Anda di halaman 1dari 9

BIOGRAFI R.

A KARTINI

Nama : Raden Adjeng Kartini


Tempat Lahir : Jepara Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Senin, 21 April 1879
Zodiac : Taurus
Wafat : 17 September 1904, Kab. Rembang
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Pasangan : K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat
Anak : Soesalit Djojoadhiningrat
Dikenal karena : Emansipasi wanita

Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat adalah nama lengkap beliau. Ia dilahirkan pada
tanggal 21 April 1879 di Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Ayahnya yang bernama Raden Mas
Adipati Ario Sosroningrat merupakan seorang bupati Jepara. Kartini adalah keturunan ningrat.
Hal ini bisa dilihat dari silsilah keluarganya. Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan
istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari NyaiHaji Siti Aminah dan Kyai Haji
Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat
dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik
kembali ke istana Kerajaan Majapahit. Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya
pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu
mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah
bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam),
keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi
bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara
sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV,
diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu
bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya. Kakak Kartini,
Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini
diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar
bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa
dipingit. Beliau bersekolah hanya sampai sekolah dasar. Ia berkeinginan untuk melanjutkan
sekolahnya, tapi tidak diizinkan oleh orangtuanya. Sebagai seorang gadis, Kartini harus
menjalani masa pingitan hingga sampai waktunya untuk menikah. Ini merupakan suatu adat yang
harus dijalankan pada waktu itu. Kartini hanya dapat memendam keinginannnya untuk
bersekolah tinggi.
Untunglah beliau gemar membaca dari buku – buku, koran, sampai majalah Eropa.
Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa .Kartini banyak membaca surat kabar
Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket
majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah
kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De
Hollandsche Lelie. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judulMax
Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua
kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden
yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya
Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner,
Die Waffen Nieder(Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda. Pikirannya menjadi
terbuka lebar, apalagi setelah membandingkan keadaan wanita di Eropa dengan wanita
Indonesia. Sejak itu, timbullah keinginan beliau untuk memajukan perempuan pribumi yang
pada saat itu berada pada status sosial yang rendah. Ia ingin memajukan wanita Indonesia
melalui pendidikan. Untuk itu, beliau mendirikan sekolah bagi gadis – gadis di Jepara, karena
pada saat itu ia berdomisili di Jepara. Muridnya hanya berjumlah 9 orang yang terdiri dari
kerabat atau famili.
Di samping itu, ia banyak pula menulis surat untuk teman-temannya orang
Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dalam surat
itulah ia melampiaskan cita-citanya untuk menuntut persamaan hak dan kewajiban antara pria
dan wanita. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan akhirnya dimuat
diDe Hollandsche Lelie, sebuah majalah terbitan Belanda yang selalu ia baca. Dari surat-
suratnya, tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-
catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat.
Perhatiannya tidak hanya semata-mata soalemansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum.
Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum
sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.
Beliau sempat mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Belanda karena tulisan-tulisan
hebatnya, namun ayahnya pada saat itu memutuskan agar Kartini harus menikah dengan
R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang kala ituyang sudah pernah memiliki tiga
istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Sejak itu, Kartini harus hijrah dari Jepara
ke Rembang mengikuti suaminya. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi
kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks
kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung
Pramuka.
Kartini memiliki seorang anak lelaki bernama Soesalit Djojoadhiningrat, yang dilahirkan
pada tanggal 13 September 1904. Selang beberapa hari pasca melahirkan, Kartini tutup usia pada
tanggal 17 September 1904. Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Beliau dimakamkan di Desa
Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Untuk menghormati kegigihan beliau, didirikanlahSekolah Wanita oleh Yayasan Kartini
di Semarang pada tahun1912, kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan
daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan
oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.Setelah Kartini wafat, Mr.J.H.
Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini
pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan,
Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti
harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada
1911. Buku ini dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat
Kartini.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul yang
diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang merupakan
terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang
versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi buku menjadi lima bab
pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini sepanjang waktu
korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-surat Kartini dalam
bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers. Selain itu, surat-surat Kartini
juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan Sunda.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian
masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat
Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam
surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara
lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.
Sayangnya, banyak kontroversi bermunculan dikarenakan ketetapan Ir. Soekarno,
Presiden pertama Republik Indonesia,melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108
Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap
tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.Bahkan lagu Ibu Kita
Kartini yang diciptakan oleh W.R. Supratman menjadi salah satu lagu nasional. Hal ini menuai
protes dari beberapa kalangan di Indonesia. Pengistimewaan Kartini terkesan pilih kasih dari
Pahlawan wanita Indonesia lainnya di berbagai belahan nusantara seperti Cut Nyak Dien, Dewi
Sartika, Maria Tiahahu, Rohana Kudus, yang beberapa diantara mereka menurut para pengecam,
telah ikut berperang langsung dengan para penjajah Belanda, dibandingkan Kartini yang hanya
menulis. Namun, apa yang dikatakan Oov Auliansyah pada halaman
(http://sosok.kompasiana.com/2013/04/21/kartinitak-layak-jadi-pahlawan-nasional-
553170.html) ada benarnya, ia mengatakan bahwa, “...Kartini telah berfikir tentang perssamaan
gender di awal 1900. Berbicara tentang wanita yg berhak mendapat pendidikan selayaknya kaum
laki-laki (laki-laki bangsawan & Belanda, SAAT itu diskriminasi cukup kuat).
Kartini melawan diskriminasi Belanda terhadap pribumi dan kesewenang-wenangan
Belanda lewat suratnya kepada sahabat-sahabatnya di Belanda, akhirnya mampu menggugah hati
pemerintah Belanda dan membangun pendidikan di Jawa. Kartini adalah anak kaum bangsawan,
bisa dibilang seorang borjuis kecil, tapi kemudian dia memilih sendiri turun menjadi proletar.
Surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi, sangat menarik perhatian masyarakat
Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda
terhadap perempuan pribumi di Jawa, sehingga menimbulkan simpati dari masyarakat Belanda
dan menentang kebijakan-kebijakan parlemen Belanda yg merugikan kaum pribumi
Jawa...Kartini telah memikirkan tentang pendidikan kaum wanita di masyarakat Jawa pada
waktu itu yg terpaku dengan segala adat-adatnya yang kaku, seolah wanita sudah tidak perlu
pendidikan, bisa bahasa Belanda saja sudah cukup, kemudian tinggal menunggu dinikahi dan
kemudian dimadu.Kartini telah memikirkan ini di awal 1900-an.
Bahkan ada yang menyangsikan gelar Kartini sebagai Pahlawan Nasional dikarenakan
beliau hanya menulis. Namun hal ini dibantah oleh beberapa pendapat dari halaman
(http://pustakailmudotcom.wordpress.com/2014/02/23/kartini-layak-menjadi-pahlawan/) yang
menyatakan bahwa, “... Kartini memang tak bisa mewujudkan mimpinya (akhirnya dipoligami),
tapi dia meninggalkan tulisan-tulisan yang dahsyat. Itu sudah cukup. Sebenarnya Soekarnotidak
keliru memilih Kartini sebagai Pahlawan Nasional…Surat Kartini jadi biasa bagi pembaca yang
sudah mengenyam pendidikan. Coba dirimu di era pingitan atau 1890-an…Kartini memang
bukan penggerak orang. Ia tak pernah berorasi. Juga tak punya Taman Siswa seperti Ki Hajar
Dewantara, tapi siapa yang menghubungi Oost en West untuk memulai lagi kerajinan tangan asli
Hindia Belanda? Itu Kartini! Siapa yang menggelar pameran kerajinan PERTAMA asli Hindia
Belanda sampai London memperhatikan batik nasional? Kartini! Siapa yang ngobrol soal
“feodalisme” sampai akhir tahun 1900-an dan itu di balik dinding ruang pingitan? Kartini! FYI:
setahuku hanya surat-surat Kartini yang komprehensif membicarakan itu semua. Aku gak
ngomongin profil lho ya, bukan!...Pahlawan itu tidak harus angkat senjata dan menyelam di
lautan pertempuran. Itu pertimbanganSoekarno...Kalau sampean bilang tulisan Kartini biasa-
biasa saja, sungguh aku harus bilang: Kamu harus (benar-benar) banyak baca!!! Pemimpin
redaksi De Echo di Jogjakarta saat itu sampai minta ortunya Kartini biar mau nulis buat rubrik
khusus. Koran-koran Belanda itu ngemis tulisan Kartini. Kartini sering nolak. Sampai-sampai ia
harus pake anonim “Tiga Saudara” kalo nulis lho...kalau menilai tulisan Kartini biasa-biasa saja,
kamu benar-benar harus banyak baca! Tanpa Kartini, dunia memang tahu Hindia Belanda. Tapi
siapa sih yang tahu soal Koja kalau bukan dari reportase Kartini?Serius, Kartini tuh mereportase,
dan bertitimangsa 1890-an. Ini soal sejarah Kepala Bumipuetra pertama di Indonesia…Kartini
jadi pahlawan karena ia meninggalkan tulisan. Tulisannya bukan pepesan kosong…Pemikiran
Kartini jauh melampaui orang-orang di zamannya, bahkan bangsawan dan lelaki sekalipun kalau
meragukan tulisan karya Kartini adalah benar-benar dari Kartini, mungkin karena riset itu tidak
tercantum nama Kartini sebagai penulisny... Kartini sering nulis. Kadang disimpen di lemari.
Saat KITLV datang, tulisan Kartini disetorkan sendiri oleh ayahnya...Sangat disayangkan kalau
masih ada yang menyangsikan kepahlawanan Kartini hanya karena ia akhirnya dipoligami,
padahal suaranya anti-feodal…Kalau mau baca barang sebentar tulisan-tulisan Kartini, pasti
terdiam. Perempuan sehebat ini tidak salah jika disebut Pahlawan Nasional!”

Berikut serba – serbi Kartini :

1) Majalah Kartini
"Kartini adalah majalah wanita yang didirikan oleh Lukman Umar. Majalah Kartini
pertama kali diterbitkan pada tahun 1973 dan sangat populer di Indonesia. Edisi bahasa
Indonesianya diterbitkan oleh Kartini Group. Selain edisi cetaknya, ada pula edisi online nya.

2) Nama Universitas
Nama bu Kartini di jadikan nama salah satu Universitas di Surabaya, tepatnya di Jl. Raya
Nginden No. 19-23 Surabaya, Jawa Timur. Perguruan Tinggi Swasta ini berdiri sejak tahun
1986, yang terletak di kawasan Surabaya Timur dengan empat lantai. Kampus ini membuka
program D3, S1, dan S2 yang memiliki fakultas hukum, ekonomi, tehnik dan
pariwisata.Walaupun namanya Universitas Kartini, tapi kampus ini tidak hanya untu perempuan
saja.

3) Nama Film
R.A. Kartini adalah sebuah film drama perjuangan Indonesia yang diproduksi pada tahun
1984. Film yang disutradarai oleh Sjumandjaja ini dibintangi antara lain oleh Yenny Rachman,
Bambang Hermanto dan Adi Kurdi. Film ini mengisahkan tentang perjuangan R.A. Kartini
dalam memperjuangkan hak kaum wanita Indonesia yang pada saat itu masih belum disetarakan
dengan hak-hak kaum pria dalam hal mendapatkan pendidikan dan sebagainya (emansipasi
wanita).

4) Nama Museum
Jika anda datang ke Kota Jepara jangan lewatkan untuk mampir ke Museum R.A.Kartini
yang berada di tengah-tengah jantung Kota Jepara, Jalan Alun-alun No.1 Jepara sebelah barat
daya Pendapa Kabupaten Jepara. Lokasinya memang sangat strategis, persisnya sebelah timur
Kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten, sebelah selatan Alun-alun dan Masjid Besar, sebelah
barat Kodim Jepara dan sebelah utara shopping centre ( Pusat Perbelanjaan ).
Museum R.A.Kartini sendiri didirikan pada tanggal 30 Maret 1975 atas usulan wakil-
wakil rakyat Jepara dan didukung bantuan dari mantan Presiden Soeharto, pada era Jepara
dipimpin oleh Bupati Suwarno Djojo Mardowo, S.H. dan diresmikan pada tanggal 21 April 1977
tepat seabad peringatan R.A.Kartini oleh Bupati Jepara, Sudikto S.H. Museum ini didirikan
sebagai penghargaan terhadap R.A.Kartini perintis emansipasi Wanita Indonesia.Dan saat ini
dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Pemerintah Daerah kabupaten Jepara.

5) Nama Pantai
Obyek Wisata Pantai Kartini terletak 2,5 km ke arah barat dari Pendopo Kabupaten
Jepara. Obyek wisata ini berada di kelurahan Bulu kecamatan Jepara dan merupakan obyek
wisata alam yang menjadi dambaan wisatawan.
Pantai Kartini menduduki peringkat pertama apabila dilihat dari jumlah pengunjungnya.
Hal ini karena pantai Kartini yang mempunyai luas sekitar 3,5 hektar ini memiliki potensi alam
berupa pemandangan pantai yang indah, ombak yang kecil dengan pasir putihnya, serta topografi
pantai yang landai. Selain dapat menikmati indahnya pantai Kartini, kita dapat juga menikmati
naik perahu atau kapal motor menuju pulau Panjang atau pulau Karimunjawa. Sementara
disekitar pantai Kartini kita dapat menikmati berbagai fasilitas.

6) Nama Penghargaan
Kartini Award adalah kegiatan tahunan organisasi yang dibentuk pada tahun 1995, bagi
para wanita yang telah melakukan hal-hal inspiratif dalam kehidupannya. Tahun ini ada 7
perempuan inspiratif yang menerima penghargaan WITT-Kartini Award 2014.

7) Nama Jalan di Belanda


 Utrecht: Di Utrecht Jalan R.A. Kartini atau Kartinistraat merupakan salah satu jalan
utama, berbentuk 'U' yang ukurannya lebih besar dibanding jalan-jalan yang
menggunakan nama tokoh perjuangan lainnya seperti Augusto Sandino, Steve Biko, Che
Guevara, Agostinho Neto.
 Venlo: Di Venlo Belanda Selatan, R.A. Kartinistraat berbentuk 'O' di kawasan Hagerhof,
di sekitarnya terdapat nama-nama jalan tokoh wanitaAnne Frank dan Mathilde Wibaut.
 Amsterdam: Di wilayah Amsterdam Zuidoost atau yang lebih dikenal dengan Bijlmer,
jalan Raden Adjeng Kartini ditulis lengkap. Di sekitarnya adalah nama-nama wanita dari
seluruh dunia yang punya kontribusi dalam sejarah: Rosa Luxemburg, Nilda Pinto,
Isabella Richaards.
 Haarlem: Di Haarlem jalan Kartini berdekatan dengan jalan Mohammed Hatta, Sutan
Sjahrir dan langsung tembus ke jalan Chris Soumokilpresiden kedua Republik Maluku
Selatan.
Sumber :

Jeparadise.org. “Mencari Jejak Keturunan R.A. Kartini”. 26 Oktober 2014.


http://www.jeparadise.org/mencari-jejak-keturunan-r-a-kartini/
Merdeka.com. “Mengenang Kartini lewat foto-foto lama”. 23 Oktober 2014.
http://www.merdeka.com/foto/khas/180818/mengenang-kartini-lewat-foto-foto-lama-007-
debby.html
Wikipedia. “Kartini”. 26 Oktober 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kartini
1991. Album 90 Pahlawan Nasional dan Sejarah Perjuangannya. Jakarta : Bahtera Jaya.
http://www.biografipahlawan.com/2014/11/biografi-ra-kartini.html
BIOGRAFI HJ. RANGKAYO RASUNA SAID

Nama Lengkap : Hajjah Rangkayo Rasuna Said


Agama : Islam
Tempat Lahir : Maninjau, Agam, Sumatera Barat
Tanggal Lahir : Kamis, 15 September 1910
Meninggal : Jakarta, 2 November 1965
Zodiac : Virgo
Warga Negara : Indonesia

H.R. Rasuna Said dilahirkan pada 15 September 1910, di Desa


Panyinggahan, Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Ia merupakan keturunan
bangsawan Minang. Ayahnya bernama Muhamad Said, seorang saudagar Minangkabau dan
bekas aktivis pergerakan.
Setelah menamatkan jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD), Rasuna Said remaja
dikirimkan sang ayah untuk melanjutkan pendidikan di pesantren Ar-Rasyidiyah. Saat itu, ia
merupakan satu-satunya santri perempuan. Ia dikenal sebagai sosok yang pandai, cerdas, dan
pemberani. Rasuna Said kemudian melanjutkan pendidikan di Diniyah Putri Padang Panjang,
dan bertemu dengan Rahmah El Yunusiyyah, seorang tokoh gerakan Thawalib. Gerakan
Thawalib adalah gerakan yang dibangun kaum reformis Islam di Sumatera Barat. Banyak
pemimpin gerakan ini dipengaruhi oleh pemikiran nasionalis-Islam Turki, Mustafa Kemal
Atatürk.
Rasuna Said sangatlah memperhatikan kemajuan dan pendidikan kaum wanita, ia sempat
mengajar di Diniyah Putri sebagai guru. Namun pada tahun 1930, Rasuna Said berhenti
mengajar karena memiliki pandangan bahwa kemajuan kaum wanita tidak hanya bisa didapat
dengan mendirikan sekolah, tetapi harus disertai perjuangan politik. Rasuna Said ingin
memasukkan pendidikan politik dalam kurikulum sekolah Diniyah School Putri, tetapi ditolak.
Rasuna Said kemudian mendalami agama pada Haji Rasul atau Dr H Abdul Karim
Amrullah yang mengajarkan pentingnya pembaharuan pemikiran Islam dan kebebasan berfikir
yang nantinya banyak mempengaruhi pandangan Rasuna Said.
Kontroversi poligami pernah ramai dan menjadi polemik di ranah Minang tahun 1930-an.
Ini berakibat pada meningkatnya angka kawin cerai. Rasuna Said menganggap, kelakuan ini
bagian dari pelecehan terhadap kaum wanita.
Awal perjuangan politik Rasuna Said dimulai dengan beraktifitas di Sarekat Rakyat (SR)
sebagai Sekretaris cabang. Rasuna Said kemudian juga bergabung dengan Soematra Thawalib
dan mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di Bukittinggi pada tahun 1930. Rasuna
Said juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan PERMI dan kemudian mendirikan
Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukittinggi.
Rasuna Said sangat mahir dalam berpidato mengecam pemerintahan Belanda. Rasuna Said juga
tercatat sebagai wanita pertama yang terkena hukum Speek Delict, yaitu hukum kolonial Belanda
yang menyatakan bahwa siapapun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda.
Rasuna Said sempat di tangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail, dan
dipenjara pada tahun 1932 di Semarang. Setelah keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan
pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.
Rasuna Said dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam. Pada tahun 1935 Rasuna
menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah, Raya. Majalah ini dikenal radikal, bahkan tercatat
menjadi tonggak perlawanan di Sumatera Barat. Namun polisi rahasia Belanda (PID)
mempersempit ruang gerak Rasuna dan kawan-kawan. Sedangkan tokoh-tokoh PERMI yang
diharapkan berdiri melawan tindakan kolonial ini, justru tidak bisa berbuat apapun. Rasuna
sangat kecewa. Ia pun memilih pindah ke Medan, Sumatera Utara.
Pada tahun 1937, di Medan, Rasuna mendirikan perguruan putri. Untuk menyebar-
luaskan gagasan-gagasannya, ia membuat majalah mingguan bernama Menara Poeteri. Slogan
koran ini mirip dengan slogan Bung Karno, "Ini dadaku, mana dadamu". Koran ini banyak
berbicara soal perempuan. Meski begitu, sasaran pokoknya adalah memasukkan kesadaran
pergerakan, yaitu antikolonialisme, di tengah-tengah kaum perempuan. Rasuna Said mengasuh
rubrik "Pojok". Ia sering menggunakan nama samaran: Seliguri, yang konon kabarnya
merupakan nama sebuah bunga. Tulisan-tulisan Rasuna dikenal tajam, kupasannya mengena
sasaran, dan selalu mengambil sikap lantang antikolonial.
Sebuah koran di Surabaya, Penyebar Semangat, pernah menulis perihal Menara Poetri
ini, "Di Medan ada sebuah surat kabar bernama Menara Poetri; isinya dimaksudkan untuk jagad
keputrian. Bahasanya bagus, dipimpin oleh Rangkayo Rasuna Said, seorang putri yang pernah
masuk penjara karena berkorban untuk pergerakan nasional." Akan tetapi, koran Menara
Poetri tidak berumur panjang. Persoalannya, sebagian besar pelanggannya tidak membayar
tagihan korannya. Konon, hanya 10 persen pembaca Menara Poetri yang membayar tagihan.
Karena itu, Menara Poetri pun ditutup. Pada saat itu, memang banyak majalah atau koran yang
tutup karena persoalan pendanaan. Rasuna memilih pulang ke kampung halaman, Sumatera
Barat.
Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda
Nippon Raya di Padang yang kemudian dibubarkan oleh Pemerintah Jepang.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda
Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan
Sumatera mewakili daerah Sumatera Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan. Ia diangkat sebagai
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS), kemudian menjadi
anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekret Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatnya,
2 November 1965 di Jakarta. H.R. Rasuna Said meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya
Duski) dan 6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh. Ibrahim, Moh. Yusuf,
Rommel Abdillah dan Natasha Quratul'Ain).
Rasuna Said diangkat sebagai salah satu Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan
Presiden RI No. 084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974.
Namanya sekarang diabadikan sebagai salah satu nama jalan protokol di
kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, serta di daerah asalnya di Padang, Sumatera Barat.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Rasuna_Said
http://www.biografipahlawan.com/2015/10/biografi-rasuna-said.html

Anda mungkin juga menyukai