan penuh perhatian) bunuh diri teratasi sebagian
Observasi
- Memberikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah
dipantau - Identifikasi keinginan dan
pikiran rencana bunuh diri
- Memastikan obat di telan
Edukasi - Monitor lingkungan bebas
bahaya secara rutin
- Menganjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada
orang lain - Monitor adanya
perubahan mood atau
- Menganjurkan menggunakan sumber pendukung
perilaku
- Melatih pencegahan resiko bunuh diri (Latihan asertif, relaksasi Teraputik
otot progresif)
- Libatkan dalam
Kolaborasi
perencanaan perawatan
- Berkolaborasi pemberian obat antiansietas, atau antipsikotik, mandiri
sesuai indikasi
- Pastika obat di telan
Diazepam IM 5mg Extra,
Edukasi
- Anjurkan mendiskusikan
perasaan yang dialami
kepada orang lain
- Latih pencegahan resiko
bunuh diri (mis. Latihan
asertif, relaksasi otot
progresif)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, atau antipsikotik,
sesuai indikasi

Anda mungkin juga menyukai