Anda di halaman 1dari 6

AUTOBIOGRAFI RADEN

AJENG KARTINI

DISUSUN OLEH :

1. MAHAESTI FADILLA
2. MARSHA DILLA. W
3. NABILA INDIKA. C

SMK NEGERI 4 PEKANBARU T.A


2022\2023
A. Mengenal R.A. Kartini

Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau yang sering kita kenali sebagai R.A.
Kartini merupakan salah satu sosok pahlawan wanita yang sangat bersejarah bagi kehidupan
kita pada saat ini, termasuk dalam kalangan wanita. Kartini lahir ditengah-tengah keluarga
bangsawan oleh karena itu ia memperoleh gelar R.A. (Raden Ajeng) di depan namanya.
Gelar itu sendiri dipergunakan oleh Kartini sebelum menikah, jika sudah menikah maka
gelar kebangsawan yang dipergunkan adalah R.A. (Raden Ayu) menurut tradisi jawa.

Kartini lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara. Ia merupakan anak dari
sosok bernama R.M. Adipati Ario Sosroningrat yang merupakan putra dari pangeran Ario
Tjondronegoro seorang bangsawan yang menjabat sebagai bupati Jepara. Ibunya bernama
M.A. Ngasirah, beliau merupakan anak seorang kyai atau guru agama di Telukawur, Kota
Jepara.

Kartini merupakan anak kelima dari sepuluh bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua
saudara sekandung, Kartini merupakan anak perempuan tertua. Dari sepuluh bersaudara
tersebut di antaranya ada R.M. Slamet Sosroningrat yang merupakan kakak tertua Kartini.
Beliau merupakan pegawai di pemerintahan Jepara pada saat itu. Diketahui kakak tertuanya
itu tidak menyetujui keinginan Kartini untuk bersekolah.

Kakak kedua Kartini bernama P.A. Sosroboesono. Pada usia dewasa beliau lalu diangkat
menjadi bupati Ngawi. Kakak ketiga Kartini bernama Soelastri. Soelastri bukan kakak
kandung Kartini melainkan tiri. Kakak keempat Kartini bernama Drs. R.M.P Sosrokartono.
Beliau merupakan saudara Kartini yang pendidikannya dan kecerdasannya tinggi. Beliau ini
lulusan di Universitas Leiden dan menjadi wartawan perang dunia pertama yang berasal dari
Indonesia.

Salah satu adik Kartini keenam adalah R.A. Roekmini. Ia membuka sekolah vokasional atau
kejuruan. Adik ketujuh bernama R.A. Kardinah yang mendirikan sebuah sekolah untuk
masyarakat pribumi, karena dia merasa tidak puas dengan pemerintah Belanda yang
membatasi pendidikan kaum perempuan. Yang kedelapan adalah R.A. Kartinah, selanjutnya
adalah Raden Mas Moeljono dan yang terakhir adalah Raden Mas Rawirto.

Kartini menikah dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djoyo Adiningrat yang merupakan
seorang Bupati Rembang pada tanggal 8 November 1903. R.M. Djoyo Adhiningrat dikenal
sebagai seorang yang ingin memajukan rakyat dan pernah menempuh pendidikan di
Belanda.
B. Mengetahui Pendidikan, Karya, dan Prestasi R.A Kartini

Saat usia 12 tahun Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS ( Europese Lagere School)
Belanda yang sama saja setara dengan Sekolah Dasar (SD). Disana ia belajar bahasa Belanda,
tetapi setelah usia 12 tahun ia harus mulai dipingit atau tidak boleh keluar rumah sesuai
kebiasaan tradisi pada saat itu.

R.A. Kartini ternyata dulu pernah menjalani pendidikan di pondok pesantren. Saat berusia
remaja, Kartini diperintahkan untuk belajar mengaji pada pondok pesantren milik KH Sholeh
Darat di Demak.

Pada saat menjadi santri, Kartini sering memprotes ajaran sang guru. Salah satu protesannya
yaitu, Kartini meminta sang guru ngaji untuk menerjemahkan Al-Quran dalam bahasa Jawa.
Karena tak pernah berhenti memprotes Sang Kiai, Kartini akhirnya dibawa oleh Kiai Soleh
Darat untuk belajar mengaji kepada seorang ulama besar lainnya di Demak.

Ketika sudah berumur 16 tahun pada tahun 1895 ia dibolehkan melihat dunia luar lagi, dan
pada saat itu daya nalar Kartini semakin matang. Ketika ia menginjak usia 20 tahun, Kartini
gemar membaca buku-buku karya nya Louis Coperus (De Stille Kraacht), Van Eeden,
Augusta de Witt, Multatuli (Max Havelaar dan Surat-surat Cinta), semuanya menggunakan
bahasa Belanda.

Ia merasa tinggal di Jepara membuatnya tidak begitu berkembang. Dengan fasilitas yang
dimiliki keluarganya, ia pun bertekad ingin melanjutkan sekolah ke Jakarta atau Belanda
karena ia ingin menjadi seorang guru. Tetapi orangtuanya tidak mengizinkannya meskipun
mereka tidak melarangnya menjadi seorang guru. Kartini pun mengurungkan niatnya dan
tetap menjalani kehidupannya di Jepara.

Pada usia 24 tahun, ia diminta orangtuanya untuk menikah. Kartini menyetujui nya lalu
menikah dengan K. R. M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat pada tanggal 12
November 1903. Suaminya adalah seorang Bupati Rembang yang telah memiliki 3 istri.
Setahun menikah, Kartini dikarunia seorang anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat
yang lahir pada tanggal 13 September 1904.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka dirumah ia mulai belajar sendiri dengan
menulis surat kepada sahabat pena nya yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa
Abendanon dan Estelleh “stella” Zeehandelaar. Bahkan beberapa kali tulisan kartini dimuat
dalam majalah De Hollandsche Lelie. Ia juga gemar dalam membaca berbagai Buku, Majalah
dan surat kabar Eropa, Kartini mulai tertarik dengan cara berfikir wanita-wanita Eropa yang
lebih bebas dan maju daripada wanita pribumi kala itu. Dan karena alasan itulah muncul
keinginannya untuk memajukan para perempuan pribumi yang dinilai masih memiliki tingkat
sosial yang rendah.
Tidak banyak yang bisa dilakukan Kartini saat itu karena kondisinya yang masih dipingit,
untuk itu ia tetap menulis surat menyurat yang berisi keluhan-keluhan tentang kehidupan
wanita pribumi khususnya di wilayah Jawa yang sulit untuk maju. Kartini menginginkan
emansipasi, seorang perempuan harus memperoleh kebebasan dan kesetaraan baik dalam
kehidupan maupun dimata hukum.

Melalui surat-suratnya, Kartini bertukar pandangan tentang buku-buku pergerakan


perempuan. Pada tahun 1902, Kartini berkenalan dengan van Kol, dan Nelly, istrinya.

Tanggal 26 November 1902, Van Kol mendapatkan janji dari minister jajahan dan
menyampaikan bahwa Kartini dan saudaranya, Rukmini akan mendapatkan beasiswa untuk
belajar ke Belanda.

Pada 25 Januari 1903, Abendanon berkunjung ke Jepara. Kedatangannya bermaksud untuk


membicarakan kemungkinan mendirikan sekolah perempuan Bumi Putra. Abendanon ingin
mengetahui pendapat para bupati, termasuk ayah Kartini. Sebelum menyampaikannya ke
atasannya. Kartini juga berdiskusi dengan istri Abendanon untuk menyampaikan gagasannya
tentang pendirian sekolah bagi para perempuan pribumi.

Gagasan ini disetujui oleh ayah Kartini, namun pendirian sekolah tidak terlaksana karena
ayahnya sakit parah dan para bupati yang dimintai pendapat tidak menyetujui pendirian
sekolah untuk pribumi perempuan.

Kartini akhirnya bertekad untuk menjadi dokter karena keinginannya sebagai guru tidak bisa
direalisaikan lantaran sekolah yang tidak jadi didirikan. Kartini akhirnya meminta izin kepada
sang ayah.

Sang ayah memberikan izin, namun keinginannya tidak bisa ia lakukan karena keterbatasan
biaya. untuk itu Kartini mengajukan beasiswa kepada pemerintah Hindia Belanda.
Permohonan beasiswa akhirnya disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda. Namun, Kartini
tidak mengambil beasiswa tersebut karena ia akan menikah.

Dan akhirnya sekolah yang ia pernah rintis dengan sang adik, Kardinah dilanjutkan di
Rembang. Namun pada 17 September 1904, atau tepat 4 hari setelah ia melahirkan, Kartini
meninggal dunia. Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904 tepat beberapa hari
setelah melahirkan anak pertama dan terakhir nya yaitu Soesalit Djojoadhiningrat. Di usianya
yang masih sangat muda yaitu 25 tahun. Beliau kemudian dikebumikan di Desa Bulu,
Kabupaten Rembang.
C. Akhir Dari Perjalanan R.A. Kartini.

R.A. Kartini meninggal dunia pada tanggal 17 September 1904, empat hari setelah
melahirkan putra tunggalnya. Sosok yang dikenal sebagai pelopor dari Emansipasi Wanita di
Indonesia ini meninggal di usia muda yaitu pada usia 25 tahun.

Sepeninggal R.A. Kartini, kemudian seorang pria belanda bernama J.H. Abendanon yang
ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda
mulai mengumpulkan surat-surat yang pernah ditulis oleh R.A. Kartini ketika ia aktif
melakukan korespondensi dengan teman-temannya yang berada di Eropa ketika itu.

Dari situ kemudian disusunlah buku yang awalnya berjudul ‘Door Duisternis tot Licht‘ yang
kemudian diterjemahkan dengan judul Dari Kegelapan Menuju Cahaya yang terbit pada
tahun 1911.

Buku tersebut dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan kelima terdapat surat-surat yang
ditulis oleh Kartini. Pemikiran-pemikiran yang diungkapkan olehnya kemudian banyak
menarik perhatian masyarakat ketika itu terutama kaum Belanda. Karena yang menulis
surat-surat tersebut adalah wanita pribumi.

Pemikirannya banyak mengubah pola pikir masyarakat belanda terhadap wanita pribumi
ketika itu. Tulisan-tulisannya juga menjadi inspirasi bagi para tokoh-tokoh Indonesia kala itu
seperti W.R Soepratman. Beliau kemudian membuat lagu yang berjudul ‘Ibu Kita Kartini‘.
Inilah yang menjadi salah satu prestasi dari RA Kartini.

Atas jasa dan perjuangan R.A. Kartini, Presiden Soekarno sendiri kala itu mengeluarkan
instruksi berupa Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, pada tanggal 2
Mei 1964. Keputusan itu menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Soekarno juga menetapkan hari lahir Kartini pada tanggal 21 April, diperingati sebagai Hari
Kartini sampai sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://onwardono.com/2018/01/29/biografi-dan-prestasi-r-a-kartini-patut-dic
ontoh/
https://www.viva.co.id/siapa/read/401-r-a-kartini
https://www.silabus.web.id/riwayat-hidup-r-a-kartini/
https://news.detik.com/berita/d-6043517/sejarah-kartini-kelahiran-hingga-aw
al-mula-peringatan-21-april/2
https://stiki-indonesia.ac.id/2021/04/21/makna-perjuangan-r-a-kartini-demi-e
mansipasi-wanita/
https://www.brilio.net/sosok/ini-dia-10-saudara-kandung-dan-tiri-ra-kartini-k
amu-sudah-tahu--160421p.html

Anda mungkin juga menyukai