Anda di halaman 1dari 12

Biodata R.A.

Kartini

Nama Lengkap : Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat


Nama lain : R.A Kartini
Tempat dan Tanggal Lahir : Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879
Wafat : Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904
Agama : Islam
Orang Tua : Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Ayah), M.A.
Ngasirah (Ibu)
Saudara Kandung : R.M Slamet Sosroningrat, P.A Sosrobusono, R.A
Soelastri, Drs. R.M.P Sosrokartono, R.A Roekmini,
R.A Kardinah, R.A Kartinah, R.M Muljono, R.A
Soematri, R.M Rawito
Suami : K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat
Anak : Soesalit Djojoadhiningrat
Biografi R.A. Kartini Singkat

 Masa Kecil Kartini


RA Kartini lahir pada tanggal 21 April tahun 1879 di Kota Jepara.
Nama lengkap Kartini adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat.
Mengenai sejarah RA Kartini dan kisah hidup Kartini, ia lahir di tengah-tengah
keluarga bangsawan oleh sebab itu ia memperoleh gelar R.A (Raden Ajeng) di
depan namanya.

Kartini dan Keluarganya


Gelar itu sendiri (Raden Ajeng) dipergunakan oleh Kartini sebelum
ia menikah, jika sudah menikah maka gelar kebangsawanan yang dipergunakan
adalah R.A (Raden Ayu) menurut tradisi Jawa.
Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario
Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat sebagai bupati Jepara.
Beliau ini merupakan kakek dari RA Kartini. Ayahnya R.M. Sosroningrat
merupakan orang yang terpandang sebab posisinya kala itu sebagai bupati
Jepara. Ibu Kartini yang bernama M.A. Ngasirah, beliau ini merupakan anak
seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Menurut sejarah,
Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI. Bahkan
ada yang mengatakan bahwa garis keturunan ayahnya berasal dari kerajaan
Majapahit. M.A. Ngasirah sendiri bukan keturunan bangsawan, melainkan
hanya rakyat biasa saja. Oleh karena itu peraturan kolonial Belanda ketika itu
mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan bangsawan juga. Hingga
akhirnya ayah Kartini kemudian mempersunting seorang wanita bernama
Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan
langsung dari Raja Madura ketika itu.
Dalam Biografi RA Kartini, diketahui ia memiliki saudara berjumlah
10 orang yang terdiri dari saudara kandung dan saudara tiri. Beliau sendiri
merupakan anak kelima, namun ia merupakan anak perempuan tertua dari 11
bersaudara. Sebagai seorang bangsawan, Ia juga berhak memperoleh
pendidikan.
 Pendidikan RA Kartini
Mengenai riwayat pendidikan RA Kartini, Ayahnya menyekolahkan
anaknya di ELS (Europese Lagere School). Disinilah ia kemudian belajar
Bahasa Belanda dan bersekolah disana hingga ia berusia 12 tahun. Sebab ketika
itu menurut kebiasaan ketika itu, anak perempuan harus tinggal dirumah untuk
‘dipingit’.
 Pemikiran-Pemikiran RA Kartini Tentang Emansipasi Wanita
Meskipun berada di rumah, Ia aktif dalam melakukan korespondensi
atau surat-menyurat dengan temannya yang berada di Belanda. Sebab beliau
juga fasih dalam berbahasa Belanda. Dari sinilah kemudian, Ia mulai tertarik
dengan pola pikir perempuan Eropa yang ia baca dari surat kabar, majalah serta
buku-buku yang ia baca. Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk berusaha
memajukan perempuan pribumi. Dalam pikirannya kedudukan wanita pribumi
masih tertinggal jauh atau memiliki status sosial yang cukup rendah kala itu.
RA Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-majalah
kebudayaan eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa Belanda. Di
usianya yang ke 20, ia bahkan banyak membaca buku-buku karya Louis
Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt.
Ia juga membaca berbagai roman-roman beraliran feminis yang
kesemuanya berbahasa belanda. Selain itu ia juga membaca buku karya
Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta. Ketertarikannya
dalam membaca kemudian membuat beliau memiliki pengetahuan yang cukup
luas soal ilmu pengetahuan dan kebudayaan. RA Kartini memberi perhatian
khusus pada masalah emansipasi wanita melihat perbandingan antara wanita
eropa dan wanita pribumi. Selain itu ia juga menaruh perhatian pada masalah
sosial yang terjadi menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh persamaan,
kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum.
Surat-surat yang Kartini tulis lebih banyak berupa keluhan-keluhan
mengenai kondisi wanita pribumi. Ia melihat contoh kebudayaan jawa yang
ketika itu lebih banyak menghambat kemajuan dari perempuan pribumi ketika
itu. Ia juga mengungkapkan dalam tulisannya bahwa ada banyak kendala yang
dihadapi perempuan pribumi khususnya di Jawa agar bisa lebih maju. Ia
menuliskan penderitaan perempuan di jawa seperti harus dipingit. Tidak bebas
dalam menuntuk ilmu atau belajar, serta adanya adat yang mengekang
kebebasan perempuan.
Cita-cita luhur RA Kartini adalah ia ingin melihat perempuan
pribumi dapat menuntut ilmu dan belajar seperti sekarang ini. Gagasan-
gagasan baru mengenai emansipasi atau persamaan hak wanita pribumi. Itu
dianggap sebagai hal baru yang dapat merubah pandangan masyarakat. Selain
itu, tulisan-tulisan Kartini juga berisi tentang yaitu makna Ketuhanan,
Kebijaksanaan dan Keindahan, peri kemanusiaan dan juga Nasionalisme.
Inilah yang menjadi keistimewaaan RA Kartini. Kartini juga menyinggung
tentang agama, misalnya ia mempertanyakan mengapa laki-laki dapat
berpoligami. Dan mengapa mengapa kitab suci itu harus dibaca dan dihafal
tanpa perlu kewajiban untuk memahaminya. Teman wanita Belanda nya Rosa
Abendanon, dan Estelle “Stella” Zeehandelaar juga mendukung pemikiran-
pemikiran yang diungkapkan oleh RA Kartini.
Sejarah mengatakan bahwa Kartini diizinkan oleh ayahnya untuk
menjadi seorang guru sesuai dengan cita-cita. Namun ia dilarang untuk
melanjutkan studinya untuk belajar di Batavia ataupun ke Negeri Belanda.
Hingga pada akhirnya, ia tidak dapat melanjutanya cita-citanya baik belajar
menjadi guru di Batavia. Ataupun juga kuliah di negeri Belanda. Meskipun
ketika itu ia menerima beasiswa untuk belajar kesana.
 Pernikahan RA Kartini Hingga Wafatnya
Pada tahun 1903 pada saat RA Kartini berusia sekitar 24 tahun, ia
dinikahkan dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang
merupakan seorang bangsawan dan juga bupati di Rembang yang telah
memiliki tiga orang istri. Meskipun begitu, suami RA Kartini ykni K.R.M.
Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat memahami apa yang menjadi
keinginan istrinya itu. Sehingga ia kemudian diberi kebebasan untuk
mendirikan sekolah wanita pertama. Sekolah itu berdiri di sebelah kantor
pemerintahan Kabupaten Rembang yang kemudian sekarang dikenal sebagai
Gedung Pramuka.
Dalam Biografi RA Kartini, diketahui dari pernikahannya dengan
K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, RA Kartini kemudian
melahirkan anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13
September 1904. Namun miris, beberapa hari kemudian setelah melahirkan
anaknya yang pertama, RA Kartini kemudian wafat pada tanggal 17 September
1904. Di usianya yang masih sangat muda yaitu 24 tahun. Beliau kemudian
dikebumikan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang.
Berkat perjuangannya kemudian pada tahun 1912, berdirilah
Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang kemudian meluas ke
Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon serta daerah lainnya.
Sekolah tersebut kemudian diberi nama “Sekolah Kartini” untuk menghormati
jasa-jasanya. Yayasan tersebut milik keluarga Van Deventer, seorang tokoh
Politik Etis di era kolonial Belanda.
 Terbitnya Buku ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’
Sepeninggal RA Kartini, kemudian seorang pria belanda bernama
J.H. Abendanon yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan,
Agama dan Kerajinan Hindia Belanda. Ia mulai mengumpulkan surat-surat
yang pernah ditulis oleh RA Kartini ketika ia aktif melakukan korespondensi
dengan teman-temannya yang berada di Eropa ketika itu. Dari situ kemudian
disusunlah buku yang awalnya berjudul ‘Door Duisternis tot Licht‘ yang
kemudian diterjemahkan dengan judul Dari Kegelapan Menuju Cahaya yang
terbit pada tahun 1911.
Buku tersebut dicetak sebanyak lima kali, dan pada cetakan kelima
terdapat surat-surat yang ditulis oleh Kartini. Pemikiran-pemikiran yang
diungkapkan olehnya kemudian banyak menarik perhatian masyarakat ketika
itu terutama kaum Belanda. Karena yang menulis surat-surat tersebut adalah
wanita pribumi. Pemikirannya banyak mengubah pola pikir masyarakat
belanda terhadap wanita pribumi ketika itu. Tulisan-tulisannya juga menjadi
inspirasi bagi para tokoh-tokoh Indonesia kala itu seperti W.R Soepratman.
Beliau kemudian menbuat lagu yang berjudul ‘Ibu Kita Kartini‘. Inilah yang
menjadi salah satu prestasi dari RA Kartini.
Atas jasa RA Kartini , Presiden Soekarno sendiri kala itu
mengeluarkan instruksi berupa Keputusan Presiden Republik Indonesia
No.108 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964, yang berisi penetapan Kartini
sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Soekarno juga menetapkan hari
lahir Kartini, yakni pada tanggal 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini
sampai sekarang ini.
 Munculnya Perdebatan Surat-Surat Yang Ditulis Oleh Kartini.
Banyak perdebatan serta kontrovesi mengenai surat-surat yang
ditulis oleh Kartini, sebab hingga saat ini sebagian besar naskah asli surat
Kartini tak diketahui keberadaannya. Jejak keturunan J.H. Abendanon pun
sulit untuk dilacak oleh Pemerintah Belanda. Banyak kalangan yang
meragukan kebenaran dari surat-surat Kartini.
Ada yang menduga bahwa J.H. Abendanon, melakukan rekayasa
surat-surat Kartini. Kecurigaan ini didasarkan pada buku Kartini yang terbit
saat pemerintahan kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda
ketika itu. J.H Abendanon sendiri termasuk yang memiliki kepentingan dan
mendukung pelaksanaan politik etis dan kala itu ia juga menjabat sebagai
Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda ketika itu.
Selain itu penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar
juga banyak diperdebatkan. Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan
agar tidak hanya merayakan Hari Kartini saja, namun merayakannya bersama
dengan hari Ibu yang jatuh pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah
agar tidak pilih kasih, sebab masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah
hebat perjuangannya dengan Kartini seperti Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien,
Martha Christina Tiahahu, dan lain-lain. Menurut sebagian kalangan, wilayah
perjuangan Kartini itu hanya di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak
pernah mengangkat senjata melawan penjajah kolonial.
 Keturunan RA Kartini Hingga Saat Ini
Seperti diketahui sebelum wafat RA Kartini mempunyai seorang
anak bernama R.M Soesalit Djojoadhiningrat hasil pernikahannya dengan
K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Anak Kartini yang bernama
Soesalit Djojoadhiningrat sempat menjabat sebagai Mayor Jenderal pada masa
kependudukan Jepang.
Ia kemudian mempunyai anak bernama RM. Boedi Setiyo Soesalit
(cucu RA Kartini) yang kemudian menikah dengan seorang wanita bernama
Ray. Sri Biatini Boedi Setio Soesalit. Dari hasil pernikahannya tersebut, beliau
mempunyai lima orang anak bernama (Cicit RA Kartini) yang masing-masing
bernama RA. Kartini Setiawati Soesalit, kemudian RM. Kartono Boediman
Soesalit, RA Roekmini Soesalit, RM. Samingoen Bawadiman Soesalit, dan
RM. Rahmat Harjanto Soesalit.
 Buku-Buku RA Kartini
Habis Gelap Terbitlah Terang
Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya
Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904
Panggil Aku Kartini Saja (Karya Pramoedya Ananta Toer)
Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya
Aku Mau … Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella
Zeehandelaar 1899-1903.
 Berikut serba – serbi Kartini:
1. Majalah Kartini
"Kartini adalah majalah wanita yang didirikan oleh Lukman Umar.
Majalah Kartini pertama kali diterbitkan pada tahun 1973 dan sangat
populer di Indonesia. Edisi bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Kartini
Group. Selain edisi cetaknya, ada pula edisi online nya."
2. Nama Universitas
Nama Ibu Kartini dijadikan nama salah satu Universitas di Surabaya,
tepatnya di Jl. Raya Nginden No. 19-23 Surabaya, Jawa Timur. Perguruan
Tinggi Swasta ini berdiri sejak tahun 1986, yang terletak di kawasan
Surabaya Timur dengan empat lantai. Kampus ini membuka program D3,
S1, dan S2 yang memiliki fakultas hukum, ekonomi, tehnik dan
pariwisata.Walaupun namanya Universitas Kartini, tapi kampus ini tidak
hanya untu perempuan saja.
3. Nama Film
R.A. Kartini adalah sebuah film drama perjuangan Indonesia yang
diproduksi pada tahun 1984. Film yang disutradarai oleh Sjumandjaja ini
dibintangi antara lain oleh Yenny Rachman, Bambang Hermanto dan Adi
Kurdi. Film ini mengisahkan tentang perjuangan R.A. Kartini dalam
memperjuangkan hak kaum wanita Indonesia yang pada saat itu masih
belum disetarakan dengan hak-hak kaum pria dalam hal mendapatkan
pendidikan dan sebagainya (emansipasi wanita).
Kemudian ada juga film yang berjudul Surat Cinta Kartini yang dibuat
pada tahun 2016 dan yang terbaru berjudul Kartini sebuah film dirilis pada
bulan april 2017 yang mengisahkan sosoknya. Film ini disutradarai oleh
Hanung Bramantyo dan sosok Kartini diperankan oleh Dian
Sastrowardoyo.
4. Nama Museum
Jika anda datang ke Kota Jepara jangan lewatkan untuk mampir ke
Museum R.A.Kartini yang berada di tengah-tengah jantung Kota Jepara,
Jalan Alun-alun No.1 Jepara sebelah barat daya Pendapa Kabupaten
Jepara. Lokasinya memang sangat strategis, persisnya sebelah timur
Kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten, sebelah selatan Alun-alun dan
Masjid Besar, sebelah barat Kodim Jepara dan sebelah utara shopping
centre ( Pusat Perbelanjaan ).
Museum R.A.Kartini sendiri didirikan pada tanggal 30 Maret 1975 atas
usulan wakil-wakil rakyat Jepara dan didukung bantuan dari mantan
Presiden Soeharto, pada era Jepara dipimpin oleh Bupati Suwarno Djojo
Mardowo, S.H. dan diresmikan pada tanggal 21 April 1977 tepat seabad
peringatan R.A.Kartini oleh Bupati Jepara, Sudikto S.H. Museum ini
didirikan sebagai penghargaan terhadap R.A.Kartini perintis emansipasi
Wanita Indonesia.Dan saat ini dikelola oleh Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan di bawah Pemerintah Daerah kabupaten Jepara.
Museum R.A.Kartini berdiri di atas tanah seluas 5.210 meter persegi,
dengan luas bangunan 890 meter persegi yang terdiri atas beberapa
gedung. Selain menyajikan benda-benda peninggalan R.A.Kartini maupun
kakaknya R.M.P. Sosrokartono, juga menyimpan benda-benda kuno
peninggalan sejarah dan budaya hasil temuan di wilayah Kabupaten
Jepara.
5. Nama Pantai
Obyek Wisata Pantai Kartini terletak 2,5 km ke arah barat dari Pendopo
Kabupaten Jepara. Obyek wisata ini berada di kelurahan Bulu kecamatan
Jepara dan merupakan obyek wisata alam yang menjadi dambaan
wisatawan.
Berbagai sarana pendukung seperti dermaga, sebagian aquarium Kura-
kura, motel, permainan anak-anak (komedi putar, mandi bola, perahu
arus), dan lain-lain telah tersedia untuk para pengunjung. Suasana di
sekitar pantai yang cukup sejuk memang memberikan kesan tersendiri buat
pengunjung, sehingga tempat ini sangat cocok untuk rekreasi keluarga atau
acara santai lainnya.
Pantai Kartini menduduki peringkat pertama apabila dilihat dari jumlah
pengunjungnya. Hal ini karena pantai Kartini yang mempunyai luas sekitar
3,5 hektar ini memiliki potensi alam berupa pemandangan pantai yang
indah, ombak yang kecil dengan pasir putihnya, serta topografi pantai yang
landai. Selain dapat menikmati indahnya pantai Kartini, kita dapat juga
menikmati naik perahu atau kapal motor menuju pulau Panjang atau pulau
Karimunjawa. Sementara disekitar pantai Kartini kita dapat menikmati
berbagai fasilitas.
6. Nama Penghargaan
Kartini Award adalah kegiatan tahunan organisasi yang dibentuk pada
tahun 1995, bagi para wanita yang telah melakukan hal-hal inspiratif
dalam kehidupannya. Tahun ini ada 7 perempuan inspiratif yang menerima
penghargaan WITT-Kartini Award 2014.
7. Nama Jalan di Belanda
*Utrecht: Di Utrecht Jalan R.A. Kartini atau Kartinistraat merupakan salah
satu jalan utama, berbentuk 'U' yang ukurannya lebih besar dibanding
jalan-jalan yang menggunakan nama tokoh perjuangan lainnya seperti
Augusto Sandino, Steve Biko, Che Guevara, Agostinho Neto.
*Venlo: Di Venlo Belanda Selatan, R.A. Kartinistraat berbentuk 'O' di
kawasan Hagerhof, di sekitarnya terdapat nama-nama jalan tokoh
wanitaAnne Frank dan Mathilde Wibaut.
*Amsterdam: Di wilayah Amsterdam Zuidoost atau yang lebih dikenal
dengan Bijlmer, jalan Raden Adjeng Kartini ditulis lengkap. Di sekitarnya
adalah nama-nama wanita dari seluruh dunia yang punya kontribusi dalam
sejarah: Rosa Luxemburg, Nilda Pinto, Isabella Richaards.
*Haarlem: Di Haarlem jalan Kartini berdekatan dengan jalan Mohammed
Hatta, Sutan Sjahrir dan langsung tembus ke jalan Chris Soumokilpresiden
kedua Republik Maluku Selatan.
 Berikut bukti mengenai jejak keturunan Kartini
Tulisan ini disadur dari sebuah halaman blog mengenai hal yang bersangkutan :
“……. yang menggerakkan saya untuk menulis artikel ini adalah karena saya
telah menikah selama hampir 7 (tujuh) tahun dengan salah satu keturunan RA.
Kartini dan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, seorang bupati
dari Rembang. Yuppp.. seperti model keluarga Jawa pada umumnya,
pertemuan keluarga rutin diadakan tiap bulan di rumah keturunan Beliau.
Apalagi menjelang tanggal 21 April seperti ini, biasanya akan dikirimkan
utusan keluarga dari berbagai daerah untuk khusus nyekar ke makam Beliau di
Rembang……..” ;
Ketika tengah mencari info tentang silsilah dan keturunan R.A. Kartini, kami
temukan paragraf di atas yang merupakan petikan dari alamat situs
http://mubarika-darmayanti.com/1303/ra-kartini-1001-perempuan-yang-
berpengaruh-di-dunia-sosialmedia/ . Ya, Mubarika Darmayanti seorang
blogger Indonesia mengaku bahwa dia telah menjadi bagian keluarga besar
R.A. Kartini sejak 7 tahun yang lalu. Menilik beberapa temuan yang ada, kami
rasa Mubarika Darmayanti bukanlah seorang pembual.
Dari sumber artikel ke [2] yang menceritakan kepada kita sedikit kisah tentang
Singgih/ RM Soesalit (keturunan semata wayang dari R.A Kartini) sebagai
berikut : “… RM Soesalit pernah menjabat sebagai Panglima Divisi III/
Diponegoro di kota Yogyakarta dan Magelang ( periode 1 Oktober 1946 – 1
Juni 1948) dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. RM Soesalit menikahi
Gusti Bendoro A.A Moerjati, putri Susuhunan Paku Buono IX dan mempunyai
dua putri yaitu R.A Srioerip dan R.A Sri Noerwati (putra pertama meninggal
dan istri RM Soesalit meninggal saat melahirkan putri kedua). Dalam
perjalanan waktu, RM Soesalit memperistri Ray. Loewiyah Soesalit DA dan
mempunyai Putra tunggal, yaitu : RM. Boedi Setiyo Soesalit (cucu RA
Kartini) yang menikahi Ray. Sri Biatini Boedi Setio Soesalit. Dari pernikahan
itu dikarunia 5 orang anak (cicit dari R.A Kartini) yakni: RA. Kartini Setiawati
Soesalit, RM. Kartono Boediman Soesalit,RA Roekmini Soesalit, RM.
Samingoen Bawadiman Soesalit, dan RM. Rahmat Harjanto Soesalit. Mayjen
RM Soesalit Djojo Adiningrat sendiri meninggal di sebuah ruangan di bangsal
Pavilliun Rumah Sakit RSPAD pada 17 Maret 1962, tepat jam 05.30 WIB, di
makamkan di desa Bulu, Rembang dekat dengan makam ibundanya RA
Kartini. Tepat tanggal 21 April 1979, alm Mayjen RM Soesalit Djojo
Adiningrat mendapat anugerah dari Pemerintah Republik Indonesia berupa
Tanda Kehormatan Bintang Gerilya… ”
Itulah salah satu bukti bahwa hingga saat ini masih ada keturunan/keluarga asli
dari Raden Ajeng Kartini.
 Kata-Kata Mutiara R.A. Kartini
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai jasa-jasa para
pahlawannya.”
“Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa
diperbuat orang atas nama agama itu - (R.A Kartini).”
“Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus
terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan.
Kehidupan manusia serupa alam. - R. A. Kartini ”
“Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas,
tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya. - R. A. Kartini.”
“Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah
beberapa kali mendukung membawa aku melintasi gunung keberatan dan
kesusahan. Kata "Aku tiada dapat!" melenyapkan rasa berani. Kalimat "Aku
mau!" membuat kita mudah mendaki puncak gunung. - R. A. Kartini.”
“Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di
tengah jalan, saya akan mati dengan merasa berbahagia, karena jalannya sudah
terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat
perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri. - R. A. Kartini”

Anda mungkin juga menyukai