Anda di halaman 1dari 5

Nama: Ega Fida Ardelia

Kelas: X MIA 5

Biografi Tokoh R.A Kartini

Identitas Tokoh

1. Nama Lengkap : Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat


2. Nama lain : R.A Kartini
3. Tempat dan Tanggal Lahir : Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879
4. Wafat : Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904
5. Jenis kelamin : perempuan
6. Agama : Islam
7. Orang Tua : Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Ayah), M.A. Ngasirah
(Ibu)

8. Saudara Kandung : R.M Slamet Sosroningrat, P.A Sosrobusono, R.A


Soelastri, Drs. R.M.P Sosrokartono, R.A Roekmini, R.A Kardinah, R.A
Kartinah, R.M Muljono, R.A Soematri, R.M Rawito
9. Suami : K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat
10. Anak : Soesalit Djojoadhiningrat

1. Orientasi

Raden Adjeng Kartini lahir di kota Jepara, Hindia Belanda pada tanggal 21
April 1879. Ia lahir dari kalangan bangsawan Jawa. Kartini adalah anak dari
bupati Jepara bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang mulai
menjabat setelah Kartini lahir. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, seorang guru
agama di Telukawur, Jepara.
Silsilah Kartini dari keluarga ayahnya berasal dari Hamengkubuwono VI dan
secara turun temurun merupakan tokoh-tokoh penting seperti bangsawan
atau kepala pemerintahan. Kartini sendiri adalah anak kelima dari 11
bersaudara, baik saudara kandung atau saudara tiri. Ayahnya memiliki 2
istri, selain Ibu Kartini, ia juga menikah dengan R.A. Woerjan.

2. Rangkaian Peristiwa

Sejak kecil, Kartini menempuh pendidikan di Europese Lagere School (ELS).


Ia pun belajar berbahasa Belanda. Namun sejak usia 12 tahun, sebagai
perempuan ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Kartini yang
bisa berbahasa Belanda sering menulis surat kepada teman-teman
korespondensi yang asli Belanda. Kartini pun tertarik pada pola pikir
perempuan Eropa yang maju. Ia pun memiliki keinginan untuk memajukan
perempuan di Indonesia yang sering dipandang sebagai status sosial rendah.

Kartini banyak membaca koran, majalah dan jurnal berisi pengetahuan. Ia


beberapa kali mengirimkan tulisannya dan pernah dimuat di majalah wanita
Belanda, De Hollandsche Lelie.
Ia sangat memperhatikan emansipasi dan perjuangan wanita serta
pendidikan sosial secara umum. Banyak buku-buku berbahasa Belanda yang
ia baca saat masih muda, misalnya seperti Max Havelaar karya Multatuli,
buku De Stille Kraacht karya Louis Coperus, buku Die Waffen Nieder dan
masih banyak lagi yang lainnya. RA Kartini ingin memajukan perempuan
Indonesia yang status sosialnya kerap dipandang lebih rendah dari laki-laki
di era itu. Ia banyak menulis surat berbahasa Belanda berisi pemikirannya
pada rekan-rekannya di Belanda. Ia banyak bercerita tentang kondisi
perempuan pribumi serta keluhan mengenai budaya Jawa yang dirasa
menghambat kemajuan perempuan. Kartini ingin bebas untuk menuntut
ilmu dan belajar menempuh pendidikan setinggi-tingginya.

Kartini menceritakan pada temannya bahwa ia ingin menjadi seperti kaum


muda Eropa dalam hal kebebasan mendapat pendidikan, tidak seperti
perempuan Jawa yang tidak bisa menempuh pendidikan tinggi, harus
dipingit di dalam rumah serta harus mau dijodohkan dengan laki-laki yang
tidak dikenal, bahkan harus mau dimadu pula.

Ia mempejuangkan hak-hak wanita lewat surat-surat dan tulisannya.


Ayahnya sempat agak kasihan dan ingin menyekolahkan Kartini ke Belanda.
Belakangan Kartini mengurungkan niatnya dan memilih melanjutkan studi di
Betawi saja. Namun hal ini kembali batal karena Kartini akhirnya menikah
dan menyampingkan ego pribadi untuk menyetujui tradisi keluarga.

Pernikahan dan Wafatnya Kartini 


Kartini kemudian dijodohkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adhiningrat yang merupakan bupati Rembang yang sudah memiliki 3 istri.
Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903 saat usianya 24 tahun.
Setelah menikah, Kartini diberi kebebasan mendirikan sekolah wanita.

Kartini memiliki anak yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat. Ia lahir pada


tanggal 13 September 1904. Hanya berselang beberapa hari, RA Kartini
wafat, tepatnya pada tanggal 17 September 1904. Ia meninggal di usia yang
ke-25 tahun dan kemudian dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu,
Kabupaten Rembang.
Perjuangan Kartini untuk memajukan wanita pun mulai menunjukkan hasil
setelah ia wafat. Pada tahun 1912, didirikan Sekolah Kartini khusus wanita
oleh Yayasan Kartini di kota Semarang. Setelahnya Sekolah Kartini kembali
didirikan di kota-kota lain seperti Surabaya, Yogyakarta, Malang dan daerah
lain.

Buku-Buku Kartini
Ada banyak buku-buku yang dipublikasikan yang bersumber dari surat-surat
tulisan RA Kartini. Yang paling populer adalah buku 'Habis Gelap Terbitlah
Terang' yang dipublikasikan tahun 1922. Buku tersebut adalah hasil
terjemahan surat-surat yang ditulis Kartini. Berikut adalah buku-buku yang
bersumber dari tulisan RA Kartini yang lainnya.
 Habis Gelap Terbitlah Terang (1922)
 Surat-Surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya (1979)
 Kartini Surat-Surat Kepada Ny RM Abendanon-Mandiri dan Suaminya
(1989)
 Letters from Kartini: An Indonesian Feminist 1900-1904 (1992)
 Panggil Aku Kartini Saja (2003)
 Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme, Surat-Surat Kartini Kepada
Stella Zeehandelaar 1899-1903 (2003)

3. Reorientasi

RA Kartini pun dianggap sebagai tokoh yang memperjuangkan emansipasi


wanita. Ia pun diberi gelar sebagai pahlawan nasional. Berdasarkan Keppres
No. 108 Tahun 1964, presiden Soekarno saat itu menetapkan Kartini sebagai
salah satu pahlawan kemerdekaan nasional.
Selain itu, berdasarkan Kepres yang sama, setiap tanggal 21 April yang
merupakan hari lahirnya diperingati sebagai Hari Kartini, yang merupakan
hari besar tidak libur. Tiap tanggal 21 April biasa diperingati para wanita
Indonesia dengan mengenakan kebaya dan pakaian khas wanita Indonesia
lainnya.

Nama Kartini juga banyak diabadikan pada nama jalan, bangunan, monumen
dan gedung, tak hanya di Indonesia tapi juga di Belanda. Terdapat nama
jalan di Belanda, tepatnya di kota Utrecht, Harleem, Amsterdam dan Venlo.

Anda mungkin juga menyukai