KARTINI
Tugas ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Studi Tokoh Pendidikan Islam
Dosen pengampu : Drs.H Hidayatul Mustofa,M.Pd I
Disusun oleh :
Tika Siti Musarofah
PROGRAM STUDY
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH( PGMI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI )
AL MUHAMMAD CEPU
Jl. Blora 151 Cepu - Blora Telp. (0296) 421515
Email :stau.amc@yahoo.co.id
Biografi dan Tokoh Inspiratif R.A Kartini – Pahlawan Wanita
Kartini lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan oleh sebab itu ia diberi gelar R.A (Raden
Ajeng) di depan namanya, gelar itu sendiri (Raden Ajeng) dipergunakan oleh Kartini sebelum
ia menikah. Namun ketika Kartini sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang
dipergunakan berubah menjadi R.A (Raden Ayu) menurut tradisi Jawa.
Ibu R.A Kartini sendiri bukanlah keturunan bangsawan, melainkan rakyat biasa saja.
Mengacu pada peraturan kolonial Belanda ketika itu yang mengharuskan seorang Bupati
harus menikah dengan bangsawan juga, hingga akhirnya ayah Kartini kemudian
mempersunting seorang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang
bangsawan keturunan langsung dari Raja Madura kala itu.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara, yang meliputi saudara kandung dan saudara tiri.
Dari kesemua saudara kandung, ia adalah anak yang paling tua.
Lahir dari keluarga yang berpengaruh membuat R.A Kartini memperoleh pendidikan yang
baik. Ia disekolahkan di ELS (Europese Lagere School). Disinilah R.A Kartini memperlajari
bahasa belanda dan menuntut ilmu sampai usianya 12 tahun. Namun kebiasaan dan adat kala
itu, wanita yang mempunyai umur yang cukup harus tinggal dirumah dan dipingit, R.A
Kartini lalu terpaksa memendam keinginan untu sekolah tinggi.
Untuk mengisi waktu luangnya karena dipingit, R.A Kartini lantas gemar untuk membaca. ia
banyak membaca buku dan surat kabar berbahasa belanda. Untungnya ia paham tentang
bahasa belanda karena sewaktu sekolah dulu, kartini mempelajari bahasa belanda.
R.A Kartini pernah tercatat membaca buku karya Louis Coperus yang berjudul De Stille
Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong
Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen
Nieder(Letakkan Senjata).
Dengan banyak membaca, pemikiran Kartini pun semakin luas. Kartini mulai
membandingkan keadaan wanita barat dan wanita indonesia. Nah disinilah R.A Kartini mulai
tertarik untuk merubah dan berusaha memajukan perempuan pribumi sebab dalam pikirannya
kedudukan wanita pribumi masih tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup
rendah kala itu.
R.A Kartini ingin memajukan wanita indonesia dimulai dari pendidikan. Untuk itu, beliau
mendirikan sekolah bagi gadis – gadis di Jepara, karena pada saat itu ia berdomisili di Jepara.
Muridnya hanya berjumlah 9 orang yang terdiri dari kerabat atau keluarga.
Selain itu ia juga menaruh perhatian pada masalah sosial yang terjadi. Menurutnya, seorang
wanita perlu memperoleh persamaan,, kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum. tidak ada
sebuah diskriminasi jenis kelamin.
Dalam sebuah surat yang ditulis oleh R.A Kartini. Isinya banyak yang menyinggung keluhan-
keluhan tentang kondisi wanita pribumi dengan mencontohkan kebudayaan adat jawa yang
lebih banyak menghambat wanita untuk maju dan berkembang. seperti harus dipingit, tidak
bebas dalam menuntuk ilmu atau belajar, serta adanya adat yang mengekang kebebasan
perempuan.
Cita-cita mulia R.A Kartini adalah ia ingin melihat perempuan pribumi dapat menuntut ilmu
dan belajar seperti halnya sekarang ini, serta menuntut persamaan hak dan kewajiban antara
pria dan wanita disampaikan melalui surat untuk teman-temannya di belanda, salah satunya
adalah Rosa Abendanon sahabat yang banyak mendukungnya.
Hingga akhirnya, tulisan tulisan R.A Kartini dimuat di De Hollandsche Lelie, sebuah majalah
terbitan Belanda. Beliau sempat mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Belanda karena
tulisan-tulisan hebatnya, namun ayahnya pada saat itu memutuskan agar Kartini harus
menikah dengan R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang kala itu yang sudah
pernah memiliki tiga istri.
Namun dengan begitu, cita-cita R.A Kartini tak lantas hancur. Suaminya mengerti keinginan
Kartini dan hingga diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah
timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang
kini dikenal sebagai Gedung Pramuka.
Dari pernikahannya dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Kartini
dianugerahi satu orang anak laki-laki yang lahir pada tanggal 13 September 1904 dan diberi
nama Soesalit Djojoadhiningrat.
Namun yang menyedihkan adalah, selang beberapa hari pasca melahirkan, Kartini tutup usia
pada tanggal 17 September 1904. Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Beliau dimakamkan
di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Presiden Soekarno sendiri kala itu mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia
No.108 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964, yang berisi penetapan Kartini sebagai
Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Soekarno juga menetapkan hari lahir Kartini, yakni pada
tanggal 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini sampai sekarang ini.
Pengistimewaan Kartini terkesan pilih kasih dari Pahlawan wanita Indonesia lainnya di
berbagai belahan nusantara seperti Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Maria Tiahahu, Rohana
Kudus, yang beberapa diantara mereka menurut pendebat telah ikut berperang langsung
melawan para penjajah Belanda, dibandingkan Kartini yang hanya menulis.
Buku Buku R.A Kartini
• Habis Gelap Terbitlah Terang
• Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
• Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904
• Panggil Aku Kartini Saja (Karya Pramoedya Ananta Toer)
• Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya
• Aku Mau … Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar
1899-1903.
Profil
• Nama : Raden Adjeng Kartini
• Tempat Lahir : Jepara Jawa Tengah
• Tanggal Lahir : Senin, 21 April 1879
• Zodiac : Taurus
• Wafat : 17 September 1904, Kab. Rembang Warga Negara : Indonesia
• Agama : Islam
• Pasangan: K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat
• Anak : Soesalit Djojoadhiningrat
• Dikenal karena : Emansipasi wanita