Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL

MODUL INTEGRATIF
“SKENARIO 4”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK D

PEMBIMBING :
Choiritussanijjah, dr., M.Si

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN 2023/2024
KELOMPOK PENYUSUN

Ketua : Muhammad Abadiyyusy Syukur 5130022002


Sekretaris 1 : Muhammad Aqil Siroj Jazuli 5130022040
Sekretaris 2 : Hotimah 5130022049

Anggota : Dedi Dwi Nurtaufiq 5130022010


Rudy Dewanto Ibrahim 5130022073
Shofia Hana Nadia 5130022076
Nailah Salsabila Fibriani Sholikhah 5130022086
Nur Syahidah Khairullah 5130022093
Clara Laurent Nabila 5130022106

2
LEMBAR PENGESAHAN DAN PENILAIAN

Nama Ketua : Muhammad Abadiyyusy Syukur


NIM : 5130022002
Kelompok : D

No. Materi yang Dinilai Presentase Nilai

1. Ketepatan pemilihan kata kunci 25%

2. Kesesuaian hubungan kata kunci dengan peta 25%


konsep

3. Kesesuaian jawaban learning objective dengan 25%


kasus scenario

4. Pemilihan daftar pustaka dan sitasi 25%

Pembimbing

Choiritussanijjah, dr., M.Si

3
DAFTAR ISI

KELOMPOK PENYUSUN 2
LEMBAR PENGESAHAN DAN PENILAIAN 3
DAFTAR ISI 4
SKENARIO 4
TEMA : Gangguan Kesadaran 5
A. Kata Sulit 5
B. Kata Kunci 5
C. Rumusan Masalah 5
E. Hipotesis 6
F. Learning Objective 6
G. Jawaban Learning Objective 7
H. Kesimpulan 22
I. Peta Konsep 22
J. Daftar Pustaka 23

4
SKENARIO 4
TEMA : Gangguan Kesadaran
Seorang wanita berusia 50 tahun diantar keluarganya datang ke UGD dengan
penurunan kesadaran. 1 jam sebelum masuk RS pasien mengeluh merasa lemas dan berdebar.
Dari keluarga pasien, didapatkan keterangan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit
Diabetes Melitus dan mengkonsumsi obat antidiabetik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD
100/80 mm/Hg, nadi 90x/mnt, Laju Pernapasan 18x/mnt, suhu 37C. Dari pemeriksaan
Penunjang didapatkan GDA <50mg/dl (low). Salah satu anak pasien menganggap ada hal
mistis yang mendasari keadaan tersebut. Dokter menjelaskan bahwa penyebab penurunan
kesadaran cukup banyak salah satunya adalah dari gangguan metabolik. Dokter juga
memberikan edukasi medis dan spiritual terkait keadaan pasien.

A. Kata Sulit

1. Antidiabetik : mencegah atau meringankan diabetes (dorland eds 30, hal 48)

B. Kata Kunci

● Anamnesis
1. wanita berusia 50 tahun
2. penurunan kesadaran
3. merasa lemas dan berdebar
4. punya riwayat penyakit Diabetes Melitus dan mengkonsumsi obat antidiabetik
● pemeriksaan penunjang = GDA <50mg/dl (low)

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang menyebabkan pasien mengalami rasa lemas dan berdebar-debar?


2. mengapa pasien mengalami penurunan kesadaran?
3. apakah ada pengaruh konsumsi obat anti diabetik dengan penurunan kesadaran pada
pasien?

5
D. Jawaban Rumusan Masalah
1. penyebab rasa lemas dan berdebar-debar ialah karena hipoglikemia, dimana rasa
lemas dan berdebar ini merupakan 2 gejala umum yang sering terkait hipoglikemia
dan hal ini disebabkan oleh berbagai mekanisme fisiologi dalam tubuh
● kurang energi
● respon adrenalin aktivasi sistem saraf otonom
2. karena berkaitan dengan tidak tercukupinya kebutuhan energi di otak yakni karna
kurang glukosa
3. ya karena obat tertentu dapat mempengaruhi kesadaran contohnya golongan sulfami
urea, contohnya glipenklamid.

E. Hipotesis

Berdasarkan hasil anamnesis, wanita tersebut diduga mengalami hiperglikemia


dengan gejala penurunan kesadaran, 1 jam sebelum masuk RS pasien mengeluh merasa lemas
dan berdebar dan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan penunjang di dapatkan GDA <50
mg/dl serta ada riwayat Diabetes Melitus sehingga pasien dapat mengalami penurunan
kesadaran akibat tidak tercukupinya kebutuhan glukosa.

F. Learning Objective

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi, kriteria, dan etiologi dari
penurunan kesadaran.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami fisiologi dari kesadaran.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami metabolisme terpadu.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami diagnosis banding dari kasus di atas.
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari kasus di
atas.
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami diagnosis tegak dari kasus di atas.
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dan klasifikasi dari diabetes
mellitus.
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi dan patogenesis dari diabetes
mellitus.
9. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari diabetes mellitus.

6
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tata laksana dari diabetes mellitus.
11. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komplikasi dari diabetes mellitus.
12. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami edukasi medis dan spiritual dari
kasus di atas

G. Jawaban Learning Objective

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi, kriteria, dan etiologi


dari penurunan kesadaran.
Penurunan kesadaran adalah keadaan kesehatan yang mengacu pada situasi dimana
seseorang tidak dapat sepenuhnya terjaga atau menyadari lingkungan sekitarnya atau
kondisi saat seseorang kurang atau tidak merespon rangsangan apa pun yang diberikan
kepadanya. Sejumlah gangguan kesehatan bisa membuat seseorang tidak sadar dalam
waktu lama, yang menjadi salah satu keadaan darurat medis yang membutuhkan
penanganan sesegera mungkin
Etiologi
Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang bagian otak
secara fokal maupun seluruh otak secara difus. Penyebab koma secara umum
diklasifikasikan dalam intrakranial dan ekstrakranial. Selain itu, penurunan kesadaran
juga dapat disebabkan oleh penyebab traumatik dan non-traumatik.
Penyebab traumatik yang sering terjadi adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan
fisik, dan jatuh. Penyebab non-traumatik yang dapat membuat seseorang jatuh dalam
keadaan koma antara lain gangguan metabolik, intoksikasi obat, hipoksia global,
iskemia global, stroke iskemik, perdarahan intraserebral, perdarahan subaraknoid,
tumor otak, kondisi inflamasi, infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis
dan abses serta gangguan psikogenik. Keadaan koma dapat berlanjut menjadi
kematian batang otak jika tidak ada perbaikan keadaan klinis.
Penilaian tingkat kesadaran
Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat menggunakan Tabel penilaian
Glasgow Coma Scale (GCS). Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat dibagi menjadi
kompos mentis, apatis, somnolen, stupor, dan koma.
● Kompos mentis berarti keadaan seseorang sadar penuh dan dapat menjawab
pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya.

7
● Apatis berarti keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan segan
berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.
● Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur,
masih dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban
secara verbal, namun mudah tertidur kembali.
● Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya berbaring dengan mata tertutup.
Pasien dalam keadaan tidur yang dalam atau tidak memberikan respon dengan
pergerakan spontan yang sedikit atau tidak ada dan hanya bisa dibangunkan
dengan rangsangan kuat yang berulang (rangsang nyeri).
● Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan
semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar. Pasien dalam keadaan tidak
sadar yang dalam, yang tidak dapat dibangunkan akibat disfungsi ARAS di
batang otak atau kedua hemisfer serebri. Karakteristik koma adalah tidak adanya
arousal dan awareness terhadap diri sendiri danlingkungannya (Akina, 2019).

2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami fisiologi dari kesadaran.


Kesadaran adalah keadaan sadar tentang diri sendiri dan lingkungan. Kesadaran
terdiri dari aspek bangun (wakefullness) dan ketanggapan (awarness) (Tahir, A. M.
2018). Kesadaran diatur oleh kedua hemispher otak dan anyaman neuron-neouron
yang ada di dalam batang otak yang saling berhubungan yang disebut dengan
formasio retikularis Jaringan ini akan menerima dan mengintegrasikan semua
masukan sinaptik sensorik yang datang. Serat-serat ascendens yang berasal dari

8
formatio retikularis akan membawa sinyal ke atas untuk membangunkan dan
mengaktifkan korteks cerebrum. Serat-serat ini membentuk Reticular activating
System (RAS) yang mengontrol derajat keseluruhan kewaspadaan korteks dan penting
dalam kemampuan untuk mengarahkan perhatian. (Sherwood, L. 2014).

Formasio Retikularis berperan penting di dalam menentukan tingkat kesadaran.


RAS adalah jalur polysinaptic kompleks yang berasal dari batang otak (formasi
retikuler) dan hipotalamus dengan proyeksi ke intralaminar dan nukleus retikular
thalamus yang akan memproyeksi kembali secara menyeluruh dan tidak spesifik pada
area luas dari korteks termasuk frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Jaras
kolateral ke dalamnya tidak hanya dari traktus sensoris, tetapi juga dari traktus
trigeminal, pendengaran, penglihatan, dan penciuman.
Formasio retikularis, yang secara difus menerima dan menyebarkan rangsang,
menerima input dari korteks serebri, ganglia basalis, hipotalamus dan sistem limbik,
serebelum, medulla spinalis, dan semua sistem sensorik. Serabut eferen formasio
retikularis tersebar ke medulla spinalis, serebelum, hipotalamus, dan sistem limbik,
serta thalamus yang sebaliknya, berproyeksi ke korteks serebri dan ganglia basalis.
Selain itu, sekelompok serabut monoamine yang penting disebarkan secara luas pada
jaras asendens ke struktur subkortikal dan korteks, dan jaras desendens menuju
medulla spinalis. Dengan demikian formasio retikularis mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh seluruh area SSP.

9
Formasi Retikularis memiliki beberapa pembagian, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a) Formasio Retikularis Medulla Oblongata
Beperan penting di dalam pengaturan jantung, vasomotor/konstriksi,
dan dilatasi pembuluh darah, serta menjadi pusat pernafasan. Medulla
oblongata memonitor kadar CO2 yang berperan dalam pengaturan nafas,
mengatur muntah, bersin, batuk, dan menelan. (Duss, 2016)
b) Formasio Retikularis Pontis
Terletak di atas dari medong, yang menjadi pusat apneu dan
pneumotoxic yang membantu dalam pengaturan pernafasan. (Duss, 2016)
c) Formasio Reticularis Midbrain/Mescencephalon
Terdapat pusat refleks yang membantu koordinasi pergerakan bola
mata, kepala, membantu pengaturan mekanisme fokus pada mata, mengatur
respon pupil terhadap stimulus cahaya. Serta terdapat substansia nigra yang
berperan dalam pengaturan aktivitas motorik somatik. (Duss, 2016)
Thalamus, yang menjadi stasiun relay utama terakhir untuk semua impuls
ascendens (kecuali impuls olfactorius) dari medulla spinalis, batang otak, dan
serebellum. Beberapa nukleus yang ada di dalam thalamus merupakan komponen dari
Ascending RAS. Impuls pengaktivasi ARAS dihantarkan dari nukleus ventralis
anterior, intralaminaris (terutama sentromedian) dan nukleus retikularis ke seluruh
neokortek. Ascending RAS yang intak penting untuk kesadaran normal. (Duss, 2016)
Sistem limbik dan Hipothalamus juga memiliki peran dalam RAS. Hal itu
dikarenakan adanya hubungan yang erat dengan substansia retikolaris di dalam batang
otak. Kesemuanya itu dianggap sebagai suatu susunan fungsional. Sistem limbik
berfungsi sebagai penentu status emosional, berkaitan juga dengan kesadaran, fungsi
intelektual, serta memfasilitasi pembelajaran dan sistem memori (Duss, 2016). sistem
limbic berperan dalam dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu.Sistem limbik
mengendalikan emosi, perilaku dan dorongan (Snell, 2015).

3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami metabolisme terpadu.


Metabolisme terpadu adalah serangkaian proses biokimia yang kompleks yang
terjadi dalam tubuh makhluk hidup, termasuk manusia, untuk mengubah makanan
menjadi energi yang dibutuhkan dalam menjalankan fungsi-fungsi tubuh.

10
Metabolisme melibatkan sejumlah reaksi kimia yang terkoordinasi yang terjadi di
dalam sel-sel tubuh.
Metabolisme melibatkan dua proses utama: katabolisme dan anabolisme.
a) Katabolisme: Proses pemecahan zat-zat makanan menjadi molekul-molekul yang
lebih sederhana. Proses ini menghasilkan energi yang dapat digunakan oleh
tubuh. Contohnya adalah pemecahan karbohidrat menjadi glukosa atau
pemecahan lemak menjadi asam lemak.
b) Anabolisme: Proses pembangunan zat-zat kompleks dari molekul-molekul yang
lebih sederhana. Proses ini membutuhkan energi dan nutrisi untuk memperbaiki
jaringan, memperbaharui sel-sel, dan mendukung pertumbuhan.
Adapun macam- macam metabolisme yaitu:
1) METABOLISME KARBOHIDRAT
Karbohidrat meliputi sekelompok senyawa organik yang mencakup gula dan
pati, serta selain karbon, karbohidrat mengandung hidrogen dan oksigen dalam
rasio yang sama dengan air (2:1). Tiga disakarida sangat penting bagi manusia
adalah sukrosa: glukosa dan fruktosa; laktosa: glukosa dan galaktosa; dan
maltosa: glukosa dan glukosa. Pati, yang terdapat di biji-bijian seperti gandum,
nasi, dan barley dan tumbuhan lain, seperti kentang dan jagung, terdiri dari
banyak unit glukosa yang terikat oleh ikatan glikosidik. Gula adalah sumber
energi yang penting bagi tubuh dan satu-satunya sumber energi bagi otak.
2) METABOLISME LEMAK
Lemak adalah molekul organik hidrofobik yang mencakup wax, sterol, vitamin
larut lemak, trigliserida, fosfolipid, dan senyawa lainnya. Lemak mengandung
energi potensial yang tinggi, tapi juga penting sebagai komponen struktur dari
membran sel, dalam jalur sinyal, dan sebagai prekursor pada beberapa sitokin.
Asam lemak dan derivatnya dan juga molekul yang mengandung sterol seperti
kolesterol juga dianggap sebagai lemak. Walaupun ada jalur biosintesis untuk
mensintesis dan mendegradasi lemak, beberapa asam lemak penting bagi tubuh
dan harus dikonsumsi dari makanan. Asam lemak adalah asam karboksilat yang
terdiri dari rantai hidrokarbon panjang yang berakhir pada grup karboksil.
3) METABOLISME PROTEIN
Sekitar 75% dari unsur padat dalam tubuh adalah protein (Tabel 33-3). Semua
protein terdiri dari 20 asam amino yang sama, dan beberapa diantaranya harus
dikonsumsi dalam makanan karena mereka tidak dapat dibentuk secara endogen
11
(asam amino esensial) (Tabel 33-4). Protein diet harus dicerna menjadi asam
amino dan di- dan tripeptida sebelum dapat diabsorpsi. Proses dimulai di lambung
ketika pepsinogen diubah menjadi pepsin pada pH asam. Proses berlanjut di usus
halus dimana pankreas mensekresi tripsin, kemotripsin dan karboksipeptida.
Protease gaster dan pankreas ini menghirolisis protein menjadi peptida rantai
sedang dan kecil. Peptidase di batas usus halus menghidrolisis peptida rantai
sedang dan kecil ini menjadi asam amino dan di- dan tripeptida bebas. Produk
akhir pencernaan ini, terbentuk pada permukaan enterosit, siap diabsorpsi oleh
transporter asam amino natrium-dependen.
Kesimpulannya, Metabolisme adalah serangkaian proses biokimia kompleks
yang terjadi di dalam sel-sel tubuh untuk mengubah makanan menjadi energi
yang dibutuhkan dalam menjalankan fungsi-fungsi tubuh. Katabolisme dan
anabolisme adalah dua proses utama dalam metabolisme. Memahami
metabolisme dan aspek-aspek pentingnya membantu kita dalam menjaga
keseimbangan energi, pertumbuhan, dan fungsi tubuh yang sehat.

4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami diagnosis banding dari kasus di


atas.
Untuk diagnosis banding pada kasus diatas adalah diabetes melitus dan stroke.
Dimana Penyebab penurunan kesadaran pada Diabetes Melitus (DM) adalah
hipoglikemia akut, yang terjadi ketika kadar glukosa darah turun di bawah ambang
normal. Kondisi ini dapat mengganggu fungsi otak dan menyebabkan gejala seperti
lemas, berdebar, berkeringat, gemetar, atau kebingungan. Pada pasien dengan riwayat
DM, terutama yang menggunakan obat antidiabetik, hipoglikemia menjadi salah satu
kemungkinan yang harus dipertimbangkan jika mereka mengalami gejala seperti yang
terjadi pada kasus ini(Nyo et al 2017).
Stroke, di sisi lain, adalah gangguan aliran darah ke otak yang bisa disebabkan
oleh pembuluh darah yang tersumbat (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah
(stroke hemoragik). Gejala dan tanda-tanda stroke dapat bervariasi, tetapi umumnya
meliputi kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan bicara, kehilangan koordinasi, atau
sakit kepala parah. Meskipun penurunan kesadaran tidak selalu merupakan gejala khas
stroke, pada kasus-kasus yang parah, perubahan kesadaran bisa menjadi ciri penting
(Nyo et al 2017).

12
Perbedaan utama antara kedua kondisi ini terletak pada penyebab dan gejala yang
menyertainya. Hipoglikemia akut yang terjadi pada DM memiliki gejala yang khas
seperti lemas dan berdebar, sedangkan stroke memiliki gejala yang lebih beragam
tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan stroke. Selain itu, faktor risiko yang
berbeda juga harus dipertimbangkan; DM umumnya terkait dengan faktor risiko
seperti obesitas, riwayat keluarga, dan gaya hidup, sedangkan faktor risiko stroke
termasuk hipertensi, merokok, dan riwayat serangan sebelumnya (Nyo et al 2017).
Meskipun memiliki perbedaan yang signifikan, keduanya memiliki kesamaan
dalam kemampuan mereka untuk menyebabkan penurunan kesadaran pada pasien.
Oleh karena itu, dalam kasus ini, penting bagi dokter untuk mempertimbangkan kedua
kemungkinan diagnosis dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan
diagnosis yang tepat dan memberikan perawatan yang sesua i(Nyo et al 2017).

5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari


kasus di atas.
Pemeriksaan penunjang
Kriteria diagnosa DM adalah sebagai berikut:
A. Pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.
B. Pemeriksaan glukosa darah ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.
C. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
D. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP). Catatan untuk diagnosa berdasarkan HbA1c, tidak semua
laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP, sehingga harus hati-hati
dalam membuat interpretasi (Perkeni, 2021).

6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami diagnosis tegak dari kasus di


atas.
Diagnostik tegak dari kasus diatas adalah Diabetes Melitus dapat dilihat dari
keluhan dan hasil pemeriksaan dari pasien.
13
Anamnesis
1. wanita usia 50 tahun
2. penurunan kesadaran
3. lemas dan berdebar
4. riwayat penyakit Diabetes Melitus dan mengkonsumsi obat antidiabetic
Pemeriksaan penunjang
1. GDA <50mg/dl (low)
untuk tipe dari diabetes melitus pada skenario sendiri kemungkinan tipe 2
karena pada skenario tidak ditemukan penyakit autoimun

7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dan klasifikasi dari


diabetes mellitus
Diabetes melitus (DM) adalah suatu keadaan tubuh tidak dapat menghasilkan
hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak dapat memanfaatkan secara optimal
insulin yang dihasilkan, terjadi lonjakan kadar gula dalam darah melebihi normal. DM
merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat
gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf dan pembuluh darah (Maghfuri, 2016).
Menurut World Health Organization, diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi :
- Diabetes tipe 1 atau T1DM disebabkan oleh proses autoimun di mana sistem
imun tubuh menyerang hormon insulin yang bertugas untuk memproduksi sel
β-pankreas. Hal ini mengakibatkan tubuh hanya memproduksi sedikit hormon
insulin. . Diabetes tipe ini dapat dialami oleh semua orang, tetapi lebih banyak
dijumpai pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Hingga kini, kasus T1DM
terus bertambah secara global hingga menyentuh angka pertambahan 3- 4% setiap
tahunnya (World Health Organization, 2019). Beberapa gejala dari diabetes tipe 1,
yaitu kehausan dan kelaparan berlebihan, sering buang air, mudah lelah, berat
badan yang turun secara tiba-tiba, ketoasidosis diabetik, dan penglihatan yang
memburuk. Pada diabetes tipe 1, konsentrasi glukosa dalam darah akan
meningkat sehingga penderita diabetes tipe ini akan membutuhkan injeksi insulin
secara rutin. Beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya T1DM, yaitu faktor
genetik (HLA, insulin-VNTR, CTLA-4), faktor epigenetik, faktor lingkungan

14
(infeksi virus, pola makan, microbiota usus), dan faktor imunologis (toleransi
imun, imunitas seluler, dan imunitas humoral). Meskipun demikian, sebagian
besar T1DM tidak dipengaruhi oleh faktor genetik atau riwayat keluarga, hanya
sekitar 10-15% saja yang dipengaruhi oleh hal ini.
- Diabetes tipe 2 atau T2DM merupakan jenis diabetes yang paling sering ditemui
dengan jumlah lebih dari 90% dari seluruh kasus diabetes di dunia. T2DM terjadi
akibat adanya resistensi insulin, yaitu keadaan di mana sel-sel tubuh menjadi
tidak responsif terhadap insulin sehingga menyebabkan hiperglikemia. Di fase
awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel beta pankreas mengalami
gangguan dalam melakukan sekresi insulin sehingga insulin tidak dapat
mengkompensasi resistensi insulin. Kegagalan kompensasi insulin yang terjadi
secara terus-menerus tanpa penanganan khusus dapat merusak sel-sel beta
pankreas. Kerusakan sel beta pankreas yang terjadi secara progresif akan
mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin. Hal ini mengakibatkan pasien
memerlukan insulin dari luar atau insulin eksogen. Gejala dari T2DM hampir
sama dengan T1DM, tetapi umumnya lebih ringan, bahkan dalam beberapa kasus,
tidak ada gejala yang muncul sama sekali. Diabetes melitus tipe 2 memiliki
beberapa faktor resiko yang perlu diwaspadai. Faktor terkait lifestyle yang dapat
meningkatkan resiko diabetes tipe 2 di antaranya obesitas, overweight,
bertambahnya umur, jumlah aktivitas, lingkungan tempat tinggal, kualitas tidur,
dan riwayat keluarga. Sedangkan, faktor metabolik yang mempengaruhi T2DM,
di antaranya biomarkers, adiponectin, pro-inflammatory cytokines, sex hormone,
dan sindrom metabolik (Bonora, 2018).
- Diabetes gestasional dapat didefinisikan sebagai adanya intoleransi karbohidrat
atau toleransi glukosa yang abnormal dari berbagai tingkat keparahan dengan
onset atau deteksi pertama pada masa kehamilan. Kadar gula darah yang
abnormal ini akan kembali menjadi normal setelah ibu melahirkan. Namun, dalam
beberapa kasus, yaitu jika ibu hamil tidak bisa mengontrol gula darahnya dengan
baik, diabetes gestasional ini dapat berkembang menjadi T2DM atau dalam
beberapa kasus yang sangat jarang dapat menjadi T1DM. Diabetes tipe ini biasa
terdiagnosis pada masa kehamilan trimester kedua ataupun trimester ketiga.
Diabetes gestasional dapat disebabkan oleh karena adanya beberapa perubahan
dalam regulasi glukosa yang terjadi dalam masa kehamilan. Dalam sebuah studi
klem hiperinsulinemia-euglikemik pada wanita yang sehat, dibandingkan dengan
15
masa prepregnancy, sensitivitas insulin berkurang sebesar 56% dan produksi
glukosa endogen basal meningkat 30% pada trimester ketiga. Pada ibu hamil
dengan toleransi glukosa yang normal, sel beta pankreas akan beradaptasi dengan
perubahan ini dengan cara memproduksi lebih banyak hormone insulin untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam darah yang normal ( Johns EC, 2018).
Diabetes melitus gestasional memiliki beberapa faktor resiko yang sama dengan
T2DM, seperti umur, riwayat penyakit diabetes keluarga, etnis, dan obesitas. Di
antara faktor-faktor tersebut, obesitas adalah jenis faktor yang paling
mendominasi. Pada sebuah meta analisis yang dilakukan di Amerika Utara,
Eropa, dan Australia, ditemukan bahwa secara berturut-turut, orang yang
overweight, obesitas, dan obesitas parah memiliki resiko dua, empat, dan delapan
kali lebih besar untuk terkena diabetes melitus tipe 2 dibandingkan wanita dengan
tubuh normal ( Johns EC, 2018).
- Selain ketiga jenis diabetes di atas, ada juga diabetes yang digolongkan dalam
diabetes tipe lain. Diabetes monogenik merupakan salah satu jenis diabetes yang
digolongkan dalam kategori ini. Berbeda dengan T1DM atau T2DM yang
poligenik, diabetes monogenik ini disebabkan oleh adanya mutasi dari satu gen.
Diabetes monogenik ini dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada fungsi
sel β ataupun karena resistensi insulin. Selain diabetes monogenik, masih ada
diabetes tipe lain yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penyakit eksokrin
pancreas, kelainan endokrin, induksi obat atau zat kimia, dan infeksi (World
Health Organization, 2019).

8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi dan patogenesis dari


diabetes mellitus.
Etiologi Diabetes Melitus:
1) Genetik: Faktor genetik dapat memainkan peran dalam kerentanan seseorang
terhadap diabetes melitus. Beberapa kasus diabetes tipe 1 dan tipe 2 memiliki
basis genetik yang kuat,
2) Umur: Risiko diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia.Bisa terjadi
karena penurunan aktivitas fisik, perubahan hormonal, dan penurunan massa otot.
3) Faktor Lingkungan: termasuk pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas
fisik, paparan zat kimia tertentu, dan tingkat stress yang tinggi.

16
4) Obesitas: Lemak yang disimpan di jaringan tubuh, terutama di sekitar perut,
dapat menyebabkan resistensi insulin, yang memicu peningkatan kadar glukosa
darah. orang yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas berisiko 7,14 kali
terkena penyakit DM tipe dua jika dibandingkan dengan orang yang berada pada
berat badan ideal atau normal.
5) Resistensi Insulin: Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh tidak merespons
insulin dengan baik. Ini membuat sel-sel tersebut kesulitan untuk mengambil
glukosa dari darah, sehingga meningkatkan kadar glukosa darah.
6) Kehamilan: Wanita hamil dapat mengalami diabetes gestasional, di mana kadar
glukosa darah meningkat selama kehamilan. Kondisi ini sering membaik setelah
melahirkan, tetapi dapat meningkatkan risiko mengembangkan diabetes tipe 2 di
masa depan.
7) Penyakit lain: Beberapa kondisi medis tertentu, seperti sindrom ovarium
polikistik (PCOS), sindrom metabolik, dan penyakit pankreas, dapat
meningkatkan risiko diabetes melitus.
8) Paparan Zat Beracun: Paparan zat kimia tertentu, seperti polutan lingkungan,
dapat mempengaruhi fungsi sel-sel pankreas yang menghasilkan insulin, atau
menyebabkan resistensi insulin.
(Lestari dkk, 2021)
Patogenesis Diabetes Melitus:
1) Diabetes tipe 1: proses autoimun di mana sistem imun tubuh menyerang sel
β-pankreas yang bertugas untuk memproduksi hormon insulin. Hal ini
mengakibatkan tubuh hanya memproduksi sedikit hormon insulin tidak cukup
untuk mengatur kadar glukosa darah, sehingga glukosa menumpuk dalam darah
dan menyebabkan hiperglikemia.
2) Diabetes tipe 2: Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel tubuh tidak merespons
insulin dengan baik. Kompensasi awalnya adalah peningkatan produksi insulin
oleh sel beta pankreas. Namun, sel beta pankreas mengalami gangguan dalam
melakukan sekresi insulin sehingga insulin tidak dapat mengkompensasi
resistensi insulin. Kegagalan kompensasi insulin yang terjadi secara
terus-menerus tanpa penanganan khusus dapat merusak sel-sel beta pankreas.
Kerusakan sel beta pankreas yang terjadi secara progresif akan mengakibatkan
terjadinya defisiensi insulin. Akibatnya, glukosa darah tetap tinggi, dan
hiperglikemia terjadi. Hal ini mengakibatkan pasien juga memerlukan insulin dari
17
luar atau insulin eksogen. Resistensi insulin juga dapat menyebabkan gangguan
dalam pengaturan glukosa oleh hati, otot, dan jaringan lemak.
(Raymond dkk, 2022)

9. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari diabetes


mellitus.
Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 ini biasnaya terjadi karenea adanya kerentanan genetik
seperti mutasi HLA dan mutasi gen insulin, selain itu ada juga faktor pemicu dari
lingkungan yaitu diet, virus, obat dan stress. hal ini bisa menjadi pemiju terjadinya
kegagalan self- tolerance imunitas terhadap sel B-pankreas yang bisa terjadinya
autoimunitas terhadap sel B-pankreas yang berdampak pada jumlah sel B-pankreas
menurun. jika massa sel B-pankreas tersiisa 50% maka akan terjadi pre-diabetes yaitu
pada masa asimptomatik tapi ada nya peningkatan glukosa darah post-prendial
meningkat, lalu penurunan respon insulin terhadap peningkatan glukosa darah. jika
kerusakan massa 50% itu terus berlanjut dan jumlah sel B-pankreas yang berfungsi
tinggal < 10% sehingga masuk dalam massa diabetes melitus tipe 1, hal ini terjadi
defisiensi ìinsulin absolut, yang biasasnya terdiagnosis saat mengalami krisis
hiperglikemia. (Powers A, 2018)
Diabetes Mellitus Tipe 2
Terdapat beberapa pemicu dari diabetes ini yaitu gaya hidup yang tidak sehat dari
nutrisi dan kurangnya olahraga, yang bisa terjadinya akumulasi lemak vicseral yang
memicu terjadinya peningkatan mediator inflamasi, pelepasan adipokin dan asam
lemak bebas, dan hal ini akan terjadi resistensi insulin. selain itu juga ada faktor resiko
yaitu kerentanan genetik (MODY), penuaan dan terapi, yang bisa menajdi pemicu dari
resistensi insulin. Terjadinya resistensi insulin yang di definisikan penurunan respon
hepatosit, meosit, dan adiposit terhadap insulin dimana hal ini berdampak pada
penurunan penggunaan utilisasi glukosa. Awalnya kompensasi bisa dilakukan dengan
peningkatan kerja pangkreas (hiperinsulinemia) yang bisa mengseimbangkan kadar
glukosa berada pada batas normal, Namun ketika kompensasi itu gagal atau
memburuk akan menyebabkan defisiensi relatif yang berakibat hiperglikemia
post-prondial yang berdampak pada glukotoksisitas yang memperburuk progresvitas
sel B-pankreas. Rusaknya sel B-pankreas akan terjadi defisiensi insulin absolut

18
sehingga terjadi hiperglikemia post-prandial & hiperglikemia pre-prandial. (Powers
A, 2018)
Terjadinya Diabetes melitus tipe 1 & Diabetes melitus tipe 2 akan mengakibatkan
penurunan pendayagunaan glukosa pada jaringan tubuh, hal ini berdampak pada
penurunan energi sehingga terjadinya polifagia dan penurunan berat badan. lalu
terjadinya hiperglikemia yang memicu rebasorbsi glukosa di tubulus ginjal meningkat
yag ditukar dengan Na+ dan air, sehingga terjadi poliluria dan polidipsia.

10. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tata laksana dari diabetes
mellitus.
Tujuan terapi DM tentunya untuk mengurangi risiko komplikasi jangka pendek
dan jangka panjang. Indikasi terkuat yang dibagikan oleh pedoman terbaru dan
dokumen konsensus tentang pengelolaan penyakit diabetes membutuhkan perhatian
terus menerus untuk penerapan gaya hidup yang benar dan perlunya personalisasi
terapi, dengan adaptasi farmakologis dan non-farmakologis (terapi nutrisi, latihan
fisik) dengan profil metabolik dan klinis pasien individu.
Terapi farmakologis pada DM tipe 2 diberikan beriringan dengan pengaturan pola
makan, latihan fisik, dan gaya hidup sehat. Terapi farmakologis terdiri atas obat yang
diminum oral dan bentuk suntikan. Berikut adalah obat antidiabetes non-insulin umum
antara lain golongan biguanida. Biguanida adalah salah satu kelas utama obat
antidiabetes, di antaranya metformin. Metformin merupakan obat paling umum dan
menjadi lini pertama untuk penderita DM dan telah terbukti bermanfaat dalam
mengurangi angka kematian akibat DM tipe 2 karena dapat meningkatkan sensitivitas
insulin, menurunkan glukosa darah, menekan risiko hipoglikemia dan kardiovaskuler
serta merupakan satu-satunya agen hipoglikemik untuk meningkatkan hasil
makrovaskular.
Sulfonilurea merupakan obat yang banyak digunakan sebagai terapi lini kedua
dalam pengobatan pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami obesitas berat, yang
bekerja langsung pada sel pulau untuk menutup saluran K+ yang sensitif terhadap
ATP dan merangsang sekresi insulin.
Thiazolidinediones atau TZDs adalah kelas sensitizer insulin, termasuk zona troglita,
rosiglitazone, dan pioglitazone. Mereka merupakan ligan
peroxisomeproliferator-activated receptor (PPAR-γ) yang mengontrol otot rangka
normal dan sensitivitas insulin hati.
19
Glucosidase inhibitors (AGIs), termasuk acarbose, voglibose dan miglitol, sangat
efektif untuk hiperglikemia postprandial. Mereka dapat menghambat enzim mukosa
usus (α-glucosidase) yang mengubah kompleks polisakarida menjadi monosakarida,
sehingga dapat mengurangi penyerapan karbohidrat. Terapi berbasis inkretin, Inkretin
adalah hormon yang merangsang sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
postprandial dengan cara yang bergantung pada glukosa. Agonis reseptor GLP-1,
termasuk exenatide dan liraglutide, dapat menurunkan kadar hemoglobin A1c
(HbA1c) sebesar 0,8% menjadi 1,5 (13) (12).
Dengan berbagai kemungkinan terapi antidiabetik oral dengan atau tanpa
kombinasi dengan GLP-1-RA, terapi insulin dalam banyak kasus dapat ditunda ke
tahap penyakit selanjutnya. Namun, pemberian insulin yang diperlukan tidak boleh
ditunda selama bertahun-tahun. Terapi insulin dapat dengan mudah dikombinasikan
dengan obat antidiabetes lainnya, dan sejumlah besar insulin dan alat bantu injeksi
memfasilitasi individualisasi terapi (12). Jenis dan lama kerja insulin berbeda-beda,
insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni: insulin kerja cepat, insulin kerja pendek, insulin
kerja menengah, insulin kerja panjang, insulin kerja ultra panjang , dan insulin
campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan menengah
(premixed insulin) (kadek dkk, 2021).

11. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami komplikasi dari diabetes


mellitus.
Komplikasi dari diabetes dapat diklasifikasikan sebagai mikrovaskuler dan
makrovaskuler:
Kerusakan mikrovaskular
1) Neuropati: Diabetes dapat merusak saraf di seluruh tubuh, menyebabkan rasa
mati rasa atau kesemutan di tangan dan kaki, serta masalah pencernaan, seksual,
dan urinasi. Diabetes juga dapat menyebabkan kerusakan saraf di kaki dan kaki,
dimana jika terjadi luka dan infeksi akan sulit sembuh dan berpotensi menjadi
infeksi serius. Inilah yang dikenal sebagai kaki diabetes (gas gangrene)
2) Retinopati Diabetes: Diabetes dapat merusak pembuluh darah kecil di mata,
menyebabkan perubahan pada penglihatan hingga kehilangan penglihatan.
3) Gagal Ginjal: Diabetes dapat merusak pembuluh darah di ginjal, menyebabkan
gagal ginjal atau kerusakan ginjal yang parah.

20
Kerusakan Makrovaskular
1) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah: Diabetes merupakan faktor risiko utama
untuk penyakit jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner,
stroke, dan penyakit arteri perifer.
2) Kerusakan Pembuluh Darah Perifer: Diabetes dapat merusak pembuluh darah di
seluruh tubuh, menyebabkan masalah sirkulasi darah dan memperlambat proses
penyembuhan luka.
Komplikasi lainnya
1) Masalah Kulit: Orang dengan diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengembangkan masalah kulit, seperti infeksi jamur, infeksi bakteri, dan ruam.
2) Gangguan Mental: Diabetes juga dapat meningkatkan risiko gangguan mental,
seperti depresi dan kecemasan.
3) Hipoglikemia: Pengobatan diabetes yang tidak tepat atau tidak terkontrol dapat
menyebabkan kadar glukosa darah turun terlalu rendah, yang dapat
mengakibatkan gejala hipoglikemia, seperti keringat dingin, pusing, kebingungan,
atau pingsan.
(Edwina dkk, 2015) (Rosyada,2013)

12. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami edukasi medis dan spiritual dari
kasus di atas
Edukasi Medis
Untuk pengobatan yang dapat dilakukan untuk penderita diabetes melitus yaitu :
1. terapi insulin
2. mengonsumsi obat diabetes
3. mencoba pengobatan alternatif
4. menjalani operasi dan memperbaiksi life style (pola hidup sehat) dengan
memakan makanan yang bergizi atau sehat, olahraga. (Lestari,2021)

Edukasi Spiritual
Dalam ilmu kedokteran tidak ada istilah santet, terlepas dari bagaimana masuknya
benda tajam dalam tubuh, menurut praktisi kedokteran dan guru besar dari Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan bahwa santet bukanlah konsep yang
dikenal dalam konteks medis. setiap penyakit pasti ada obatnya, kita harus percaya

21
pada allah bahwa penyakit yang datang pada kita adalah salah satu nikmat, teguran
dan juga berkah yang allah berikan pada umatnya.
seperti cerita pada zaman nabi yaitu
‫ث‬ ِ ‫ب َأ ْخبَ َرنِي َع ْمرٌو َوهُ َو ابْنُ ْال َح‬
ِ ‫ار‬ ٍ ‫ُوف َوَأبُو الطَّا ِه ِر َوَأحْ َم ُد بْنُ ِعي َسى قَالُوا َح َّدثَنَا ابْنُ َو ْه‬
ٍ ‫َح َّدثَنَا هَا ُرونُ بْنُ َم ْعر‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأنَّهُ قَا َل لِ ُكلِّ دَا ٍء َد َوا ٌء فَِإ َذا‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ُّ ‫ع َْن َع ْب ِد َربِّ ِه ب ِْن َس ِعي ٍد ع َْن َأبِي‬
ِ ‫الزبَي ِْر ع َْن َجابِ ٍر ع َْن َرس‬
‫يب َد َوا ُء ال َّدا ِء بَ َرَأ بِِإ ْذ ِن هَّللا ِ َع َّز َو َج َّل‬
َ ‫ص‬ِ ‫ُأ‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Harun bin Ma'ruf dan Abu Ath Thahir
serta Ahmad bin 'Isa mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb;
Telah mengabarkan kepadaku 'Amru yaitu Ibnu Al Harits dari 'Abdu Rabbih bin Sa'id
dari Abu Az Zubair dari Jabir dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk
suatu penyakit, maka akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah 'azza wajalla."
(Hadits Shahih Muslim No. 4084 - Kitab Salam)

H. Kesimpulan

Menurut kelompok kami berdasarkan skenario diatas, dimana seorang wanita


berusia 50 tahun diantar keluarganya datang ke UGD dengan penurunan kesadaran. 1 jam
sebelum masuk RS pasien mengeluh merasa lemas dan berdebar. Dari keluarga pasien,
didapatkan keterangan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus dan
mengkonsumsi obat antidiabetik, Berdasarkan kesimpulan tersebut, kemungkinan
diagnosis adalah Diabetes melitus

22
I. Peta Konsep

23
J. Daftar Pustaka

Duus,P. 2016. Diagnosis Topik Neurologi; Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala, edisi 4.
(Alifa Dimanti, Pentj). Jakarta.
Johns, E. C., Denison, F. C., Norman, J. E., & Reynolds, R. M. (2018). Gestational
diabetes mellitus: mechanisms, treatment, and complications. Trends in
Endocrinology & Metabolism, 29(11), 743-754.
Lestari, Zulkarnain, Aisyah Sijid. Diabetes Melitus: Review Etiologi, Patofisiologi,
Gejala, Penyebab, Cara Pemeriksaan, Cara Pengobatan dan Cara Pencegahan.
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar. 08
November 2021
Maghfuri, A. (2016). Buku pintar perawatan luka diabetes melitus. Jakarta: Salemba
Medika.
Nyo Nyo Tun, Ganesan Arunagirinathan, Sunil K Munshi, and Joseph M Pappachan.
Diabetes mellitus and stroke: A clinical update. World J Diabetes. 2017 Jun 15;
8(6): 235–248.
Powers A, Niswender K, Evans-Molina C. Diabetes mellitus: diagnosis, classification
and pathophysiology. In: Harrison’s principles of internal medicine. 20th ed. New
York: McGraw Hill; 2018.
Sherwood Lauralee, 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem Edisi 8. Jakarta. EGC
Snell R S. 2015. Neuroanatomi Klinik, edisi 7 (terjemahan), EGC.
Tahir, A.M., 2018. Patofisiologi kesadaran menurun. UMI Medical Journal, 3(1),
pp.80-88.
Widiasari, R. K., Wijaya, K. M., Suputra, A. P., 2021. DIABETES MELITUS TIPE 2 :
FAKTOR RESIKO, DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA. Ganesha Medicana
Journal. Vol 1 No 2 September 2021.
World Health Organization. (2019). Classification of diabetes mellitus.

24

Anda mungkin juga menyukai