Anda di halaman 1dari 65

PRAKATA

Dengan selesainya pembuatan dan penyusunan laporan penelitian, penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya akhirnya laporan penelitian ini dapat selesai. Laporan penelitian yang berjudul Analisis Penanganan Gangguan Mental dengan Metode Psikoterapi diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Akshir Semester Mata Kuliah Teknik Penulisan Ilmiah Semester Ganjil 2012/2013. Dalam pelaksanaan penulisan dan penyusunan laporan penelitian, ditemui beberapa kendala, antara lain sumber faktual yang terkadang sulit ditemukan, sumber koneksi internet yang sulit dicari, dan cuaca yang tidak menentu sehingga tim penulis kesulitan bertemu untuk menyusun laporan penelitian. Namun semua kendala di atas dapat diatasi berkat bantuan dosen Teknik Penulisan Ilmiah kami Dra. Rosida Tiurma Manurung, M.Hum. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan tepat waktu, antara lain: Bapak Yuspendi selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Selaku ketua fakultas psikologi Universitas Kristen Maranatha Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Para Narasumber yang membantu kami dalam mencari data untuk menyusun laporan penelitian Teman-teman tim penulis

Teman-teman di kelas E Teknik Penulisan Ilmiah Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Penulis menyadari bahwa dalam laporan penelitian masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh karena itu penulis dengan sikap terbuka dan hati yang lapang bersedia menerima kritik, saran, dan masukan dari pihak pemaca semata-mata demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan tempat berpijak bagi peneliti-peneliti selanjutnya. Di samping itu, jika dalam penelitian terdapat kerumpangan diharapkan pihak lain yang berkenan meneruskannya sehingga penelitian ini menjadi lebih sempurna. Diharapkan pula laporan penelitian ini dapat dijadikan kerangka pikir tolak ukur, dan sumber referensi bagi kalangan akademis, khususnya pemerhati dan pembelajar jurusan psikologi. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi pengembangan keilmuan. Demikianlah prakata ini dibuat dan diakhiri. Perlu diperhatikan pula pentingnya ilmu dalam bermasyarakat sehingga berbagai masalah dan kendala pun dapat teratasi. Kembangkan dan kreasikan terus generasi muda yang sehat dan berpotensi agar masa depan bangsa terus terjaga dan terjamin.

Bandung, 30 November 2012

Penulis

ABSTRAK

Dalam laporan penelitian ini dibahas berbagai gangguan mental dan metode yang diterapkan untuk mengatasinya pada generasi muda Indonesia dalam era modern. Tujuan pembahasan dalam laporan penelitian ini adalah mendapatkan generasi muda yang berkualitas dengan berbagai metode, terutama psikoterapi. Diharapkan pembahasan ini dapat menjadi solusi agar dapat semakin menyejahterakan rakyat Indonesia pada umumnya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai cara menangani individu penderita gangguan mental, dan yang paling tepat dalam era modern ini adalah psikoterapi. Sumber data yang kami gunakan adalah hasil observasi lapangan terhadap berbagai individu penderita gangguan mental, hasil wawancara kepada masyarakat Bandung yang berinteraksi langsung dengan para penderita tersebut sebagai data primer, sedangkan untuk data sekunder, kami menggunakan artikel-artikel dan bacaan dari situs internet. Metode dan teknik penelitian yang kami gunakan adalah analisis deskriptif berdasarkan fakta yang kami tangkap melalui observasi lapangan dan eksplanasi, yaitu menjelaskan definisi, teori-teori, dan berbagai macam gangguan mental beserta penyebabnya. Temuan ilmiah dalam penelitian ini adalah peran psikoterapi dalam mengatasi gangguan mental, peran pihak eksternal dan internal dalam perkembangan gangguan mental, dan pentingnya pembasmian gangguan mental dalam rangka memajukan serta menyejahterakan bangsa Indonesia.

In this research report, we talk about mental disturbance and the methods of curing them for young generations in Indonesia at this modern era. The point of this research writing is to get

quality young generations with many methods, especially psychotherapy. We wish that this research writing can be the solution for Indonesian citizens generally to be more prosperous. The theory which is used in this research writing is the theory about how to handle individual with mental disturbance, and the exact one in this modern era is psychotherapy. The data source that we use is from field observation upon many individual mental disturbance, interview from Bandung citizens who interact directly with those mental disorder individual for primary data, as for secondary data source, we research articles and readings from many internet sites. The technique and methods that we use are descriptive-analitical after facts that we got from field observation and also explanation, which explains the definitions, theories, and many types of mental disturbance and disorders with their own causes. The scientific discoveries in this research are the role of psychotherapy in aiding mental disturbance, the role of internal and external side in mental disturbance development, and the importance of mental disturbance eliminations in case of making Indonesian citizens more prosperous.

DAFTAR ISI

Halaman Judul Prakata Abstrak Daftar Isi Daftar Lampiran Daftar Istilah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Identifikasi Masalah 1.3 Rumusan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Ruang Lingkup Kajian 1.6 Sumber Data 1.7 Metode dan Teknik Penulisan

1.8 Sistematika Tulisan

BAB 2 KERANGKA TEORETIS 2.1 Psikologi Kesehatan 2.2 Kesehatan Mental 2.2.1 Gangguan Mental 2.2.2 Macam-macam Gangguan Mental beserta Definisinya 2.2.3 Dampak Gangguan Mental 2.3 Psikoterapi 2.3.1 Sejarah Singkat Perkembangan Psikoterapi 2.3.2 Teori dan Kajian Metode Psikoterapi 2.3.3 Kekuatan Psikoterapi 2.3.4 Kelemahan Psikoterapi 2.3.5 Proses Psikoterapi

BAB 3

PEMBAHASAN 3.1 Implikasi dan Konsekuensi Penerapan Teknik Psikoterapi terhadap Individu Penderita Gangguan Mental 3.1.1 Implikasi Positif 3.1.2 Implikasi Negatif 3.1.3 Konsekuensi Penerapan Teknik Psikoterapi 3.2 Kontribusi dan Peranan Psikolog, Pemerintah, Lingkungan, dan Keluarga Tempat Individu Penderita Gangguan Mental Tumbuh 3.2.1 Peranan Pemerintah dalam Menghadapi Gangguan Mental 3.2.2 Kontribusi Psikolog dalam Mengatasi Masalah Gangguan Mental 3.2.3 Kerjasama antara Psikolog, Pemerintah, Lingkungan, dan Keluarga Tempat Individu Penderita Gangguan Mental Tumbuh

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan 4.2 Saran Daftar Pustaka

Lampiran A Ragangan Lampiran B Pembagian Kerja

DAFTAR ISTILAH

Burnout: istilah psikologi yang digunakan untuk menggambarkan perasaan kegagalan dan kelesuan akibat tuntutan yang terlalu membebankan tenaga dan kemampuan seseorang. Skizofrenia: gangguan kejiwaan dan kondisi medis yang mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal kognitif, emosional,dan tingkah laku. Asylum: pada zaman Yunani Kuno dan Roma Kuno, tempat ini merupakan tempat dimana orang-orang yang mengalami gundah-gulana mencari pengampunan. Pada umunya tempat ini besar dan religius, seperti kuil dan situs-situs religi lainnya. Neuropathology: pembelajaran mengenai penyakit sistem saraf, biasanya berbentuk operasi kecil atau otopsi otak seutuhnya. Fobia: atau gangguan anxietas fobik adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada suatu hal atau fenomena. Desensitization: emosi yang berkurang responnya terhadap stimulan negatif setelah repetisi yang terus-menerus. Contingency: status dari proporsi yang tepat atas setiap pengamatan yang memungkinkan (misalnya tautologi) atau tidak tepat terhadap pengamatan yang masuk akal (misalnya kontradiksi).

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini penderita gangguan mental semakin banyak ditemukan karena tekanan dari globalisasi yang semakin merajalela. Di negara-negara maju terutama banyak remaja yang sudah mengalami gangguan mental karena berbagai masalah dalam keluarga, pergaulan, dan tekanan dari lingkungan sekolah. Walau begitu, hal ini tidak membatasi kemungkinan banyaknya gangguan mental dalam masyarakat negara berkembang juga karena adanya faktor biologis yang memengaruhi kesehatan mental yang sering terjadi pada bibit-bibit manusia di negara berkembang. Gangguan mental dapat disebabkan oleh faktor biologis dan tentunya psikologis. Contoh faktor biologis yang mengakibatkan seseorang terkena gangguan mental adalah terjadinya kerusakan pada otak , kegagalan perkembangan otak, dan cacat fisik lainnya yang berpengaruh pada kegagalan otak. Faktor-faktor tersebut biasa disebut dengan samatogenik. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi secara psikologis , terutama dari segi lingkungan contohnya adalah stress, rasa sepi, kecemasan, interaksi dengan orangtua, persaingan antarsaudara kandung, intelijensi, hubungan dengan keluarga, pekerjaan dan permainan dengan masyarakat, konsep diri, rasa malu dan rasa salah,keterampilan, bakat, kreatifitas, dan lain sebagainya akan dibahas dalam bab selanjutnya. Gejala, ciri-ciri, atau yang dapat menyebabkan orang mengalami gangguan mental, di

antaranya adalah sulit bersosialisasi, memiliki perasaan cemas yang berlebih terhadap segala aspek kehidupan, perasaan lelah berlebih yang bukan disebabkan karena kelelahan fisik, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi, memiliki gangguan fisik seperti kaku otot, masalah pencernaan, sulit tidur, dan lain-lain. Dengan semakin maraknya globalisasi ini, terbukti semakin banyak pula generasi muda yang menderita gangguan mental, seperti yang diakibatkan oleh permainan game online, penyalahgunaan internet untuk membuka situs-situs yang kurang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan mental anak muda, banyaknya masalah duniawi yang mengakibatkan para remaja terjerat hal-hal duniawi dalam pergaulannya. Oleh karena itu, penting untuk para psikolog membahas, menganalisis, dan mencoba mengatasi gangguan mental untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia di muka bumi ini. Dengan mental yang sehat, tentunya kerja seseorang akan lebih efektif dan efisien. Hal ini pun akan meningkatkan kualitas kehidupan manusia yang hanya sekali. Dari segi peneliti, manfaat praktis yang dapat diperoleh selain menambah wawasan, yaitu mencegah gangguan mental pada diri sendiri bila memungkinkan dan pada orang-orang yang dekat sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Dengan meningkatkan mutu dan kualitas manusia pun otomatis akan berakibat pada berbagai aspek lain dalam kehidupan manusia, seperti meningkatnya mutu perekonomian, sosial-budaya, pemerintahan, dan lain sebagainya. Peneliti berpendapat bahwa selain penelitian tentang gangguan jiwa, terdapat penelitian yang serupa seperti penelitian terhadap kasus autisme yang dan mengakibatkan gangguan mental. Namun perbedaanya, pada autisme selain mengakibatkan gangguan mental juga dapat

berakibat pada gangguan ciri-ciri fisik sejak individu tersebut lahir. Namun terdapat beberapa kasus autisme dapat sembuh dengan sendirinya seiring bertambahnya usia, karena itu kebanyakan autisme terjadi pada anak-anak. Berdasarkan uraian pada paragraf-paragraf sebelumnya, peneliti ingin meyakinkan pembaca tentang pentingnya penelitian ini, yaitu dalam rangka membentuk pemerintahan dan masyarakat yang berkualitas, dibutuhkan pula mental yang sehat dari tiap individu penyusunnya. Apa jadinya bila generasi muda penerus bangsa memiliki kualitas mental yang terbelakang? Karena itu, pentingkah menangani kasus-kasus mental? Pentingkah peran psikolog dalam hal ini?

1.2 Identifikasi Masalah Sesuai fenomena, gejala, dan peristiwa yang telah diulas dalam latar belakang, berikut ini akan diidentifikasikan dan diregister permasalahan dari gejala cuplikan data yang muncul. Jika permasalahan tersebut tidak segera diselesaikan dan dicarikan solusinya, dapat mengganggu kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung, yaitu sebagai berikut. 1) Globalisasi yang menyebabkan mudahnya orang menderita gangguan mental. 2) Banyaknya masalah keluarga, pergaulan, dan tekanan dari lingkungan yang menyebabkan remaja menderita gangguan mental; terutama pada negara-negara maju. 3) Faktor yang memengaruhi gangguan mental di negara berkembang, yaitu lebih dari faktor biologis.

4) Semakin banyaknya variasi gangguan mental seiring berkembangnya zaman. 5) Gangguan mental baik ringan maupun berat sangat berdampak pada fisik dan aktifitas sosial manusia. 6) Di negara maju dimana teknologi dan globalisasi lebih berkembang, gangguan mental pun lebih tinggi resikonya. 7) Kualitas hidup manusia yang semakin menurun karena gangguan mental. 8) Sumber daya manusia yang kurang berkualitas karena individu-individu yang terkena gangguan mental kerap kali juga memengaruhi kualitas sumber daya manusia pada umumnya. 9) Aspek-aspek kehidupan lainnya, seperti politik, ekonomi, dan sosial-budaya yang kurang berkembang karena semakin banyaknya sumber daya manusia yang kurang berkualitas. 10) Tekanan psikologis yang semakin tinggi menyebabkan resiko stress yang tinggi pula. 11) Kurang dimanfaatkannya ilmu pengetahuan dalam mengatasi individu yang terkena gangguan mental. 12) Masa depan bangsa yang tidak menentu karena semakin turunnya kualitas mental generasi muda.

1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasikan di atas, berikut ini akan dirumuskan pokok-pokok persoalan yang akan dibahas, diteliti, dan dipecahkan, yaitu sebagai berikut.

1.3.1 Bagaimana cara mencegah dan mengatasi bertambahnya gangguan mental pada generasi muda dalam era globalisasi? 1.3.2 Bagaimana cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terkena gangguan mental dalam kaitannya dengan metode psikoterapi? 1.3.3 Mengapa penelitian tentang analisis penanganan gangguan mental dengan metode psikoterapi dibutuhkan dalam era globalisasi ini dan usaha apa yang dapat disumbangkan dengan metode tersebut?

1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok-pokok persoalan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, berikut ini akan dipaparkan garis besar hasil yang ingin diperoleh setelah masalah dibahas dan dipecahkan, yaitu sebagai berikut. 1.4.1 Menjabarkan upaya apa saja yang tepat digunakan untuk mencegah dan mengatasi bertambahnya gangguan mental pada generasi muda dalam era globalisasi. 1.4.2 Mendeskripsikan faktor-faktor yang tepat yang dapat ditempuh dengan metode psikoterapi dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terkena gangguan mental. 1.4.3 Mengusahakan penerapan aplikasi teori-teori, pemanfaatan fasilitas dan ilmu pengetahuan yang sudah ada untuk menangani gangguan mental dalam era globalisasi di Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup Kajian

Untuk memecahkan dan menjawab setiap permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, berikut ini akan dikemukakan aspek-aspek yang ditelaah dan diteliti serta prinsip-prinsip teori yang digunakan sebagai kerangka pikir atau tolok ukur pembahasan dan pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut. 1) Untuk menjawab dan memecahkan pertanyaan dalam butir (1), aspek aspek yang di teliti dan dijadikan kerangka acuan adalah penyebab terjadinya gangguan mental, kondisi lingkungan hidup tempat individu tersebut tumbuh, dampak gangguan mental terhadap kehidupan individu tersebut. 2) Untuk menjawab dan memecahkan pertanyaan dalam butir (2), prinsip-prinsip teori yang dijadikan tolok ukur ialah motivasi dari individu itu sendiri, dibantu lingkungan pergaulan dan keluarganya, peranan ahli psikoterapi, fungsi psikoterapi untuk mengatasi gangguan mental, kondisi psikis masyarakat di indonesia. 3) Untuk menjawab dan memecahkan pertanyaan dalam butir (3), ruang lingkup kajian yang akan ditelaah dan dibicarakan, yaitu metode psikoterapi, pengertian psikoterapi, peranan psikoterapis, efek samping metode psikoterapi, dan peranan alat bantu dalam metode psikoterapi.

1.6 Sumber Data Dalam melaksanakan suatu penelitian atau penyusunan suatu makalah akademik dan literatur maupun melalui penelitian dan pengamatan langsung di pelaksanaan sebuah karya tulis, diperlukan data yang cukup memadai sebagai dasar pemikiran dan arahan konsep. Pengumpulan data dapat dilakukan melalui literatur maupun penelitian dan pengamatan

lapangan. Berdasarkan informasi dan data yang dikumpulkan dapat dibedakan jenis-jenis data, yaitu sebagai berikut. 1) Data Primer: data atau informasi aktual tentang suatu objek yang diusahakan, dicari, diperoleh, dan dicatat untuk pertama kali oleh si peneliti sebagai pihak pertama penerima data, melalui penelitian dan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Jadi, bersifat faktual konkret, objektif, dan apa adanya. Dalam pengumpulan data rimer penulis atau peneliti sebgai orang pertama, kedudukan penulis atau peneliti sebagai orang pertama karena penelitilah yang menemukan data tersebut di lapangan dan mengusahakannya. 2) Data Sekunder: data atau informasi yang bukan diusahakan sendiri oleh si peneliti, melainkan oleh pihak lain yang telah terekam, telah tersedia, dan dapat dikutip serta dimanfaatkan oleh peneliti atau pihak lain yang memerlukannya. Data sekunder tersedia dalam bahan bacaan, dalam bentuk buku, jurnal ilmiah, majalah, surat kabar, ensiklopedia, glosarium, situs internet, dokumen terbitan lembaga pemerintahan atau swasta. Dalam pengumpulan data sekunder, peneliti berkedudukan sebagai orang kedua, ketiga, atau lebih karena peneliti menggunakan informasi yang ditemukan atau diusahakan oleh orang lain. 1.6.1 Sumber Data Primer Dalam penelitian ini digunakan data primer berupa hasil observasi terhadap penderita autisme usia dini, remaja Bandung yang menderita stress, gangguan kecemansan, bahkan gangguan mental, juga orang dewasa yang terkena gangguan mental.

Selain dari hasil observasi, data primer juga diperoleh dari hasil wawancara kepada masyarakat Bandung yang menderita gangguan mental berat maupun ringan, beserta orang-orang yang berinteraksi langsung dengan penderita. Masyarakat menilai bahwa gangguan mental berdampak pada aktivitas sosial dalam lingkungan. Peneliti melakukan wawancara secara terstruktur dan mendalam. Sebelum melakukan wawancara, peneliti telah menyiapkan daftar atau pedoman pertanyaan secara tertulis yang akan ditanyakan kepada informan atau/narasumber yang kompeten di bidangnya. Akan tetapi, pedoman pertanyaan tersebut bukanlah merupkan pedoman yang kaku karena jika ada informasi atau jawaban dari narasumber yang menarik, pertanyaan dapat dikembangkan (tidak menutup kemungkinan munculnya pertanyaan yang baru). Dalam penelitian ini pun digunakan data primer berupa hasil eksperimen atau uji coba upaya mengurangi gangguan stress atau kecemasan yang sering kali terjadi pada remaja karena pengaruh lingkungan pergaulan dan tekanan batin lainnya. Dari hasil interaksi dengan individu penderita autisme cukup jelas bahwa individu tersebut mengalami kesulitan dalam komunikasi dan oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengurangi autisme. 1.6.2 Sumber Data Sekunder Dalam penelitian ini, digunakan data sekunder berupa situs internet www.wikipedia.com , www.psikoterapi.com, dan imron46.blogspot.com, Alasan menggunakan situs ini karena kelengkapan dan keakuratan data-data yang dimuat di dalamnya tentang psikoterapi dan apa saja yang terdapat dalam masalah gangguan jiwa. Dan dengan penjelasannya yang singkat padat dan jelas memudahkan peneliti dalam memahami kasus gangguan jiwa. Kelemahannya adalah kurangnya materi pembahasan yang dibahas.

Data sekunder juga diperoleh dari situs internet www.republika .co.id dan www.tribunnews.com, situs-situs tersebut merupakan situs resmi yang memuat data data akurat tentang kota Bandung. Selain itu juga mendapat berita aktual tentang orang-orang yang menderita gangguan jiwa di kota Bandung, serta berbagai blog yang ditulisi oleh masyarakat yang berisi pandangan mereka mengenai penderita gangguan mental di kota Bandung.

1.7 Metode dan Teknik Penelitian Setiap penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif, cara kerja dalam penelitian yang ditempuh jika permasalahan diuji dan dibahas berdasarkan deskripsi yang diperoleh dari data dan fakta yang konkret. Di samping itu digunakan metode eksplanasi , yaitu metode eksplanasi merupakan cara kerja dalam penelitian yang membahas dan memecahkan masalah dengan cara menjelaskan secara rinci. Metode eksplanasi digunakan untuk membahas masalah karena peneliti harus menjelaskan prinsip yang digunakan oleh para ahli dan menjelaskan alternatif penjelasan pada bab pembahasan. Metode kausalitas juga digunakan karena metode kausalitas merupakan cara kerja dengan menunjukan hubungan sebab akibat antara yaitu variabel metode teori psikoterapi yang digunakan untuk mengatasi gangguan mental dan variabel gangguan fisik dan mental yang diderita yang digunakan dalam penelitian dan mengukur serta menjabarkan pengaruh yang muncul, misalnya cacat fisik, hamil di luar nikah bahkan kematian sebagai implikasi hubungan sebab akibat tersebut. 1.7.2 Teknik Penelitian Teknik studi kasus data dan bahan penulisan diperoleh dengan cara menyelidiki, menginvestigasi mengusut, dan memecahkan kasus yang menjadi polemic dalam masyarakat

belum terselesaikan.Tenik studi lapangan data diperoleh dengan cara terjun langsung ke lapangan tempat objek penelitian yang ada berinteraksi dengan objek dan lingkuagan di sekitar objek kontak langsung dengan situasi kondisi tempat penelitian dengan menggunakan teknik studi lapangan peneliti dapat memahami apa bagaimana mengapa dan dimana permasalahan itu terjadi. Teknik mendengarkan siaran radio, teknik membaca berita-berita dan majalah.

1.8 Sistematika Penyajian Dalam Bab I, yaitu bab pendahuluan, akan dikemukakan latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan pembahasan, ruang lingkup kajian, sumber data penelitian, metode dan teknik penelitian, dan sistematikan penyajian. Dalam Bab II, yaitu bab kajian teori, dikemukakan yang menjabarkan dan menjelaskan prinsip-prinsip teori para ahli yang dilengkapi dengan data bukti, contoh, gambar , grafik, tabel, dan sebagainya. Dalam Bab III, yaitu bab pembahasan, akan dijelaskan dan diperinci alternatif permasalahan, jalan keluar, dan solusi yang ditawarkan serta argumen-argumen pembahasan untuk mengatasi masalah yang dilengkapi oleh data, bukti, contoh, gambar, grafik, table, dan sebagainya yang mencakup berbagai metode dalam mengatasi gangguan mental dengan metode psikoterapi. Idenfitikasi penyebab gangguan mental dan kendala dalam mengatasinya. Menemukan langkah-langkah efektif yang dapat kita ambil untuk memajukan bangsa Indonesia dalam bidang psikologi. Dalam Bab IV, yaitu simpulan dan saran, akan ditegaskan simpulan, yaitu jawaban

permasalahan, hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian, dan temuan ilmiah, yaitu peran psikoterapi dalam mengatasi gangguan mental, peran pihak eksternal dan internal dalam perkembangan gangguan mental, dan pentingnya pembasmian gangguan mental dalam rangka memajukan serta menyejahterakan bangsa Indonesia.

BAB II KERANGKA TEORETIS

2.1 Psikologi Kesehatan Psikologi kesehatan adalah bagian dari psikologi klinis, yang memfokuskan pada kajian dan fungsi kesehatan individu terhadap diri dan lingkungannya, termasuk penyebab dan faktor-faktor yang terkait dengan problematika kesehatan individu. Psikologi Kesehatan menurut Matarazzo (1980, dalam Ogden: 1996) adalah suatu agregat dari specific educational, dan kontribusi scientific professional, dari disiplin psikologi, untuk memajukan atau memelihara kesehatan, termasuk juga didalamnya penanganan penyakit dan aspek-aspek lain yang terkait dengannya. Psikologi kesehatan sebagai pengetahuan sosial-psikologis dapat digunakan untuk mengubah pola health behavior dan mengurangi pengaruh dari psychosocial stress. Selain itu, teori-teori psikologi juga dapat dimanfaatkan dalam mempromosikan tingkah laku sehat dan mencegah sakit/munculnya penyakit dalam skala individu maupun yang lebih luas (kelompok, komunitas maupun masyarakat) Secara lebih operasional, psikologi kesehatan dapat dimanfaatkan untuk : 1) Mengevaluasi tingkah laku dalam etimologi penyakit

2) Memprediksi tingkah laku tidak sehat 3) Memahami peran psikologi dalam experience of illness 4) Mengevaluasi peran psikologi dalam treatment (pengobatan) Karena itu, dalam kaitannya dengan judul tentatif yang akan dibahas dalam laporan penelitian ini, psikologi kesehatan beserta teknik-teknik, teori-teori, dan cabang-cabang bidangnya sangat berperan dan bermanfaat dalam membahas dan meneliti individu-individu yang mengalami gangguan mental. Teknik dari psikologi kesehatan yang akan dibahas tentunya adalah psikoterapi yang terbukti paling efektif mengatasi gangguan mental pada era globalisasi ini. Berdasarkan hasil observasi dan fakta yang tampak, teknik terapi lainnya seperti psikologi agama sudah kurang efektif karena masyarakat cenderung lebih memercayai materi.

2.2 Kesehatan Mental Sebelum masuk ke variabel utama, yaitu gangguan mental, ada baiknya Anda mengetahui terlebih dahulu asal-usul istilah gangguan mental tersebut. Kesehatan mental menurut UU No.3/1961 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Sehat sebagai suatu spectrum, Pepkins mendefinisikan sehat sebagai keadaan keseimbangan yang dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan yang cenderung menggangunya. Badan seseorang bekerja secara aktif untuk mempertahankan diri agar tetap sehat sehingga kesehatan selalu harus dipertahankan. Sesuai dengan pengertian sehat di atas dapat di simpulkan bahwa kesehatan terdiri dari 3

dimensi yaitu fisik, psikis dan social yang dapat diartikan secara lebih positif, dengan kata lain bahwa seseorang diberi kesempatan untuk mengembangkan seluas-luasnya kemampuan yang dibawanya sejak lahir untuk mendapatkan atau mengartikan sehat. Meskipun terdapat banyak pengertian/definisi, konsep sehat adalah tidak standart atau baku serta tidak dapat diterima secara mutlak dan umum. Apa yang dianggap normal oleh seseorang masih mungkin dinilai abnormal oleh orang lain, masing-masing

orang/kelompok/masyarakat memiliki patokan tersendiri dalam mengartikan sehat. Banyak orang hidup sehat walau status ekonominya kekurangan, tinggal ditempat yang kumuh dan bising, mereka tidak mengeluh adanya gangguan walau setelah ditimbang berat badanya dibawah normal. Penjelasan ini menunjukan bahwa konsep sehat bersifat relatif yang bervariasi sangat luas antara sesama orang walau dalam satu ruang/wilayah. Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu, tetapi sehat harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis. Kesehatan sebagai suatu spectrum merupakan suatu kondisi yang fleksibel antara badan dan mental yang dibedakan dalam rentang yang selalu berfluktuasi atau berayun mendekati dan menjauhi puncak kebahagiaan hidup dari keadaan sehat yang sempurna. Mental yang kurang sehat seringkali diakibatkan oleh berbagai gangguan, baik dari luar maupun dari dalam diri/pikiran individu itu tersebut. Dari hal inilah tercipta istilah gangguan mental yang terdiri dari gangguan stress dan gangguan kecemasan, beserta berbagai kelainan mental lainnya yang lebih berat, bervariasi, unik, juga kompleks. Dalam laporan penelitian ini akan dikupas habis gangguan-gangguan dan kelainan-kelainan tersebut berdasarkan berbagai studi literatur dan data sekunder yang diperoleh.

2.2.1 Gangguan Mental Gangguan mental dimaknakan sebagai tidak adanya atau kekurangannya dalam hal kesehatan mental. Pengertian tersebut sejalan dengan pengertian yang dikemukakan oleh Kaplan dan Sadock yang menyatakan gangguan mental itu as any significant deviation from an ideal state of positive mental health yang artinya penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental merupakan indikasi adanya gangguan mental. Pengertian lain, gangguan mental dimaknakan sebagai adanya penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan, dan tindakan. Sejalan dengan kondisi biopsikososial, khususnya di kalangan lansia, bahwa penurunan kemampuan organik, terjadinya kompensasi psikologis, dan penurunan dalam kemampuan sosial maka problem dalam kesehatan mental tidak terelakkan. Hanya saja sering terjadi gangguan yang bersifat terselubung, yaitu tampak sebagai gangguan secara fisik. Karena itu tidak mudah untuk mengetahui seberapa besar gangguan mental pada mereka ini. (Notosoedirdjo dan Latipun, 2007) Gangguan masalah mental merupakan masalah besar dan membahayakan lansia beserta keluarganya. Gangguan atau sindrom mental organik, yang disebut gangguan degeneratif dan serebrosvaskular, ada hubungannya dengan fungsi kognitif, fisik dan perilaku abnormal yang menyertai perubahan patologis dalam otak. (Brunner dan Suddarth, 2001) 2.2.2 Macam-macam Gangguan Mental beserta Definisinya Gangguan mental di dunia terdapat banyak jenisnya, antara lain: Histeria, Penis Envy (Cemburu Penis), Narsisistik, gangguan Disosiasi Identitas, ADHD, gangguan Bipolar, Gangguan Asperger, Homoseksualitas, Kecanduan seks, gangguan identitas gender, Gamomania, Climomania, Onomatomania, Enosimania, Demonomania, Aboulomania, Ablutomania,

Trichotillomania, Psikosis, Pyromania, Simtoma, dan lain sebagainya. Dari gangguan dan kelainan mental yang telah disebutkan di atas, akan dibahas beberapa yang umum saja untuk menambah wawasan pembaca.
1) Gamomania Gamomania atau obsesi untuk mengajukan pernikahan. Gangguan jiwa jenis ini memang cukup aneh (mungkin Anda juga belum pernah menjumpai atau mendengar gangguan jiwa jenis ini) dimana seseorang yang dikatakan mengalami Gamomania ini biasanya memiliki obsesi mengajukan atau mengajak menikah kepada orang-orang yang berbeda dalam waktu yang sama. Dalam banyak kasus, Gamomania ini dapat memicu terjadinya poligami. 2) Climomania

Orang yang mengalami Climomania ini akan cenderung memiliki keinginan untuk berlama-lama di atas kasur terlebih kalau sedang musim dingin. Penderita Climomania ini mempunyai keinginan atau obsesi untuk selalu ada di atas kasur dalam jangka waktu lama, bahkan bisa sampai seharian. Climomania berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti obsesi tidur. Apakah Anda termasuk ke dalam Climomania?
3) Onomatomania

Onomatomania tak kalah menggelikannya dibandingkan gangguan jiwa jenis lainnya. Pada penderita Onomatomania ini ia memiliki obsesi untuk mengulang kata-kata khusus karena dianggap menggangu pikirannya.
4) Enosimania

Enosimania ialah keadaan dimana seseorang takut melakukan kesalahan besar, takut

mendapatkan kritikan, dan lain-lain. Gejala yang biasanya terjadi pada orang yang mengalami Enosimania meliputi detak jantung yang tidak menentu, timbul rasa muak, berkeringat, napas menjadi pendek dan cepat. Enosimania ini mungkin dalam beberapa hal bisa positif karena akan menimbulkan sikap kehati-hatian, perfect, dan lainnya. Namun kalau berlebihan maka akan membuat diri menjadi tidak nyaman.
5) Demonomania

Demonomania ini sangat erat kaitannya dengan eksistensi makhluk atau alam gaib. Orang yang menderita gangguan kejiwaan jenis ini selalu memiliki perasaan ketakutan yang berlebihan, bahkan ketakutan dirasuki oleh roh jahat dari alam gaib ke dalam tubuhnya. Orang yang mengalami Demonomania ini akan semakin parah setelah ia melihat film-film horor, membaca buku horor atau mendengarakan cerita horor.
6) Aboulomania

Coba diingat-ingat apakah Anda termasuk orang yang selalu mengalami kesulitan ketika hendak mengambil keputusan terkait suatu hal? Kalau iya, kemungkinan Anda mengidap Aboulomania yang merupakan kondisi dimana seseorang selalu merasa kesulitan ketika hendak mengambil suatu keputusan, bahkan untuk hal yang sederhana sekalipun.
7) Ablutomania

Ablutomania mungkin bisa disebut positif dalam konteks untuk menjaga kebersihan tubuh dari terkontaminasi oleh kuman. Namun akan mengganggu kalau ketakutan terhadap kotor atau kuman datang dalam skala per detik yang berdampak pada keinginan untuk membersihkan tubuh, minimal tangan secara intens, bahkan keseringan. Ablutomania merupakan kondisi untuk

selalu membersihkan tubuh.


8) Trichotillomania
Maniak kategori ini juga cukup aneh dan menggelikan. Trichotillomania merupakan kelainan gerakan refleks dalam bentuk penyiksaan diri seperti menarik atau menjambak rambut, bulu mata, alis, dan lainnya.

9) Gangguan Identitas Gender Saat ini, yang paling kontroversial dari semua gangguan mental adalah gangguan identitas jenis kelamin. Berdasarkan DSM edisi sebelumnya, orang yang merasa jenis kelamin fisiknya tidak sesuai dengan jenis kelaminnya yang sejati dapat didiagnosis mengalami gangguan identitas gender. Kontroversi terbesar atas gangguan ini adalah karena DSM tidak memuat cara pengobatannya. Apakah anak-anak yang merasa tidak cocok jenis kelaminnya diizinkan mendefinisikan diri mereka sendiri, atau harus didorong untuk mengidentifikasi dirinya sesuai jenis kelamin fisiknya? "Di satu sisi, para ahli berpendapat agar anak-anak ini merasa nyaman dengan tubuh yang telah dimilikinya sendiri. Namun di sisi lain, para ahli menginginkan anak-anak ini bebas menentukan keinginannya. Menurutku, memaksa seseorang untuk hidup dengan jenis kelamin yang tidak diinginkan akan menyebabkan depresi dan kecemasan," kata Diane Ehrensaft, psikolog klinis di Oakland, California.

10) Kecanduan seks

Menurut lembaga Society for the Advancement of Sexual Health, kecanduan seks ditandai dengan kurangnya kontrol atas perilaku seksual. Pecandu seks akan menuruti keinginan seksualnya meskipun berakibat buruk, tidak bisa menetapkan batasan dan terobsesi dengan seks bahkan ketika tidak ingin memikirkan hal itu. Beberapa pecandu seks mengaku tidak mendapatkan kenikmatan dari perilaku seksualnya, tapi

hanya menghasilkan rasa malu. Gangguan ini belum dimasukkan ke dalam DSM, dan kemungkinan tidak akan disertakan dalam DSM edisi berikutnya. Malahan, Asiosiasi Psikologi Amerika (APA) bermaksud menambahkan kelainan seksual baru yang disebut gangguan hiperseksual, yang tidak menggambarkan tentang kecanduan seks. 11) Homoseksualitas Dalam sejarahnya, homoseksual adalah gangguan kejiwaan yang paling kontroversial. APA mencoret homoseksualitas dari daftar gangguan mental pada tahun 1973 setelah mendapat gempuran protes dari aktivis gay dan lesbian. Beberapa bukti ilmiah menyarankan bahwa ketertarikan sesama jenis adalah hal yang normal di kalangan orang yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 12) Gangguan Asperger Gangguan Asperger ditandai dengan kecerdasan dan kemampuan bahasa yang normal, namun keterampilan sosial yang buruk. Ganggguan ini dimasukkan DSM pada tahun 1994, namun pada tahun 2013, gangguan ini dipastikan sudah dikeluarkan dari daftar. Alasannya, penelitian telah gagal membedakan antara gangguan Asperger dan autisme. 44 persen anak yang didiagnosis Asperger benar-benar memenuhi kriteria autisme, menurut sebuah survei tahun 2008. 13)Gangguan Bipolar pada Anak Gangguan bipolar ditandai oleh perubahan suasana hati antara depresi dan rasa senang. Pada tahun 1994 sampai 2003, jumlah kunjungan dokter terkait dengan gangguan bipolar pada anak naik 40 kali lipat, demikian menurut sebuah penelitian tahun 2007 di jurnal Archives of General Psychiatry.

Masalahnya adalah sebagian dari kenaikan itu disebabkan karena perubahan cara psikolog mendiagnosa gangguan bipolar pada anak-anak, bukan karena peningkatan kasus secara aktual.Untuk mengatasinya, APA berencana menambahkan gangguan baru, yaitu disregulasi marah dengan dysphoria. Gangguan ini akan berlaku untuk anak-anak yang memiliki suasana hati mudah tersinggung dan sering marah. Namun beberapa ahli sudah meragukannya karena beberapa gangguan perilaku pada anak dianggap hal yang normal.

14) ADHD ADHD adalah singkatan dari attention deficit hyperactivity disorder. Anak-anak dengan ADHD mengalami kesulitan duduk dengan diam, memperhatikan, dan mengontrol dorongan hatinya. Baru-baru ini, beberapa psikiater mulai mendiagnosa ADHD pada orang dewasa. "Beberapa gejala ADHD pada anak-anak saja sudah dianggap diagnosis yang berlebihan, apalagi pada dewasa. Ada tuduhan bahwa psikiater bersekongkol dengan perusahaan farmasi agar dapat menjual obat ADHD lebih banyak," kata psikiater dari New York University, Norman Sussman. 15) Gangguan Disosiasi Identitas Dulu gangguan ini dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda. Gangguan kepribadian ganda terkenal setelah sebuah buku berjudul "Sybil" dibuat menjadi film dengan nama yang sama pada tahun 1976. Film dan buku tersebut bercerita tentang Shirley Mason, nama samaran Sybil, yang didiagnosis memiliki 16 kepribadian berbeda sebagai akibat dari pelecehan fisik dan seksual oleh ibunya. Buku dan filmnya memang laris, tetapi diagnosisnya sangat jarang ditemui. Pada tahun 1995, seorang psikiater bernama Herbert Spiegel menyelidiki kasus Sybil. Ia menegaskan bahwa ia mempercayai kepribadian Sybil yang berbeda-beda tersebut diciptakan

oleh terapisnya karena efek terapi atau hipnotis, dan hal ini mungkin terjadi tanpa disadari. Para kritikus berpendapat bahwa gangguan tersebut sebenarnya adalah rekayasa, dibuat dengan maksud meyakinkan pasien bahwa masalahnya adalah karena kepribadian ganda. Meskipun demikian, gangguan identitas disosiatif berhasil melewati kritik ini dan tidak akan mengalami perubahan besar dalam DSM edisi berikutnya. 16) Narsisistik Seseorang yang sangat butuh dipuji dan kurang berempati kepada orang lain masuk dalam kriteria narsistik, dan mereka nampaknya memang cocok menjalani psikoterapi. Namun, gangguan narsisitik ini juga sempat menuai kontroversi. Masalah terbesarnya adalah karena tidak ada yang mengaku memiliki gangguan tersebut. Menurut review tahun 2001 di Journal of Mental Health Counseling, hampir setengah orang yang didiagnosis kepribadian narsisistik juga memenuhi kriteria gangguan kepribadian lainnya. Untuk mengatasi masalah tersebut, APA mengusulkan perubahan besar pada DSM edisi berikutnya. diagnosis akan lebih berfokus pada disfungsi dan sifat gangguan mental. Tujuannya adalah untuk menhilangkan tumpang tindih dan membuat kategori yang lebih berguna bagi pasien dengan gangguan kepribadian. 17) Penis Envy (Cemburu Penis) Sigmund Freud merevolusi psikologi pada tahun di 1800-an dan awal 1900-an dengan teori-teorinya tentang psikoseksual. Salah satu teorinya adalah menyimpulkan bahwa perkembangan seksual gadis-gadis muda didorong oleh kecemburuan karena tidak memilik Penis (Penis envy) dan hasrat seksualnya terhadap ayah. Kesimpulan ini kontan menuai banyak kontroversi. Namun seiring perkembangan zaman, teori

ini telah dianggap usang dengan sendirinya. 18) Histeria Pada tahun 1800-an, histeria mencakup semua diagnosis gangguan mental pada wanita. Gejala-gejalanya tidak jelas seperti; ketidakpuasan, rasa lemah, serta ledakan emosi. Pengobatannya sederhana dan dikenal dengan 'histeris paroxysm' atau dikenal juga dengan orgasme. Dokter akan memijat alat kelamin pasiennya secara manual atau dengan vibrator. Meskipun janggal, hal ini tidak dianggap kontroversial ketika itu. Yang lebih kontroversial adalah meminta pasien wanita 'histeria' untuk beristirahat saja tanpa bekerja atau bersosialisasi. Pengobatan ini seringkali justru memperburuk kecemasan atau depresi. Menurut editorial tahun 2002 di jurnal Spinal Cord, kasus diagnosis histeria mereda secara bertahap sepanjang abad ke-20. 19) Psikosis Pada psikosis penderita sudah tidak dapat menyadari apa penyakitnya, karena sudah menyerang seluruh keadaan netral jiwanya. Ciri-cirinya meliputi: disorganisasi proses pemikiran, gangguan emosional, disorientasi waktu, ruang sering atau terus berhalusinasi. 20) Autisme Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal.
Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah

adanya 6 gangguan dalam bidang: interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara), perilakuemosi, pola bermain, gangguan sensorik dan motorik, perkembangan terlambat atau tidak normal.

Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun. Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD(Pervasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD. 2.2.3 Dampak Gangguan Mental Dampak gangguan jiwa/mental bagi keluarga sangat besar, apalagi jika ada beberapa anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Dampak dari anggota yang menderita gangguan jiwa bagi keluarga diantaranya keluarga belum terbiasa dengan adanya gangguan jiwa. Dampak-dampak gangguan jiwa misalnya: 1) Penolakan Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang menderita gangguan jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak penderita tersebut dan meyakini memiliki penyakit berkelanjutan. Selama episode akut anggota keluarga akan khawatir dengan apa yang terjadi pada yang mereka cintai. Pada proses awal, keluarga akan melindungi orang yang sakit dari orang lain dan menyalahkan dan merendahkan orang yang sakit untuk perilaku tidak dapat diterima dan kurangnya prestasi. Sikap ini mengarah pada ketegangan dalam keluarga, isolasi dan kehilangan hubungan yang bermakna dengan keluarga yang tidak mendukung orang yang sakit. Tanpa informasi untuk membantu keluarga belajar untuk mengatasi penyakit mental, keluarga dapat menjadi sangat pesimis tentang masa depan. Sangat penting bahwa keluarga

menemukan sumber informasi yang membantu mereka untuk memahami bagaimana penyakit itu mempengaruhi orang tersebut. Mereka perlu diketahui bahwa dengan pengobatan, psikoterapi atau kombinasi keduanya, mayoritas orang kembali ke gaya kehidupan normal. 2) Stigma Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak semua dalam anggota keluarga mengetahuinya. Keluarga menganggap penderita tidak dapat berkomunikasi layaknya orang normal lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa keluarga merasa tidak nyaman untuk mengundang penderita dalam kegiatan tertentu. Hasil stigma dalam begitu banyak di kehidupan sehari-hari, Tidak mengherankan, semua ini dapat mengakibatkan penarikan dari aktif berpartisipasi dalam kehidupan sehari-hari. 3) Frustrasi, Tidak berdaya dan Kecemasan Sulit bagi siapa saja untuk menangani dengan pemikiran aneh dan tingkah laku aneh dan tak terduga. Hal ini membingungkan, menakutkan dan melelahkan. Bahkan ketika orang itu stabil pada obat, apatis dan kurangnya motivasi bisa membuat frustasi. Anggota keluarga memahami kesulitan yang penderita miliki. Keluarga dapat menjadi marah marah, cemas, dan frustasi karena berjuang untuk mendapatkan kembali ke rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan. 4) Kelelahan dan Burnout Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan orang yang dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka mungkin mulai merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup dengan orang yang sakit yang harus terus-menerus dirawat. Namun seringkali, mereka merasa

terjebak dan lelah oleh tekanan dari perjuangan sehari-hari, terutama jika hanya ada satu anggota keluarga mungkin merasa benar-benar di luar kendali. Hal ini bisa terjadi karena orang yang sakit ini tidak memiliki batas yang ditetapkan pada tingkah lakunya. Keluarga dalam hal ini perlu memahami bahwa dalam merawat penderita tidak boleh merasa letih, karena dukungan keluarga tidak boleh berhenti untuk selalu men-support penderita. 5) Duka Kesedihan bagi keluarga di mana orang yang dicintai memiliki penyakit mental. Penyakit ini mengganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi dan berpartisipasi dalam kegiatan normal dari kehidupan sehari-hari dan penurunan dapat terus-menerus. Mungkin keluarga dapat menerima kenyataan penyakit yang dapat diobati, tetapi tidak dapat disembuhkan. Keluarga berduka ketika orang yang dicintai sulit untuk disembuhkan dan melihat penderita memiliki potensi berkurang secara substansial bukan sebagai yang memiliki potensi berubah. 6) Kebutuhan Pribadi dan Mengembangkan Sumber Daya Pribadi Jika anggota keluarga memburuk akibat stress dan terlalu banyak pekerjaan, dapat menghasilkan anggota keluarga yang sakit tidak memiliki sistem pendukung yang sedang berlangsung. Oleh karena itu, keluarga harus diingatkan bahwa mereka harus menjaga diri secara fisik, mental, dan spiritual agar sehat. Memang ini bisa sangat sulit ketika menghadapi anggota keluarga yang sakit. Namun, dapat menjadi bantuan yang luar biasa bagi keluarga untuk menyadari bahwa kebutuhan mereka tidak boleh diabaikan. 7) Menurunnya Kualitas Sumber Daya Manusia Bila banyak masyarakat terkena gangguan mental, maka aktifitas yang efektif dan efisien pun akan menurun. Hal ini akan berdampak pada berbagai aspek kenegaraan pula seperti

ekonomi (tenaga kerja yang berpotensi berkurang), sosial-budaya (kebudayaan menjadi lebih sulit diwariskan dan dilestarikan karena belum tentu sesuai atau dapat diserap dan diterima individu yang memiliki gangguan mental), politik (pemimpin/penerus bangsa yang memiliki gangguan mental akut tentunya tidak dapat diandalkan layaknya yang bermental kuat dan sehat), pertahanan dan keamanan (mental yang sehat menunjukkan fisik yang sehat pula. Karena itu, bila mental saja kurang sehat, maka fisik untuk mempertahankan negara dari berbagai ancaman pun kurang dapat diharapkan). 8) Menurunnya Kualitas Kehidupan Manusia Kehidupan yang sejahtera pun lebih sulit dicapai padahal tiap manusia hidup hanya satu kali. Gangguan mental memang tidak selalu berdampak negatif dalam kehidupan; ada juga yang membawa berkah bila individu itu sendiri memandangnya secara optimis. Namun pada umumnya, individu yang mentalnya terganggu memang tidak dapat hidup seefisien orang normal. 2.3 Psikoterapi
Psikoterapi adalah suatu interaksi sistematis antara klien dan terapis yang menggunakan prinsip-psinsip psikologis untuk membantu menghasilkan perubahan dalam tingkah laku, pikiran dan perasaan klien supaya membantu klien mengatasi tingkah laku abnormal dan memecahkan masalahmasalah dalam hidup atau berkembang sebagai seorang individu. Psikoterapi juga merupakan terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-cara psikologis, dilakukan oleh seseorang yang terlatih khusus, yang menjalin hubungan kerjasama secara profesional dengan seorang pasien dengan tujuan untuk menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit. Definisi yang lain yaitu bahwa psikoterapi adalah cara-cara atau pendekatan yang menggunakan teknik-teknik psikologik untuk menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental.

2.3.1 Sejarah Singkat Perkembangan Psikoterapi Pada zaman dahulu kala, dipercaya bahwa perilaku abnormal disebabkan oleh setan. Setan tersebut diusir dengan teknik tertentu seperti doa, mantera, sihir, dan teknik lainnya. Jika terapi tersebut tidak berhasil, diambil tindakan yang lebih ekstrim; misalnya dengan merajam hingga mati. Selama abad 15 sampai 16, gangguan mental itu dipandang sebagai penyakit. Maka penderita gangguan mental dimasukkan ke dalam rumah sakit khusus untuk penderita gangguan mental yang disebut asilum. Asilum seperti penjara untuk para penghuninya, mereka dirantai di sel yang gelap dan kotor. Tetapi pada saat Philipe Pinel (1745-1826) yang bertugas, terjadi perkembangan. Pinel memperbolehkan melepas rantai yang mengikat para penderita. Eksperimennya berhasil. Setelah dilepaskan dari ikatannya, ditempatkan di ruang yang bersih dan terang, banyak orang yang selama bertahun-tahun dianggap tidak berharapan sembuh ternyata mengalami kemajuan yang besar. Pada akhir abad 18 dan awal abad 19, ahli kllinis berusaha untuk merawat gangguan mental berdasarkan psikologi. Contohnya, Josef Breuer (1842-1925), seorang dokter dari Viennese yang merawat pasien yang histeria dengan menggunakan metode hipnotis. Teknik hipnosis ini kemudian diperbaharui oleh Professorr Jean Martin Charcot (1825-1893) dan Hippolyte Bernheim (1840-1910) dari Perancis yang meyakini bahwa gangguan jiwa antara lain dilatar belakangi oleh faktor-faktor psikologis. Pada tahun 1885, Sigmund Freud di Universitas Vienna ditunjuk sebagai dosen Neuropathology, dan saat itu dia juga belajar dari Professorr Jean Martin Charcot. Charcot memakai metode hypnosis secara serius, dia memakainya untuk menyembuhkan gejala paralysis dan perasaan perasaan (senses). Charcot mampu memperlihatkan bahwa Fenomena Histeria,

murni disebabkan oleh masalah psikologis, dan penyebabnya dikaitkan masalah Uterus, sehingga hysteria tidak didapatkan pada pria karena tidak mempunyai uterus. Tak dapat dilupakan pula nama-nama besar seperti Paul Dubois (1848-1918) dari Swiss yang menggunakan teknik bicara, serta Pierre Janet (1859-1947) dan Ellenberg (1970) yang disebut-sebut sebagai penemu sistem baru dalam psikiatri. Sejarah perkembangan psikoterapi ketika memasuki awal tahun 60-an ditandai oleh berkembangnya psikologi-klinis dan psikologi-konseling. Tokohnya adalah Carl Rogers dengan konseling tidak langsungnya (nondirective counseling) dan pendekatan terpusat pada klien (client-centered approach, yang kemudian diganti menjadi person-centered approach). Pada saat yang hampir bersamaan muncul revolusi lain dalam dunia psikoterapi, yaitu munculnya terapi perubahan perilaku (behavior therapy) yang pendekatan dan tekniknya sangat berlawanan dengan psikoanalisis. Teknik ini kemudian berkembang menjadi terapi kognitif. 2.3.2 Teori dan Kajian Metode Psikoterapi Dalam ilmu psikologi, ada banyak sekali metode yang bisa digunakan untuk terapi. Semua metode itu merupakan hasil pemikiran dan penelitian para pakar psikologi dari berbagai penjuru dunia. Dari sekian banyak metode psikoterapi yang ada, bisa dikategorikan dalam lima pendekatan, yaitu: 1) Psychoanalysis & Psychodynamic Pendekatan ini fokus pada mengubah masalah perilaku, perasaan dan pikiran dengan cara memahami akar masalah yang biasanya tersembunyi di pikiran bawah sadar. Psychodynamic (Psikodinamik) pertama kali diciptakan oleh Sigmund Feud (1856-1939), seorang neurologist dari Austria. Teori dan praktek psikodinamik sekarang ini sudah

dikembangkan dan dimodifikasi sedemikian rupa oleh para murid dan pengikut Freud guna mendapatkan hasil yang lebih efektif. Tujuan dari metode psikoanalisis dan psikodinamik

adalah agar klien bisa menyadari apa yang sebelumnya tidak disadarinya. Gangguan psikologis mencerminkan adanya masalah di bawah sadar yang belum terselesaikan. Untuk itu, klien perlu menggali bawah sadarnya untuk mendapatkan solusi. Dengan memahami masalah yang dialami, maka seseorang bisa mengatasi segala masalahnya melalui insight (pemahaman pribadi). Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan psikodinamik adalah: Ego State Therapy, Part Therapy, Trance Psychotherapy, Free Association, Dream Analysis, Automatic Writing, Ventilation, Catharsis dan lain sebagainya. 2) Behavior Therapy Pendekatan terapi perilaku (behavior therapy) berfokus pada hukum pembelajaran. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup. Tokoh yang melahirkan behavior therapy adalah Ivan Pavlov yang menemukan classical conditioning atau associative learning. Inti dari pendekatan behavior therapy adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi). Misalnya pada kasus fobia ular, penderita fobia mengasosiasikan ular sebagai sumber kecemasan dan ketakutan karena waktu kecil dia penah melihat orang yang ketakutan terhadap ular. Dalam hal ini, penderita telah belajar bahwa "ketika saya melihat ular maka respon saya adalah perilaku ketakutan". Tokoh lain dalam pendekatan Behavior Therapy adalah E.L. Thorndike yang mengemukakan konsep operant conditioning, yaitu konsep bahwa seseorang melakukan sesuatu karena berharap hadiah dan menghindari hukuman. Berbagai metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan behavior therapy adalah

Exposure and Respon Prevention (ERP), Systematic Desensitization, Behavior Modification, Flooding, Operant Conditioning, Observational Learning, Contingency Management, Matching Law, Habit Reversal Training (HRT), dan lain sebagainya. 3) Cognitive Therapy Terapi Kognitif punya konsep bahwa perilaku manusia itu dipengaruhi oleh pikirannya. Oleh karena itu, pendekatan Cognitive Therapy lebih fokus pada memodifikasi pola pikiran untuk bisa mengubah perilaku. Pandangan Cognitive Therapy adalah bahwa disfungsi pikiran menyebabkan disfungsi perasaan dan disfungsi perilaku. Tokoh besar dalam cognitive therapy antara lain Albert Ellis dan Aaron Beck. Tujuan utama dalam pendekatan cognitive adalah mengubah pola pikir dengan cara meningkatkan kesadaran dan berpikir rasional. Beberapa metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan Cognitive adalah Collaborative Empiricism, Guided Discovery, Socratic Questioning, Neurolinguistic Programming, Rational Emotive Therapy (RET), Cognitive Shifting. Cognitive Analytic Therapy (CAT) dan sebagainya. 4) Humanistic Therapy Pendekatan ini menganggap bahwa setiap manusia itu unik dan setiap manusia sebenarnya mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Setiap manusia dengan keunikannya bebas menentukan pilihan hidupnya sendiri. Oleh karena itu, dalam terapi humanistik, seorang psikoterapis berperan sebagai fasilitator perubahan saja, bukan mengarahkan perubahan. Psikoterapis tidak mencoba untuk mempengaruhi klien, melainkan memberi kesempatan klien untuk memunculkan kesadaran dan berubah atas dasar kesadarannya sendiri. Metode psikoterapi yang termasuk dalam pendekatan humanistik adalah Gestalt Therapy, Client

Cantered Psychotherapy, Depth Therapy, Sensitivity Training, Family Therapies, Transpersonal Psychotherapy dan Existential Psychotherapy. 5) Integrative / Holistic Therapy Yang sering ditemui adalah seorang klien mengalami komplikasi gangguan psikologis yang mana tidak cukup bila ditangani dengan satu metode psikoterapi saja. Oleh karena itu, digunakan beberapa metode psikoterapi dan beberapa pendekatan sekaligus untuk membantu klien tersebut. Hal ini disebut Integrative Therapy atau Holistic Therapy, yaitu suatu psikoterapi gabungan yang bertujuan untuk menyembuhkan mental seseorang secara keseluruhan. 6) Hipnoterapi Hipnoterapi pada kedudukannya dalam psikoterapi dikategorikan sebagai metode golongan Intervensi Klinis yang konstruktif (bukan edukasi ataupun supportif), karena hipnosis bekerja secara penuh ke pikiran bawah sadar. Sehingga terapi yang memakai metode ini memberikan waktu lebih singkat dan jumlah pertemuan lebih sedikit, sehingga lebih efisien waktu dan biaya. 7) Psikoterapi Suportif:

Tujuan:

- Mendukung funksi-funksi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada

- Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik.

- Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif.

Cara atau pendekatan: bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi, eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok.

8) Psikoterapi Reedukatif:

Tujuan: mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan.

Cara atau pendekatan: Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, psikodrama, dll.

9) Psikoterapi Rekonstruktif:

Tujuan :

Dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang.

Cara atau pendekatan: Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik.

10) Superfisial

Yang menyentuh hanya kondisi atau proses pada permukaan, yang tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yangdirepresi.

Mendalam (deep)

Yang menangani hal atau proses yang tersimpan dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.

11) Menurut teknik yang terutama digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik perubahan yang digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning, modeling, asosiasi bebas, interpretatif, dll.

12) Menurut konsep teoretis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat dibedakan menjadi: psikoterapi perilaku atau behavioral (kelainan mental-emosional dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi); psikoterapi kognitif (problem diatasi dengan mengkoreksi sambungan kognitif automatis yang keliru; dan psikoterapi evokatif, analitik, dinamik (membawa ingatan, keinginan, dorongan, ketakutan, dll. yang nirsadar ke dalam kesadaran). Psikoterapi kognitif dan perilaku banyak bersandar pada teori belajar, sedangkan psikoterapi dinamik berdasar pada konsep-konsep psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.

13) Menurut setting-nya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok (terdiri atas terapi marital/pasangan, terapi keluarga, terapi kelompok)

Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara pasangan, misalnya komunikasi, persepsi,dll. Terapi keluarga, dilakukan bila struktur dan fungsi dalam suatu keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan interaksi dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan mempengaruhi gangguan serta prognosis pasien. Untuk itu seluruh anggota keluarga diwajibkan hadir pada setiap sesi terapi. Terapi kelompok, dilakukan terhadap sekelompok pasien (misalnya enam atau delapan orang), oleh satu atau dua orang terapis. Metode dan caranya bervariasi; ada yang suportif dan bersifat edukasi, ada yang interpretatif dan

analitik. Kelompok ini dapat terdiri atas pasien-pasien dengan gangguan yang berbeda, atau dengan problem yang sama, misalnya gangguan makan, penyalahgunaan zat, dll. Diharapkan mereka dapat saling memberikan dukungan dan harapan serta dapat belajar tentang cara baru mengatasi problem yang dihadapi.

14) Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya, psikoterapi dibagi menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian, analisis transaksional Eric Berne, terapi rasional-emotif Albert Ellis, konseling non-direktif Rogers, terapi Gestalt dari Fritz Perls, logoterapi Viktor Frankl, dll.

15) Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi, misalnya narkoterapi, hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan dan peragaan (play therapy), psikoterapi religius, dan latihan meditasi.

16) Yang belum disebutkan dalam pembagian di atas namun akhir-akhir ini banyak dipakai antara lain: konseling, terapi interpersonal, intervensi krisis.

17) Konseling:

menurut para ahli sebetulnya tidak termasuk psikoterapi, oleh karena tidak memenuhi kriteria dan batasannya, antara lain teknik, tujuan dan orang yang melakukannya, walaupun hubungan yang terjadi di dalamnya juga merupakan the helping relationships. Konseling bukan hanya hubungan profesional antara dokter-pasien, tetapi dapat dilakukan dalam berbagai bidang profesi, misalnya guru, pengacara, penasehat keuangan, dsb.

2.3.3 Kekuatan Psikoterapi

Dalam penggunaan metode psikoterapi, terdapat beberapa kekuatan maupun kelebihan dalam proses psikologis terhadap individu yang mengalami gangguan mental. Kekuatan yang pertama adalah psikoterapi ini memiliki dasar teori yang kuat, dengan psikoterapi juga terapis dapat lebih mudah mengetahui masalah pada diri klien yang prosesnya berawal dari mencari tahu pengalaman-pengalaman yang dialami oleh klien di masa lalunya. Kekuatannya yang lain membantu klien mengetahui masalahnya sendiri di masa lalu yang tidak disadari sendiri. 2.3.4 Kelemahan Psikoterapi Selain terdapat beberapa kekuatan dalam proses metode psikoterapi, di samping itu pula terdapat kelemahan-kelemahan dalam metode ini. Kelemahan yang terjadi adalah waktu yang dibutuhkan untuk proses terapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu akan memakan biaya yang cukup mahal bagi klien yang megikuti psikoterapi. Beberapa pasien mungkin akan merasa jenuh karena proses terapi yang terlalu lama. Dan tentu saja di butuhkan seorang terapis yang profesional, benar-benar terlatih dalam melakukan psikoterapi.

2.3.5 Proses Psikoterapi Dalam pemilihan metode yang digunakan untuk menangani individu yang menderita gangguan mental, psikoterapi terbagi kedalam beberapa proses dalam terapinya sendiri. Prosesproses psikoterapi akan dijelaskan sebagai berikut ini. 1) Asosiasi Bebas : proses ini bertujuan akhir dari berbagai tujuan. Klien atau

penderita gangguan mental diharapkan dapat menerima aturan dasar, untuk meminimalisasi kontrol kesadarannya, tanpa melakukan sensor atau seleksi apa yang

terlintas pada pikirannya. Agar proses ini dapat berjalan lancar, maka kemungkinan datangnya stimulus diperkecil, dan klien didukung melakukan kondisi yang rileks.Para analis meminta klien untuk berbicara dengan bebas tentang dirinya, menceritakan tentang seluruh mimpi-mimpinya. Ia mengatakan berbagai hal dan menguraikannya satu persatu apa saja yang ada di dalam pikirannya dan menghubungkannya dengan bagian-bagian dari asosiasi yang ada. Terapis harus mampu mendorong agar klien mau bebas berbicara,pengacauan stimuli diperkecil dan relaksasi didukung. Selama sesi-sesi ilmu pengobatan, klien berbaring didepan. 2) Analisa Mimpi : Selama tidur, ada kondisi yang santai dari pengendalian ego

normal dibandingkan pada waktu asosiasi bebas. Hal ini disebabkan proses tak sadar menjadi lebih bebas beraksi dibandingkan pada waktu pikiran sadar. Mimpi menyediakan suatu sumber informasi yang kaya tentang kebutuhan tak sadar; Klien dalam psikoterapis standar didukung untuk mengingat dan menceriterakan mimpi mereka, serta dibahas lalu dianalisa lebih lanjut. Tema dan gambaran mimpi ini diselidiki sebagai stimulus atau bahan eksplorasi untuk asosiasi bebas. 3) Pemindahan (Transference) : Analisa pemindahan (transference) adalah inti dari

terapi psikoterapis. Proses ini merupakan kondisi klien, di mana ia memiliki perasaan pribadi yang kuat pada terapis.Perasaan itu tidak bisa dipahami berkaitan dengan peristiwa terapi yang nyata atau dari karakters terapis atau perilaku yang timbul. Rasa hormat dan cinta (pemindahan yang positif) atau kebalikannya; seperti,rasa benci, penghinaan atau marah (bersifat negatif)menjadi nampak demikian berlebihan. Hal ini yang sering dilakukan pada anak-anak dan merupakan pola yang primif. Tidak sesuai dengan statusnya sebagai orang dewasa dan hubungan profesional antara klien dengan

terapis. 4) Penafsiran (Interpretation) : Hal yang pokok saat melakukan proses analisa pada

klien adalah penafsiran yang menjadi bagian dari asosiasi bebas menjadi bagian dari teknik dari psikoanalisis. Gambaran yang mengarahkan pada psikoterapi adanya orientasi untuk pembahasan panjangnya penafisan berkaitan dengan model terapi yang digunakan.Penafsiran psikoterapis memiliki arti secara spesifik bagaimana ketidak sadaran.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Implikasi dan Konsekuensi Penerapan Teknik Psikoterapi Terhadap Individu Penderita Gangguan Mental

3.1.1 Implikasi Positif Berdasarkan kerangka teoritis yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya mengenai psikoterapi pada individu penderita gangguan mental, kami menelaah dan menyimpulkan bahwa dalam penerapan teknik psikoterapi ini terdapat beberapa implikasi positif yaitu para psikoterapis akan mengidentifikasi semua pola pikir dan perilaku negatif dan menata ulang dengan pola pikir dan perilaku yang positif, mengidentifikasi pemicu gangguan mental, memperkuat kemampuan dalam mengatasi stress, mendeteksi gejala yang memburuk (prodrome detection), interpersonal and social rhythm therapy. Semuanya itu akan berhasil dilakukan jika terapis dan klien bisa bekerjasama dalam proses terapi.

3.1.2 Implikasi Negatif Penulis juga menemukan bahwa selain implikasi positif, terdapat pula berbagai implikasi negatif dalam penerapan teknik psikoterapi terhadap individu yang menderita gangguan mental yaitu diperlukannya seorang terapis yang sangat berkompeten di bidang psikoterapi sehingga di butuhkan pengetahuan lebih mendalam agar penerapan psikoterapi berjalan secara efektif. Di butuhkan waktu yang cukup lama dalam proses penerapan terapi, apalagi jika keadaan klien yang sudah parah menderita gangguan mental sehingga membuat terapis harus bekerja lebih ekstra dalam penerapan psikoterapi tersebut. Terapis maupun klien lama kelamaan akan merasa jenuh jika penerapan psikoterapi tidak memperlihatkan perkembangan yang berarti dalam jangka waktu yang lama. Dan implikasi lainnya jika lingkungan sekitar klien dimana ia tinggal tidak mendukung terapi yang sedang dijalankan maka akan memperhambat proses psikoterapi dan akan semakin membuat klien menderita gangguan mental lebih parah.

3.1.3 Konsekuensi Penerapan Teknik Psikoterapi Dalam penerapan teknik psikoterapi , tentu saja akan ada berbagai konsekuensi yang harus di tanggung oleh terapis maupun klien. Konsekuensi-konsekuensi itu antara lain biaya yang harus di habiskan klien dalam mengikuti terapi, kesediaan waktu klien dan terapis dalam melaksanakan penerapan psikoterapi tersebut, mempunyai komitmen dalam diri klien sendiri agar bisa segera sembuh dan bisa berkembang secara baik, dan terapis harus melaksanakan psikoterapis selama klien masih menginginkan melakukan terapis walaupun terapis mulai merasa jenuh terhadap perkembangan klien yang lambat. 3.2 Kontribusi dan Peranan Psikolog, Pemerintah, Lingkungan, dan Keluarga Tempat Individu Penderita Gangguan Mental Tumbuh

Psikolog dalam profesinya membahas dan menyelesaikan berbagai urusan mental tentunya memegang peran utama dalam menghadapi para penderita gangguan mental. Walau begitu, bila keluarga sang penderita kurang aktif, peran psikolog pun menjadi kurang maksimal. Dibutuhkan pula dukungan mutlak dari keluarga sebagai tempat sosialisasi primer penderita gangguan mental agar penyakit tersebut dapat disembuhkan atau setidaknya ditekan sebisa mungkin. Lingkungan pergaulan tempat sang penderita tumbuh pun tentunya tidak kalah penting karena teman-teman individu tersebut seringkali dapat memotivasi atau menghambat pertumbuhan mental seseorang. Sedangkan untuk pihak pemerintah, ternyata masih terdapat banyak keluhan; contohnya seperti pada kasus berikut.

3.2.1 Peranan Pemerintah dalam Menghadapi Gangguan Mental

Masyarakat yang menderita gangguan jiwa kerap mendapatkan perlakuan yang berbeda di

masyarakat. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nova Riyanti Yusuf, yang membidangi masalah kesehatan menyebut, perlu ada undang-undang, yakni melalui RUU Kesehatan Jiwa. Hal itu bertujuan agar penderita gangguan jiwa mendapatkan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang memadai dan yang paling penting adalah mendapatkan perlindungan hukum. "Di mata masyarakat kita, kesehatan jiwa seringkali dipandang sebelah mata, bahkan penuh stigma. Bahkan perlakuan terhadap penderita sakit jiwapun seringkali tidak sebagaimana mestinya," ujar Nova dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Kamis (2/8/2012). Dijelaskan Nova, masyarakat lebih melihat gangguan seperti ini dengan konotasi negatif dan menyebut sakit jiwa atau gila. Padahal, kata dia, kesehatan jiwa adalah bagian yang terintegrasi dalam semua aspek kehidupan meliputi pendidikan, hukum, perlindungan anak dan perempuan, kesehatan, sosial, budaya, bahkan politik dan keamanan. Karena itu, lanjutnya, butuh suatu pendekatan kesehatan jiwa dalam artian yang lebih luas daripada sekadar berbicara tentang pengobatan pasien sakit jiwa. Sayangnya, peran negara dan pemerintah belum begitu kelihatan dalam hal ini. Selain tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya, para penderita gangguan jiwa juga mendapatkan stigma dari masyarakat yang memang belum memahami gangguan jiwa sebagai bagian dari kesehatan secara keseluruhan. Dalam banyak kasus mereka dipasung," tambanya. Karena itu, menurutnya, Indonesia perlu memiliki UU Kesehatan Jiwa agar ada perlindungan yang menyeluruh kepada para penderita gangguan jiwa. Dia menilai, penderita gangguan jiwa adalah orang yang rentan mengalami perlakuan salah. "Dengan UU ini, masyarakat akan mendapatkan akses yang besar terkait pelayanan kesehatan jiwa yang masih sulit didapatkan di beberapa daerah. Bukan hanya pada pelayanan kesehatan jiwa semata, tetapi juga perlindungan hukum dan sosial, advokasi dan hal-hal yang berhubungan dengan penderita gangguan jiwa," jelasnya. "Hal ini tentunya juga termasuk dalam pembiayaan bagi para penderita gangguan

jiwa, baik yang diharapkan datang dari pemerintah maupun keterbukaan pihak asuransi swasta dalam menanggung penderita gangguan jiwa," tutup politikus Partai Demokrat ini.

Negara-negara Asia seperti Jepang, Cina dan Korea telah memiliki UU Kesehatan Jiwa. Adapun keperluan Indonesia memiliki UU Kesehatan Jiwa adalah untuk memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada para penderita gangguan jiwa yang pada berbagai kondisi rentan mengalami perlakuan salah. Tahun 1966 kita pernah mempunyai UU Kesehatan Jiwa walaupun akhirnya tidak berlaku lagi.

Permasalahan kesehatan jiwa sebenarnya tidak hanya dipandang sebagai masalah kesehatan saja. Hal ini sangat tergantung juga pada faktor sosial, hukum dan budaya di negara masing-masing. Alasan ini pula yang membuat kita tidak dapat hanya menyelipkan pasal-pasal tentang Kesehatan Jiwa pada UU Kesehatan yang telah ada. Hal ini karena pada prakteknya kesehatan jiwa akan terhubung dengan banyak pemegang kebijakan di berbagai kementrian yang ada di republik ini bahkan lintas sektoral termasuk swasta. Untuk itulah diperlukan adanya UU tersendiri yang mengatur masalah kesehatan jiwa.

UU ini juga diharapkan akan memberikan akses yang besar kepada masyarakat berkaitan dengan pelayanan kesehatan jiwa yang masih sulit didapatkan di beberapa daerah. Bukan hanya pada pelayanan kesehatan jiwa semata tetapi juga perlindungan hukum dan sosial, advokasi dan hal-hal yang berhubungan dengan penderita gangguan jiwa.Hal ini tentunya juga termasuk dalam pembiayaan bagi para penderita gangguan jiwa baik yang diharapkan datang dari pemerintah maupun keterbukaan pihak asuransi swasta dalam menanggung penderita gangguan jiwa.

Diharapkan ke depan para wakil rakyat kita di DPR mampu untuk menggolkan RUU

Kesehatan Jiwa ini menjadi UU agar saudara-saudara kita yang menderita gangguan jiwa mendapatkan pelayanan kesehatan serta perlindungan hukum dan sosial yang semestinya. Inilah investasi di Kesehatan Jiwa. 3.2.2 Kontribusi Psikolog dalam Mengatasi Masalah Gangguan Mental Psikolog menyediakan layanan kesehatan mental dan perilaku. Psikolog fokus pada pencegahan. Alamat kesenjangan kesehatan, bertujuan untuk mengurangi tekanan psikologis, dan meningkatkan dan mempromosikan kesejahteraan psikologis dalam semua populasi. Banyak psikolog berkonsentrasi pada populasi terlayani, seperti orang dewasa, anak-anak, sakit kronis (yaitu orang-orang dengan penyakit jantung, kanker, diabetes) dan korban kekerasan dan trauma, termasuk personel militer dan keluarga mereka. Psikolog sering bekerja di bidang kesehatan dan pengaturan perawatan sosial (misalnya, klinik, pusat konseling, sekolah, rumah sakit, dan praktek swasta) dalam masyarakat perkotaan dan pedesaan. Psikolog juga sering bekerja sebagai bagian dari tim interdisipliner dalam perawatan kesehatan terpadu pengaturan untuk menyediakan lebih perawatan kesehatan yang komprehensif dengan biaya yang tidak seberapa. Mereka menggunakan praktik berbasis bukti untuk pencegahan dan pengobatan gangguan mental dan masalah kesehatan perilaku. Psikolog bekerja dengan orang-orang dari segala usia yang mengalami gangguan kesehatan mental termasuk depresi dan kecemasan, penyakit mental serius dan abadi (misalnya, gangguan bipolar, skizofrenia), gangguan neurologis (misalnya, penyakit Alzheimer), penyesuaian terhadap penyakit fisik (misalnya, penyakit jantung, diabetes), perilaku adiktif (misalnya, penyalahgunaan zat), gangguan makan, gangguan perilaku (misalnya ADHD), masalah hubungan pribadi dan keluarga, dan ketidakmampuan belajar.

Psikolog membantu dalam diagnosis dan pengobatan pasien dengan penyakit kronis. Mereka memanfaatkan intervensi seperti psikoterapi, teknik perilaku, dan biofeedback untuk membantu individu melakukan perubahan perilaku (misalnya, obat kepatuhan, diet, olahraga) dan mengembangkan strategi coping (misalnya, sakit kronis manajemen) untuk mengurangi masalah yang sisa untuk penyakit pasien atau gangguan (misalnya, penyakit jantung). Mereka juga mengajarkan pasien keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan dokter / pasien kemitraan dengan melaporkan perubahan kondisi mereka dan kekhawatiran berbagi, pertanyaan, dan preferensi pengobatan. 3.2.3 Kerjasama antara Psikolog, Pemerintah, Lingkungan, dan Keluarga Tempat Individu Penderita Gangguan Mental Tumbuh Dalam berbagai kasus, untuk mengatasi penderita gangguan mental memang diperlukan dukungan dan upaya dari berbagai pihak. Berikut ini akan dibeberkan peran serta kerjasama yang dibentuk oleh keluarga, pemerintah, psikolog, dan rumah sakit sebagai lingkungan tempat individu penderita gangguan mental menjalani kehidupannya. Peran keluarga dalam menangani anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa tidak hanya penting di rumah, tetapi juga selama di rumah sakit, keluarga mempunya peran yang diharapkan dapat dilakukan untuk meningkatkan optimalisasi kesembuhan pasien. Keluarga merupakan bagian dari tim pengobatan dan perawatan. Apalagi di Indonesia dengan kultur sosialnya yang tinggi ditambah keterbatasan jumlah perawat di rumah sakit sehingga tugas merawat orang sakit yang dirawat di rumah sakit umumnya dilakukan oleh keluarga yang menjaga dan menunggui secara bergantian, bahkan sering menjaga bersama-sama. Sementara perawat di rumah sakit yang seharusnya merawat orang sakit juga harus melakukan tugas-tugas

yang lain di bangsal perawatan. Hal itu harus dimaklumi. Tugas keluarga biasanya memenuhi kebutuhan harian yang tidak bisa dipenuhi pasien secara mandiri. Khususnya untuk pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit, jika secara fisik tidak mengalami gangguan maka ketergantungan terhadap orang lain biasanya minimal sehingga jarang pasien gangguan jiwa ditunggui oleh keluarga. Perawatan dan pengawasan diserahkan kepada fihak rumah sakit. Pasien yang dirawat di rumah sakit menemukan teman-teman dan kelompok yang mengalami masalah yang sama. Walaupun begitu keluarga perlu menjajagi kebutuhan pasien akan komunikasi dengan keluarga di kurun waktu hospitalisasi. Berbagai respon yang berbeda tiap-tiap pasien akan dialami saat mulai hari pertama di rumah sakit sampai pemulangan. Pasien mungkin awalnya merasa terasing, mungkin juga kerasan, mungkin tidak mau pulang, atau bahkan ingin pulang. Peran keluarga penting untuk memantau kebutuhan pasien dari laporan perawat atau jika perlu malakukan komunikasi langsung. Pada beberapa rumah sakit mungkin mengizinkan pasien untuk membawa alat komunikasi maka ini perlu digunakan. Pada pasien gangguan jiwa di rumah sakit yang untuk memenuhi kebutuhan hiegien dan toilet secara fisik tergantung maka keluarga berperan menjadi caregiver (umumnya di Indonesia). Tugas Keluarga dapat berupa merawat penderita, memberikan support, memastikan keberlangsungan pendampingan oleh keluarga, melaporkan gejala atau perubahan perilaku yang tidak normal, di setiap shift, memastikan obat diminum, melaporkan penolakan pasien terhadap pengobatan, memenuhi kebutuhan dasar penderita, membangun komunikasi dengan pihak rumah sakit. Dalam hal ini keluarga juga berperan sebagai tim perawat. Tiap tindakan yang dilakukan keluarga sekecil apapun itu akan berdampak pada kondisi mental sang pasien sehingga

peran lingkungan ini memang tidak dapat diremehkan. Pemerintah dalam menangani masyarakatnya yang mengalami gangguan mental memang masih kurang berperan aktif dan langsung seperti yang dipaparkan dalam pembahasan sebelumnya. Karena itu, peran pemerintah memang masih belum signifikan sehingga yang dapat dilakukannya hanya berupa dukungan tidak langsung berupa penciptaan suasana yang memadai dan sedikit dukungan dana. Paling tidak, pemerintah diharapkan tidak menghambat upaya yang sudah dilakukan psikolog dan berbagai pihak lainnya dengan terus menjunjung tinggi HAM karena penderita gangguan mental juga manusia yang berhak hidup dengan tentram dan damai.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, berikut diungkapkan kesimpulan dari penelitian mengenai analisis penanganan gangguan mental dengan metode psikoterapi.

4.1.1 Keluarga, pemerintah, psikolog, dan lingkungan tempat individu penderita gangguan mental tinggal harus memadai, memiliki kondisi yang sesuai, dan dibutuhkan kerjasama dari pihak-pihak tersebut untuk mendukung dan memotivasi individu tersebut. 4.1.2 Beragamnya metode yang diterapkan dalam teknik psikoterapi memudahkan pengobatan gangguan mental karena dengan variasi metode tersebut, dapat dipilih yang sesuai dengan gangguan mental yang diderita agar hasilnya maksimal sesuai saran dokter/psikolog. 4.1.3 Metode-metode terapi lain seperti psikologi agama dan sebagainya sudah terbukti kurang sesuai dengan perkembangan zaman dimana segala sesuatu dilihat materinya. Perkembangan psikoterapi pun semakin menjanjikan sehingga metode ini terbukti paling tepat mengatasi gangguan mental pada individu dari berbagai rentang usia, terutama generasi muda.

4.2 Saran 4.2.1 Sesuai dengan simpulan yang telah dirumuskan di atas, berikut ini akan dipaparkan langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh 4.2.2 Penderita gangguan mental (terutama remaja): harus mau berubah, berobat, berinisiatif memajukan diri sendiri bukan hanya untuk pribadi, tapi juga dengan memikirkan dampak beserta manfaatnya terhadap lingkungan sekitar dan masa depan negara sebagai penerus bangsa. 4.2.3 Keluarga dari penderita gangguan mental: jangan patah semangat, terus mendukung dan memotivasi anaknya, serta menjaga dan merencanakan dengan seksama setiap langkah yang diambil dengan metode psikoterapi sesuai saran dokter/psikolog dalam rangka meningkatkan kualitas hidup individu tersebut.

4.2.4 Lingkungan pergaulan/tempat tinggal penderita gangguan mental: maklumi teman yang kurang normal tersebut, berikan motivasi dan dukung sebisa mungkin karena upaya yang didapat dari lingkungan yang dekat dengan penderita pada umumnya sangat berperan terhadap mental penderita tersebut. 4.2.5 Psikolog: jangan pernah berhenti menuntut ilmu serta mengembangkan metode-metode dari teori yang sudah ada untuk mengikuti perkembangan zaman agar kualitas sumber daya manusia beserta kualitas kehidupannya dapat terus ditingkatkan dan segala usaha yang dilakukan pemerintah dan masyarakat tidak sia-sia. 4.2.6 Pemerintah: membuat UU tentang perlindungan terhadap rakyat yang menderita gangguan mental, dukungan fasilitas, dan upaya yang lebih nyata serta signifikan untuk menumpas gangguan mental pada generasi muda penerus negara. 4.2.7 Pemerhati dan pembelajar ilmu psikologi: terus menuntut ilmu dan memperluas wawasan sambil berupaya sebisanya membasmi dan menekan gangguan mental agar kelak dapat menjadi psikolog andal yang berguna bagi bangsa dan negara.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.psychologymania.com/2011/09/pengantar-psikologi-kesehatan.html http://pradieta-psikologikesehatanmentaldnd.blogspot.com/2012/03/pengertian-sehat-dan-sakitmenurut.html http://kesehatansejati.blogspot.com/2010/07/pengertian-gangguan-mental.html http://www.psychologymania.com/2011/10/pengertian-psikoterapi.html http://moethya26.wordpress.com/2012/03/16/psikoterapi/ http://atpsikologi.blogspot.com/2010/02/psikoterapi.html

http://www.makassarhypnotherapy.com/sejarah-hypno---psikoterapi.html http://news.okezone.com/read/2012/08/02/339/672513/penderita-gangguan-jiwa-perludilindungi-uu

http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2011/10/06/perlunya-undangundang-kesehatan-jiwa/
http://jeffy-louis.blogspot.com/2011/02/gangguan-mental-dan-klasifikasinya.html

http://www.deherba.com/jenis-jenis-gangguan-jiwa-pada-manusia.html#ixzz2E5D3uh2G

http://blog--sphere.blogspot.com/2012/06/10-jenis-gangguan-jiwa-yangpaling.html http://putputrihega.blogspot.com/2012/05/macam-macam-gangguan-kejiwaan.html
LAMPIRAN A RAGANGAN

Judul Laporan Penelitian: Analisis Penanganan Gangguan Mental dengan Metode Psikoterapi Halaman Judul Prakata Abstrak Daftar Isi

Daftar Lampiran Daftar Istilah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Identifikasi Masalah 1.3 Rumusan Masalah 1.4 Tujuan Penelitian 1.5 Ruang Lingkup Kajian 1.6 Sumber Data 1.7 Metode dan Teknik Penulisan 1.8 Sistematika Tulisan

BAB 2 KERANGKA TEORETIS 2.1 Psikologi Kesehatan 2.2 Kesehatan Mental

2.2.1 Gangguan Mental 2.2.2 Macam-macam Gangguan Mental beserta Definisinya 2.2.3 Dampak Gangguan Mental 2.3 Psikoterapi 2.3.1 Sejarah Singkat Perkembangan Psikoterapi 2.3.2 Teori dan Kajian Metode Psikoterapi 2.3.3 Kekuatan Psikoterapi 2.3.4 Kelemahan Psikoterapi 2.3.5 Proses Psikoterapi

BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Implikasi dan Konsekuensi Penerapan Teknik Psikoterapi terhadap Individu Penderita Gangguan Mental 3.1.1 Implikasi Positif 3.1.2 Implikasi Negatif 3.1.3 Konsekuensi Penerapan Teknik Psikoterapi 3.2 Kontribusi dan Peranan Psikolog, Pemerintah, Lingkungan, dan Keluarga Tempat Individu

Penderita Gangguan Mental Tumbuh 3.2.1 Peranan Pemerintah dalam Menghadapi Gangguan Mental 3.2.2 Kontribusi Psikolog dalam Mengatasi Masalah Gangguan Mental 3.2.3 Kerjasama antara Psikolog, Pemerintah, Lingkungan, dan Keluarga Tempat Individu Penderita Gangguan Mental Tumbuh

BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan 4.2 Saran Daftar Pustaka Lampiran A Ragangan Lampiran B Pembagian Kerja

LAMPIRAN B PEMBAGIAN KERJA Cover: Thareeq Halaman Judul: Regina Prakata: Ignatia Abstrak: Regina Daftar Isi: Regina Daftar Lampiran: Regina Daftar Istilah: Regina

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah: bertiga 1.2 Identifikasi Masalah: bertiga 1.3 Rumusan Masalah: Regina & Ignatia 1.4 Tujuan Penelitian: Regina & Thareeq 1.5 Ruang Lingkup Kajian: Ignatia 1.6 Sumber Data: Ignatia 1.7 Metode dan Teknik Penulisan: Ignatia 1.8 Sistematika Tulisan: Regina BAB 2 KERANGKA TEORETIS 2.1 Psikologi Kesehatan: Regina 2.2 Kesehatan Mental: Regina 2.2.1 Gangguan Mental: Thareeq 2.2.2 Macam-macam Gangguan Mental beserta Definisinya: Thareeq & Regina 2.2.3 Dampak Gangguan Mental: Thareeq & Regina 2.3 Psikoterapi: Thareeq 2.3.1 Sejarah Singkat Perkembangan Psikoterapi: Thareeq & Regina

2.3.2 Teori dan Kajian Metode Psikoterapi: bertiga 2.3.3 Kekuatan Psikoterapi: Ignatia 2.3.4 Kelemahan Psikoterapi: Ignatia 2.3.5 Proses Psikoterapi: Ignatia BAB 3 PEMBAHASAN 3.1 Implikasi dan Konsekuensi Penerapan Teknik Psikoterapi terhadap Individu Penderita Gangguan Mental: Ignatia 3.1.1 Implikasi Positif: Ignatia 3.1.2 Implikasi Negatif: Ignatia 3.1.3 Konsekuensi Penerapan Teknik Psikoterapi: Ignatia 3.2 Kontribusi dan Peranan Psikolog, Pemerintah, Lingkungan, dan Keluarga Tempat Individu Penderita Gangguan Mental Tumbuh: Regina 3.2.1 Peranan Pemerintah dalam Menghadapi Gangguan Mental: Regina 3.2.2 Kontribusi Psikolog dalam Mengatasi Masalah Gangguan Mental: Regina 3.2.3 Kerjasama antara Psikolog, Pemerintah, Lingkungan, dan Keluarga Tempat Individu Penderita Gangguan Mental Tumbuh: Regina BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan: Regina

4.2 Saran: Regina Daftar Pustaka: Regina & Thareeq Lampiran A Ragangan: Ignatia & Regina Lampiran B Pembagian Kerja: Regina

Anda mungkin juga menyukai