DEMENSIA
Referat Ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Mengikuti Kegiatan Kepaniteraan
Klinik Senior Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Pembimbing :
Disusun Oleh :
2021
KATA PEGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan YME, yang telah mencurahkan nikmat dan
karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas refarat ini. Berkat
kemudahan yang diberikan Tuhan YME, penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang
berjudul “Demensia”. Dalam penyusunan Referat ini, penulis mendapatkan beberapa
hambatan serta kesulitan. Akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hal tersebut dapat
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini, terutama kepada Dr. dr.
Elmeida Effendy, M. Ked (KJ), Sp. KJ (K) selaku pembimbing. Semoga segala bantuan
yang penulis terima akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Adapun penulisan tugas referat ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Jiwa Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang ditujukan
untuk membangun.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Belum ada data penelitian nasional mengenai prevalen demensia di indonesia. Namun
demikian Indonesia dengan populasi lansia yang semakin meningkat, akan ditemukan
2
3
kasus demensia yang banyak. Demensia Vaskuler diperkirakan cukup tinggi di negeri
ini, dari data Indonesia Stroke Registry 2013 dilaporkan bahwa 60,59% pasien stroke
mengalami gangguan kognisi saat pulang perawat dari rumah sakit. Tingginya prevalensi
stoke di usia muda dan faktor risiko stroke seperti hipertensi, diabetes, penyakit
kardiovaskuler, mendukung asumsi diatas.6
2.3 Etiologi4
Demensia memiliki banyak penyebab, namun demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular secara bersama-sama mencangkup hingga 75 persen kasus. Penyebab demensia
lain yang dirinci dalam DSM-IV-TR adalah:
1. Demensia Alzheimer
Diagnosis akhir dari penyakit ini didasarkan atas pemeriksaan neuropatologis
otak. Meski demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis secara
klinis setelah kausademensia lain disingkirkan dari pertimbangan diagnosis.
2. Demensia Vaskuler
Demensia Vaskuler paling sering ditemukan pada pria, terutama mereka dengan
hipertensi yang sudah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskularlain.
Gangguan ini terutama memengaruhi pembuluh serebral berukuran kecil dan
sedang yang mengalami infark dan menyebabkan lesi parenkim multipel yang
tersebar secara luas di otak. Kausa infark mungkin mencakup onklusi pembuluh
oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari asal yang jauh (seperti katup
jantung). Pemeriksaan pasien mungkin akan mengungkapkan adanya bruit
karotis, abnormalitas funduskopi, atau bilik jantung yang membesar.
3. Penyakit Binswanger
Dikenal juga sebagai ensefalopati arterioskerotik subkortikal, ditandai oleh
adanya banyak infark kecil pada substansia alba yang menyisakan regio korteks.
Meski penyakit Biswanger dahulu dianggap sebagai suatu kondisi yang jarang.
Kemajuan teknik pencitraan yang kuat dan canggih. Seperti magnetic resonance
imaging (MRI), berhasil mengucapkan bahwa kondisi ini lebih umum daripada
dianggap sebelumnya.
4. Penyakit PICK
4
berpikir pada beberapa pasien, suatu gambaran yang disebut oleh para klinisi
sebagai bradifrenia.
8. Demensia terkait HIV
Infeksi HIV biasanya akan mengarah ke demensia dan gejala psikiatri lain. Pasien
yang terinfeksi HIV mengalami demensia dengan angka tahunan sekitar 14
persen. Diperkirakan sekitar 75 persen pasien AIDS memiliki keterlibatan sistem
saraf pusat pada saat otopsi. Timbulnya demensia pada orang yang terinfeksi HIV
sering sejajar dengan gambaran abnormalitas parenkim pada pemindaian MRI.
Demensia infeksius lain disebabkan oleh Kriptokokus.
9. Demensia Terkait Trauma Kepala
Demensia dapat merupakan sekucle trauma kepala, sebagaimana halnya
serangkaian luas sindrom neuropsikiatri lain, termasuk neurosifilis.
Gejala dini dari demensia sering kali berupa kesulitan mempelajari informasi baru dan
mudah lupa terhadap kejadian yang baru dialami. Pada keadaan lebih lanjut muncul
gangguan fungsi kognitif kompleks disertai gangguan perilaku, yaitu:
2.5 Diagnosis6
Pada orang yang diduga memiliki gangguan kognitif, diagnosis harus dibuat
berdasarkan kriteria DSM-IV untuk demensia dengan anamnesis yang didapatkan dari
sumber yang terpercaya. Hal ini harus didukung oleh penilaian objektif melalui bedside
cognitive tests dan/atau penilaian neuropsikologis.
Pendekatan Subjektif
Pedoman Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders- IV (DSM-IV)
sering digunakan sebagai gold standar untuk diagnosis klinis dementia.Kriteria ini
termasuk adanya gangguan memori dan adanya salah 1 dari gangguan kognitif seperti
afasia, apraksia, agnosia dan gangguan fungsi eksekutif.
- Merawat rumah?
pekerjaan
- Perawatan diri?
prominen, memiliki daya titik yang lebih baik terhadap gejala dibanding pasien
demensia, dan seringkali memiliki riwayat episode depresif.
Gangguan Buatan
Orang yang mencoba meniru kehilangan memori, seperti pada gangguan buatan,
melakukannya secara serampangan dan tidak konsisten. Pada demensia sejati, memori
terhadap waktu dan tempat akan hilang sebelum memori terhadap orang, dan memori
jangka pendek hilang lebih dahulu sebelum memori jangka panjang.
Skizofrenia
Walaupun skizofrenia mungkin dikaitkan dengan hendaya intelektual derajat tertentu,
gejalanya tidak separah gejala psikosis dan gangguan isi pikir yang tampak pada
demensia.
Penuaan Normal
Penuaan tidak selalu dikaitkan dengan adanya penurunan kognitif yang signifikan
namun problem memori derajat ringan dapat terjadi sebagai bagian penuaan normal.
Kejadian normal ini kadang-kadang disebut sebagai hendaya memori terkait usia atau
keterlupaan senilis ringan. Hal ini dibedakan dengan demensi berdasarkan
keparahannya yang ringan serta fakta bahwa hal ini tidak mengganggu perilaku sosial
dan okupasional orang tersebut secara signifikan.
2.7 Penatalaksanaan
Terapi suportif
Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisiyang bagus, kacamata,alat bantu
dengar, alat proteksi dan lain-lain.
Pertahankan pasien berada dalam lingkungan yang sudah dikenalnya dengan baik,
jika memungkinkan. Tingkatkan daya pengertian dan partisipasi anggota keluarga.
9
2.8 Prognosis5
10
Prognosis Demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi medik yang
mendasarinya. Bilamana penyebab demensia dapat dikoreksi atau disembuhkan maka
prognosis baik, namun untuk jenis penyakit degeneratif yang belum ada obatnya
(penyakit Alzheimer) maka prognosis kurang baik. DTA dapat berlangsung 10-15 tahun
dengan kemunduran yang perlahan tapi pasti menuju akhir hidup.
Beberapa jenis demensia yang mungkin dapat membaik adalah demensia yang
disebabkan oleh infeksi, defisiensi vitamin, hidrosefalus tekanan normal, gangguan
vaskularisasi dan gangguan metabolik.
11
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Demensia memiliki banyak penyebab, namun demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular secara bersama-sama mencangkup hingga 75 persen kasus. Penyebab demensia
lainnya ialah penyakit binswanger, penyakit pick, penyakit jisim lewy, penyakit
huntington, penyakit parkinson, demensia terkait HIV, dan demensia terkait trauma
kepala.
Pada orang yang diduga memiliki gangguan kognitif, diagnosis harus dibuat
berdasarkan kriteria DSM-IV untuk demensia dengan anamnesis yang didapatkan dari
sumber yang terpercaya. Hal ini harus didukung oleh penilaian objektif melalui bedside
cognitive tests dan/atau penilaian neuropsikologis.
Latihan orientasi realitas, dan senam otak dapat membantu menghambat kemunduran
fungsi kognitif. Psikoedukasi terhadap keluarga/caregiver menjadi bagian yang sangat
penting dalam tatalaksana pasien. Beberapa terapi yang dapat dilakukan adalah terapi
suportif, terapi simtomatik dan terapi khusus.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Sari, Ningsih, Pratiwi. Description Of Dementia in the Elderly Status in the Work
Area Health Center Ibrahim Adjie Bandung. Indonesian Contemporary Nurshing
Journal, 3(1), 1-11.
2. Maslim R. 2019. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-
III dan DSM-5. Jakarta.
3. Kusumawardhani, Lukman, Kaligis. 2015. Buku Crash Course Psikiatri. Ed.1-
Jakarta.
4. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis / Benjamin J.
Sadock, Virginia A. Sadock ; alih bahasa, Profitasari, Tiara Mahatmi Nisa ; editor
bahasa Indonesia, Husny Muttaqin, Retna Neary Elseria Sihombing. – Ed. 2 –
Jakarta : EGC; 2010
5. Prasetyo J. 2017. Buku Ajar Psikiatri. Ed 3 - Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2015. Panduan Praktik Klinik
Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. [Internet]. Jakarta. Available from:
https://www.neurona.web.id/paper/PPK%20demensia.pdf.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Jiwa. Jakarta.