DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING
dr. Rizki Mulianti, S.Ked
dr. Rohmania Setiarini, Sp.N
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD (Small Group
Discussion) LBM 1 yang berjudul “BINGUNG” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa (LBM) 1 yang
berjudul “BINGUNG” meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi.
Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka
dari itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Rizki Mulianti, S.Ked dan dr. Rohmania Setiarini, Sp.N sebagai dosen fasilitator
kelompok SGD 2 yang senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam
pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami dalam
berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk menyusun makalah
ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. ii
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………………………… 1
BAB II
PEMBAHASAN…………………………………………………………………………... 3
BAB III
PENUTUP…………………………………………………………………………………. 8
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………... 9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Data Tutorial
Hari/tanggal Sesi I : Kamis, 16 Desember 2021
Hari/tanggal Sesi II : Sabtu, 18 Desember 2021
Tutor : dr. Rizki Mulianti, S.Ked.
dr. Rohmania Setiarini, Sp.N
Ketua : Putu Kirana Pradnyaswari
Sekretaris : Kadek Dyah Kirana Pusparani
1.2 Skenario
“BINGUNG”
Skenario 1
Andi bercerita mengenai kakeknya yang berusia 60 tahun dan sedang dirawat di
ruang rawat inap covid-19 sejak 1 minggu yang lalu. Saat ini kondisi kakeknya cukup
memprihatinkan. Beberapa kali kesadaran menurun, gelisah, mencoba mencabut selang
oksigen dan infus yang terpasang. Selain itu, tidak mengenali keluarga yang menunggui
serta tidak dapat tenang. Kakeknya juga mulai bicara melantur dan sering bicara sendiri.
Kondisi seperti ini baru pertama kali dialami oleh kakeknya. Menurut dokter kakeknya
mengalami disorientasi dan distorsi persepsi, sehingga perilakunya seperti itu. Dari kasus
ini kelompok kami mndapatkan 2 diagnosis diferensial ialah delirium dan demensia.
PEMBAHASAN
Delirium atau acute confusional state adalah gangguan akut (jam sampai hari) dan
fluktuatif dari kesadaran, persepsi, maupun fungsi kognitif. Klasifikasi delirium
berdasarkan aktifitas psikomotor (tingkat/kondisi kesadaran, aktifitas perilaku) : 1.
Hiperaktif → delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling sering terjadi. Pada
pasien terjadi agitasi, psikosis, labilitas mood, penolakan untuk terapi medis, dan tindakan
dispruptif lainnya. Kadang diperlukan pengawas karena pasien mungkin mencabut selang
infus atau kathether, atau mencoba pergi dari tempat tidur. Pasien delirium karena
intoksikasi, obat antikolinergik, dan alkohol withdrawal biasanya menunjukkan perilaku
tersebut. 2. Hipoaktif → adalah bentuk delirium yang paling sering, tapi sedikit dikenali
oleh para klinisi. Pasien tampak bingung, lethargia, dan malas. Hal itu mungkin sulit
dibedakan dengan keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan dengan mudah
dibangunkan dan dalam berada dalam tingkat kesadaran yang normal. Rangsang yang
kuat diperlukan untuk membangunkan , biasanya bangun tidak komplet dan transient.
Penyakit yang mendasari adalah metabolit dan ensepalopati.Pencetus delirium sangat
bervariasi sehingga perlu dipikirkan berbagai kemungkinan penyebabnya meliputi
kelainan vascular, infeksi, trauma, autoimun, metabolic-endokrin, neoplasma,
degenerative, dan kongenital. Penyebab tersering adalah infeksi , gangguan elektrolit dan
cairan, perubahan metabolic, gangguan pada sistem saraf pusat (tumor, perdarahan,
stroke), penyakit jantung, paru, hati, dan ginjal, intoksikasi obat, putus zat, dan kondisi
pasca operasi. Berbagai kondisi tersebut menyebabkan disregulasi sistem saraf sehingga
terjadi ketidakseimbangan neurotransmitter akut. Adapun faktor predisposisi terjadinya
delirium antara lain: usia, kerusakan otak, riwayat delirium, ketergantungan alcohol,
diabetes, kanker, gangguan panca indera, malnutrisi, alcohol, obat-obatan dan bahan
beracun, efek toksik, dll. Gejala dan tanda dapat bervariasi tergantung pada masing-
masing individu. Mood, persepsi, dan tingkah-laku yang abnormal merupakan gejala-
gejala psikiatrik umum; tremor, asteriksis, nistagmus inkoordinasi, inkontinensia urin,
dan disfasia merupakan gejala-gejala neurologik umum. Gejala yang dapat ditemui antara
lain gangguan kognitif global berupa gangguan memori (recent memory= memori jangka
pendek), gangguan persepsi (halusinasi, ilusi), atau gangguan proses piker (disorientasi
waktu, tempat,orang). Gejala yang mudah diamati namun justru terlewatkan adalah bila
terdapat komunikasi yang tidak relevan, atau autonamnesis yang sulit dipahami; kadang-
kadang pasien terlihat seperti mengomel terus atu terdapat ideide pembicaraan yang
melompat-lompat. Gejala lain meliputi perubahan aktifitas psikomotor baik
hipoaktif(25%), hiperaktif (25%) maupun campuran keduanya (35%); sebagian pasien
(15%) menunjukkan aktivitas psikomotor normal; gangguan siklus tidur (siang hari
tertidur sedangkan malam hari terjaga).
Demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena adanya kelainan yang
bersifat kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan fungsi luhur multiple seperti
kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Demensia terjadi karena
kematian neuron diotak yang bersifat multifactorial, baik karena kondisi degenerative
maupun infark. Akibatnya terjadi hambatan transmisi neurotransmitter yang
menimbulkan berbagai gejala demensia. Gejala utama ialah kesadaran yang menurun.
Gejala – gejala lain 10 ialah : penderita tidak mampu mengenal orang dan berkomunikasi
dengan baik, ada yang bingung atau cemas, gelisah dan panik, ada pasien yang terutama
berhalusinasi dan ada yang hanya berbicara komat – kamit dan inkoheren. Onset biasanya
mendadak, sering dalam beberapa jam atau hari. Delirium sering dapat ditelusuri ke salah
satu atau lebih faktor yang berkontribusi, seperti penyakit medis yang parah atau kronis,
obat-obatan, infeksi, trauma kepala, operasi, obat atau alcohol.
Dari kasus diatas penentuan diagnosis multiaksil dari kasus scenario ialah :
Tatalaksana yang dilakukan ialah atasi penyebab penyakit, hindari pengekangan fisis,
cegah dehidrasi dan berikan nutrisi adekuat, berikan kenyamanan yang baik pada pasien,
reorientasi (waktu, tempat, dan orang), berikan edukasi kepada keluarga tentang
pentingnya dukungan dan kondisi yang nyaman , apabila kondisi menjadi gaduh gelisah
berikan haloperidol dengan dosis 2-5mg IM/IV dapat diulang setiap 30 menit (dosis
maksimal 30 mg/hari)
Komplikasi yang dapat terjadi seperti depresi, disorientasi, psikosis, hingga gangguan
tidur. Prognosis pasien berkaitan dengan penyakit yang mendasarinya, apabila ditangani
dengan segara dan tepat maka hasilnya akan bonam (baik) apabila tidak maka hasilnya
akan malam (memburuk). Mortalitas pasien dengan delirium mencapai 25-30%.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil diskusi LBM 1 disimpulkan bahwa pasien dengan keluhan pada
scenario, harus diperhatikan dengan baik, karena delirium sering muncul sebagai
keluhan utama atau tak jarang justru terjadi pada hari pertama pasien dirawat,
berfluktuasi dengan gejala tidak khas, dan sering tidak terdiagnosis, padahal kondisi ini
dapat dicegah. Patofisiologi delirium melibatkan berbagai mekanisme dengan tiga
hipotesis utama, yaitu efek langsung pada sistem neurotransmiter, inflamasi, dan stres.
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab, penyebab utama adalah berasal dari
penyakit susunan saraf pusat (seperti epilepsy), penyakit sistemik (seperti gagal
jantung), dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat toksik. Penyebab delirium
terbanyak terletak diluar sistem saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Berdasarkan
gejala dan tanda klinis serta pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, kelompok kami
menyimpulkan bahwa diagnosis kerja pasien tersebut adalah delirium. Untuk prognosis
pasien delirium bergantung pada jangka waktu atau lamanya pasien mengalami
delirium, semakin panjang jangka waktunya maka semakin buruk pula prognosis yang
dapat terjadi apabila ditangani dengan segera dan tepat maka hasilnya akan membaik
(bonam).
DAFTAR PUSTAKA
Andy Luman. 2015. Sindrom Delirium. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
dr. Ketut Widyaastuti, Sp.S dan dr. Mahasena. 2017. Delirium. FK UNUD
Ferry Liwang. 2020. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi V. Media Aesculapius
Kaplan, H. I., Sadock, B. J. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. EGC: Jakarta.
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-V. Cetakan 2 – Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Unika Atma Jaya. Jakarta: PT Nuh Jaya.