Anda di halaman 1dari 16

PAPER

DEMENSIA

Referat Ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Mengikuti Kegiatan Kepaniteraan
Klinik Senior Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa

RSU Haji Medan

Pembimbing :

Dr. dr. Elmeida Effendy, M. Ked (KJ), Sp. KJ (K)

Disusun Oleh :

Lucita Sari Br Ginting 102121023

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

2021
KATA PEGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan YME, yang telah mencurahkan nikmat dan
karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas refarat ini. Berkat
kemudahan yang diberikan Tuhan YME, penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang
berjudul “Demensia”. Dalam penyusunan Referat ini, penulis mendapatkan beberapa
hambatan serta kesulitan. Akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hal tersebut dapat
teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan paper ini, terutama kepada Dr. dr.
Elmeida Effendy, M. Ked (KJ), Sp. KJ (K) selaku pembimbing. Semoga segala bantuan
yang penulis terima akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Adapun penulisan tugas referat ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan kepaniteraan klinik senior bagian Ilmu Jiwa Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang ditujukan
untuk membangun.

Medan, 04 Desember 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ................................................................................................ 2
2.2 Epidemiologi ....................................................................................... 2
2.3 Etiologi ................................................................................................ 3
2.4 Klasifikasi ........................................................................................... 4
2.5 Gambaran Klinis .................................................................................. 5
2.6 Diagnosis ............................................................................................ 6
2.7 Penatalaksanaan .................................................................................. 8
2.8 Prognosis ............................................................................................. 9
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan pada berbagai sistem dalam tubuh terjadi seiring dengan pertambahan usia
seseorang. Pada lansia umumnya akan terjadi penurunan fungsi kognitif. Gangguan
fungsi kognitif meliputi atensi, kalkulasi, visuospasial, bahasa dan memori, sehingga
dapat terjadi perubahan kepribadian, gangguan memori, dan sulit mengambil keputusan.
Jika hal ini berlanjut dapat mengakibatkan demensia.1
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya
bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel,
yaitu: daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap, berhitung, kemampuan belajar,
berbahasa dan daya nilai (judgment). Pada umumnya disertai atau diawali dengan
penurunan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, dan motivasi hidup.2
Prevalensi keseluruhan demensia sekitar 1% dari total populasi Inggris, yang
meningkat tajam dengan bertambahnya usia. Pada orang berusia 65 tahun ke atas sekitar
7%, pada mereka yang berusia di atas 80 tahun sebesar 20% dan usia diatas 90 tahun
mencapai 30%. Demensia awitan dini dimulai sebelum usia 65 tahun. Demensia
Alzheimer lebih lebih sering pada wanita dandemensia vaskuler lebih sering terjadi pada
pria.3
Pada demensia, penting dilakukannya identifikasi sindrom dan penanganan klinis
penyebab. Gangguan ini dapat bersifat progresif atau statis, permanen atau reversibel.
Adanya penyebab yang mendasari harus selalu dipikirkan, meski pada kasus jarang
untuk menemukan penyebab spesifik. Potensi reversibilitas demensia berhubungan
dengan kondisi patologis yang mendasari dan ketersediaan serta penerapan terapi yang
efektif.4 60% demensia adalah irreversibel (tidak dapat pulih ke kondisi semula ), 25%
dapat dikontrol, dan 15% pasien demensia akan mengalami penyakit yang reversibel jika
terapi dimulai sebelum terjadinya kerusakan yang ireversibel.5
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis penulis akan menjabarkan definisi, etiologi,
gejala, pemeriksaan pada pasien demensia hingga pengobatannya/tatalaksana.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demensia adalah gejala terjadinya penurunan memori, berfikir, perilaku dan


kemampuan,untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Kehilangan kapasitas itelektual pada
demensia tidak hanya pada memori atau pada ingatan saja, tetapi juga pada kognitif dan
kepribadian.1

Menurut PPDGJ-III, Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan


otak yang biasanya bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur
kortikal yang multipel (Multiple higher cortical function), berupa: daya ingat, daya pikir,
orientasi daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa dan
daya nilai (judgmen). Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali dengan kemerosotan
(deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, motivasi hidup.2

2.2 Epidemiologi

Prevalensi keseluruhan demensia sekitar 1% dari total populasi Inggris, yang


meningkat tajam dengan bertambahnya usia. Pada orang berusia 65 tahun ke atas sekitar
7%, pada mereka yang berusia di atas 80 tahun sebesar 20% dan usia diatas 90 tahun
mencapai 30%. Demensia awitan dini dimulai sebelum usia 65 tahun. Demensia
Alzheimer lebih lebih sering pada wanita dandemensia vaskuler lebih sering terjadi pada
pria. Demensia merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh berbagai penyakit,yang
tersering adalah neurodegenerasi atau kerusakan vaskuler seperti dibawah ini:

 Penyakit Alzheimer, mencangkup 30-60% kasus


 Demensia vaskuler kurang lebih 10-30%
 Kombinasi demensia Alzheimer dan vaskuler (demensia campuran), sekitar
10-30%
 Demensia dengan jisim Lewy, sekitar 5%
 Demensia frontotemporal, sekitar 2% (20% dari demensia awitan dini).3

Belum ada data penelitian nasional mengenai prevalen demensia di indonesia. Namun
demikian Indonesia dengan populasi lansia yang semakin meningkat, akan ditemukan

2
3

kasus demensia yang banyak. Demensia Vaskuler diperkirakan cukup tinggi di negeri
ini, dari data Indonesia Stroke Registry 2013 dilaporkan bahwa 60,59% pasien stroke
mengalami gangguan kognisi saat pulang perawat dari rumah sakit. Tingginya prevalensi
stoke di usia muda dan faktor risiko stroke seperti hipertensi, diabetes, penyakit
kardiovaskuler, mendukung asumsi diatas.6

2.3 Etiologi4

Demensia memiliki banyak penyebab, namun demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular secara bersama-sama mencangkup hingga 75 persen kasus. Penyebab demensia
lain yang dirinci dalam DSM-IV-TR adalah:

1. Demensia Alzheimer
Diagnosis akhir dari penyakit ini didasarkan atas pemeriksaan neuropatologis
otak. Meski demikian, demensia tipe Alzheimer biasanya didiagnosis secara
klinis setelah kausademensia lain disingkirkan dari pertimbangan diagnosis.
2. Demensia Vaskuler
Demensia Vaskuler paling sering ditemukan pada pria, terutama mereka dengan
hipertensi yang sudah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskularlain.
Gangguan ini terutama memengaruhi pembuluh serebral berukuran kecil dan
sedang yang mengalami infark dan menyebabkan lesi parenkim multipel yang
tersebar secara luas di otak. Kausa infark mungkin mencakup onklusi pembuluh
oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari asal yang jauh (seperti katup
jantung). Pemeriksaan pasien mungkin akan mengungkapkan adanya bruit
karotis, abnormalitas funduskopi, atau bilik jantung yang membesar.
3. Penyakit Binswanger
Dikenal juga sebagai ensefalopati arterioskerotik subkortikal, ditandai oleh
adanya banyak infark kecil pada substansia alba yang menyisakan regio korteks.
Meski penyakit Biswanger dahulu dianggap sebagai suatu kondisi yang jarang.
Kemajuan teknik pencitraan yang kuat dan canggih. Seperti magnetic resonance
imaging (MRI), berhasil mengucapkan bahwa kondisi ini lebih umum daripada
dianggap sebelumnya.
4. Penyakit PICK
4

Berlawanan dengan distribusi parietal-temporal temuan patologi pada penyakit


alzheimer, penyakit Pick ditandai oleh atrofi dalam jumlah yang lebih besar di
regio frontottemporal. Regio ini juga mengalai kehilangan neuron gliosis , dan
munculnya jisim pick terlihat pada beberapa spesimen posmortemnamun tidak
penting untuk diagnosis. Penyebab penyakit pick belum diketahui namun
penyakit ini mencangkup kurang lebih 5 persen dari semua demensia yang
reversibel. Penyakit ini paling sering terjadi pada pria, terutama mereka yang
memiliki kerabat leturunan penama dengan kondisi ini. Penyakit pick sulit
dibedakan dengan demensia tipe alzheimer meski stadium awal penyakit pick
lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku dengan preservasi
relatif fungsi kopnitif lain lebih sering dijumpai pada penyakit pick dibanding
penyakit Alzheimer.
5. Penyakit jisim Lewy
Merupakan demensia yang menyerupai penyakit Alzheimer dan sering ditandai
oleh halusinasi, gambaran parkinsonian, dan tanda ekstrapiramidal. Jisim inklusi
Lewy ditemukan di korteks serebri. Insidensi pastinya tidak diketahui. Pasien
dengan penyakit ini menunjukkan efek samping yang nyata bila diberikan obat-
obatan antipsikotik.
6. Penyakit Huntington
Demensia yang tampak pada penyakit ini adalah demensia tipe subkortikal, yang
ditandai oleh lebih banyak abnormalitas motorik dan lebih sedikit abnormalitas
bahasa dibanding pada demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit
huntington menunjukkan perlambatan psikomotorik dan kesulitan dengan tugas
yang rumit,namun memori, bahasa, dan tilikan relatif tetap intak pada stadium
awal dan pertengahan penyakit. Namun, saat penyakit ini berlanjut, demensianya
menjadi komplit,gambaran yang membedakannya dengan demensia tipe
Alzheimer selain gangguan pergerakan khoreoathetoid yang klasik adalah
tingginya insidens depresi dan psikosis.
7. Penyakit Parkinson
Merupakan penyakit pada ganglia basalis yang umumnya dikaitkan dengan
demensia dan depresi. Diperkirakan sekitar 20 sampai 30 persen pasien dengan
penyakit parkinson mengalami demensia dan tambahan 30 sampai 40 persen
lainya mengalami kehilangan kemampuan kognitif yang terukur. Lambatnya
pergerakan pada pasien dengan penyakit parkinson sejajar dengan kelambatan
5

berpikir pada beberapa pasien, suatu gambaran yang disebut oleh para klinisi
sebagai bradifrenia.
8. Demensia terkait HIV
Infeksi HIV biasanya akan mengarah ke demensia dan gejala psikiatri lain. Pasien
yang terinfeksi HIV mengalami demensia dengan angka tahunan sekitar 14
persen. Diperkirakan sekitar 75 persen pasien AIDS memiliki keterlibatan sistem
saraf pusat pada saat otopsi. Timbulnya demensia pada orang yang terinfeksi HIV
sering sejajar dengan gambaran abnormalitas parenkim pada pemindaian MRI.
Demensia infeksius lain disebabkan oleh Kriptokokus.
9. Demensia Terkait Trauma Kepala
Demensia dapat merupakan sekucle trauma kepala, sebagaimana halnya
serangkaian luas sindrom neuropsikiatri lain, termasuk neurosifilis.

2.4 Manifestasi Klinis7

Gejala dini dari demensia sering kali berupa kesulitan mempelajari informasi baru dan
mudah lupa terhadap kejadian yang baru dialami. Pada keadaan lebih lanjut muncul
gangguan fungsi kognitif kompleks disertai gangguan perilaku, yaitu:

a. Disorientasi waktu dan tempat


b. Kesulitan melakukan pekerjaan sehari-hari
c. Tidak mampu membuat keputusan
d. Kesulitan berbahasa
e. Kehilangan motifasi dan inisiatif
f. Gangguan pengendalian emosi
g. Daya nilai sosial terganggu, dan
h. Berbagai perubahan perilaku dan psikologis lainnya (agresif – impulsif,
halusinasi, dan waham).

Gejala-gejala klinis di atas pada Demensia tipe Alzheimer berkembang perlahan-


lahan, semakin lama semakin parah sampai pada tahap lanjut penderita menjadi
tergantung penuh pada keluarga yang merawatnya. Sedang pada Demensia vaskuler di
otak, kemunduran fungsi kognitif berjenjang sejalan dengan serangan kerusakan vaskuler
berikutnya.
6

2.5 Diagnosis6

Pada orang yang diduga memiliki gangguan kognitif, diagnosis harus dibuat
berdasarkan kriteria DSM-IV untuk demensia dengan anamnesis yang didapatkan dari
sumber yang terpercaya. Hal ini harus didukung oleh penilaian objektif melalui bedside
cognitive tests dan/atau penilaian neuropsikologis.

 Pendekatan Subjektif
Pedoman Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders- IV (DSM-IV)
sering digunakan sebagai gold standar untuk diagnosis klinis dementia.Kriteria ini
termasuk adanya gangguan memori dan adanya salah 1 dari gangguan kognitif seperti
afasia, apraksia, agnosia dan gangguan fungsi eksekutif.

Domain Kognitif Pertanyaan

Apakah sering lupa? perlahan-lahan atau mendadak


gejalanya?Apakah semakin betambah berat?Jika
Amnesia
ya,apakah gejala dirasa hilang timbul/stepwise/menurun
perlahanlahan?jangka waktu pendek/panjang?

Dan salah satu dibawah ini:

Apakah sulit menemukan kata-kata atau kesulitan dalam


Afasia
berkomunikasi?

Adakah kesulitan dalam mengancingkan/ memakai baju?


Apraksia Adakah kesulitan dalam menggunakan peralatan makan
saat makan?

Agnosia Adakah kesulitan mengenali keluarga

Apakah ada keluhan mengenai pengaturan uang?sering


kehilangan uang?Adakah perubahan dalam kemampuan
Disfungsi Eksekutif
mengambil keputusan?Apakah pekerjaan menjadi tidak
terorganisasi?

Kecacatan yang signifikan Apakah pasien menjadi kurang mandiri dalam:


pada fungsi social dan - Komunitas?
7

- Merawat rumah?
pekerjaan
- Perawatan diri?

2.6 Diagnosis Banding4

 Demensia Tipe Alzheimer versus Demensia Vaskuler


Secara klasik, demensia vaskuler selalu dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer:
berdasarkan perburukan yang terus menurun yang mungkin menyertai
serebrovaskular seiring berjalannya waktu. Meski perburukan yang jelas dan bertahap
mungkin tidak tanpak pada semua kasus, gejala neurologis fokal lebih sering terjadi
pada demensia vaskuler dibandingkan pada demensia tipe Alzheimer, sebagaimana
halnya faktor risiko penyakit serebrovaskular.
 Demensia Vaskular versus Serangan Iskemik Sesaat (TIA)
Serangan iskemik sesaat (TIA) adalah episode singkat disfungsi neurologis fokal yang
berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya 5 sampai 15 menit). Meski terdapat
berbagai mekanisme yang mungkin bertanggung jawab, episode tersebut sering kali
merupakan akibat mikroembolisasi lesi arterial intrakranial proksimal yang
menyebabkan iskemia otak sesaat, dan episode tersebut biasanya menghilang tanpa
gangguan patologiyang signifikan pada jaringan parenkim. Sekitar sepertiga orang
dengan TIA yang tidak diobati akan mengalami infark otak di kemudian hari. Oleh
karena itu, pengenalan TIA merupakan strategi klinis yang penting untuk mencegah
infark otak.
 Delirium
Membedakan antara delirium dengan demensia cukup sulit. Umumnya, delirium
dibedakan berdasarkan awitan yang mendadak, durasi singkat, fluktuasi hendaya
kognitif sepanjang hari, eksaserbasi gejala secara nokturnal, gangguan nyata pada
siklus tidur-bangun, serta gangguan atensi.
 Depresi
Sejumlah depresi mengalami gejala hendaya kognitif yang sulit dibedakan dengan
gejala demensia. Gambaran klinisnya terkadang disebut sebagai pseudodemensia,
meski istilah disfungsi kognitif terkait depresi lebih disukaidan lebih deskriptif.
Pasien dengan disfungsi kognitif terkait depresi mengalami gejala depresi yang
8

prominen, memiliki daya titik yang lebih baik terhadap gejala dibanding pasien
demensia, dan seringkali memiliki riwayat episode depresif.
 Gangguan Buatan
Orang yang mencoba meniru kehilangan memori, seperti pada gangguan buatan,
melakukannya secara serampangan dan tidak konsisten. Pada demensia sejati, memori
terhadap waktu dan tempat akan hilang sebelum memori terhadap orang, dan memori
jangka pendek hilang lebih dahulu sebelum memori jangka panjang.
 Skizofrenia
Walaupun skizofrenia mungkin dikaitkan dengan hendaya intelektual derajat tertentu,
gejalanya tidak separah gejala psikosis dan gangguan isi pikir yang tampak pada
demensia.
 Penuaan Normal
Penuaan tidak selalu dikaitkan dengan adanya penurunan kognitif yang signifikan
namun problem memori derajat ringan dapat terjadi sebagai bagian penuaan normal.
Kejadian normal ini kadang-kadang disebut sebagai hendaya memori terkait usia atau
keterlupaan senilis ringan. Hal ini dibedakan dengan demensi berdasarkan
keparahannya yang ringan serta fakta bahwa hal ini tidak mengganggu perilaku sosial
dan okupasional orang tersebut secara signifikan.

2.7 Penatalaksanaan

Tatalaksana psikososial ditujukan untuk mempertahankan kemampuan penderita yang


masih tersisa, menghambat progresivitas kemunduran fungsi kognitif, mengelola
gangguan, psikologik dan perilaku yang timbul. Latihan orientasi realitas, dan senam
otak dapat membantu menghambat kemunduran fungsi kognitif. Psikoedukasi terhadap
keluarga/caregiver menjadi bagian yang sangat penting dalam tatalaksana pasien.7
Adapun beberapa terapi yang dapat dilakukan adalah5 :

 Terapi suportif
 Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisiyang bagus, kacamata,alat bantu
dengar, alat proteksi dan lain-lain.
 Pertahankan pasien berada dalam lingkungan yang sudah dikenalnya dengan baik,
jika memungkinkan. Tingkatkan daya pengertian dan partisipasi anggota keluarga.
9

 Pertahankan keterlibatan pasien melalui kontak personal, orientasi yang sering


(mengingat nama hari, jam dsb).
 Bantulah untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien. Rawatlah mereka sebagai
orang dewasa (jangan perlakukan sebagai anak kecil).
 Hindari suasana yang remang-remang, terpencil; juga hindari stimulasi yang
berlebihan.
 Terapi Simtomatik
Kondisi psikiatri memerlukan obat-obatan dengan dengan dosis yang sesuai:
 Ansietas akut, kegelisahan, agresi, agitasi : Haloperidol 0,5 mg per oral 3 kali sehari
(atau kurang), Risperidon 1 mg peroral sehari. Hentikan setelah 4-6 minggu.
 Ansietas non psikotik, agitasi: Diazepam 2 mg peroral dua kali sehari, venlafaxin
XR. Hentikan setelah 4-6 minggu
 Agitasi kronik : SSRI (misalnya Fluoxetine 10-20 mg/hari) dan atau Buspiron 15 mg
dua kali sehari; juga pertimbangan Beta Bloker dosis rendah
 Depresi : Pertimbangan SSRI dan anti depresan baru lainnya dahulu; dengan trisiklik
mulai perlahan-lahan dan tingkatkan sampai ada efek. Misal desipiramin 75-150 mg
per oral sehari.
 Insomnia: hanya untuk penggunaan jangka pendek.
 Terapi Khusus
 Identifikasi dan koreksi semua kondisi yang dapat diterapi.
 Tidak ada terapi obat khusus untuk demensia yang ditemukan yang bermanfaat
secara konsisten,walaupun banyak yang sedang diteliti. Vitamin E (antioksidan)
sedang diselidiki sebagai zat yang mungkin dapat memperlambat progresivitas
penyakit Alzheimer. Peningkatan aktivitas kolinergik sentral dapat memberikan
perbaikan sementara dari beberapa gejala pada pasien dengan penyakit Alzheimer,
misalnya pemberian asetilkolin esterase inhibitor yaitu:
o Donepezil (Aricept 5-10 mg, satu kali sehari pada malam hari)
o Rivastigmine (exelon 6 – 12 mg, dua kali sehari)
o Galantamine (Reminyl 8-16 mg, dua kali sehari).

2.8 Prognosis5
10

Prognosis Demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi medik yang
mendasarinya. Bilamana penyebab demensia dapat dikoreksi atau disembuhkan maka
prognosis baik, namun untuk jenis penyakit degeneratif yang belum ada obatnya
(penyakit Alzheimer) maka prognosis kurang baik. DTA dapat berlangsung 10-15 tahun
dengan kemunduran yang perlahan tapi pasti menuju akhir hidup.

Beberapa jenis demensia yang mungkin dapat membaik adalah demensia yang
disebabkan oleh infeksi, defisiensi vitamin, hidrosefalus tekanan normal, gangguan
vaskularisasi dan gangguan metabolik.
11
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Demensia adalah gejala terjadinya penurunan memori, berfikir, perilaku dan


kemampuan,untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Kehilangan kapasitas itelektual pada
demensia tidak hanya pada memori atau pada ingatan saja, tetapi juga pada kognitif dan
kepribadian.

Demensia memiliki banyak penyebab, namun demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular secara bersama-sama mencangkup hingga 75 persen kasus. Penyebab demensia
lainnya ialah penyakit binswanger, penyakit pick, penyakit jisim lewy, penyakit
huntington, penyakit parkinson, demensia terkait HIV, dan demensia terkait trauma
kepala.

Pada orang yang diduga memiliki gangguan kognitif, diagnosis harus dibuat
berdasarkan kriteria DSM-IV untuk demensia dengan anamnesis yang didapatkan dari
sumber yang terpercaya. Hal ini harus didukung oleh penilaian objektif melalui bedside
cognitive tests dan/atau penilaian neuropsikologis.

Latihan orientasi realitas, dan senam otak dapat membantu menghambat kemunduran
fungsi kognitif. Psikoedukasi terhadap keluarga/caregiver menjadi bagian yang sangat
penting dalam tatalaksana pasien. Beberapa terapi yang dapat dilakukan adalah terapi
suportif, terapi simtomatik dan terapi khusus.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Sari, Ningsih, Pratiwi. Description Of Dementia in the Elderly Status in the Work
Area Health Center Ibrahim Adjie Bandung. Indonesian Contemporary Nurshing
Journal, 3(1), 1-11.
2. Maslim R. 2019. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-
III dan DSM-5. Jakarta.
3. Kusumawardhani, Lukman, Kaligis. 2015. Buku Crash Course Psikiatri. Ed.1-
Jakarta.
4. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis / Benjamin J.
Sadock, Virginia A. Sadock ; alih bahasa, Profitasari, Tiara Mahatmi Nisa ; editor
bahasa Indonesia, Husny Muttaqin, Retna Neary Elseria Sihombing. – Ed. 2 –
Jakarta : EGC; 2010
5. Prasetyo J. 2017. Buku Ajar Psikiatri. Ed 3 - Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2015. Panduan Praktik Klinik
Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. [Internet]. Jakarta. Available from:
https://www.neurona.web.id/paper/PPK%20demensia.pdf.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Jiwa. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai