MODUL INTEGRATIF
“SKENARIO 4”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK D
PEMBIMBING :
Choiritussanijjah, dr., M.Si
2
LEMBAR PENGESAHAN DAN PENILAIAN
Pembimbing
3
DAFTAR ISI
KELOMPOK PENYUSUN 2
LEMBAR PENGESAHAN DAN PENILAIAN 3
DAFTAR ISI 4
SKENARIO 4
TEMA : Gangguan Kesadaran 5
A. Kata Sulit 5
B. Kata Kunci 5
C. Rumusan Masalah 5
E. Hipotesis 6
F. Learning Objective 6
G. Jawaban Learning Objective 7
H. Kesimpulan 22
I. Peta Konsep 22
J. Daftar Pustaka 23
4
SKENARIO 4
TEMA : Gangguan Kesadaran
Seorang wanita berusia 50 tahun diantar keluarganya datang ke UGD dengan
penurunan kesadaran. 1 jam sebelum masuk RS pasien mengeluh merasa lemas dan berdebar.
Dari keluarga pasien, didapatkan keterangan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit
Diabetes Melitus dan mengkonsumsi obat antidiabetik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD
100/80 mm/Hg, nadi 90x/mnt, Laju Pernapasan 18x/mnt, suhu 37C. Dari pemeriksaan
Penunjang didapatkan GDA <50mg/dl (low). Salah satu anak pasien menganggap ada hal
mistis yang mendasari keadaan tersebut. Dokter menjelaskan bahwa penyebab penurunan
kesadaran cukup banyak salah satunya adalah dari gangguan metabolik. Dokter juga
memberikan edukasi medis dan spiritual terkait keadaan pasien.
A. Kata Sulit
1. Antidiabetik : mencegah atau meringankan diabetes (dorland eds 30, hal 48)
B. Kata Kunci
● Anamnesis
1. wanita berusia 50 tahun
2. penurunan kesadaran
3. merasa lemas dan berdebar
4. punya riwayat penyakit Diabetes Melitus dan mengkonsumsi obat antidiabetik
● pemeriksaan penunjang = GDA <50mg/dl (low)
C. Rumusan Masalah
5
D. Jawaban Rumusan Masalah
1. penyebab rasa lemas dan berdebar-debar ialah karena hipoglikemia, dimana rasa
lemas dan berdebar ini merupakan 2 gejala umum yang sering terkait hipoglikemia
dan hal ini disebabkan oleh berbagai mekanisme fisiologi dalam tubuh
● kurang energi
● respon adrenalin aktivasi sistem saraf otonom
2. karena berkaitan dengan tidak tercukupinya kebutuhan energi di otak yakni karna
kurang glukosa
3. ya karena obat tertentu dapat mempengaruhi kesadaran contohnya golongan sulfami
urea, contohnya glipenklamid.
E. Hipotesis
F. Learning Objective
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi, kriteria, dan etiologi dari
penurunan kesadaran.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami fisiologi dari kesadaran.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami metabolisme terpadu.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami diagnosis banding dari kasus di atas.
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari kasus di
atas.
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami diagnosis tegak dari kasus di atas.
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dan klasifikasi dari diabetes
mellitus.
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi dan patogenesis dari diabetes
mellitus.
9. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari diabetes mellitus.
6
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tata laksana dari diabetes mellitus.
11. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komplikasi dari diabetes mellitus.
12. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami edukasi medis dan spiritual dari
kasus di atas
7
● Apatis berarti keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan segan
berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.
● Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur,
masih dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban
secara verbal, namun mudah tertidur kembali.
● Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya berbaring dengan mata tertutup.
Pasien dalam keadaan tidur yang dalam atau tidak memberikan respon dengan
pergerakan spontan yang sedikit atau tidak ada dan hanya bisa dibangunkan
dengan rangsangan kuat yang berulang (rangsang nyeri).
● Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan
semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar. Pasien dalam keadaan tidak
sadar yang dalam, yang tidak dapat dibangunkan akibat disfungsi ARAS di
batang otak atau kedua hemisfer serebri. Karakteristik koma adalah tidak adanya
arousal dan awareness terhadap diri sendiri danlingkungannya (Akina, 2019).
8
formatio retikularis akan membawa sinyal ke atas untuk membangunkan dan
mengaktifkan korteks cerebrum. Serat-serat ini membentuk Reticular activating
System (RAS) yang mengontrol derajat keseluruhan kewaspadaan korteks dan penting
dalam kemampuan untuk mengarahkan perhatian. (Sherwood, L. 2014).
9
Formasi Retikularis memiliki beberapa pembagian, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a) Formasio Retikularis Medulla Oblongata
Beperan penting di dalam pengaturan jantung, vasomotor/konstriksi,
dan dilatasi pembuluh darah, serta menjadi pusat pernafasan. Medulla
oblongata memonitor kadar CO2 yang berperan dalam pengaturan nafas,
mengatur muntah, bersin, batuk, dan menelan. (Duss, 2016)
b) Formasio Retikularis Pontis
Terletak di atas dari medong, yang menjadi pusat apneu dan
pneumotoxic yang membantu dalam pengaturan pernafasan. (Duss, 2016)
c) Formasio Reticularis Midbrain/Mescencephalon
Terdapat pusat refleks yang membantu koordinasi pergerakan bola
mata, kepala, membantu pengaturan mekanisme fokus pada mata, mengatur
respon pupil terhadap stimulus cahaya. Serta terdapat substansia nigra yang
berperan dalam pengaturan aktivitas motorik somatik. (Duss, 2016)
Thalamus, yang menjadi stasiun relay utama terakhir untuk semua impuls
ascendens (kecuali impuls olfactorius) dari medulla spinalis, batang otak, dan
serebellum. Beberapa nukleus yang ada di dalam thalamus merupakan komponen dari
Ascending RAS. Impuls pengaktivasi ARAS dihantarkan dari nukleus ventralis
anterior, intralaminaris (terutama sentromedian) dan nukleus retikularis ke seluruh
neokortek. Ascending RAS yang intak penting untuk kesadaran normal. (Duss, 2016)
Sistem limbik dan Hipothalamus juga memiliki peran dalam RAS. Hal itu
dikarenakan adanya hubungan yang erat dengan substansia retikolaris di dalam batang
otak. Kesemuanya itu dianggap sebagai suatu susunan fungsional. Sistem limbik
berfungsi sebagai penentu status emosional, berkaitan juga dengan kesadaran, fungsi
intelektual, serta memfasilitasi pembelajaran dan sistem memori (Duss, 2016). sistem
limbic berperan dalam dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu.Sistem limbik
mengendalikan emosi, perilaku dan dorongan (Snell, 2015).
10
Metabolisme melibatkan sejumlah reaksi kimia yang terkoordinasi yang terjadi di
dalam sel-sel tubuh.
Metabolisme melibatkan dua proses utama: katabolisme dan anabolisme.
a) Katabolisme: Proses pemecahan zat-zat makanan menjadi molekul-molekul yang
lebih sederhana. Proses ini menghasilkan energi yang dapat digunakan oleh
tubuh. Contohnya adalah pemecahan karbohidrat menjadi glukosa atau
pemecahan lemak menjadi asam lemak.
b) Anabolisme: Proses pembangunan zat-zat kompleks dari molekul-molekul yang
lebih sederhana. Proses ini membutuhkan energi dan nutrisi untuk memperbaiki
jaringan, memperbaharui sel-sel, dan mendukung pertumbuhan.
Adapun macam- macam metabolisme yaitu:
1) METABOLISME KARBOHIDRAT
Karbohidrat meliputi sekelompok senyawa organik yang mencakup gula dan
pati, serta selain karbon, karbohidrat mengandung hidrogen dan oksigen dalam
rasio yang sama dengan air (2:1). Tiga disakarida sangat penting bagi manusia
adalah sukrosa: glukosa dan fruktosa; laktosa: glukosa dan galaktosa; dan
maltosa: glukosa dan glukosa. Pati, yang terdapat di biji-bijian seperti gandum,
nasi, dan barley dan tumbuhan lain, seperti kentang dan jagung, terdiri dari
banyak unit glukosa yang terikat oleh ikatan glikosidik. Gula adalah sumber
energi yang penting bagi tubuh dan satu-satunya sumber energi bagi otak.
2) METABOLISME LEMAK
Lemak adalah molekul organik hidrofobik yang mencakup wax, sterol, vitamin
larut lemak, trigliserida, fosfolipid, dan senyawa lainnya. Lemak mengandung
energi potensial yang tinggi, tapi juga penting sebagai komponen struktur dari
membran sel, dalam jalur sinyal, dan sebagai prekursor pada beberapa sitokin.
Asam lemak dan derivatnya dan juga molekul yang mengandung sterol seperti
kolesterol juga dianggap sebagai lemak. Walaupun ada jalur biosintesis untuk
mensintesis dan mendegradasi lemak, beberapa asam lemak penting bagi tubuh
dan harus dikonsumsi dari makanan. Asam lemak adalah asam karboksilat yang
terdiri dari rantai hidrokarbon panjang yang berakhir pada grup karboksil.
3) METABOLISME PROTEIN
Sekitar 75% dari unsur padat dalam tubuh adalah protein (Tabel 33-3). Semua
protein terdiri dari 20 asam amino yang sama, dan beberapa diantaranya harus
dikonsumsi dalam makanan karena mereka tidak dapat dibentuk secara endogen
11
(asam amino esensial) (Tabel 33-4). Protein diet harus dicerna menjadi asam
amino dan di- dan tripeptida sebelum dapat diabsorpsi. Proses dimulai di lambung
ketika pepsinogen diubah menjadi pepsin pada pH asam. Proses berlanjut di usus
halus dimana pankreas mensekresi tripsin, kemotripsin dan karboksipeptida.
Protease gaster dan pankreas ini menghirolisis protein menjadi peptida rantai
sedang dan kecil. Peptidase di batas usus halus menghidrolisis peptida rantai
sedang dan kecil ini menjadi asam amino dan di- dan tripeptida bebas. Produk
akhir pencernaan ini, terbentuk pada permukaan enterosit, siap diabsorpsi oleh
transporter asam amino natrium-dependen.
Kesimpulannya, Metabolisme adalah serangkaian proses biokimia kompleks
yang terjadi di dalam sel-sel tubuh untuk mengubah makanan menjadi energi
yang dibutuhkan dalam menjalankan fungsi-fungsi tubuh. Katabolisme dan
anabolisme adalah dua proses utama dalam metabolisme. Memahami
metabolisme dan aspek-aspek pentingnya membantu kita dalam menjaga
keseimbangan energi, pertumbuhan, dan fungsi tubuh yang sehat.
12
Perbedaan utama antara kedua kondisi ini terletak pada penyebab dan gejala yang
menyertainya. Hipoglikemia akut yang terjadi pada DM memiliki gejala yang khas
seperti lemas dan berdebar, sedangkan stroke memiliki gejala yang lebih beragam
tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan stroke. Selain itu, faktor risiko yang
berbeda juga harus dipertimbangkan; DM umumnya terkait dengan faktor risiko
seperti obesitas, riwayat keluarga, dan gaya hidup, sedangkan faktor risiko stroke
termasuk hipertensi, merokok, dan riwayat serangan sebelumnya (Nyo et al 2017).
Meskipun memiliki perbedaan yang signifikan, keduanya memiliki kesamaan
dalam kemampuan mereka untuk menyebabkan penurunan kesadaran pada pasien.
Oleh karena itu, dalam kasus ini, penting bagi dokter untuk mempertimbangkan kedua
kemungkinan diagnosis dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis yang tepat dan memberikan perawatan yang sesua i(Nyo et al 2017).
14
(infeksi virus, pola makan, microbiota usus), dan faktor imunologis (toleransi
imun, imunitas seluler, dan imunitas humoral). Meskipun demikian, sebagian
besar T1DM tidak dipengaruhi oleh faktor genetik atau riwayat keluarga, hanya
sekitar 10-15% saja yang dipengaruhi oleh hal ini.
- Diabetes tipe 2 atau T2DM merupakan jenis diabetes yang paling sering ditemui
dengan jumlah lebih dari 90% dari seluruh kasus diabetes di dunia. T2DM terjadi
akibat adanya resistensi insulin, yaitu keadaan di mana sel-sel tubuh menjadi
tidak responsif terhadap insulin sehingga menyebabkan hiperglikemia. Di fase
awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel beta pankreas mengalami
gangguan dalam melakukan sekresi insulin sehingga insulin tidak dapat
mengkompensasi resistensi insulin. Kegagalan kompensasi insulin yang terjadi
secara terus-menerus tanpa penanganan khusus dapat merusak sel-sel beta
pankreas. Kerusakan sel beta pankreas yang terjadi secara progresif akan
mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin. Hal ini mengakibatkan pasien
memerlukan insulin dari luar atau insulin eksogen. Gejala dari T2DM hampir
sama dengan T1DM, tetapi umumnya lebih ringan, bahkan dalam beberapa kasus,
tidak ada gejala yang muncul sama sekali. Diabetes melitus tipe 2 memiliki
beberapa faktor resiko yang perlu diwaspadai. Faktor terkait lifestyle yang dapat
meningkatkan resiko diabetes tipe 2 di antaranya obesitas, overweight,
bertambahnya umur, jumlah aktivitas, lingkungan tempat tinggal, kualitas tidur,
dan riwayat keluarga. Sedangkan, faktor metabolik yang mempengaruhi T2DM,
di antaranya biomarkers, adiponectin, pro-inflammatory cytokines, sex hormone,
dan sindrom metabolik (Bonora, 2018).
- Diabetes gestasional dapat didefinisikan sebagai adanya intoleransi karbohidrat
atau toleransi glukosa yang abnormal dari berbagai tingkat keparahan dengan
onset atau deteksi pertama pada masa kehamilan. Kadar gula darah yang
abnormal ini akan kembali menjadi normal setelah ibu melahirkan. Namun, dalam
beberapa kasus, yaitu jika ibu hamil tidak bisa mengontrol gula darahnya dengan
baik, diabetes gestasional ini dapat berkembang menjadi T2DM atau dalam
beberapa kasus yang sangat jarang dapat menjadi T1DM. Diabetes tipe ini biasa
terdiagnosis pada masa kehamilan trimester kedua ataupun trimester ketiga.
Diabetes gestasional dapat disebabkan oleh karena adanya beberapa perubahan
dalam regulasi glukosa yang terjadi dalam masa kehamilan. Dalam sebuah studi
klem hiperinsulinemia-euglikemik pada wanita yang sehat, dibandingkan dengan
15
masa prepregnancy, sensitivitas insulin berkurang sebesar 56% dan produksi
glukosa endogen basal meningkat 30% pada trimester ketiga. Pada ibu hamil
dengan toleransi glukosa yang normal, sel beta pankreas akan beradaptasi dengan
perubahan ini dengan cara memproduksi lebih banyak hormone insulin untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang normal ( Johns EC, 2018).
Diabetes melitus gestasional memiliki beberapa faktor resiko yang sama dengan
T2DM, seperti umur, riwayat penyakit diabetes keluarga, etnis, dan obesitas. Di
antara faktor-faktor tersebut, obesitas adalah jenis faktor yang paling
mendominasi. Pada sebuah meta analisis yang dilakukan di Amerika Utara,
Eropa, dan Australia, ditemukan bahwa secara berturut-turut, orang yang
overweight, obesitas, dan obesitas parah memiliki resiko dua, empat, dan delapan
kali lebih besar untuk terkena diabetes melitus tipe 2 dibandingkan wanita dengan
tubuh normal ( Johns EC, 2018).
- Selain ketiga jenis diabetes di atas, ada juga diabetes yang digolongkan dalam
diabetes tipe lain. Diabetes monogenik merupakan salah satu jenis diabetes yang
digolongkan dalam kategori ini. Berbeda dengan T1DM atau T2DM yang
poligenik, diabetes monogenik ini disebabkan oleh adanya mutasi dari satu gen.
Diabetes monogenik ini dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada fungsi
sel β ataupun karena resistensi insulin. Selain diabetes monogenik, masih ada
diabetes tipe lain yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyakit eksokrin
pancreas, kelainan endokrin, induksi obat atau zat kimia, dan infeksi (World
Health Organization, 2019).
16
4) Obesitas: Lemak yang disimpan di jaringan tubuh, terutama di sekitar perut,
dapat menyebabkan resistensi insulin, yang memicu peningkatan kadar glukosa
darah. orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas berisiko 7,14 kali
terkena penyakit DM tipe dua jika dibandingkan dengan orang yang berada pada
berat badan ideal atau normal.
5) Resistensi Insulin: Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh tidak merespons
insulin dengan baik. Ini membuat sel-sel tersebut kesulitan untuk mengambil
glukosa dari darah, sehingga meningkatkan kadar glukosa darah.
6) Kehamilan: Wanita hamil dapat mengalami diabetes gestasional, di mana kadar
glukosa darah meningkat selama kehamilan. Kondisi ini sering membaik setelah
melahirkan, tetapi dapat meningkatkan risiko mengembangkan diabetes tipe 2 di
masa depan.
7) Penyakit lain: Beberapa kondisi medis tertentu, seperti sindrom ovarium
polikistik (PCOS), sindrom metabolik, dan penyakit pankreas, dapat
meningkatkan risiko diabetes melitus.
8) Paparan Zat Beracun: Paparan zat kimia tertentu, seperti polutan lingkungan,
dapat mempengaruhi fungsi sel-sel pankreas yang menghasilkan insulin, atau
menyebabkan resistensi insulin.
(Lestari dkk, 2021)
Patogenesis Diabetes Melitus:
1) Diabetes tipe 1: proses autoimun di mana sistem imun tubuh menyerang sel
β-pankreas yang bertugas untuk memproduksi hormon insulin. Hal ini
mengakibatkan tubuh hanya memproduksi sedikit hormon insulin tidak cukup
untuk mengatur kadar glukosa darah, sehingga glukosa menumpuk dalam darah
dan menyebabkan hiperglikemia.
2) Diabetes tipe 2: Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh tidak merespons
insulin dengan baik. Kompensasi awalnya adalah peningkatan produksi insulin
oleh sel beta pankreas. Namun, sel beta pankreas mengalami gangguan dalam
melakukan sekresi insulin sehingga insulin tidak dapat mengkompensasi
resistensi insulin. Kegagalan kompensasi insulin yang terjadi secara
terus-menerus tanpa penanganan khusus dapat merusak sel-sel beta pankreas.
Kerusakan sel beta pankreas yang terjadi secara progresif akan mengakibatkan
terjadinya defisiensi insulin. Akibatnya, glukosa darah tetap tinggi, dan
hiperglikemia terjadi. Hal ini mengakibatkan pasien juga memerlukan insulin dari
17
luar atau insulin eksogen. Resistensi insulin juga dapat menyebabkan gangguan
dalam pengaturan glukosa oleh hati, otot, dan jaringan lemak.
(Raymond dkk, 2022)
18
sehingga terjadi hiperglikemia post-prandial & hiperglikemia pre-prandial. (Powers
A, 2018)
Terjadinya Diabetes melitus tipe 1 & Diabetes melitus tipe 2 akan mengakibatkan
penurunan pendayagunaan glukosa pada jaringan tubuh, hal ini berdampak pada
penurunan energi sehingga terjadinya polifagia dan penurunan berat badan. lalu
terjadinya hiperglikemia yang memicu rebasorbsi glukosa di tubulus ginjal meningkat
yag ditukar dengan Na+ dan air, sehingga terjadi poliluria dan polidipsia.
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tata laksana dari diabetes
mellitus.
Tujuan terapi DM tentunya untuk mengurangi risiko komplikasi jangka pendek
dan jangka panjang. Indikasi terkuat yang dibagikan oleh pedoman terbaru dan
dokumen konsensus tentang pengelolaan penyakit diabetes membutuhkan perhatian
terus menerus untuk penerapan gaya hidup yang benar dan perlunya personalisasi
terapi, dengan adaptasi farmakologis dan non-farmakologis (terapi nutrisi, latihan
fisik) dengan profil metabolik dan klinis pasien individu.
Terapi farmakologis pada DM tipe 2 diberikan beriringan dengan pengaturan pola
makan, latihan fisik, dan gaya hidup sehat. Terapi farmakologis terdiri atas obat yang
diminum oral dan bentuk suntikan. Berikut adalah obat antidiabetes non-insulin umum
antara lain golongan biguanida. Biguanida adalah salah satu kelas utama obat
antidiabetes, di antaranya metformin. Metformin merupakan obat paling umum dan
menjadi lini pertama untuk penderita DM dan telah terbukti bermanfaat dalam
mengurangi angka kematian akibat DM tipe 2 karena dapat meningkatkan sensitivitas
insulin, menurunkan glukosa darah, menekan risiko hipoglikemia dan kardiovaskuler
serta merupakan satu-satunya agen hipoglikemik untuk meningkatkan hasil
makrovaskular.
Sulfonilurea merupakan obat yang banyak digunakan sebagai terapi lini kedua
dalam pengobatan pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami obesitas berat, yang
bekerja langsung pada sel pulau untuk menutup saluran K+ yang sensitif terhadap
ATP dan merangsang sekresi insulin.
Thiazolidinediones atau TZDs adalah kelas sensitizer insulin, termasuk zona troglita,
rosiglitazone, dan pioglitazone. Mereka merupakan ligan
peroxisomeproliferator-activated receptor (PPAR-γ) yang mengontrol otot rangka
normal dan sensitivitas insulin hati.
19
Glucosidase inhibitors (AGIs), termasuk acarbose, voglibose dan miglitol, sangat
efektif untuk hiperglikemia postprandial. Mereka dapat menghambat enzim mukosa
usus (α-glucosidase) yang mengubah kompleks polisakarida menjadi monosakarida,
sehingga dapat mengurangi penyerapan karbohidrat. Terapi berbasis inkretin, Inkretin
adalah hormon yang merangsang sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
postprandial dengan cara yang bergantung pada glukosa. Agonis reseptor GLP-1,
termasuk exenatide dan liraglutide, dapat menurunkan kadar hemoglobin A1c
(HbA1c) sebesar 0,8% menjadi 1,5 (13) (12).
Dengan berbagai kemungkinan terapi antidiabetik oral dengan atau tanpa
kombinasi dengan GLP-1-RA, terapi insulin dalam banyak kasus dapat ditunda ke
tahap penyakit selanjutnya. Namun, pemberian insulin yang diperlukan tidak boleh
ditunda selama bertahun-tahun. Terapi insulin dapat dengan mudah dikombinasikan
dengan obat antidiabetes lainnya, dan sejumlah besar insulin dan alat bantu injeksi
memfasilitasi individualisasi terapi (12). Jenis dan lama kerja insulin berbeda-beda,
insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni: insulin kerja cepat, insulin kerja pendek, insulin
kerja menengah, insulin kerja panjang, insulin kerja ultra panjang , dan insulin
campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan menengah
(premixed insulin) (kadek dkk, 2021).
20
Kerusakan Makrovaskular
1) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah: Diabetes merupakan faktor risiko utama
untuk penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner,
stroke, dan penyakit arteri perifer.
2) Kerusakan Pembuluh Darah Perifer: Diabetes dapat merusak pembuluh darah di
seluruh tubuh, menyebabkan masalah sirkulasi darah dan memperlambat proses
penyembuhan luka.
Komplikasi lainnya
1) Masalah Kulit: Orang dengan diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengembangkan masalah kulit, seperti infeksi jamur, infeksi bakteri, dan ruam.
2) Gangguan Mental: Diabetes juga dapat meningkatkan risiko gangguan mental,
seperti depresi dan kecemasan.
3) Hipoglikemia: Pengobatan diabetes yang tidak tepat atau tidak terkontrol dapat
menyebabkan kadar glukosa darah turun terlalu rendah, yang dapat
mengakibatkan gejala hipoglikemia, seperti keringat dingin, pusing, kebingungan,
atau pingsan.
(Edwina dkk, 2015) (Rosyada,2013)
12. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami edukasi medis dan spiritual dari
kasus di atas
Edukasi Medis
Untuk pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita diabetes melitus yaitu :
1. terapi insulin
2. mengonsumsi obat diabetes
3. mencoba pengobatan alternatif
4. menjalani operasi dan memperbaiksi life style (pola hidup sehat) dengan
memakan makanan yang bergizi atau sehat, olahraga. (Lestari,2021)
Edukasi Spiritual
Dalam ilmu kedokteran tidak ada istilah santet, terlepas dari bagaimana masuknya
benda tajam dalam tubuh, menurut praktisi kedokteran dan guru besar dari Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan bahwa santet bukanlah konsep yang
dikenal dalam konteks medis. setiap penyakit pasti ada obatnya, kita harus percaya
21
pada allah bahwa penyakit yang datang pada kita adalah salah satu nikmat, teguran
dan juga berkah yang allah berikan pada umatnya.
seperti cerita pada zaman nabi yaitu
ث ِ ب َأ ْخبَ َرنِي َع ْمرٌو َوهُ َو ابْنُ ْال َح
ِ ار ٍ ُوف َوَأبُو الطَّا ِه ِر َوَأحْ َم ُد بْنُ ِعي َسى قَالُوا َح َّدثَنَا ابْنُ َو ْه
ٍ َح َّدثَنَا هَا ُرونُ بْنُ َم ْعر
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأنَّهُ قَا َل لِ ُكلِّ دَا ٍء َد َوا ٌء فَِإ َذا
َ ِ ُول هَّللا ُّ ع َْن َع ْب ِد َربِّ ِه ب ِْن َس ِعي ٍد ع َْن َأبِي
ِ الزبَي ِْر ع َْن َجابِ ٍر ع َْن َرس
يب َد َوا ُء ال َّدا ِء بَ َرَأ بِِإ ْذ ِن هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل
َ صِ ُأ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma'ruf dan Abu Ath Thahir
serta Ahmad bin 'Isa mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb;
Telah mengabarkan kepadaku 'Amru yaitu Ibnu Al Harits dari 'Abdu Rabbih bin Sa'id
dari Abu Az Zubair dari Jabir dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk
suatu penyakit, maka akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah 'azza wajalla."
(Hadits Shahih Muslim No. 4084 - Kitab Salam)
H. Kesimpulan
22
I. Peta Konsep
23
J. Daftar Pustaka
Duus,P. 2016. Diagnosis Topik Neurologi; Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala, edisi 4.
(Alifa Dimanti, Pentj). Jakarta.
Johns, E. C., Denison, F. C., Norman, J. E., & Reynolds, R. M. (2018). Gestational
diabetes mellitus: mechanisms, treatment, and complications. Trends in
Endocrinology & Metabolism, 29(11), 743-754.
Lestari, Zulkarnain, Aisyah Sijid. Diabetes Melitus: Review Etiologi, Patofisiologi,
Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan Cara Pencegahan.
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar. 08
November 2021
Maghfuri, A. (2016). Buku pintar perawatan luka diabetes melitus. Jakarta: Salemba
Medika.
Nyo Nyo Tun, Ganesan Arunagirinathan, Sunil K Munshi, and Joseph M Pappachan.
Diabetes mellitus and stroke: A clinical update. World J Diabetes. 2017 Jun 15;
8(6): 235–248.
Powers A, Niswender K, Evans-Molina C. Diabetes mellitus: diagnosis, classification
and pathophysiology. In: Harrison’s principles of internal medicine. 20th ed. New
York: McGraw Hill; 2018.
Sherwood Lauralee, 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem Edisi 8. Jakarta. EGC
Snell R S. 2015. Neuroanatomi Klinik, edisi 7 (terjemahan), EGC.
Tahir, A.M., 2018. Patofisiologi kesadaran menurun. UMI Medical Journal, 3(1),
pp.80-88.
Widiasari, R. K., Wijaya, K. M., Suputra, A. P., 2021. DIABETES MELITUS TIPE 2 :
FAKTOR RESIKO, DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA. Ganesha Medicana
Journal. Vol 1 No 2 September 2021.
World Health Organization. (2019). Classification of diabetes mellitus.
24