Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PERAWATAN PASIEN PALIATIF DENGAN

DELIRIUM DAN DEMENSIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan
Paliatif yang Diampu oleh Elisa, S.Kp., Ns., M.Kep.

OLEH: KELOMPOK 8
MAHMUDAH P1337420620050
DIVA HERLIANANDA PUTRI P1337420620062
ANNISA NURUL SAFITRI P1337420620066

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI DIV KEPERAWATAN SEMARANG DAN PROFESI NERS
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang
berjudul “Perawatan Pasien Paliatif dengan Delirium dan Demensia”.
Kami berterimakasih kepada Ibu Elisa, S.Kp., Ns., M.Kep. selaku dosen
mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif yang telah membimbing
kami dalam penyelesaian makalah ini, tidak lupa kami juga berterimakasih kepada
teman-teman kelas Alih Jenjang dan berbagai pihak yang telah terlibat dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dari pembaca agar dapat
melakukan perbaikan untuk pembuatan makalah-makalah yang akan datang. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Delirium merupakan suatu sindrom serebral organik dengan
penyebab yang tidak spesifik. Delirium memiliki karakteristik gangguan
fungsi kesadaran, atensi, persepsi, berpikir, memori, psikomotr, emosi,
serta pola tidur-bangun.
Demensia menggambarkan kumpulan gejala yang disebabkan oleh
gangguan yang mempengaruhi otak. Kondisinya fatal. Ada pola tipikal
peningkatan gejala pada orang yang hidup dengan demensia. Gejala-gejala
ini dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk mengenali orang,
tempat, dan peristiwa, berkomunikasi, makan, berpakaian, berjalan dan
bergerak sendiri, mengontrol kandung kemih dan usus, serta menelan
makanan dan cairan. Dukungan untuk orang yang hidup dengan demensia
akan bervariasi dari waktu ke waktu, dan dapat dipengaruhi oleh kondisi
kesehatan yang terjadi bersamaan.
Kebutuhan perawatan paliatif pasien dengan delirium dan
demensia seringkali kurang diperhatikan seperti gejala nyeri. Penelitian
tentang perawatan paliatif pada delirium dan demensia masih terbatas
tetapi perkembangan terkini Bersama dengan pedoman dan kebijakan
nasional menetapkan dasar untuk meningkatkan permberian perawatan
paliatif pada kelompok populasi ini.
B. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari delirium dan demensia?
b. Bagaimanakah pengelolaan pasien paliatif dengan delirium dan
demensia?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari delirium dan demensia
b. Untuk mengetahui cara pengelolaan delirium dan demensia

1
BAB II
ISI

A. Definisi Delirium dan Demensia


1. Delirium
a) Definisi
Delirium merupakan suatu sindrom serebral organik dengan
penyebab yang tidak spesifik. Delirium memiliki karakteristik
gangguan fungsi kesadaran, atensi, persepsi, berpikir, memori,
psikomotr, emosi, serta pola tidur-bangun.
Delirium dapat ditandai dengan adanya perubahan status
mental, kesadaran, dan juga perhatian yang bersifat akut serta
fluktuatif. Delirium memiliki insidensi yang tinggi pada pasien
dengan penyakit kritis. Delirium merupakan kelaian serius yang
berhubungan dengan pemanjangan lama perawatan di ruang rawat
intensif/rumah sakit, biaya yang lebih tinggi, memperlambat
pemulihan fungsional, dan peningkatan morbiditas serta mortalitas.
Delirium merupakan suatu kondisi akut penurunan
perhatian dan disfungsi kognitif, merupakan sindom klinis yang
umum, mengancam hidup, dan dapat dicegah : umumnya terjadi
pada individu berusia 65 tahun atau lebih. Pada awalnya, delirium
digunakan untuk menggambarkan gangguan mental selama demam
atau cedera kepala, kemudian berkembang menjadi pengertian
yang lebih luas, termasuk istilah “status konfusional akut”,
“sindrom otak akut”, “insufisiensi serebral akut”, “ensefalopati
toksik-metabolik”. Seiring berjalannya waktu, istilah delirium
berkembang untuk menjelaskan suatu kondsi akut transien,
reversibel, berfluktuasi, dan timbul pada kondisi medis tertentu.
Delirium adalah gangguan yang umum pada pasien dengan
penyakit sistemik, kira-kira 10% - 15% pasen di bangsal bedah
umum mengalami delirum selama perawatan di rumah sakit.

2
Sebanyak 32-67% sindrom in tidak terdiagnosis oleh dokter,
padahal kondisi ini dapat dicegah. Faktor resiko utama
perkembangan delirium adalah usia lanjut.
b) Etiologi
Etiologi atau penyebab delirium:
1) Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun
2) Efek toksik dari pengobatan
3) Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium,
natrium atau magnesium) yang tidak normal akibat
pengobatan, dehidrasi atau penyakit tertentu.
4) Infeksi akut disertai demam
5) Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana
cairan yang membantali otak tidak diserap sebagaimana
mestinya dan menekan otak.
6) Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah
tengkorak yang dapat menekan otak.
7) Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang
menyerang otak).
8) Kekurangan tiamin dan vitamin B129. Hipotiroidisme maupun
hipotiroidisme3.
9) Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan
linglung dengan gangguan ingatan)
10) Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang.
11) Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan
rendahnya kadar oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida
di dalam darah
12) Stroke.
c) Patofisiologi
1) Obat : beberapa jenis obat-obatan dapat menyebabkan delirium
seperti, antikolinergika, psikotropika, dan opioida.

3
2) Mekanisme terjadinya delirium tidak jelas, namun
kemungkinan besar terkait dengan gangguan reversibilitas dan
metabolisme oxidatif otak, abnomalitas neurotransmiter
multiple, dan pembentukan sitokines (cytokines).
3) Stress dapat menyebabkan meningkatnya kerja saraf simpatik
sehingga mengganggu fungsi cholinergic dan menyebabkan
delirium
4) Usia lanjut rentan terhadap penurunan transimis cholinergic
sehingga lebih mudah terjadi delirium. Hemsfer otak dan
mekanisme arousal dari talamus dan sistem aktivasi retikular
btang otak menjadi terganggu.
5) Terdapat faktor predisposisi gangguan otak organik: seperti
demensia, stroke, penyakit parkinson, gangguan sensorik, dan
gangguan multipel.

4
2. Demensia
a) Definisi
Demensia adalah kondisi terjadinya penurunan fungsi
kognitif yang secara progresif, sehingga mempengaruhi kapasitas
fungsional orang tersebut. Demensia bukan bagian normal dari
penuaan. Demensia biasanya menyerang pada lansia diatas 65
tahun, tetapi dapat juga ditemukan pada usia dibawah 50tahun,
seperti pada kasus Alzheimer, demensia akibat cedera kepala,
demensia akibat adanya tumor atau infeksi di otak. Demensia
merupakan penyakit kronis dan jangka Panjang, bagi keluarga
sendiri biasanya mereka belum paham mengenai pengetahuan
tentang penyakit tersebut. Keluarga cenderung berpikir bahwa hal
itu lumrah karena sudah tua, padahal perubahan perilaku kembali
ke anak kecil merupakan tanda awal dementia. Karena keluarga
beranggapan itu hal normal, sehingga jarang sekali pasien dibawa
keluarga mereka ke yankes untuk diperiksakan lebih lanjut
(Vidyanti, 2020).
Demensia adalah suatu sindrom, penyebabnya bermacam-
macam dan paling bnyak Alzheimer (suatu kelainan pengkodean
diotak sehingga menjadi toxic). Di Indonesia, RS Sardjito
prevalensi paling banyak yaitu demensia jenis vaskuler. Dementia
vaskuler merupakan demensia yang terjadi pasca menderita
penyakit stroke, gangguan jantung, diabetes mellitus, serta
hipertensia. Di dunia, prevalensi demensia vaskuler menduduki
peringkat ke 2. Di Indonesia pencatatan prevalensi Alzheimer
belum baik karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk
memeriksakan kondisi sakit tersebut (Vidyanti, 2020).

5
b) Diagnosis Demensia
Dalam DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders Diagnosis), demensia digolongkan sebagai
Major Neurocognitive Disorder (Manjor NCO) dengan 6 kriteria
sebagai berikut:

1) Domain Bahasa
Pasien dengan demensia bisa saja yang terganggu domain
bahasanya, yaitu sulit mengekspresikan melalui kata-kata atau
bahkan cenderung berbicara lancar namun tidak ada isinya atau
kesulitan menamai suatu benda.
2) Domain Memori
Kerusakan pada domain memori paling banyak muncul
pada demensia Alzheimer. Mengalami kehilangan ingatan
terutama jangka pendek sehingga event-event bulan lalu
bahkan beberapa hari yag lalu lupa namun jangka panjang
masih ingat. Namun seiringnya progesifnya demensia, ingatan
jangka panjang pun juga ikut hilang

6
3) Fungsi Persepsi Motor
Pada orang dengan demensia kadang merasa misal dalam
hal menyetir, jika klien masih dapat menyetir atau
menggunakan sepeda sendiri, Ketika di jalan mereka sudah
merasa berjalan di jalur yang tepat yaitu di kiri tetapi
mengalami kecelakaan. Setelah digali ternyata mengalami
gangguan di persepsi motornya.
4) Fungsi Eksekutif
Sering terjadi pada demensia vaskuler yaitu pasien pasca
stroke. Pasien kesulitan berhitung (kalkulasi), tidak sesuai
planning (membawa hal-hal yang tidak berikatan dengan
tujuan).
5) Domain Atensi
Pasien sngat mudah teralihkan perhatiannya bahkan loss
attention.
6) Domain Sosial Kognisi
Domain ini berhubungan dengan emosi. Pasien dengan
demensia terjadi gangguan pada domain sosial dimana emosi
sangat labil dan kaitannya dengan fungsi eksekutif dimana
mentalnya kembali seperti anak SD.

Dikatakan dementia jika terjadi minimal ada 2 gangguan dari


domain diatas disertai gangguan tersebut sudah mengganggu
aktivitasnya sehari-hari pasien (Vidyanti, 2020).

c) Fase Demensia menurut Eychmüller & St.Gallen (2012):


1) Demensia Dini
Seringkali fase ini hanya terlihat di belakang. Pada saat itu
mungkin terlewatkan, atau diakibatkan penuaan atau terlalu
banyak bekerja. Timbulnya demensia biasanya sangat bertahap

7
dan seringkali tidak mungkin untuk mengidentifikasi waktu
mulainya secara tepat. Orang tersebut dapat:
 Tampil lebih apatis dan kurang 'berkilau'
 Kehilangan minat pada hobi dan aktivitas
 Jangan mau mencoba hal baru
 Tunjukkan kapasitas yang berkurang untuk beradaptasi
dengan perubahan
 Tunjukkan penilaian yang buruk dan buat keputusan yang
buruk
 Lebih lambat untuk memahami ide-ide kompleks dan
membutuhkan waktu lebih lama dengan pekerjaan rutin
 Salahkan orang lain karena "mencuri" barang yang hilang
 Menjadi lebih egois dan kurang peduli dengan orang lain
dan perasaan mereka
 Menjadi lebih pelupa detail peristiwa baru-baru ini
 Lebih cenderung mengulang atau kehilangan alur
percakapan mereka
 Lebih mudah tersinggung atau kesal jika mereka gagal
dalam suatu hal
 Memiliki tantangan menangani uang.
Seseorang dengan demensia dini mungkin memerlukan
pendekatan paliatif, perawatan paliatif, atau perawatan akhir
hidup jika kondisi lain menunjukkan hal ini diperlukan.
2) Fase Sedang
Pada tahap ini tantangan lebih berat dan melumpuhkan.
Orang tersebut dapat:
 Lebih lupakan kejadian terkini. Memori untuk masa lalu
yang jauh biasanya tampak lebih baik, tetapi beberapa detail
mungkin terlupakan atau membingungkan
 Bingung tentang waktu dan tempat

8
 Tersesat jika jauh dari lingkungan yang akrab
 Lupakan nama keluarga atau teman, atau membingungkan
satu anggota keluarga dengan yang lain
 Lupakan panci dan ceret di atas kompor atau biarkan gas
tidak menyala
 Berkeliaran di jalanan, mungkin di malam hari, terkadang
tersesat
 Berperilaku dengan cara tanpa hambatan, misalnya pergi ke
luar ruangan dengan pakaian tidur
 Lihat atau dengar hal-hal yang tidak ada
 Menjadi sangat berulang
 Lupakan kebersihan atau makan dan minum
 Menjadi marah, kesal atau tertekan karena frustrasi.
 Seseorang dengan demensia sedang mungkin memerlukan
pendekatan paliatif, perawatan paliatif, atau akhir hayat jika
kondisi lain menunjukkan hal ini diperlukan.
 Gagal mengenali objek sehari-hari
 Diganggu di malam hari
 Bersikaplah gelisah, mungkin mencari kerabat yang sudah
lama meninggal
 Bersikaplah agresif, terutama saat merasa terancam atau
tertutup
 Mengalami kesulitan berjalan, mungkin akhirnya harus
duduk di kursi roda
 Memiliki gerakan yang tidak terkontrol
 Memiliki imobilitas permanen, dan pada minggu atau bulan
terakhir.
Pendekatan paliatif, perawatan paliatif, dan akhir hidup
perawatan sesuai untuk orang dengan demensia lanjut. Rujukan
ke layanan perawatan paliatif spesialis mungkin diperlukan.

9
3) Dementia Lanjutan
Pada tahap ketiga dan terakhir ini, orang tersebut cacat
parah dan membutuhkan perawatan total. Orang tersebut dapat:
 Tidak dapat mengingat kejadian selama beberapa menit
saja, misalnya lupa bahwa mereka baru saja makan
 Kehilangan kemampuan mereka untuk memahami atau
menggunakan ucapan
 Mengompol
 Tidak menunjukkan pengakuan teman dan keluarga
 Butuh bantuan untuk makan, mencuci, mandi, buang air dan
berpakaian
 Gagal mengenali objek sehari-hari
 Diganggu di malam hari
 Bersikaplah gelisah, mungkin mencari kerabat yang sudah
lama meninggal
 Bersikaplah agresif, terutama saat merasa terancam atau
tertutup
 Mengalami kesulitan berjalan, mungkin akhirnya harus
duduk di kursi roda
 Memiliki gerakan yang tidak terkontrol
 Memiliki imobilitas permanen, dan pada minggu atau bulan
terakhir.
Pendekatan paliatif, perawatan paliatif, dan akhir hidup
perawatan sesuai untuk orang dengan demensia lanjut.
Rujukan ke layanan perawatan paliatif spesialis mungkin
diperlukan.
d) Masalah yang Sering dijumpai pada Demensia menurut Hughes et
al., (2007) :
1) Tempat kematian dan usaha resusitasi

10
Pasien dan keluarga dapt mendiskusikan di mana tempat
kematian, memilih ingin meninggal di rumah sendiri dengan
didampingi keluarga atau di rumah sakit dan menentukan
apakah jika terjadi kondisi gawat darurat dilakukan CPR atau
tidak, dimana kondisi lansia ringkih sehingga takut menambah
kegawatan. Dan jangan lupa setiap setelah melakukan
Tindakan di dokumentasikan dengan baik.
2) Penilaian Nyeri dan Kebutuhan Lainnya
Pasien demensia jarang bisa mengekspresikan nyeri karena
kondisinya, terdapat kesulitan berkomunikasi atau
terganggunya fungsi bahasanya, atau bahasanya masih baik
namun penggerak mulutnya sudah sangat lemah sehingga
mengatakan nyeri sulit. Dengan kondisi demikian dibutuhkan
assessment tool yang lebih objektif.
Medikasi penatalaksanaan nyeri dapat menggunakan obat.
Namun perlu diperhatikan jika akan memberi obat, apakah
membahayakan organ lain seperti jantung dan lambung karena
pasien demensia sesungguhnya sudah kebanyakan obat. Selain
medikasi, dalam pengelolaan nyeri dapat juga diberikan
nonfarmakologi seperti pijat, mendengarkan music.
3) Infeksi atau Demam
Penyebab kematian pertama pada demensia yaitu infeksi,
yaitu pneunomia dan ISK. Perlu diperhatikan apakah diberi
antibiotik atau tidak, jika diberi apakah lebih baik atau justru
membuat pasien lebih kesakitan
4) Pemberian Nutrisi dan Hidrasi
Mempertahankan nutrisi dan hidrasi adalah komplikasi
klinis paling umum pada demensia lanjut dan melibatkan
keputusan pengobatan yang paling banyak diperdebatkan.
Bukti yang berhubungan dengan pemberian makanan buatan
menunjukkan tidak ada peningkatan kelangsungan hidup bagi

11
penderita demensia. Selain itu, dapat menyebabkan risiko dan
bahaya untuk peningkatan rawat inap, dan komplikasi seperti
infeksi dan pendarahan dari pemasangan selang, diare,
konstipasi dan refluks, aspirasi dan kelebihan cairan yang
menyebabkan gangguan pernapasan.
5) Akses ke Perawatan pada Paliatif Khusus
Pasien dengan demensia dibandingkan dengan mereka yang
tidak cenderung dirujuk ke tim perawatan paliatif, diresepkan
lebih sedikit obat perawatan paliatif dan jarang dirujuk atau
ditolak aksesnya ke perawatan hospital.
6) Perencanaan Perawatan
Pasien dengan demensia lebih kecil kemungkinannya untuk
memiliki perencanaan perawatan sebelumya dibandingan
dengan mereka yang menderita kanker terminal. Selain itu,
pasien dengan demensia lebih cenderung mengalami intervensi
tidak nyaman atau agresif di akhir hidupnya seperti tes darah,
terapi IV, gas darah arteri, serta permberian makan lewat selang
makanan.
7) Gejala Neuropsychiatric
Pada pasien demensia gejala yang paling muncul terkait
psikiatri adalah agitasi dan menjadi masalah jika pasien sampai
melukai dirinya sendiri. Terdapat banyak pertimbangan jika
memberikan obat anti psikotik, karena justru dapat
memperparah gejala demensianya, sementara obat demensia
sendiri ada yang dapat untuk mengurangi agitasi.

B. Pengelolaan Pasien Delirium dan Demensia


1. Delirium
Seringkali sulit membedakan gejala delirium dengan depresi dan
demensia. Disini analisis perawat dibutuhkan untuk membedakan
delirium dan dimensia agar intervensi yang diberikan tepat. Ada tiga

12
kriteria delirium menurut diagnostic and statistical manual of mental
disorder (DSM-IV-TR) dalam Black dan Hawks (2014) yang pertama
adalah gangguan pada tingkat kesadaran dengan penurunan
kemampuan untuk fokus, mempertahankan atau mengalihkan
perhatian, yang kedua adanya perubahan pada kognisi (defisit memori,
disorientasi, gangguan bahasa) atau berkembangnya gangguan
perceptual, dan yang terakhir perkembangan gangguan pada periode
singkat (hitungan jam hingga hari) dan tendensi yang berfluktuasi dari
hari kehari. Kriteria ini dapat diidentifikasi perawat pada klien,
sehingga dapat menentukan intervensi yang tepat (Krisdianto, 2019).
Ada beberapa delirium bersifat reversible. Oleh karena itu
pendekatan awal penting digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
yang reversible seperti medikasi, hipoksia, dehidrasi dan penyebab
metabolik (hipekalemia dan hiponatremia, sepsis dan meningkatnya
tekanan intracranial akibat metastase penyakit. Ketika penyebab
reversible dapat di identifikasi kemungkinan dapat mengurangi
prognosis buruk dari delirium (Krisdianto, 2019).
Tatalaksana menurut P2PTM (2016):
a) Koreksi penyebab yang dapat segera diatasi: penyebab yang
mendasari atau pencetusnya
b) Non Medikamentosa:
1) Pastikan berada di tempat yang tenang, dan pasien merasa
aman, nyaman dan familier
2) Singkirkan barang yang dapat membahayakan.
3) Jangan sering mengganti petugas
4) Hadirkan keluarga, dan barang barang yang dikenal
5) Dukungan emosional
c) Medikamentosa:
1) Haloperidol 0,5 mg- 2,5 mg PO/6 jam atau 0,5-1 mg SK/6 jam,
namun bisa diberikan setiap 30-60 menit dengan dosis
maksimal 20 mg/hari.

13
2) Pada pasien yang tidak dapat diberikan haloperidol karena efek
samping
3) Risperidone 0.5 mg- 2 mg Oral/hari dalam dosis terbagi
4) Olanzepine 2.5 mg – 10 mg Oral/hari dalam dosis terbagi
5) Benzodiazepine bila penyebabnya ensepalopati hepatik , HIV
6) Loarazepam 0,5 – 1 mg sublingual, tiap 1 – 3 jam atau
7) Midazolam 2,5 – 5 mg SK tiap 1 – 3 jam.
2. Demensia
a. Kapan dimulai perawatan paliatif pada demensia menurut Harris
(2007):
Dibawah ini contoh indikator prognisi yang dapat
membantu untuk mengindentifikasi pasien dengan demensia terkait
kualitas hidup:

14
b. Pedoman Komponan Palliative Care pada Demensia
1) NICE (National Institute for Health and Clinical Excellence)
Guidelines

Konsep palliative care pada demensia intinya yaitu


kearah komunikasi dengan keluarganya akan seperti apa
tujuan yang diharapkan (tujuan palliative care bagi
keluarganya inginnya seperti apa dan dari pasiennya
inginnya seperti apa).
2) The Gold Standard Framework, program yang dikembangkan
terutama untuk digunakan dalam perawatan primer berdasarkan
7C’s: communication, coordination, control of symptoms,
continuity, continued learning, carer support and care of the
dying.
3) Penekanan pada perawatan antisipatif (untuk mengurangi krisis
dan tidak tepat penerimaan) serta tranfer dan komunikasi

15
informasi ke layanan diluar jam kerja. Di Indonesia ini belum
berjalan (Harris, 2007).

Therapi pada pasien demensia


Penanganan pada pasien demensia bersifat palliatif dan supportif. Tujuanutama
therapi adalah perawatan diri dan hubungan dengan lingkungan sosial dan
keluarga.
Therapi medis
1.Lakukan pemeriksaan fisik dan uji diagnostik untuk
mengidentifikasikeungkinan penyebab demensia
2.Tangani semua masalah fisiologis secara medis
3.Tangani depresi,ansietas, dan insomnia ( berdasarkan gejalanya )
4.Pertahankan kesehatan fisik dan dukung tingkat fungsi yang optimal
5.Antipsikotik dapat di gunakan dalam dosis rendah untuk mengobati ansietas
danagitasi
6.Vasodilator sering di gunakan untuk meningkatkan sirkulasi otak
danmeningkatkan kognisi
7.Antidepresi trisiklik dapat di gunakan untuk mengobati depresi8.Pengobatan
yang merangsang kerja neurotransmitter sedang di telit

Therapi Kelompok
1.Tingkatkan orientasi ke lingkungan, dan diskusikan secara singkat peristiwa
peristiwa terkait yang baru saja terjadi
2.Diskusikan keadaan di sini dan saat ini untuk periode waktu yang singkat
3.Dorong therapy mengenang yang berfokus pada berbagai pengalaman
tentangmemori masa lalu
4.Batasi pembicaraan pada hal- hal yang sudah di kenal dan bermakna
untukmemberi penguatan pada realita dan mendorong klien untuk berpartisipasi
5.Bantu para partisipan untuk berbicara mengenang masa lalu mereka sebagai
carauntuk meningkatkan harga diri
6.Dorong klien untuk berbicara dengan orang lain

16
Therapi di keluarga
1.Sediakan informasi dan dukungan emosional untuk keluarga selama
fasedemensia
2.Bantu keluarga untuk membentuk jaringan pendukung social
3.Ajarka kepda keluargauntuk menangani atau memperjuangkan
kebutuhan perawatan diri klien
4.Evaluasi lingkungan rumah dan bantu keluarga untuk menciptakan
perubahanyang penting bagi keamanan
5.Dorong anggota keluarga untuk menyatakan secara verbal
perasaan,kekhawatiran, dan rasa frustasi mereka berkenaan dengan situasi yang
merekahadapi
6.Bantu anggota keluarga untuk mengantisipasi rasa berduka karena

kehilanganorang yang mereka cinta

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seringkali sulit membedakan gejala delirium dengan depresi dan
demensia. Disini analisis perawat dibutuhkan untuk membedakan delirium
dan demensia agar intervensi yang diberikan tepat. Ada tiga kriteria
delirium menurut diagnostic and statistical manual of mental disorder
(DSM-IV-TR) dalam Black dan Hawks (2014) yang pertama adalah
gangguan pada tingkat kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk
fokus, mempertahankan atau mengalihkan perhatian, yang kedua adanya

17
perubahan pada kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa)
atau berkembangnya gangguan perceptual, dan yang terakhir
perkembangan gangguan pada periode singkat (hitungan jam hingga hari)
dan tendensi yang berfluktuasi dari hari kehari. Kriteria ini dapat
diidentifikasi perawat pada klien, sehingga dapat menentukan intervensi
yang tepat
Masih terdapat banyak kekurangan terutama dalam perawatan
paliatif pada demensia seperti manajemen gejala yang buruk, kurangnya
perencanaan perawatan ke depan, akses yang buruk ke perawatan paliatif
spesialis, kesulitan memprediksi prognosis (semuanya diperparah oleh
tantangan dalam mengelola penyakit di orangtua), dan kurangnya
penelitian klinis. Namun demikian, beberapa inisiatif dan perkembangan
terkini yang signifikan untuk memcoba dan memperbaiki kekurangan
tersebut.

B. Saran
1. Perlunya penelitian lebih lanjut tentang palliative care pada delirium
dan demensia
2. Penguatan tim sangat diperlukan agar kualitas hidup pasien demensia
tetap dapat dioptimalkan.
3. Perlunya workshop-workshop tentang palliative care pada delirium
dan demensia di masyarakat luas

18
DAFTAR PUSTAKA

Eychmüller, S., & St.Gallen. (2012). Palliative care. In Therapeutische Umschau


(Vol. 69, Issue 2). https://doi.org/10.1024/0040-5930/a000253
Harris, D. (2007). Forget me not: Palliative care for people with dementia.
Postgraduate Medical Journal, 83(980), 362–366.
https://doi.org/10.1136/pgmj.2006.052936
Hughes, J. C., Jolley, D., Jordan, A., & Sampson, E. L. (2007). Palliative care in
dementia: Issues and evidence. Advances in Psychiatric Treatment, 13(4),
251–260. https://doi.org/10.1192/apt.bp.106.003442
Krisdianto, Boby Febri. (2019). Perawatan Kanker Paliatif di Rumah. Padang :
Andalas University Press.
P2PTM. (2016). Modul TOT Paliatif Kanker bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta :
Kemenkes RI.
Vidyanti, Amelia Nur. (2020). Palliative Medicine in Dementia Care. Providing
Geriatric Palliative Care, Vol. 6 (3). 18 November 2020 : Keperawatan UGM
Jogjakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai