Anda di halaman 1dari 21

Makalah

Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Delirium


Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen Pengampu : Nurhayati, S.ST., M.Pd

Disusun Oleh :

Andriano Tuwaidan P07220118065


Christine Octavia Aneke Komalasari P P07220118072
Elisa Pratiwi P07220118079
Iqramullah N P07220118086
Marizka Nur Aisyah P07220118085
Rica Nur Safitri P07220118101
Wahyuni Dina Rumisni P07220118108

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


PRODI D III KEPERAWATAN KELAS C BALIKPAPAN
TINGKAT III/SEMESTER V
KALIMANTAN TIMUR
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karuniaNyalah, makalah yang berjudul “Konsep Asuhan
Keperawatan Gerontik Delirium ”  ini dapat terselesaikan dengan baik tepat pada
waktunya.
Harapan penulis dengan adanya makalah ini, siapa saja yang membacanya
dapat mengambil manfaatnya dan menjadikan motivasi untuk lebih mengetahui
dan mempelajarinya lagi.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat
bagi semua pembaca.
Sebagai manusia, penulis pun menyadari bahwa penulisan makalah
ini  tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis
sangat  mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan makalah yang akan datang.

Balikpapan, 09 Juni 2020

Penulis

2
Daftar Isi
Kata Pengantar...................................................................................................................1
Daftar Isi............................................................................................................................2
Bab I..................................................................................................................................3
Pendahuluan.......................................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan....................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
Tinjauan Pustaka................................................................................................................5
A. Konsep Dasar Derilium..........................................................................................5
B. Konsep Asuhan Keperawatan...............................................................................10
Bab III..............................................................................................................................19
Penutup............................................................................................................................19
A. Kesimpulan..........................................................................................................19
B. Saran....................................................................................................................19
Daftar Pustaka..................................................................................................................20

3
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sindrom delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien
geriatri di rumah sakit. Sindrom ini sering tidak terdiagnosis dengan baik
saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya kewaspadaan keluarga)
maupun saat pasien sudah berada di unit gawat darurat atau unit rawat
jalan. Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu
penyebabnya. Setidaknya 32% - 67% dari sindrom ini tidak terdiagnosis,
padahal kondisi ini dapat dicegah. Literature lain menyebutkan bahwa
70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau salah terapi.
Sindrom delirium sering muncul sebagai keluhan utama atau tak jarang
justru terjadi pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala
yang berfluktuasi.
Sindrom delirium memiliki banyak nama, beberapa literature
menggunakan istilah seperti acute mental status change, altered mental
status, reversible dementia, toxic/metabolic encephalopathy, organic brain
sybdrome, dysergasticreaction dan acute confusional state. Untuk
keseragaman istilah agar terjamin standardisasi identifikasi gejala dan
tanda maka makalah ini menggunakan istilah sindrom delirium.
Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada fungsi
otak yanglebih tinggi dan dapat memeberikan efek yang merusak pada
kemampuan individu untuk melakukan funsi sehari hari sehingga individu
tersebut lupa nama anggota keluarga atautidak mampu melakukan tugas
rumah tangga harian atau melakukan hygiene personal (Caine
& lyness,2000 dalam Aggraini, 2014).
Hal ini merupaka tugas perawatsebagai tenaga professional yang
mencakup bio-psiko-sosial yang memberikan asuhan keperawatan
khususnya pada klien dengaan gangguan kognitif yang akan dibahas
olehkelompok kali ini. Delirium dan demensia merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada pasienpada semua usia, namun kelainan ini paling
sering ditemukan pada pasien usia lanjut.

4
Delirium adalah suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang
dapat disertaifluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan
waham (delusi). Kelainan ini dapatmenyertai infeksi, kelainan metabolik,
dan kelainan medis atau neurologis lain atauberhubungan dengan
penggunaan obat-obatan atau gejala putus obat. Demensi, sebaliknya,
merupakan kondisi dimana memori dan fungsi kognitif lain
terganggusehingga kegiatan sosial normal atau pekerjaan menjadi
terhambat. Sebagian besardemensia merupakan hasil dari penyakit
degenerasi otak namun stroke dan infeksi juga dapat menimbulkan
demensia Rara, (2016).
Melihat dari pengertian di atas, mungkin dapat dikatakan bahwa
perbedaan antara delirium dengan beberapa penyakit/gangguan yang
berkaitan dengan masalah penurunan konsentrasi adalah bahwa delirium
ini bersifat sementara dan bukan merupakan suatu penyakit.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Delirium?
2. Apa Etiologi Delirium?
3. Bagaimana proses pembuatan Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien
dengan Delirium?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Delirium
2. Mengetahui Etiologi Delirium?
3. Bagaimana proses pembuatan Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien
dengan Demensia dan Delirium?

5
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Konsep Dasar Derilium
1. Definisi Delirium
Delirium adalah suatu gangguan organik global akut dan sementara
dari fungsi sistem saraf pusat yang menyebabkan gangguan kesadaran
dan perhatian (Allison dkk, 2004 dalam Septian, 2015). Istilah
delirium sama dengan keadaan bingung akut, secara tegas, hal ini
menjelaskan berbagai keadaan bingung akut yang terpisah secara
klinis ditandai oleh periode gelisah, aktivitas mental yang meninggi,
mudah terbangun, ketidaksiapan yang jelas dalam memberikan
respons terhadap stimuli tertentu (seperti suara bising yang tiba-tiba),
halusinasi visual yang mengganggu, hiperaktivitas motorik, dan
stimulasi autonom. Gangguan perhatian, penting pada keadaan
bingung akut, terjadi meskipun kebingungan yang tampak. Agitasi
delirium secara khas berfluktuasi dan dapat berubah atau berlanjut
menjadi keadaan bingung yang redup. Gambaran klinis ditunjukkan
oleh adanya halusinasi yang gembira dari delirium tremens yang
menyertai berhentinya minum alkohol. Akan tetapi delirium mungkin
tampak pada keadaan bingung akut dari setiap penyebab (Isselbacher
dkk, 1999 dalam Aggraini, 2014).
Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan
kesadaran yang disertaidengan perubahan kognisi. Delirium biasanya
terjadi dalam waktu singkat, kadang kadangtidak lebih dari beberapa
jam, dan berfluktuasi atau berubah sepanjang hari. Klien
sulitmemberikan perhatian, mudah terdistraksi, disorientasi, dan dapat
mengalami gangguansensori seperti ilusi, salah interpretasi atau
halusinasi. Suara keras dari kereta cucian dilorong
dapat disalahartikan sebagai suara tembak (salah interpretasi), kabel
listrik yang terletak di lantai dapat terlihat seperti ular (ilusi) atau
individu dapat melihat “malaikat”melayang layang di udara ketika
tidak ada sesuatu di sana ( halusinasi ). Kadang kadangindividu juga

6
mengalamai gangguan siklus tidur-bangun, perubahan aktivitas
psikomotor dangangguan emosionalseperti ansietas, takut,iritabilitas,
euforia, atau apati (DSM-IV-TR,2000 dalam Septian, 2015).
Klasifikasi Delirium berdasarkan DSM-IV :
a. Delirum akibat masalah medis umum
Masalah medis tertentu, seperti infeksi sistemik,
gangguan metabolic, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, penyakit hati atau ginjal, ensefalopati, dan
trauma kepala dapat menyebabkan gejala delirium.
b. Delirium akibat zat
Gejala delirium dapat disebabkan pajanan terhadap
toksin atau ingesti obat, seperti anti konvulsan,
neuroleptik, ansiolitik, anti depresan, obat
kardiovaskular, anti neoplastik, dan hormone.
c. Delirium akibat intoksikasi zat
Gejala delirium dapat terjadi sebagai respons terhadap
konsumsi kanabis,kokain, halusinogen, alcohol,
ansiolitik atau narkotik dalam dosis tinggi.
d. Delirium akibat putus zat
Pengurangan atau penghentian penggunaan zat jangka
panjang dan dosis tiggi zat tertentu, seperti alcohol,
sedative, hipnotik, atau ansiolitik, dapat menyebabkan
delirium akibat putus zat.
e. Delirium akibat etiologi multiple
Gejala delirium dapat berhubungan dengan lebih dari
satu masalah medis umum atau pengaruh kombinasi
masalah medis umum dan penggunaan zat.
Selain klasifikasi di atas, delirium juga dapat dibagi menjadi
sub tipe hiperaktif dan hipoaktif, tergantung dari aktivitas
psikomotornya. Keduanya dapat terjadi bersamaan pada satu
individu.
a. Delirium hiperaktif

7
Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling
sering terjadi. Pada pasien terjadi agitasi, psikosis,
labilitas mood, penolakan untuk terapi medis, dan
tindakan dispruptif lainnya. Kadang diperlukan
pengawas karena pasien mungkin mencabut selang infus
atau kathether, atau mencoba pergi dari tempat tidur.
Pasien delirium karena intoksikasi, obat antikolinergik,
dan alkohol withdrawal biasanya menunjukkan perilaku
tersebut. Delirium hiperaktif juga didapatkan pada pasien
dengan gejala putus substansi antara lain;
alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamideatau LSD.
b. Delirium hipoaktif
Adalah bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit
dikenali oleh para klinisi. Pasien tampak bingung,
lethargia, dan malas. Hal itu mungkin sulit dibedakan
dengan keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien
akan dengan mudah dibangunkan dan dalam berada
dalam tingkat kesadaran yang normal. Rangsang yang
kuat diperlukan untuk membangunkan , biasanya bangun
tidak komplet dan transient. Penyakit yang mendasari
adalah metabolit dan enchepalopati.

2. Etiologi
Bila membicarakan etiologi delirium, maka faktor predisposisi
dibedakan dengan faktor presipitasi. Faktor predisposisi membuat
seseorang lebih rentan mengalami delirium, sedangkan faktor
presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium.
a. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi membuat seseorang lebih rentan mengalami
delirium. Faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti
demensia, umur lanjut, kecelakaan otak seperti stroke, penyakit
parkinson, gangguan penglihatan dan pendengaran,

8
ketidakmampuan fungsional, hidup dalam institusi, ketergantungan
alkohol, isolasi sosial, depresi, gangguan sensorik dan gangguan
multiple lainnya, dan riwayat delirium post-operative sebelumnya.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan faktor penyebab somatik delirium.
Termasuk perubahan lingkungan (perpindahan ruangan),
pneumonia, infeksi, dehidrasi, hipoglikemia, imobilisasi, malagizi,
dan pemakaian kateter buli-buli. Penggunaan anestesia juga
meningkatkan resiko delirium, terutama pada pembedahan yang
lama. Demikian pula pasien lanjut usia yang dirawat di bagian ICU
beresiko lebih tinggi Aggraini, (2014).

3. Patofisiologi
Berdasarkan kriteria DSM-IV, delirium dicirikan oleh gejala yang
mulainya sangat cepat (biasanya dalam beberapa jam sampai hari) dan
cenderung berfluktuasi, dengan perubahan tingkat kesadaran,
ketidakmampuan berfokus, perhatian yang bertahan atau teralih, dan
perubahan kognitif (seperti gangguan memori, disorientasi, gangguan
bahasa) atau terjadinya gangguan perseptual hanya dapat dijelaskan
oleh demensia. Lebih lanjut, terdapat bukti dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratoris bahwa gangguan tersebut
disebabkan oleh konsekuensi fisiologis langsung dari suatu kondisi
medis umum, atau intoksikasi/withdrawal senyawa, atau karena
berbagai penyebab (Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012 dalam
Aggraini, 2014).
Awal perjalanan yang tiba-tiba dan akut adalah gambaran sentral
delirium. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memastikan tingkat
fungsi kognitif dasar pasien serta perjalanan perubahan kognitifnya.
Kesadaran sebagai fungsi otak memungkinkan kewaspadaan terhadap
dirinya sendiri serta kewaspadaan terhadap lingkungannya dan
dicirikan oleh dua aspek utama: tingkat dan isi kesadaran. Tingkat
kesadaran mencerminkan bangkitan kewaspadaan: bangun, tidur, atau

9
koma. Isi kesadaran, atau bagiannya, dialami oleh subyek sebagai
kewaspadaan terhadap dirinya sendiri serta lingkungannya saat subyek
bangun dan sadar baik. Isi kesadaran dan kognitif hanya dapat
diperiksa jika subyek minimal memiliki tingkat kesadaran tertentu
(Browne, 2010; Popeo, 2011; Martins dan Fernandes, 2012 dalam
Septian, 2015).
Pada delirium, gangguan kesadaran adalah salah satu manifestasi
paling awal, yang sering berfluktuasi, terutama di malam hari saat
stimulasi lingkungan berada pada titik terendah. Tingkat kesadaran
dapat berflukutasi pada yang paling ekstrim untuk pasien yang sama,
atau dapat muncul dengan tanda yang lebih ringan seperti mengantuk
atau gangguan tingkat perhatian. Faktanya, pasien dapat tampak benar
benar mengantuk, letargi, atau bahkan semi-koma pada kasus yang
lebih berat.

4. Manifestasi Klinis
a. Kesadaran berkabut
b. Hipersensitivitas terhadap cahaya dan suara
c. Kesulitan mempertahankan atau mengalihkan perhatian
d. Disorientasi
e. Ilusi
f. Halusinasi
g. Perubahan kesadaran yang berfluktuasi
h. Gejala neurologis
1) Disfasia
2) Disartria
3) Tremor
4) Asteriksis pada ensefalopati hepatikum dan uremia
5) Kelainan motorik

10
5. Pemeriksaan Penunjang
Di antaranya adalah pemeriksaan darah atau urin untuk uji fungsi
hati, menilai kadar hormon tiroid, paparan zat NAPZA atau alkohol.
Selain itu, tes pencitraan juga dapat dilakukan, berupa pencitraan
kepala dengan CT scan atau MRI, elektroensefalogram dan foto
Rontgen dada. Jika dibutuhkan, analisis cairan serebrospinal akan
dilakukan guna memastikan diagnosis delirium.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan dan alamat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan sebab utama yang menyebabkan klien
datang berobat (menurut klien dan atau keluarga). Gejala utama
adalah kesadaran menurun.
c. Riwayat
Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis,
alkohol, atau obat lain, perawat perlu mendapatkan riwayat
keseluruhan area ini. Perawat mungkin perlu mendapatkan informasi
dari anggota keluarga jika kemampuan klien untuk memberikan data
terganggu.
d. Faktor predisposisi
Menemukan gangguan jiwa yang ada sebagai dasar pembuatan
diagnosis serta menentukan tingkat gangguan serta menggambarkan
struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan
perkembangan gangguan jiwa yang terdapat. Dari gejala-gejala
psikiatrik tidak dapat diketahui etiologi penyakit badaniah itu, tetapi
perlu dilakukan pemeriksaan intern dan nerologik yang teliti. Gejala
tersebut lebih ditentukan oleh keadaan jiwa premorbidnya,
mekanisme pembelaan psikologiknya, keadaan psikososial, sifat

11
bantuan dari keluarga, teman dan petugas kesehatan, struktur sosial
serta ciri-ciri kebudayaan sekelilingnya. Gangguan jiwa yang
psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan jaringan
fungsi otak. Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan
oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak
(meningoensephalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak
dan sebagainya) atau yang terutama di luar otak atau tengkorak
(tifus, endometriasis, payah jantung, toxemia kehamilan, intoksikasi
dan sebagainya).
e. Fisik
Kesadaran yang menurun dan sesudahnya terdapat amnesia. Tensi
menurun, takikardia, febris, berat badan menurun karena nafsu
makan yang menurun dan tidak mau makan.
f. Psikososial
1) Genogram: minimal tiga generasi masalah yang terkait
a) Interaksi di dalam keluarga
b) Penentu kebijakan di dalam keluarga
2) Konsep diri
a) Gambaran diri, stressor yang menyebabkan berubahnya
gambaran diri karena proses patologik penyakit.
b) Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan
individu.
c) Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, tidak sesuaian
antara satu peran dengan peran yang lain dan peran yang
ragu deman individu tidak tahun dengan jelas perannya,
serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai
kemampuan dan sumber yang cukup.
d) Ideal diri, keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan
dan kemampuan yang ada.
e) Harga diri, ketidakmampuan dalam mencapai tujuan
sehingga klien merasa harga dirinya rendah karena
kegagalannya.

12
g. Hubungan social
Perkembangan hubungan sosial yang tidak menyebabkan kegagalan
individu untuk belajar mempertahankan komunikasi dengan orang
lain, akibatnya klien cenderung memisahkan diri dari orang lain dan
hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak memerlukan
kontrol orang lain. Keadaan ini menimbulkan kesepian, isolasi
sosial, hubungan dangkal dan tergantung.
h. Spiritual
Keyakinan klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat.
tetapi tidak atau kurang mampu dalam melaksanakan ibadahnya
sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
i. Status mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan
lebih sulit dimengerti ketika delirium memburuk. Klien dapat
mengulang-ulang satu topik atau bahasan, berbicara melantur dan
sulit untuk diikuti, atau mengalami logorea yang cepat, terpaksa, dan
biasanya lebih keras dari normal. Kadang-kadang klien dapat
berteriak atau menjerit, terutama pada malam hari (Burney-Puckett,
1996).
j. Aktivitas motoric
Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor.
Klien mungkin gelisah dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai
atau berupaya bangun dari tempat tidur secara mendadak dan tidak
terkoordinasi. Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku motorik
yang lambat, tampak lesu dan letargi dengan sedikit gerakan.
k. Alam perasaan dan afek
Klien delirium sering mengalami perubahan mood yang cepat dan
tidak dapat diperkirakan. rentang respons emosional yang luas
mungkin terjadi, seperti ansietas, takut, iritabilitas, marah, euforia,
dan apati. Perubahan mood dan emosi ini biasanya tidak terkait

13
dengan lingkungan klien. Ketika klien merasa sangat takut dan
merasa terancam, klien mungkin melawan untuk melindungi dirinya
dari bahaya yang dirasakan.
l. Persepsi
Halusinasi yang paling sering terjadi adalah halusinasi penglihatan:
klien melihat benda-benda yang tidak ada stimulusnya dalam
realitas, seperti malaikat atau gambaran yang mengerikan melayang
di atas tempat tidur. Ketika lebih mampu berpikir jernih, beberapa
klien dapat menyadari bahwa mereka mengalami mispersepsi
sensori. Akan tetapi klien lainnya benar-benar meyakini salah
interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak dapat
diyakinkan hal yang sebaliknya.

m. Proses pikir
Proses pikir sering mengalami disorganisasi dan tidak masuk akal.
Pikiran juga dapat terpecah (tidak berkaitan dan tidak lengkap).
Klien juga dapat memperlihatkan pikiran waham yang meyakini
bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata.
n. Tingkat kesadaran
Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah
perubahan tingkat kesadaran yang jarang stabil dan biasanya
berfluktuasi sepanjang hari. Klien biasanya terorientasi pada orang,
tetapi sering kali terdisorientasi terhadap waktu dan tempat. Klien
menunjukkan penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau situasi
dan dapat berfokus pada stimulus yang tidak berkaitan, seperti warna
seprai atau ruangan. Klien juga mudah terdistraksi oleh suara, orang,
atau mispersepsi sensorinya.
o. Memori
Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan atau mengubah
perhatiannya secara efektif, dan terdapat kerusakan memori yang
baru dan yang sangat baru (DSM-IV-TR,2000). Hal ini berarti
bahwa perawat harus menanyakan atau memberikan arahan secara

14
berulang-ulang; meskipun kemudian klien mungkin tidak mempu
melakukan hal-hal yang diminta.
p. Kemampuan penilaian
Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat
menyadari situasi yang potensial membahayakan dan tidak dapat
bertindak demi kepentingan terbaik mereka sendiri. Misalnya, klien
mungkin mencoba mencabut slang intravena atau keteter urine
secara berulang-ulang sehingga menyebabkan nyeri dan
mengganggu terapi yang penting.
q. Daya tilik diri
Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang
mengalami delirium ringan dapat mengenali bahwa ia bingung,
sedang mendapatkan terapi, dan mungkin akan sembuh. Akan tetapi,
klien yang mengalami delirium berat dapat tidak memiliki daya tilik
dalam situasi ini.
r. Kebutuhan klien sehari-hari
1) Tidur
Klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan
gelisah . Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur
kembali. Tidurnya mungkin terganggu sepanjang malam,
sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
2) Selera makan
Klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya
sedikit, karena putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas
sehingga bisa terjadi penurunan berat badan.
3) Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kadang
lebih sering dari biasanya, karena sukar tidur dan stres. Kadang-
kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola makan.
4) Mekanisme koping
Apabila klien merasa tidak berhasil, kegagalan maka ia akan
menetralisir, mengingkari atau meniadakannya dengan

15
mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak
mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor
penyebab primer terbentuknya pola tiungkah laku patologis.
Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan
delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata
yang cepat dan keras (ngomel-ngomel) dan menutup diri.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama untuk klien yang mengalami delirium
adalah:
a. Resiko perilaku kekerasan d.d.halusinasi (D.0146)
b. Gangguan persepsi sensori b.d usia lanjut d.d halusinasi dan
menarik diri (D.0085)
c. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (D.0109)
d. Defisit perawatan diri b.d kelemahan(D.0019)

3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko perilaku kekerasan d.d.halusinasi (D. 0146)
Tujuan : setelah dilakukan perawatan kontrol diri meningkat
(L.09076)
Kriteria hasil :
1) Verbilisasi ancaman kepada orang lain menurun
2) Verbilisasi umpatan menurun
3) Perilaku menyerang menurun
4) Perilaku melukai diri sendiri / orang lain menurun
Intervensi :
Pencegahan perilaku kekerasan (I.14544)
1) Observasi
a) Monitor adanya benda yang berpotensi membahayakan
b) Monitor keamanan barang yang dibawa pengunjung
c) Monitor selama penggunaan barang yang dapat
membahayakan

16
d) Teraupetik
e) Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin
f) Libatkan keluarga dalam perawatan
2) Edukasi
a) Anjurkan pengunjng dan keluarga untuk mendukung
keselamatan pasien
b) Latih cara mengungkapkan perasaan secara asertif
c) Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan non verbal

b. Gangguan persepsi sensori b.d usia lanjut d.d halusinasi dan


menarik diri (D.0085)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan persepsi sensori
membaik (L.09083)
Kriteria hasil :
1) Verbalisasi mendengar bisikan membaik
2) Verbalisasi melihat bayangan membaik
3) Perilaku halusinasi menurun
4) Respon sesuai stimulus membaik
Intervensi :
Manajemen Halusinasi (I.09288)
1) Observasi
a) monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi
b) monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas dan stimulasi
lingkungan
c) monitor isi halusinasi
2) Teraupetik
d) pertahankan lingkungan yang aman
e) lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat
mengontrol perilaku
f) diskusikan perasaan dan respon halusinasi
g) hindari perdebatan tentang validitas halusinasi

17
3) Edukasi
a) anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi
b) anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk memberi
dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi
c) anjurkan melakukan distraksi
d) ajarkan pasien dan keluarga mengontrol halusinasi
e) kolaborasi
f) kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas
c. Defisit nutrisi b.d faktor psikologis (D.0109)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perawatan diri
meningkat (L.11103)
Kriteria hasil :
1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
2) Berat badan membaik
3) Indeks massa tubuh membaik
Intervensi :
Manajemen Nutrisi ( I.03119)
1) Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e) Monitor asupan makanan
f) Monitor berat badan
g) Monitor hasil pemeriksaan lab
2) Teraupetik
a) Fasilitasi menentukan pedoman diet
b) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
c) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
d) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

18
3) Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b) Ajarkan diet yang diprogramkan
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis.pereda nyeri,antiemetic) jika perlu.

d. Defisit perawatan diri b.d kelemahan (D. 0019)


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi
membaik (L.03030)
Kriteria hasil :
1) Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat
2) Minat melakukan perawatan diri meningkat
Intervensi
Dukungan perawatan diri (I.11348)
1) Observasi
a) Identifikasi aktivitas perawatan diri sesuai usia
b) Monitor tingkat kemandirian
c) Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
diri,berpakaian,berhias dan makan
2) Teraupetik
a) Sediakan lingkungan yang teraupetik
b) Siapkan keperluan pribadi
c) Damping dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
d) Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
e) Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
f) Jadwalkan rutinitas perawatan diri
3) Edukasi
Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai
kemampuan

19
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Gangguan kognitif merupakan gangguan atau kerusakan pada fungsi
otak yang lebih tinggi dan dapat memeberikan efek yang merusak pada
kemampuan individu untuk melakukan funsi sehari hari sehingga individu
tersebut lupa nama anggota keluarga atautidak mampu melakukan tugas
rumah tangga harian atau melakukan hygiene personal (Caine
& lyness,2000 dalam Aggraini, 2014).
Hal ini merupaka tugas perawatsebagai tenaga professional yang
mencakup bio-psiko-sosial yang memberikan asuhan keperawatan
khususnya pada klien dengaan gangguan kognitif yang akan dibahas
olehkelompok kali ini. Delirium dan demensia merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada pasienpada semua usia, namun kelainan ini paling
sering ditemukan pada pasien usia lanjut.
Delirium adalah suatu keadaan kebingungan (confusion) mental yang
dapat disertai fluktuasi kesadaran, kecemasan, halusinasi, ilusi, dan
waham (delusi). Kelainan ini dapatmenyertai infeksi, kelainan metabolik,
dan kelainan medis atau neurologis lain atauberhubungan dengan
penggunaan obat-obatan atau gejala putus obat. Demensi, sebaliknya,
merupakan kondisi dimana memori dan fungsi kognitif lain
terganggusehingga kegiatan sosial normal atau pekerjaan menjadi
terhambat.
B. Saran
Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih
mendalami isi makalah dapat dibaca dalam website rujukan yang
tercantum dalam daftar pustaka. Selanjutnya, penulis menyampaikan
permohonan maaf yang sebesar-besarnya pada pembaca apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan ataupun kekeliruan dalam penyusunan
makalah ini. Untuk itu, saran dan kritikan dari pembaca sangat diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bisa
menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua.

20
Daftar Pustaka
Aggraini, Ratih H. 2014. Asuhan Keperawatan Delirium. www.scibd.com
Rara, Maisura. 2016. Konsep Asuhan Keperawatan. www.academia.edu
Septian, Rahmad. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Delirium.
www.scribd.com
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

21

Anda mungkin juga menyukai