Anda di halaman 1dari 25

SATUAN ACARA PENYULUHAN

DIABETES MELLITUS DAN GANGREN FOOT

DI RUANG 14
RSU. DR. SAIFUL ANWAR MALANG

PKMRS
RSU. DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN


DIABETES MELLITUS DAN GANGREN
DI RUANG 14
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
KAMIS, 03 MEI 2018

Mengetahui.
Pembimbing Lahan

____________________
SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Topik : Medikal
2. Pokok Bahasan : Diabetes Mellitus dan Gangren foot
3. Subpokok Bahasan : Diabetes Mellitus dan Gangren foot
4. Sasaran : pasien, keluarga, dan masyarakat umum
5. Waktu dan Tempat
 Tempat : Ruang penyuluhan ruang 14 RSU. Dr. saiful anwar
 Waktu : Kamis, 03 Mei 2013 pukul 09:00
6. Alokasi Waktu : 15 menit
7. Pengajar : Mahasiswa Universitas Brawijaya dan Stikes Banyuwangi
8. Metode : Ceramah dan Tanya Jawab
9. Media : lembar balik, leaflet
10. Pengorganisasian : Moderator : DIMAS SUBHAKTI
Pemateri : AMAR HUSNI YUNJI
Fasilitator : EKY WAHYU M, WAHYU
ARDIYANSYAH, PETRISIA RISTANTINI, RISKA DEWI,
WAHYU RAUDATUL JANNAH, RIDWAN HARIS
SUJANAH.

11. Tujuan
 Tujuan Umum :
Setelah mengikuti ceramah, dan tanya jawab selama 15 menit diharapkan
peserta didik mampu menjelaskan tentang diabetes mellitus dan gangren
Tujuan Khusus :
Setelah ceramah dan tanya jawab selama 15 menit diharapkan peserta didik
mampu :
 Menjelaskan pengertian diabetes mellitus dan gangren
 Menjelaskan penyebab diabetes mellitus dan gangren
 Menjelaskan klasifikasi diabetes mellitus dan gangren
 Menjelaskan tanda dan gejala diabetes mellitus dan gangren
 Menjelaskan tentang insulin
 Menjelaskan kegunaan insulin
 Menjelaskan macam-macam insulin
12. Materi
( terlampir )
13. Tahap Kegiatan Penyuluhan
Metode &
Tahap Kegiatan Pengajar Kegiatan Peserta Didik
Media
Pembuka-  Memperkenalkan diri  Menjaw Ceramah dan
an  Menyamakan persepsi ab salam tanya jawab
(2 menit)  Menyampaikan maksud dan  Memper
tujuan dilaksanakannya hatikan dan menjawab
pengajaran pertanyaan
 Menggali pengetahuan
audiensi
 Kontrak waktu

Penyajian  Menjelaskan  Menyim Ceramah dan


(11 menit pengertian diabetes mellitus ak penjelasan tanya jawab
pengajaran) dan gangren  Mengaju
 Menjelaskan kan pertanyaan seputar
penyebab diabetes mellitus materi
dan gangren
 Menjelaskan
klasifikasi diabetes mellitus
dan gangren
 Menjelaskan
tanda dan gejala diabetes
mellitus dan gangren
 Menjelaskan
tentang insulin
 Menjelaskan
kegunaan insulin
 Menjelaskan
macam-macam insulin
Penutup  Memberi kesimpulan materi  Memperhatikan  Tanya
(2 menit)  Melakukan evaluasi penjelasan jawab
 Menutup acara penyuluhan  Menjawab pertanyaan
dari penyuluh

14. Evaluasi :
a) Evaluasi terstruktur
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan
 Pelaksanaan penyuluhan sesuai yang telah dirumuskan pada SAP
 Audiensi hadir di ruang penyuluhan di ruang 14 RSSA
 Jumlah audiensi yang datang minimal 50 % dari total keluarga pasien di
ruang 14 RSSA
 Kesimpulan penyuluh termasuk kesiapan modul termasuk kesiapan modul
dan media yang akan digunakan
 Kesiapan audiensi meliputi kesiapan menerima penyuluhan
b) Evaluasi proses diharapkan
 Audiensi antusias terhadap materi penyuluhan
 Audiensi tidak meninggalkan tempat penyuluhan
 Audiensi mengajukan pertanyaan sesuai dengan materi yang disampaikan
penyuluh
 Penyuluh menjelaskan atau menyampaikan materi dengan jelas dan dengan
suasana rileks
c) Evaluasi hasil yang diharapkan
Audiensi dapat menjelaskan menjelaskan pengertian, penyebab, klasifikasi,
tanda dan gejala, penatalaksanaan gangren di rumah, dan pencegahan diabetes
mellitus dan gangrene.
MATERI PENYULUHAN
DIABETES MELLITUS DAN GANGREN

1. Pengertian diabetes mellitus dan gangren


Diabetes mellitus merupakan kumpulan gejala yang timbul pada sesesorang
karena gangguan keseimbangan karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan
oleh kekurangan insulin secara absolut maupun relatif. Sehingga meyebabkan
terjadinya hiperglikemia dan glikosuria. Pada keadaan normal glukosa diatur
sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel β pancreas. Sehingga
kadarnya dalam darah selalu dalam keadaan normal. Baik keadaan puasa maupun
sesudah makan, kadar gula darah selalu stabil sekitar 70 sampai 110 mg/dl. Pada
keadaan diabetes mellitus, tubuh relatif kekurangan sekresi insulin maupun aktivitas
insulin akibatnya pengaturan gula darah menjadi meningkat. Walaupun kadar gula
darah selalu tinggi, terjadi juga pemecahan lemak dan protein menjadi gula
(glukoneogenesis) di hati yang tidak dapat dihambat karena insulin sekresinya
relatif berkurang sehingga gula darah semakin meningkat.
Gangren diabetik adalah gangren yang dijumpai pada penderita DM. Sedangkan
gangren sendiri adalah kematian jaringan oleh karena obstruksi pembuluh darah
yang memberikan makanan kepada jaringan tersebut. Gangren merupakan salah
satu bentuk komplikasi dari penyakit DM. Gangren diabetik ini dapat terjadi pada
pasien bagian tubuh yang terendah diujung terutama pada ekstremitas bawah.

2. Penyebab Diabetes Melitus


DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang
peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai
kemungkinan etiologi DM yaitu :
a. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan
sel beta melepas insulin.
b. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang
dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang
diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
c. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang
disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta
oleh virus.
d. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran
sel yang responsir terhadap insulin.

3. Tanda dan gejala diabetes mellitus dan gangren


Gejala-gejala diabetes mellitus yaitu poliuria, polifagi, polidipsi, lemas, berat
badan menurun. Bila dibiarkan berlarut-larut berakibat kegawatan diabetes mellitus
berupa ketoasidosis yang sering menimbulkan kematian.
Tanda dan gejala gangren yaitu sakit pada daerah yang bersangkutan, Daerah
menjadi pucat, kebiruan dan berbecak ungu, Lama-kelamaan daerah tersebut
berwarna hitam, Tidak teraba denyut nadi (tidak selalu), Bila diraba terasa kering
dan dingin, Pinggirnya berbatas tegas, Dan akhirnya perasaan nyeri/sakit lambat
laun berkurang dan akhirnya menghilang. Gangren kering ini bisa lepas sendiri dari
jaringan yang utuh.

4. Klasifikasi
a. Klasifikasi diabetes mellitus
 DM Tipe I
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses
autoimun yang menyerang insulinnya. DM tipe I merupakan jenis DM
yang diturunkan (inherited).
 DM Tipe II
Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor
lingkungan. Seseorang mempunyai risiko yang besar untuk menderita
NIDDM jika orang tuanya adalah penderita DM dan menganut gaya
hidup yang salah.
 DM Gestasional
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam
keluarganya terdapat anggota yang juga menderita DM. Faktor risikonya
adalah kegemukan atau obesitas.
 DM Sekunder
Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
(pancreatitis, kelainan hormonal, dan obat-obatan).
b. Klasifikasi Gangren Kaki Diabetik
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:
 Derajat 0  Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
 Derajat I  Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
 Derajat II  Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
 Derajat III  Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
 Derajat IV  Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
 Derajat V  Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
5. Definisi insulin
Insulin dihasilkan oleh sel beta pulau-pulau Langerhan pankreas. Masa seluruh
pulau-pulau Langerhans mer upakan 1 – 3 % masaa pankreas dan secara embrio
logis berasal dari exstoderm. Jumlahnya sekitar 100.000 s /d 2,5 Juta dan
mengandung sel-sel beta yang mengekpresi insulin, sel alpa yang menghasilkan
glukagon dan sel delta menghasilkan somatostatin, poli peptida pankrersa, serta sel
neorondokrin. Pulau-pulau Langerhans pankreas dipersarapi oleh saraf simpatis dan
saraf para simpatis.
6. Kegunaan insulin
Kegunaan insulin antara lain untuk menjaga kadar glukosa darah dalam rentang
normal.

7. Macam-macam insulin
Klasifikasi insulin dari cara pemberiannya
a. Injectors
Untuk injeksi jenis multipel, dapat digunakan insulfon atau I-port. Suntikan
diberikan melalui lokasi khusus yang terhubung melalui tabung yang
dimasukkan dengan jarum dan diganti sekitar seminggu sekali, namun sampai
saat ini injector belum begitu populer di Amerika Serikat namun sudah populer
di Eropa.

b. Insulin pen
Insulin pen digunakan untuk insulin dengan beberapa formula. Keuntungan dari
penggunaan insulin pen ini adalah keakuratan dan kekonsistensian dosis yang
baik jika menggunakan insulin pen. Berikut beberapa jenis insulin pen yang
dapat digunakan :
c. Automatic injectors
Automatic injector bekerja dengan menekan tombol pelepas (keluarnya) jarum
secara otomatis yang memeberikan suntuikan dengan sedikit partisipasi pasien.
Orang-orang yang menggunakan injector dikarenakan mereka tidak bisa belajar
untuk melakukan suntikan terhadap dirinya sendiri. Sebagian besar, namun tidak
semua, orang memiliki ketakutan atau penyesuaian emosi lainnya pada diabetisi
dalam melakukan suntikan pada dirinya sendiri samapai mereka nyaman
melakukan penyuntikan terhadap dirinya sendiri. Injector otomatis ini
dianjurkan digunakan pada penderita diabetes yang juga mengidap cacat fisik,
seperti serebral palsy.

d. Pompa Insulin-CSII (Continous Subcutaneous Insulin


Infusion)
Pompa insulin diinjeksikan (disemprotkan) kedalam tubuh melalui jaringan
subcutan dimana pompa insulin ini menawarkan cara yang lebih tepat yaitu
meniru pengiriman insulin secara normal. Pada salah satu penelitian,
penggunaan jangka panjang dari pompa insulin (CSII) telah ditemukan memberi
manfaat dalam menurunkan kadar HbA1c dan mengurangi terjadinya
hipoglikemia berat. Namun insulin pump ini dilaporkan dapat meningkatkan
angka kejadian diabetisketoacidosis (DKA) dikarenakan kurangnya pengiriman
insulin yang sering dikaitkan dengan kinking dari tabung. Bahkan dengan nilai
HbA1c normal, ditemukan pemblokiran kemampuan insulin untuk mencapai
pasien yang diperlukan rata-rata 6 jam sampai DKA diidentifikasi. Pompa
insulin memberikan tingkat potensi variabel insulin basal selama periode 24-
jam. Salah satu insulin rapid-acting atau insulin secara teratur dapat diberikan
terus-menerus melalui jarum subcutan. Insulin bolus kemudian diberikan
dengan makanan dan makanan ringan yang diperlukan. Pompa insulin model
yang lebih baru mengandung augmentasi sensor glukosa, yang memungkinkan
pasien dan penyedia untuk menetapkan faktor koreksi terprogram seperti
insulin-karbohidrat atau ratio insulin-exchange dan parameter sensitivitas
insulin lain. Berikut jenis insulin pump yang dapat digunakan, yaitu :
( Guthrie, Diana W. dan Richard A. Guthrie. 2009)

Terdapat beberapa macam insulin dari waktu bekerjanya, yakni:


a. Rapid-acting atau waktu kerja cepat
Insulin jenis ini terbagi menjadi NovoLog, Humalog, Apidra dan Exubera.
Awitan kerjanya pada 5-15 menit dengan waktu puncak 30-90 menit dan durasi
efektif <5 jam. Pada Exubera durasi efektifnya adalah 5-8 jam.
b. Short-acting atau waktu kerja pendek
Untuk short-acting awitan kerja obat dimulai pada 30-60 menit setelah obat
dimasukkan dengan waktu puncak pada 2-3 jam dan menurun hingga 5-8 jam.
Disuntikkan 15-30 menit sebelum makan. Contoh: Humulin Actrapid
c. Intermediate atau waktu kerja sedang
Untuk intermediate, awitan kerja obat dimulai pada 2-4 jam setelah obat
dimasukkan dengan waktu puncak pada 4-10 jam dan menurun hingga 10-16
jam. disuntikkan 1-2 kali/hari 15-30 menit sebelum makan. Contoh: Insulin
Neutral Protamin hagedorn (NPH).
d. Long-acting atau waktu kerja panjang
Untuk long-acting jenis Lantus, awitan kerja obat dimulai pada 2-4 jam setelah
obat dimasukkan dan kinerjanya menurun hingga 20-24 jam. Sedangkan long-
acting jenis Levemir, awitan kerja obat dimulai pada 3-8 jam setelah obat
dimasukkan dan menurun hingga 5,7-23,2 jam. disuntikkan 1 kali/hari pagi 15-
30 menit sebelum makan
e. Premixed
Terdiri atas 75 bagian insulin humalog (insulin manusia) dan 25 bagian insulin
lispro.

DM FOOT
1. DEFINISI
Diabetic foot / Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronis diabetes
melitus, yang paling ditakuti. Sering kaki diabetes berakhir dengan kecacatan dan
kematian (Waspadjl, 2009). Ulkus kaki diabetes didefinisikan sebagai daerah
diskontinuitas permukaan epitel yang terdapat pada bagian antara lutut dan pergelangan
kaki, pergelangan kaki lateral dan pada bagian plantar kaki atau jari-jari kaki. Istilah
kaki diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang
terjadi pada orang dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia perifer atau keduanya
(Grace, 2007).

2. KLASIFIKASI
Klasifikasi yang sering dipakai untuk mengklasifikasikan luka kaki diabetik
adalah klasifikasi Megit-Wagner, dan klasifikasi PEDIS.
A. Klasifikasi Megit-Wagner
Klasifikasi Meggit-Wagner adalah klasifikasi yang paling terkenal dan sudah
tervalidasi dengan baik, berikut adalah tabel penjabaran mengenai klasifikasi Megit-
Wagner:
Grade Deskripsi

0 Belum ada luka pada kaki yang beresiko tinggi, kulit dalam keadaan
baik tetapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol (charchot
arthropaties)

1 Luka superfisial

2 Luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih dalam namun
tidak sampai tulang

3 Luka yang dalam sampai selulitis atau formasi abses

4 Gangren yang terlokalisir (gangren dari jari-jari atau bagian depan kaki)

5 Gangren yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada daerah
lengkung kaki midfoot dan belakang kaki hindfoot)
B. Klasifikasi PEDIS
Klasifikasi PEDIS dikembangkan oleh Internatinal Working Group of Diabetic
Ulcer (IWGDU) pada tahun 2003 untuk kepentingan penelitian. Klasifikasi ini
menggunakan deskripsi yang lebih rinci, serta menggunakan batasan-batasan yang
jelas dengan kategori yang lebih sedikit dibandingkan dengan klasifikasi-klasifikasi
lain, sehingga banyak digunakan oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman
klinis. PEDIS ada singkatan dari Perfusion (perfusi), Extent (luas atau ukuran luka),
Depth (kedalaman), Infection (infeksi), dan Sensation (sensasi). Tabel penjabaran
mengenai klasifikasi PEDIS.

Grade Keparahan Manifestasi klinis


infeksi

1 Tidak Luka tanpa nanah atau inflamasi


terinfeksi

2 Ringan Adanya 2 atau lebih dari tanda-tanda berikut : bernanah,


kemerahan, nyeri, nyeri ketika disentuh, atau indurasi
(menjadi lebih keras), selulitis pada sekitar luka ≤ dari 2 cm
dan kerusakan terbatas pada epidermis, dermis, atau lapisan
atas dari subkutan, tidak ada komplikasi

3 Berat Infeksi lokal, terjadi pada pasien yang secara iskemik dan
metabolik stabil namun memiliki dari 1 tanda berikut ini :
selulitis > 2cm, lymphangitic streaking (garis kemerahan
dibawah kulit), abses pada jaringan dalam, gangren,
kerusakan sudah mengenai otot, tendon, sendi, atau tulang.
Tidak ada tanda-tanda inflamasi sistemik

4 Parah Infeksi pada pasien dengan toksisitas sistemik dan kondisi


metabolik yang tidak stabil, suhu > 39oc atau < 36oc , denyut
nadi > 90x/menit, hipotensi, muntah, leukositosis,
pernapasan > 20x/menit, PaCO2 <32 mmHg, sel darah putih
12.000 mm3 atau < 4.000 mm3 atau 10% leukosit imatur

C. Klasifikasi TEXAS
Stadium 0 1 2 3
A Tanpa tukak Luka Luka tulang/ Luka sampai
atau pasca superfisial, sendi tulang/ sendi
tukak, kulit tidak sampai
intak/ utuh tendon atau
tulang kapsul sendi
B Dengan infeksi
C Dengan iskemia
D Dengan infeksi dan iskemia
Sumber : Waspadji, 2009

3. ETIOLOGI
Pada telapak kaki pasien mungkin dapat mengalami kerusakan oleh kekuatan
eksternal dalam satu atau lebih dalam tiga hal, seperti berikut :
 Pertama adalah tekanan yang tak henti-henti, dan rendah, seperti dari sepatu
ketat yang dapat menyebabkan nekrosis iskemik atau nyeri tekan. Patologi
yang ini mirip dengan ulkus dekubitus.
 Kedua adalah tekanan yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan
mekanik langsung, ketika kaki terpijak pada batu yang tajam, serpihan kaca,
atau paku payung, dan ia menembus kulit atau mengakibatkan kulit rusak.
 Ketiga adalah jika tekanan moderat terus berulang dengan setiap langkah
dapat menyebabkan peradangan pada titik-titik tekanan tinggi, yang diikuti
dengan pembentukan ulkus atau blister. Patologinya bukan nekrosis iskemik,
karena aliran darah tidak diblokir secara terus-menerus, tetapi ia lebih
konsisten dengan peradangan autolisis enzimatik. Ketiga-tiga faktor
patogenik ini diistilahkan sebagai iskemia, kerusakan mekanik dan
peradangan autolisis (Coleman, 2005).
A. Iskemia
Kaki neuropatik rentan terhadap cedera dari tekanan yang tak henti-
henti.Tekanan eksternal berkelanjutan yang lebih besar daripada tekanan
darah kapiler atau lokal anteriolar akan menutupi pengaliran darah manapun
jaringan dikompresi antara sepatu dan mendasari struktur tulang.Lokal
nekrosis kulit kaki dapat terjadi dengan tekanan serendah 1 pound per inci
persegi. Tingkat tekanan, sering tanpa rasa sakit, dapat melebihi dengan
ketat sepatu. Dengan mengirakan ini, pasien diabetes tidak bisa memakai
sepatu lebih dari lapan atau sepuluh jam (Coleman, 2005).
B. Kerusakan mekanikal
Kerusakan langsung ke telapak kaki mungkin terjadi jika seluruh
berat 144-lb seseorang beristirahat di area seluas 1/9 inci persegi. Dengan
demikian, tidak mungkin bahwa seseorang yang memakai sepatu bisa
menderita kerusakan langsung dari setiap kekuatan eksternal kecuali, jika
benda tajam yang kecil berada di bawah kaki di dalam sepatu. Penderita
diabetes tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena krusakan bisa terjadi
akibat berjalan kaki dengan menggunakan kaus kaki atau kaki telanjang di
atas benda yang tajam. Selain kerusakan langsung dari tekanan yang sangat
tinggi, maka kerusakan langsung dari panas, dingin, atau bahan kimia
korosif juga harus dipertimbangkan. Semua orang dengan neuropati perifer
perlu waspada terhadap bahaya tersebut dan mempertahankan batas
keselamatannya (Coleman, 2005).
C. Peradangan autolisis
Peradangan autolisis adalah penyebab yang paling umum dari ulkus
pada kaki diabetes. Tekanan yang menyebabkan jarak antara 20 sampai 70
psi dan sangat mirip dengan tekanan yang turut ditoleransi oleh individu
norrmal yang berolahraga atau berjalan cepat dengan menggunakan sepatu
bersol. Tekanan tersebut tidak membahayakan kaki yang normal atau kaki
diabetes kecuali pada mereka yang sering mengulanginya setiap hari pada
area yang sama pada kakinya, jaringan yang sudah mengalami peradangan
sebagai akibat dari stres mekanik yang berlebihan dan struktur yang
abnormal sebagai akibat dari ulkus sebelumnya serta jaringan parut
(Coleman, 2005).
Ulkus kaki diabetes dianggap terjadi apabila terdapat callus pada
permukaan kulit. Dikarenakan impaksi yang berulang-ulang pada callus ini
sebagai akibat dari berjalan, terjadi kerusakan antara callus dan jaringan
yang lebih dalam. Pemecahan ini merupakan hasil dari akumulasi
peradangan pada sel. Sel-sel ini melepaskan enzim yang melisiskan jaringan
dasar, sehingga terjadi akumulasi cairan dalam saku. Peradangan dan
kerusakan jaringan yang terkait diperburuk oleh tekanan fluida hidrolik
sebagai hasil dari tekanan di saku. Ini akhirnya menghasilkan pembentukan
blister berlawanan ke callus atau pemecahan pada kulit (Coleman, 2005).
5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala ulkus kaki diabetika yaitu sering kesemutan, nyeri kaki saat istirahat,
sensasi rasa berkurang. kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi arteri
dorsalis pedis/tibialis/poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal serta kulit
kering (Hastuti, 2008).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang meliputi X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman
penyebabnya.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien, yaitu:
pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu, glycohemoglobin
(HbA1c), Complete blood Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.
7. PENATALAKSANAAN
A. Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Debridement yang baik dan adekuat tentu akan
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh,
dengan demikian tentu akan sangat mengurangi produksi pus/cairan dari
ulkus/gangren. Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi
mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer
dan senyawa silver sebagai bagian dari dressing (Waspadjl, 2009).
B. Microbiological control
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan
hasil biakan kuman dan resistensinya. Pemberian antibiotik harus diberikan
antibiotik dengan spectrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti
misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat
terhadap kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol) (Waspadjl, 2009).

8. PENCEGAHAN
A. Pencegahan Primer
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabtes sangat penting untuk pencegahan kaki
diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dengan
penyandang DM, dan harus ditingatkan kembali tanpa bosan. Berbagai kejadian/tindakan
kecil yang tampak sepele dapat mengakibatkan kejadian yang fatal. Demikian pula
pemeriksaan yang tampaknya sepele dapat memberikan manfaat yang sangat besar
(Waspadji, 2009).
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan
risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetes berdasar risiko
terjadinya masalah (Freyberg): 1)sensasi normal tanpa deformitas; 2)sensasi normal dengan
deformitasatau tekanan plantar tinggi; 3)insensitivitas tanpa deformitas; 4)iskemia tanpa
deformitas; 5)kombinasi/complicated; (a)kombinasi insensitivitas, iskemia dan/atau
deformitas, (b)riwayat adanya tukak, deformitas Charchot (Waspadji, 2009).
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut: Untuk kaki yang kurang
merasa/insentif (kategori 3 dan 4), alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi
kaki yang insentif tersebut. Kalau sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan 5), perlu
perhatian khusus mengenai sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran
tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan vaskular), latihan
kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang
complicated, tentu saja semua usaha dana seyogyanya perlu dikerahkan untuk mencoba
menyelamatkan kaki (Waspadji, 2009).

B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multidisipliner sangat diperlukan.
Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang
maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semua harus dikelola bersama:
a. Metabolic Control (Kontro Metabolik)
Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah,
lipid dan sebagainya (PERKENI, 2011). Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu
senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat
mengahambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi
konsentrasi glukosa darah. Status nutrisi juga harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi
yang baik jelas membantu kesembuhan luka (Waspadji, 2009).
b. Vascular Control (Kontrol Vaskular)
Perbaikan suplai vaskular (dengan operasi atau angioplasti), biasanya dibutuhkan pada
keadaan ulkus iskemik (PERKENI, 2011). Keadaan vaskular yang buruk akan menghambat
kesembuhan luka.
c. Infection Control-Microbiological Control
Pengobatan infeksi secara agresif, jika terlihat tanda klinis infeksi (indikasi adanya
kolonisasi dari pertumbuhan organisme pada hasil usap bukan merupakan infeksi, jika tidak
terdapat tanda klinis) (PERKENI, 2011).
d. Wound Control
Pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur. Perawatan luka sejak pertama
kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti.
Debridement yang baik dan adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi
produksi pus/cairan dari ulkus/gangren. Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk
mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine
encer dan senyawa silver sebagai bagian dari dressing (Waspadjl, 2009).
Berdasarkan pembagian kaki diabetik oleh Wagner, maka tindakan pengobatan atau
pembedahan luka dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
2) Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor
3) Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan tindakan bedah mayor
seperti amputasi diatas lutut atau amputasi bawah lutut.
e. Pressure Control (Mengurangi Tekanan)
Tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus, sehingga harus dihindari. Hal itu sangat
penting dilakukan pada ulkus neuropatik dan diperlukan pembuangan kalus dan memakai
sepatu yang pas yang berfungsi untuk mengurangi tekanan (PERKENI, 2011).
f. Educational Control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan penyuluhan
yang baik. Penyandang DM dan ulkus/ganggren diabetik maupun keluarganya diharapkan
akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.

Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan
untuk pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan
kemudian segera setelah perawatan, keterlibatan ahli rehabilitasi medis sangat diperlukan
untuk mengurangi kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Keterlibatan ahli
rehabilitasi medis berlanjut sampai jauh sesudah amputasi, untuk memberikan bantuan bagi
para amputee menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk
mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Ulkus
yang terjadi berikutnya akan memberikan prognosis yang jauh lebih buruk daripada ulkus
yang pertama (Waspadji, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Waspadji, Sarwono, 2009. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis


dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi V. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UI,
Jakarta.
Grace, P. A. & Barley, N. R., 2007. At A Glance Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: Penerbit
Erlangga Medical Series.
Coleman, W. C., 2005. Diabetic Foot. In: S. E. Inzucchi, ed. The Diabetes Mellitus
Manual.
6th ed. Singapore: Mc Graw-Hill Companies, pp. 429-438.
Hastuti, R. T., 2008. Faktor-Faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetes
Melitus , p. 90.
PERKENI, 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai