Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN DEMENSIA

DISUSUN OLEH :

1. Fathin Puti Aulianda


2. Hikmah Nur Safitri
3. Safira Nur Kurniati
4. Salma Utaminingtyas
5. Tiara Eva R

KELAS BILINGUAL A / 7D

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, saya mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini saya
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. TUJUAN.......................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4
A. KONSEP DEMENSIA.................................................................................4
B. TIPE-TIPE DEMENSIA...............................................................................5
C. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEMENSIA..9
D. KONSEKUENSI PERUBAHAN PADA LANSIA DENGAN DEMENSIA
10
E. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI DENGAN DEMENSIA................15
BAB III..................................................................................................................21
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS.................................................................21
BAB IV..................................................................................................................28
PENUTUP..............................................................................................................28
A. KESIMPULAN...........................................................................................28
B. SARAN.......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan
intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan
fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan
dan aktivitas sehari-hari. Demensia bukanlah suatu penyakit yang spesifik.
Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
kumpulan gejala yang bisa oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi
otak. Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang
terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun
hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan
kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan
bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti
mudah marah dan berhalusinasi. Seseorang didiagnosa demensia bila dua
atau lebih fungsi otak, seperti ingatan dan keterampilan berbahasa
menurun secara signifikan tanpa disertai penurunan kesadaran (Turana,
2006).
Nugroho (2008) berpendapat bahwa demensia (pikun) adalah
kemunduran kognitif yang sedemikian berat sehingga mengganggu
aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif pada
demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat
(pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer
berkaitan erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60%
menyebabkan kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan meningkat
terus.
Perjalanan penyakit demensia biasanya dimulai secara perlahan
dan makin lama makin parah, sehingga keadaan ini pada mulanya tidak
disadari. Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat
waktu dan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda.
Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata
yang tepat dan dalam pemikiran abstrak (misalnya dalam pemakaian

1
angka). Sering terjadi perubahan kepribadian dan gangguan perilaku.
Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi
tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan
emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan
dalam pola berbicara sehingga penderita menggunakan kata-kata yang
lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak
mampu menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan
tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan
dan pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya
(Turana, 2006).
Demensia ini terjadi oleh berbagai penyebab seperti demensia
idiopatik disebabkan karena gangguan degenerasi primer atau metabolik
serta penyakit kronis seperti: alzhaimer, stroke. Demensia vaskuler ialah
sindrom demensia yang disebabkan oleh disfungsi otak yang diakibatkan
oleh penyakit serebrovaskuler. Demensia sekunder memiliki kriteria
disebabkan oleh penyakit yang sebelumnya telah diderita serta penyebab-
penyebab lain seperti nutrisi dan vitamin yang diperoleh, infeksi,
gangguan metabolik dan endokrin, lesi desak ruang, stress, gangguan
nutrisi, obat-obatan, gangguan oto-imun,intoksikasi, dan trauma (Nugroho,
2008).
Penyakit demensia menyerang usia manula, bertambahnya usia
maka makin besar peluang menderita penyakit demensia. Peningkatan
angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti meningkatnya
usia seseorang setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi dari demensia
berlipat dua kali setiap kenaikan 5 tahun usia. Secara biologis penduduk
lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik. Perubahan
fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua
orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu (Stanley, 2007).

B. TUJUAN

2
1. Mampu melakukan pengkajian pemenuhan kebutuhan dasar pada
lansia dengan demensia.
2. Mampu menganalisa data untuk menentukan masalah keperawatan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar pada lanjut usia dengan
demensia.
3. Mampu merencanakan tindakan keperawatan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar pada lanjut usia dengan demensia.
4. Mampu melakukan evaluasi pada lansia dengan pemenuhan
kebutuhan dasar pada lansia dengan demensia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DEMENSIA
Pemahaman tentang gangguan fungsi kognitif dipersulit oleh
banyak istilah yang digunakan secara bergantian dan seringkali tidak
akurat untuk menggambarkan demensia. Penelitian baru-baru ini telah
sangat meningkatkan kemampuan dokter untuk mendiagnosis dan
mengobati berbagai jenis demensia, tetapi juga menyebabkan
berkembangnya istilah terkait demensia. Berikut ini adalah beberapa
istilah yang digunakan tenaga kesehatan untuk merujuk pada gangguan
kognitif pada lansia: kebingungan, demensia, kepikunan, penyakit
Alzheimer, stroke ringan, masalah memori, "penyakit orang tua", sindrom
otak organik, dan pengerasan dari arteri.
Selama awal tahun 1900-an, istilah pengerasan arteri adalah
diagnosa umum untuk gangguan kognitif pada lansia. Istilah ini
menunjukkan bahwa ada penyebab patologis, tetapi kondisi tersebut masih
dipandang sebagai konsekuensi penuaan yang tak terhindarkan. Istilah ini
sekarang tidak digunakan untuk merujuk pada gangguan kognitif. Pada
1950-an, istilah sindrom otak organik (OBS) adalah istilah yang umum
digunakan untuk menggambarkan konstelasi efek neurologis dari kondisi
patologis yang mendasari. Istilah sindrom otak organik akut (juga disebut
delirium) mengacu pada kondisi yang dapat diobati, sedangkan istilah
sindrom otak kronis (COBS) mengacu pada kondisi ireversibel yang
dikaitkan dengan patologi vaskular. Pada tahun 1960-an, pemeriksaan
otopsi pada spesimen otak memberikan bukti ilmiah pertama tentang
penyebab yang mendasari gangguan kognitif. Berdasarkan temuan ini,
peneliti dan praktisi menyimpulkan bahwa sebanyak 25% dari perubahan
yang sebelumnya dikaitkan dengan COBS sebenarnya merupakan
manifestasi dari kondisi yang dapat diobati. Selama tahun 1970-an,
pseudodementia digunakan untuk merujuk pada gangguan kognitif yang
disebabkan oleh kondisi fisiologis, tetapi istilah ini tidak lagi digunakan.

4
Demensia adalah istilah medis yang paling akurat menggambarkan
penurunan fungsi kognitif secara progresif. Demensia adalah istilah
diagnostik yang luas yang mencakup sekelompok gangguan otak yang
ditandai dengan penurunan bertahap dalam kemampuan kognitif
(misalnya, ingatan, pemahaman, penilaian, pengambilan keputusan,
komunikasi) dan perubahan dalam kepribadian dan perilaku. Demensia
bukanlah penyakit tunggal melainkan sindrom, dan istilah ini mengacu
pada kombinasi manifestasi yang muncul dari berbagai penyebab. Karena
penyakit Alzheimer adalah jenis demensia yang paling umum, dan jenis
dengan riwayat pengenalan terlama, penyakit Alzheimer dan demensia
sering digunakan secara bergantian.
Sejak tahun 1990-an, teori tentang demensia telah berkembang,
sebagian besar disebabkan oleh perkembangan teknik pencitraan otak yang
dapat memberikan informasi tentang berbagai aspek fungsi otak.
Misalnya, computed tomography (CT) dan pencitraan resonansi magnetic
(MRI) memberikan informasi tentang perubahan struktural otak dan lesi
yang dapat menyebabkan gangguan kognitif. Single photon emission
computed tomography (SPECT) dan positron emission tomography (PET)
scan memberikan informasi spesifik tentang tingkat metabolisme untuk
glukosa dan oksigen di otak.

B. TIPE-TIPE DEMENSIA
1. Demensia Alzheimer
Kriteria patologis utama untuk penyakit Alzheimer adalah
adanya plak neuritik dan kekusutan neurofibrillary, seperti yang
diidentifikasi oleh Alzheimer pada awal 1900-an dan dikonfirmasi
oleh berbagai studi otopsi yang dilakukan sejak 1960-an.
Kehilangan atau degenerasi neuron dan sinapsis di daerah yang
sama ini adalah ciri utama lain dari patologi penyakit Alzheimer.
Pada awal 1990-an, para ilmuwan telah mengidentifikasi beta-
amiloid dalam plak dan pembuluh darah sebagai ciri patologis lain
dari Penyakit Alzheimer.

5
Perubahan otak patologis penyakit Alzheimer memicu
perubahan neurotransmitter yang menyebabkan degenerasi neuron
yang sehat dan, akhirnya, menyebabkan kematian sel. Efek
spesifik pada neurotransmitter termasuk hilangnya reseptor
serotonin dan penurunan produksi asetilkolin, asetilkolinesterase,
dan kolin asetiltransferase. Penurunan terbesar dalam pemancar
terjadi di area yang paling terpengaruh oleh plak, dan perubahan
ini menyebabkan gejala kognitif dan perilaku.
Risiko untuk Penyakit Alzheimer
Para peneliti pertama kali mengajukan pertanyaan tentang
faktor genetik sebagai penyebab penyakit Alzheimer pada
pertengahan tahun 1930-an, tetapi baru pada akhir tahun 1970-an
istilah "penyakit Alzheimer dalam keluarga" muncul dalam
literatur. Anak-anak dari orang tua yang terkena memiliki
kemungkinan 25% hingga 50% untuk menderita penyakit
Alzheimer, dan risikonya lebih tinggi jika penyakit tersebut terjadi
pada lebih dari satu generasi dan ketika onset penyakit sebelum
usia 65 (Kamat et al., 2010). Kelainan pada kromosom 1, 14, dan
21 dikaitkan dengan penyakit Alzheimer familial onset dini, tetapi
kelainan ini terhitung kurang dari 1% dari semua jenis penyakit
Alzheimer (Ertekin-Taner, 2010).
Penemuan terkini terkait dengan beta-amiloid, mutasi
kromosom, dan prekursor amiloid protein membentuk dasar untuk
banyak penelitian genetika. Misalnya, orang dengan sindrom
Down memiliki kromofor ekstra 21 di mana gen protein prekursor
amiloid berada, dan mereka pasti menunjukkan perubahan otak
mirip penyakit Alzheimer pada sekitar usia 40 tahun. Selain itu,
risiko sindrom Down meningkat pada keluarga individu dengan
penyakit Alzheimer.
Studi terbaru menunjukkan bahwa peradangan saraf dapat
memainkan peran penting dalam memicu pembentukan saraf
neurofibrillary yang merupakan karakteristik penyakit Alzheimer

6
(Metcalfe & Figueiredo-Pereira, 2010). Stres oksidatif dan
disregulasi imun adalah dua mekanisme yang menyebabkan proses
peradangan saraf ini (Ciaramella et al., 2010; McNaull, Todd,
McGuinness, & Passmore, 2010).
Selain penelitian tentang faktor genetik dan proses
inflamasi, peneliti berfokus pada risiko yang dapat dimodifikasi
berikut ini: depresi, hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokok,
obesitas, gagal jantung, fibrilasi atrium, rendahnya tingkat aktivitas
mental dan fisik, dan asupan makanan tinggi lemak total, lemak
jenuh, dan kolesterol total (de Toledo Ferraz Alves, Ferreira,
Wajngarten, & Busatto, 2010; Kamat et al., 2010).

2. Demensia Vaskular
Demensia vaskular telah diidentifikasi sebagai jenis
demensia yang umum dan berbeda selama beberapa dekade.
Namun, penelitian terbaru, terutama yang didasarkan pada otopsi,
menunjukkan bahwa kerusakan serebrovaskular paling sering
terjadi bersamaan dengan perubahan neuropatologis dari demensia
lainnya. Satu studi menemukan bahwa hanya 3% dari 382 otak
yang diautopsi menunjukkan demensia vaskuler murni, dan studi
lain menemukan bahwa lesi vaskular berdampingan dengan
patologi Alzheimer pada 77% kasusmdugaan demensia vaskular
(Morris, 2005). Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan ini, ada
kesepakatan bahwa demensia vaskular disebabkan oleh kematian
sel saraf di daerah yang diberi makan oleh pembuluh yang sakit.
Proses patologis yang mendasari dapat mencakup infurksi dari
penyumbatan pembuluh darah besar, perdarahan darah besar atau
kecil. pembuluh darah, stroke lakunar pada arteri kecil, dan
penyakit Binswanger yang melibatkan lesi difus materi putih
(Cherubini et al., 2010).
Faktor risiko kardiovaskular yang sangat terkait dengan
demensia vaskular termasuk stroke, hipertensi, dan fibrilasi atrium.

7
Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa genotipe APOE-
4 menyumbang hampir 25% dari demensia vaskular (Chuang et al.,
2010).

3. Demensia Tubuh Lewy


Meskipun demensia tubuh Lewy sering disebut sebagai
jenis demensia kedua yang paling umum, ia sering salah
didiagnosis sebagai gangguan kesehatan atau penyakit Alzheimer.
Dua ciri khas patologis dari jenis demensia ini adalah endapan
protein abnormal (ic, badan Lewy) dan pembentukan neurit Lewy
di otak, Karena perubahan patologis yang sama ini juga terjadi
pada penyakit Parkinson, para ilmuwan telah menggambarkan
demensia tubuh Lewy dan penyakit Parkinson.
Juga, karena studi otopsi menemukan perubahan patologis
ini pada 14% sampai 24% dari beains orang dewasa yang lebih tua
yang tidak memiliki manifestasi klinis dari demensia, ahli
gerontologi menduga bahwa demensia tubuh Lewy memiliki tahap
praklinis asimtomatik (Frigerio et al., 2009; Markesbery, Jicha,
Liu, & Schmitt.2009). Para peneliti belum mengidentifikasi risiko
khusus untuk jenis demensia ini; Namun, riwayat keluarga
demensia hadir pada seperempat orang dengan demensia tubuh
Lewy (Farina et al. 2009).
Perawat dan praktisi perawatan primer perlu waspada
terhadap implikasi klinis dari sensitivitas neuroleptik yang
menurun yang merupakan karakteristik demensia tubuh Lewy.
Orang dengan jenis demensia ini cenderung mengalami reaksi
ekstrim, idio-sinkratik, atau fatal bahkan terhadap obat jenis
kolinergis dosis rendah seperti antipsikotik. Misalnya, obat
penenang atau antipsikotik dapat menyebabkan halusinasi, agitasi,
atau mengantuk yang ekstrem. Oleh karena itu, obat
antikolinergik, termasuk produk yang dijual bebas, harus dihindari,
dan jika digunakan, dosisnya harus minimal, dan pasien harus

8
diobservasi dengan cermat untuk mengetahui efek sampingnya.
Karakteristik klinis penting lainnya adalah bahwa penderita
demensia tubuh Lewy dapat mengalami dekompensasi dengan
cepat dan signifikan ketika mereka memiliki kondisi medis
(misalnya, infeksi ringan) atau ketika lingkungan mereka berubah.
Juga fluktuasi kognitif biasanya terjadi selama beberapa menit,
jam, atau hari. Karena implikasi klinis yang serius dari jenis
demensia ini dan karena sering tidak dikenali, perawat perlu
waspada terhadap kemungkinan bahwa seseorang dengan demensia
tubuh Lewy mungkin salah didiagnosis dengan jenis demensia lain
atau dengan penyakit Parkinson.

4. Demensia frontotempolar
Demensia frontotemporal menggambarkan sekelompok
kondisi neurodegeneratif yang terkait dengan gangguan tau (sejenis
protein dalam neuron) yang menyebabkan atrofi di lobus frontal
dan temporal. Demensia frontotemporal menyumbang 30% hingga
50% kasus demensia pada orang yang lebih muda dari 65 tahun,
dengan usia rata-rata serangan adalah 54 tahun (Kertesz, 2010).
Penyakit Pick pertama kali diidentifikasi sebagai jenis demensia
fronotemporal pada tahun 1892, dan dalam beberapa tahun
terakhir, para ilmuwan telah mengklasifikasikan demensia
frontotemporal menurut presentasi klinis sebagai varian perilaku
atau bahasa (juga disebut semantik) (Arvanitakis, 2010; Gordon et
al .. 2010).

C. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEMENSIA


Dari sudut pandang kesehatan, penting untuk mengenali tidak
hanya faktor-faktor yang meningkatkan risiko demensia (seperti yang
dibahas dalam bagian tentang jenis-jenis demensia) tetapi juga faktor-
faktor yang melindungi dari gangguan kognitif. Pernyataan konferensi
ilmu pengetahuan yang dikeluarkan oleh National Institutes of Health

9
(Daviglus et al., 2010) menyimpulkan bahwa rekomendasi berbasis bukti
yang kuat tidak dapat ditarik tentang hubungan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi yang terkait dengan penurunan kognitif. Namun, panel
konsensus merekomendasikan studi intervensi yang sedang berlangsung
seperti obat antihipertensi, asam lemak omega-3, aktivitas fisik, dan
keterlibatan kognitif. Satu temuan yang konsisten adalah bahwa banyak
perilaku yang memiliki hasil positif untuk kesehatan secara keseluruhan,
termasuk aktivitas fisik dan praktik diet sehat, juga memiliki efek positif
dalam mencegah penurunan kognitif.
Seorang ahli gerontologi berkomentar bahwa dekade terakhir tahun
1900-an disebut Dekade Otak, dan dekade pertama tahun 2000-an dapat
ditetapkan sebagai Dekade Kebugaran Otak karena fokus saat ini untuk
meningkatkan dan mempertahankan fungsi kognitif manusia hingga akhir
kehidupan (LaRue, 2010). Perawat telah menyarankan bahwa intervensi
untuk meningkatkan cadangan kognitif pada orang dengan demensia tahap
awal mungkin juga merupakan intervensi untuk mencegah delirium (Fick,
Kolanowski, Beattic, & McCrow, 2009). Strategi pencegahan khusus
yang disarankan oleh Fick dan rekannya termasuk aktivitas fisik, interaksi
sosial, aktivitas mental yang menantang, dan menghindari pengobatan
yang tidak tepat

D. KONSEKUENSI PERUBAHAN PADA LANSIA DENGAN


DEMENSIA
Konsekuensi perubahan fungsional dari demensia dibahas dengan
mengacu pada penyakit Alzheimer yang telah dipelajari sejak tahun 1950-
an, dan ahli gerontologi baru mulai mengidentifikasi manifestasi unik dari
berbagai demensia. Selain itu, banyak konsekuensi fungsional yang
umum untuk berbagai macam manifestasi dari jenis-jenis demensia
menjadi lebih mirip. Penting untuk disadari, konsekuensi perubahan
sangat bervariasi anatar individu karena karakteristik pribadi yang unik
dan juga kondisi yang menyertai (misalnya, depresi, gangguan fungsi), dan
pengaruh lainnya. Selain konsekuensi fungsional yang secara langsung

10
mempengaruhi penderita demensia, pengasuh dan keluarga penderita
demensia juga mengalami konsekuensi yang signifikan.

1. Tahapan Demensia
Pada pertengahan 1980-an, seorang psikiater Amerika,
Reisberg, mengusulkan model tujuh tahap untuk menggambarkan
konsekuensi fungsional penyakit Alzheiner. Skema pementasan
Reisberg, yang telah diperbarui dan disempurnakan disebut sebagai
Global Deterioration Scale / Functional Assessment Staging, atau
GDS FAST. Sistem stadium ini digunakan secara luas dan telah
terbukti valid dan dapat diandalkan untuk menentukan stadium
penyakit Alzheimer (Sabbagh et al., 2009). Karena demensia
sangat terkait dengan harapan hidup yang lebih pendek, penyakit
ini secara luas dikenal sebagai penyakit terminal dengan kematian
sebagai konsekuensi fungsional utama. Dengan demikian, dalam
beberapa tahun terakhir, telah ada pengakuan yang meningkat
tentang kebutuhan untuk menyediakan layanan hospis dan
perawatan paliatif selama demensia stadium akhir.

2. Kesadaran Diri Penderita Demensia


Dalam beberapa tahun terakhir, persepsi tentang prevalensi
tinggi penyangkalan pada orang dengan demensia telah berkurang
dan para ahli gerontologi sedang meneliti wawasan dan kesadaran
diri melalui semua tahap demensia. Salah satu mitos yang terkait
dengan demensia adalah bahwa penderita demensia menyangkal
gejala mereka atau tidak memiliki kesadaran akan defisitnya.
Sayangnya, kekeliruan ini telah menyebabkan kesalahpahaman
yang serius beberapa tenaga kesehatan seperti yang ditunjukkan
oleh pernyataan seperti, "Jika mereka dapat bertanya apakah
mereka menderita penyakit Alzheimer, maka mereka tidak
mengidapnya."

11
Kurangnya kesadaran akan defisit kognitif, yang disebut
anosog-Hasia, sekarang dikenali sebagai fitur diagnostik inti dari
demensia frontotemporal, hal ini juga terjadi dengan demensia
Alzheimer ketika korteks frontal terpengaruh (Salmon et al., 2008;
Shibata. Narumoto, Kitabayashi, Ushijima, & Fukui, 2008).
Namun, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa bahkan ketika
orang dengan demensia mengalami anosognosia, mereka
mempertahankan kesadaran diri akan kebutuhan dan perasaan
mereka, yang disebut kesadaran yang dipertahankan, dari tahap
awal hingga tahap selanjutnya (Bossen, Specht, & McKenzie,
2009). Studi juga menemukan bahwa kesadaran yang
dipertahankan relevan dengan identifikasi kebutuhan, terutama
yang berkaitan dengan kontrol pribadi, pendidikan dan dukungan,
perlindungan harga diri, dan mengelola tanggapan terhadap
penyakit (Specht. Taylor, & Bossen, 2009).

3. Pengalaman Pribadi Demensia


Selama tahap awal, hanya individu dengan demensia dan
orang yang tinggal, bekerja, atau memiliki kontak dekat dengan
orang yang memperhatikan perubahan awal, seperti gangguan
penilaian dan ingatan jangka pendek. Ketika perubahan
diperhatikan banyak penjelasan mungkin dapat diterapkan, dan
defisit dapat dikaitkan dengan faktor-faktor seperti depresi atau
terjadinya peristiwa besar dalam hidup (misalnya, pensiun, janda).
Orang dalam tahap demensia carly mungkin menarik diri dari
tugas-tugas kompleks sebagai cara untuk melindungi diri mereka
sendiri dari efek berkurangnya kemampuan kognitif. Misalnya,
orang yang dipekerjakan dapat pensiun tanpa mengakui gangguan
kognitif sebagai alasannya, Orang yang tidak harus melakukan
tugas intelektual atau psikomotorik yang kompleks mungkin dapat
menyembunyikan atau mengkompensasi kerugian kognitif sampai
defisit tersebut secara serius mengganggu aktivitas kehidupan

12
sehari-hari (ADLS). Namun, seiring berkembangnya penyakit,
orang dengan demensia kurang mampu menutupi perubahan
tersebut, dan orang dengan kontak yang kurang intim akan mulai
mempertanyakan penyebab defisit.
Banyak catatan tentang pengalaman hidup penderita
demensia telah diterbitkan sejak 1990-an. Meskipun sebagian
besar riwayat hidup ini menggambarkan demensia sebagai
tantangan besar yang harus, begitu banyak narasi pribadi yang
mencerminkan tema positif seperti ketahanan, rasa diri yang kuat,
berjuang untuk normaley. Dengan demikian, penting bahwa
praktisi perawatan kesehatan menyadari bahwa sejauh mana
demensia dipandang sebagai masalah bervariasi. Sebuah studi oleh
Hulko (2009) menunjukkan bahwa orang yang "lebih istimewa"
lebih cenderung memandang demensia secara negatif dan mereka
yang lebih "terpinggirkan" akan mengabaikan signifikansi
demensia dan menolak dipandang sebagai keseluruhan gejala
mereka ( Hulko, 2009).
Emosi dan perilaku umum penderita demensia termasuk
kehilangan, ketakutan, rasa malu, amarah, salness, kecemasan,
frustrasi, kesepian, depresi, ketidakpastian, rasa tidak berguna,
menyalahkan diri sendiri, berkurangnya rasa sayang, dan menarik
diri dari aktivitas yang menantang. Fokus utama dari respon
emosional, terutama selama tahap carly, adalah pada penyesuaian
kembali konsep diri seseorang, mencoba untuk mempertahankan
rasa normal, dan mengembangkan strategi kognitif, sosial, dan
perilaku untuk meningkatkan kepercayaan diri (Cotter, 2009),
bahkan selama tahap akhir demensia ketika kemampuan kognitif
sangat terganggu, respons emosional diarahkan untuk
mempertahankan rasa diri. Emosi yang dominan selama tahap
selanjutnya dari demensia termasuk perasaan kehilangan,
kemarahan, frustrasi, ketidakpastian, dan kurangnya kontrol atau
penentuan nasib sendiri (Clare, Rowlands, & Quin, 2008). Sangat

13
penting untuk menyadari bahwa tanggapan emosional dari orang
dengan demensia dapat dilecehkan atau diubah, tetapi mereka tidak
pernah absen. Saat demensia berkembang, orang tersebut
cenderung mengekspresikan emosi secara nonverbal dan perilaku.
Itu, dua tanggung jawab penting dari pengasuh adalah untuk
mendorong dan menafsirkan komunikasi nonverbal, yang menjadi
mode komunikasi utama selama tahap selanjutnya dari demensia.

4. Gejala Prilaku dan Psikologis Demensia


Orang dengan demensia menunjukkan berbagai perilaku
yang ditumpangkan pada gangguan kognitif mereka. Ahli
gerontologi dan dokter umumnya menyebut ini sebagai gejala
demensia perilaku dan psikologis (BPSD), dan penelitian telah
menemukan angka prevalensi antara 58% dan 97%, dengan
prevalensi yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan
keparahan demensia (Shaji, George, Prince , & Jucob, 2009;
Thompson, Brodaty, Trollor, & Sachdev, 2010). Kejadian umum
BPSD memiliki implikasi serius karena sangat terkait dengan
peningkatan keterbatasan fungsional, peningkatan penggunaan
obat, dan penurunan kualitas hidup orang dengan demensia dan
pengasuhnya (Ishi, Weintraub, & Mervis, 2009; Okura et al .,
2010).
Manifestasi berikut dianggap demensia gejala perilaku dan
psikologis:
a) Agitasi, didefinisikan sebagai aktivitas verbal, vokal, atau
motorik yang tidak tepat yang tidak dijelaskan secara
langsung oleh kebutuhan atau kebingungan (misalnya,
agresi, teriakan)
b) Gejala psikiatri (misalnya delusi, halusinasi)
c) Perubahan kepribadian, perilaku seksual yang tidak tepat,
disinibition

14
d) Gangguan mood (misalnya, apatis, depresi, euforia, labil
emosional)
e) Gerakan motorik yang menyimpang (misalnya, mondar-
mandir, mencari-cari, mengembara)
f) Perubahan neurovegetatif (misalnya, perubahan nafsu
makan, gangguan tidur).
Perilaku agresif sangat bermasalah bagi pengasuh dalam situasi apa
pun. Sebuah tinjauan literatur sistematis menemukan bahwa
pengasuh di panti jompo menghadapi berbagai perilaku agresif,
termasuk agresi verbal (misalnya, ancaman dan penghinaan) dan
fisik (menendang dan menggigit), terutama selama kegiatan
perawatan pribadi ketika penghuni pribadi. ruang telah dilanggar
(Zeller et al., 2009). Pengaruh lingkungan merupakan salah satu
faktor yang menentukan apakah suatu perilaku bermasalah.
Misalnya, dalam unit kelembagaan yang terkunci, perilaku
mengembara mungkin tidak bermasalah, sedangkan dalam
pengaturan rumah, mengembara mungkin tidak aman dan
bermasalah. Demikian pula, kegelisahan di malam hari
menciptakan lebih banyak masalah bagi pasangan yang merupakan
satu-satunya pengasuh daripada bagi staf perawat yang dibayar
untuk memberikan perawatan 24 jam.

E. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI DENGAN DEMENSIA


1. Pengkajian
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat professional harus
menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan ini adalah
proses pemecahan masalah yang mengarah perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Pengkajian langkah pertama pada
proses keperawatan, meliputi pengumpulan data, analisis data dan
menghasilkan diagnosis keperawatan.
Pengkajian meliputi aspek :
1) Pemeriksaan Fisik
2) Psikologis
3) Sosial ekonomi

15
4) Spiritual
Pengkajian Keadaan Umum
a) Tingkat kesadaran
b) Identitas klien
c) Gambaran diri,peran, ideal diri, harga diri
d) Hubungan sosial
e) Status mental
f) persepsi

2. Diagnosa Keperawatan
1) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan:
a. Perasaan tidak berdaya
b. Gangguan status kesehatan psikososial
c. Menurunnya status kesehatan fisik
2) Risiko terhadap trauma/cedera berhubungan dengan:
a. Kurangnya pendidikan
b. Disorientasi, bingung
c. Kurangnya penglihatan
3) Perubahan proses prikir berhubungan dengan:
a. Kehilangan memori
b. Perubahan fisiologis
c. Gangguan penilaian
4) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan:
a. Pembatasan lingkungan secara terapeutik
b. Perubahan persepsi
5) Perubahan pola tidur berhubungan dengan:
a. Perubahan lingkungan
b. Kerusakan neurologis
6) Defisit perawatan diri berhubungan dengan:
a. Intoleransi aktifitas
b. Penurunan kognitif
7) Risiko tinggi perubahan nutrisi berhubungan dengan:
a. Perubahan sensori
b. Agitasi

16
c. Mudah lupa
8) Perubahan pola eliminasi urinary/konstipasi berhubungan
dengan:
a. Gangguan neurologis
b. Disorientasi
9) Ketidakefektifan koping keluarga

3. Intervensi

Diagnose Tujuan dan Intervensi


Kriteria Hasil
Sindrom stres relokasi Setelah dilakukan 1. Jalin hubungan saling
berhubungan dengan: perawatan selama … mendukung dengan klien.
a. Perasaan tidak x 24 jam, klien 2. Orientasi pada lingkungan
berdaya. diharapkan dapat : dan rutinitas baru.
b. Gangguan status a. Mengidentifikasi 3. Kaji tingkat stressor
kesehatan perubahan (seperti penyesuaian diri,
psikososial. lingkungan dan krisis perkembangan,
c. Menurunnya status aktivitas peran keluarga, akibat
kesehatan fisik kehidupan sehari- perubahan status
hari. kesehatan).
b. Mempertahankan 4. Tentukan jadwal aktivitas
rasa berharga yang wajar dan masukkan
pada diri dan dalam kegiatan rutin.
identifitas pribadi
yang positif
c. Membuat
pernyataan positif
tentang
lingkungan yang
baru.
d. Memperlihatkan
penerimaan
terhadap
perubahan
lingkungan dan
penyesuaian
kehidupan.
e. Mampu
menunjukan
rentang perasaan
yang sesuai/tidak
cemas dan rasa
takut berkurang.

17
f. Tidak menyimpan
pengalaman
menyakitkan.
g. Menggunakan
bantuan dari
sumber yang tepat
selama waktu
pengaturan pada
lingkungan baru.
Resiko terhadap Setelah dilakukan 1. Hilangkan sumber bahaya
trauma/cedera perawatan selama … lingkungan.
berhubungan dengan : x 24 jam, klien 2. Alihkan perhatian saat
a. Kurangnya diharapkan dapat: perilaku
pendidikan a. Meningkatkan teragitasi/berbahaya,
b. Disorientasi, tingkat aktivitas. seperti memanjat pagar
bingung b. Dapat beradaptasi tempat tidur.
c. Kurangnya dengan 3. Gunakan pakaian sesuai
penglihatan lingkungan untuk lingkungan
mengurangi risiko fisik/kebutuhan klien.
trauma/cedera. 4. Kaji efek samping obat,
c. Tidak mengalami tanda keracunan (tanda
trauma/cedera. ekstrapiramidal, hipotensi
d. Keluarga ortostatik, gangguan
mengenali penglihatan, gangguan
potensial gastrointestinal).
dilingkungan dan
mengidentifikasi
tahap-tahap untuk
memperbaikinya.
Perubahan proses Setelah dilakukan 1. Pertahankan lingkungan
pikir berhubungan perawatan … x 24 yang menyenangkan dan
dengan : jam, klien tenang.
a. Perubahan diharapkan dapat : 2. Lakukan pendekatan
fisiologis a. Mampu dengan cara perlahan dan
(degenarasi neuron memperlihatkan tenang.
ireversibel). kemampuan 3. Tahap wajah ketika
b. Kehilangan kognitif untuk berbicara dengan klien.
memori/ingatan. menjalani 4. Panggil klien dengan
c. Konflik psikologis. konsekuensi namanya.
d. Gangguan kejadian yang
penilaian. menegangkan
terhadap emosi
dan pikiran
tentang diri.
b. Mampu
mengembangkan
strategi untuk
mengatasi

18
anggapan diri
yang negative.
c. Mampu
mengenali
perubahan dalam
berpikir atau
tingkah laku dan
faktor penyebab.
d. Mampu
memperlihatkan
penurunan
tingkah laku yang
tidak diinginkan,
ancaman, dan
kebingungan.

Perubahan Setelah dilakukan 1. Kembangkan lingkungan


persepsisensorik perawatan selama … yang suportif dan
berhubungan dengan : x 24 jam, klien hubungan perawat klien
a) pembatasan diharapkan dapat: terapeutik.
lingkungan a. Mengalami 2. Bantu klien untuk
secara terapeutik penurunan memahami halusinasi.
b) Perubahan halusinasi. 3. Ajarkan strategi untuk
persepsi b. Mengembangkan mengurangi stress.
strategi 4. Berikan sentuhan dan
psikososial untuk perhatian.
mengurangi stress
atau mengatur
perilaku.
c. Mendemontrasika
n respons yang
sesuai stimulusi.
d. Perawat mampu
mengidentifikasi
faktor eksternal
yang berperan
terhadap
perubahan
kemampuan
persepsi sensori.

4. Implementasi
Tindakan keperawatan (Implementasi) adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan

19
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan,
membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari,
memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien.
Pelaksanaan keperawatan pada Demensia dikembangkan untuk
memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan
sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah
sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien
dalam personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan
dan pengobatan Demensia.

5. Evaluasi
Mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan
kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Data di kumpulkan dengan
dasar berkelanjutan untuk mengukur perubahan dalam fungsi, dalam
kehidupan sehari hari, dan dalam ketersediaan atau penggunaan
sumber eksternal.

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A. KASUS
Seorang laki-laki berusia 60 tahun tinggal di PSTW (Panti Sosial Tresna
Werdha), menurut petugas panti klien pernah mengalami stroke 3 minggu
lalu, saat ini klien mengeluh lupa nama, hari, tanggal dan bulan, klien
mengatakan sulit juga mengingat nama-nama orang yang baru dikenal.
Klien mengalami kesulitan untuk melakukan olahraga bersama kelompok
lansia di panti, ketika ditanya klien mengeluh tidak kuat untuk mengikuti
olahraga bersama , klien kadang mulai mengalami kesulitan mengingat
dimana meletakkan barang-barang seperti kunci. Saat pemeriksaan fisik
didapatkan data klien mengalami gangguan pada gerakan spontan namun
masih mampu melakukan aktifitas fisik.

B. PENGKAJIAN
a. Data
Identitas:
 Nama : Tn X
 Umur : 60 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
DS:
 Klien mengatakan sulit mengingat nama-nama orang yang
baru dikenal
 Klien mengeluh lupa nama, hari, tanggal dan bulan
 Klien mengeluh tidak kuat untuk mengikuti kegiatan
olahraga bersama (data tambahan)

DO:
 Petugas panti mengatakan klien pernah mengalami stroke 3
minggu yang lalu
 Klien mengalami kesulitan mengingat nama-nama orang
yang baru dikenal

21
 Klien mengalami kesulitan untuk melakukan olahraga
bersama kelompok lansia di panti
 Klien mengalami kesulitan mengingat dimana meletakkan
barang-barang
 Hasil pemeriksaan fisik didapatkan klien mengalami
gangguan pada gerakan spontan tetapi masih mampu
melakukan aktifitas fisik

b. Analisa Data

Data Etiologi Diagnosa


Keperawatan
DS:
 Klien mengatakan Gangguan Gangguan Memori
sulit mengingat sirkulasi ke
nama-nama orang otak
yang baru dikenal
 Klien mengeluh
lupa nama, hari,
tanggal dan bulan

DO:
 Petugas panti
mengatakan klien
pernah mengalami
stroke 3 minggu
yang lalu
 Klien mengalami
kesulitan mengingat
nama-nama orang
yang baru dikenal
 Klien mengalami
kesulitan mengingat
dimana meletakkan
barang-barang

DS: -
Usia lanjut Gangguan persepsi
DO: sensori: Gerakan
 Hasil pemeriksaan spontan
fisik didapatkan
klien mengalami
gangguan pada

22
gerakan spontan
tetapi masih mampu
melakukan aktifitas
fisik

DS:
 Klien mengeluh Penurunan Gangguan
tidak kuat untuk kekuatan otot mobilitas fisik
mengikuti kegiatan
olahraga bersama

DO:
 Klien mengalami
kesulitan untuk
melakukan olahraga
bersama kelompok
lansia di panti

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan memori b.d gangguan sirkulasi ke otak
2. Gangguan persepsi sensori: gangguan gerak spontan b.d usia lanjut
3. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot

D. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan

1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor daya 1. Untuk


memori b.d tindakan keperawatan ingat klien pemantaua
gangguan 3x24 jam kesadaran 2. Bantu klien an dan
sirkulasi ke otak klien tentang untuk rileks memberik
identitas, waktu dan guna an
tempat dengan meningkatkan informasi
kriteria hasil: kosentrasi tentang
a) Mengenal 3. Stimulasi status daya
identitas memori ingat klien
personal dengan 2. Dengan
b) Mengingat hari, mengulangi tubuh yang
bulan dan tahun pembicaraan rileks
serta tempat secara jelas dapat
c) Mengenal orang 4. Beri pelatihan membantu
lain orientasi, meningkat
seperti kan
menanyakan kosentrasi

23
kembali data 3. Memberik
pribadi atau an
tanggal. rangsanga
5. Lakukan n agar
Teknik fungsi
memori yang optimal
tepat, seperti 4. Dengan
peralatan yang melakukan
membantu pelatihan
ingatan, orientasi
membuat secara
daftar, atau berkala,
melatih ulang kesadaran
informasi klien
6. Beri klien tentang
kesempatan identitas
untuk tanggal
berkosentrasi dan hari
7. Anjurkan klien dapat
untuk meningkat
mengikuti
dalam
kegiatan
kelompok
pelatihan
memori

2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kembangkan 1. Lingkunga


persepsi sensori: tindakan keperawatan lingkungan n yang
gangguan gerak 3x24 jam diharapkan terapeutik terapeutik
spontan b.d usia gangguaan gerak 2. Observasi dapat
lanjut spontan klien teratasi penurunan memberik
dengan kriteria hasil: tingkat energi an efek
a) Klien dapat 3. Kolaborasi psikososial
menunjukan dengan dokter secara non
respon saraf dan farmakolo
dengan gerak neurologis gis sebagai
reflek atau salah satu
gerak spontan terpai bagi
klien

3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Untuk


mobilitas fisik tindakan keperawatan latihan meningkat
b.d penurunan 3x24 jam diharapkan gerakan pasif kan
kekuatan otot mobilitas fisik klien pada fleksibilita
teratasi dengan ekstremitas s sendi dan
kriteria hasil: 2. Ajarkan dan otot
a) Klien ikut latih 2. Guna

24
serta dalam meningkatkan meningkat
program kekuatan dan kan
kegiatan ketahanan otot kekuatan
latihan yang 3. Kolaborasi otot serta
ada di panti dengan ahli ketahanan
b) Meningkatnya terapi fisik dan otot
kekuatan otot okupasi

E. IMPLEMENTASI
Hari, Diagnosa Implementasi TTD
Tanggal Keperawatan

Senin,14 Gangguan memori 1. Memonitor daya Perawat


September b.d gangguan ingat klien
2020 sirkulasi ke otak 2. Membantu klien
untuk rileks guna
meningkatkan
kosentrasi
3. Menstimulasi
memori dengan
mengulangi
pembicaraan secara
jelas
4. Memberi pelatihan
orientasi, seperti
menanyakan
kembali data pribadi
atau tanggal.
5. Melakukan Teknik
memori yang tepat,
seperti peralatan
yang membantu
ingatan, membuat
daftar, atau melatih
ulang informasi
6. Memberi klien
kesempatan untuk
berkosentrasi
7. Menganjurkan klien
untuk mengikuti
dalam kegiatan
kelompok pelatihan
memori

Senin, 14 Gangguan persepsi 1. Mengembangkan Perawat

25
September sensori:gangguan lingkungan
2020 gerak spontan b.d terapeutik
usia lanjut 2. Mengobservasi
penurunan tingkat
energi
3. Melakukan
kolaborasi dengan
dokter saraf dan
neurologis

Selasa 15 Gangguan 1. Melakukan latihan Perawat


September mobilitas fisik b.d gerakan pasif pada
2020 penurunan ekstremitas
kekuatan otot 2. Mengajarkan dan
latih meningkatkan
kekuatan dan
ketahanan otot
3. Melakukan
kolaborasi dengan
ahli terapi fisik dan
okupasi

F. EVALUASI
Hari, Tanggal Diagnosa Evaluasi TTD
Keperawatan
Senin, 14 Gangguan memori S: Klien mengatakan Perawat
September b.d gangguan sedikit mulai
2020 sirkulasi ke otak mengingat
O: Klien masih tampak
belum meningat
daya ingatnya
sepenuhnya
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi

Senin, 14 Gangguan persepsi S: - Perawat


September sensori: gangguan O: Klien mulai bisa
2020 gerak spontan b.d merespon
usia lanjut rangsangan dengan
gerakan spontan
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi

Selasa 15 Gangguan S: Klien mengatakan Perawat

26
September mobilitas fisik b.d mulai bisa mengikuti
2020 penurunan kegiatan olahraga di
kekuatan otot panti
O: Klien tampak ikut
serta dalam kegiatan
bersama di panti
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi

27
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada lansia untuk
mempertahankan individualitas dan pemberdayaan dengan
menggunakanproses keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana, tindakan, dan evaluasi) yang dikonsentrasikan untuk mengukur
efek kerusakan dalam kemampuan untuk berkomunikasi, mobilisasi, dan
terlibat dalam aktivitas sosial. Tindakan keperawatan selanjutnya berfokus
pada memfasilitasi adaptasi individu guna mengembalikan kesejahteraan
dan kemandirian.

B. SARAN
Saran yang dapat diberikan adalah menyiapkan dan mendukung
kebutuhan yang diperlukan untuk para lansia dengan demensia.
Kemungkinan strategi untuk dukungan yang lebih efektif meliputi asuhan
keperawatan dalam merawat lansia dengan demensia, dan meningkatkan
kerja sama antar perawat lansia.

28
DAFTAR PUSTAKA
Djibrael, Fictoria Ferderika. 2018. Asuhan Keperawatan Lansia Dengan
Stroke UPT. Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung, Kupang. Diss.
Poltekkes Kemenkes Kupang
Konita, Kuni; Retnowati, Lucia; Hidayah, Nurul. 2019. Demensia Pada
Lansia Masalah Gangguan Kognitif Di Karang Werdha ‘Bisma’ Sumberporong
Lawang Malang (Studi Kasus Asuhan Keperawatan). Prosiding Seminar
Nasional: Hasil Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat. Vol 3, Hal 135-144
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia Dengan
Demensia Pada Home Care. Vol 1 No 1. Hal 69-75
Medika, Mitha Nur Artha. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny C Dengan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Istirahat Dan Tidur Pada Sistem
Persyarafan: Demensia Alzheimer Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Dharma
Cengkareng Jakarta Barat. Jakarta: Program Studi DIII Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta
Miller, Carol A. 2012 Nursing for Wellness in Older Adults Sixth Edition.
Philladelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins

PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP


PPNI
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI
Wilkinson, Judith M. 2016. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

29
DEMENSIA PADA LANSIA DENGAN MASALAH GANGGUAN
KOGNITIF DI KARANG WERDHA ‘BISMA’ SUMBERPORONG
LAWANG MALANG
(Studi kasus Asuhan Keperawatan)

Kuni Konita1), Lucia Retnowati2),


Nurul Hidayah3) 1)2)3)Jurusan
Keperawatan, Poltekkes Kemenkes
Malang email:
luciaretnowati17@gmail.com
email: nh730615@gmail.com

ABSTRACT

Entering old age means experiencing some setbacks, one of which is degeneration in
the brain which can lead to cognitive impairments that have an impact on everyday
life. The purpose of this study is to explore the problem of cognitive impairment. This
research method is descriptive with a case study approach with the application of
nursing care which includes assessment, diagnosis, planning, implementation and
evaluation. Based on the results of the study found the main problems in subjects 1
and 2, namely cognitive impairment. After nursing action according to plan for 6
days, the status of cognitive impairment problems improved. Cognitive impairment
problems are a major problem in elderly dementia who must get treatment earlier so
that elderly people who have dementia have reduced levels of dependence.
Researchers hope that with this study, on coral reefs can further educate the elderly
and cadres to empower memory training to prevent early dementia from occurring.

Keywords: Nursing Care, Elderly Dementia, Cognitive Impairment (Memory


Damage)

1. PENDAHULUAN (Azizah,2011).
Proses menua adalah suatu Memasuki usia tua berarti
menghilangnya secara perlahan-lahan mengalami beberapa kemunduran
kemampuan jaringan untuk diantaranya terjadi degenerasi sel
memperbaiki diri/ mengganti dan organ, salah satunya terjadi degenerasi
mempertahankan fungsi normalnya pada otak yang dapat mengakibatkan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap gangguan kognitif (proses fikir)
infeksi dan memperbaiki kerusakan sehingga berdampak dalam kehidupan
yang diderita (Constantindes, 1994) sehari- hari. Gangguan kognitif pada
dalam (Darmojo, 2004) dalam lansia ini bisa menyebabkan demensia.
(Azizah, 2011). Proses menua Demensia merupakan suatu gangguan
menyebabkan terjadinya perubahan- fungsi daya ingat yang terjadi perlahan
perubahan pada diri manusia antara – lahan, serta dapat mengganggu
lain perubahan fisik, perubahan kinerja dan aktivitas kehidupan sehari
kognitif, perubahan spiritual, – hari (Atun 2010) dalam (Setiawan et
perubahan psikososial dan penurunan al. 2017). Demensia diartikan sebagai
fungsi dan potensi seksual gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktivitas sehari- ke atas untuk laki-laki sebanyak
hari. Penderita demensia seringkali 1.307.460 jiwa penduduk, sedangkan
menunjukan beberapa gangguan dan pada perempuan sebanyak 1.674.851
perubahan pada tingkah laku harian penduduk (BPS Jatim, 2016). Di
(behavioral symptom) yang Kabupaten Malang pada tahun 2018
mengganggu (disruptive) ataupun tidak jumlah lansia dengan usia 65-69
mengganggu (nondisruptive). sebanyak 36.079 jiwa untuk laki-laki
Demensia bukanlah sekedar penyakit dan
biasa, melaikan kumpulan gejala yang 40.554 jiwa lansia perempuan. Untuk usia
disebabkan beberapa penyakit atau 70- 74 tahun sebanyak 26.059 jiwa
kondisi tertentu sehingga terjadi lansia laki-laki dan sebanyak 31.246
perubahan kepribadian dan tingkah jiwa lansia perempuan. Untuk usia 75
laku (Effendi,Mardijana,& Dewi, ke atas sebanyak 27.809 jiwa lansia
2014). laki-laki dan sebanyak 40.910 jiwa
Saat ini di seluruh dunia jumlah lansia perempuan (BPS Kab Malang,
oranglanjut usia diperkirakan ada 500 2018).
juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan Sedangkan di Kecamatan
diperkirakan pada tahun 2025 akan Lawang sendiri terdapat 2.774 jiwa
mencapai 1,2 milyar. Di negara maju lansia yang berusia 65-69 tahun, 1.982
seperti Amerika Serikat pertambahan jiwa lansia berusia 70-74 tahun dan
orang lanjut usia diperkirakan 1.000 2.320 jiwa lansia yang berusia 75
orang per hari pada tahun 1985 dan tahun keatas(BPS Kab Malang, 2016).
diperkirakan 50% dari penduduk Berdasarkan data dari Desa
berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Sumberporong pada tahun 2016
baby boom pada masa lalu berganti terdapat1.037 jiwa lansia dengan
menjadi “Ledakan Penduduk Usia kategori lansia laki-laki sebanyak 507
Lanjut” (Padila, 2013) dan lansia perempuan sebanyak 530
Menurut(sungkey, H, Mulyadi, dan jiwa .
Bawotong 2017). Menurut perkiraan Berdasarkan hasil studi
World Health Organitation (WHO) pendahuluan yang dilakukan peneliti
akan meningkat pada tahun 2025 pada tanggal 28 september 2018 di
dibandingkan tahun 1990 dibeberapa Karang Werdha Bisma Desa Sumber
Negara dunia seperti China 220%, India Porong Kecamatan Lawang kabupaten
242%, Thailand 337%, dan Indonesia Malang mendapatkan data bahwa
440% (Wiwin 2011)(Setiawan et al. jumlah keseluruhan lansia di karang
2017). Bahkan pada tahun 2020-2025 werdha bisma sejumlah 83 orang.
Indonesia diperkirakan akan menduduki Dengan lansia penderita demensia
peringkat ke- 4 dengan struktur dan sebanyak 33 orang. Melalui
jumlah penduduk lanjut usia setelah pemeriksaan yang dilakukan dengan
RRC,India, dan Amerika Serikat menggunakkan MMSE di Karang
dengan usia harapan hidup diatas 70 Werdha Bisma Desa Sumber Porong
tahun (Badan Pusat Statistik,2013). Kecamatan Lawang Kabupaten
Adapun Prosentase penyebaran Malang. Dan untuk penatalaksanaan
penduduk lansia paling tinggi berada terapi bagi penderita lansia yang
padaprovinsi Daerah Istimewa mengalami demensia di Karang
Yogyakarta (13,04%),Jawa Timur Werdha Bisma belum pernah
(10,40%), dan Jawa Tengah (10,34 %) dilakukan.
(Susenas BPS RI, 2012) dalam
jurnal(Setiawan et al. 2017). Dari data Dengan seiring meningkatnya
Badan Pusat Statistik di Jawa Timur, jumlah lansia, semakin meningkat pula
pada tahun 2016 jumlah penduduk permasalahan akibat proses penuaan.
lansia dengan kategori usia 65 tahun Lanjut usia cenderung mengalami
kerapuhan, baik fisik maupun mental
Di kalangan lanjut usia, permasalahan Demensia biasanya timbul secara
kesehatan mental yang umum terjadi perlahan dan menyerang usia diatas 60
salah satunya adalah demensia tahun (Irianto, 2017) dalam jurnal
(Notosoedirdjo, (Noas et al. 2018). Demensia
biasanya timbul secara
perlahan dan menyerang usia diatas 60
tahun (Irianto, 2017) dalam jurnal
(Noas et al. 2018). Demensia
merupakan sindrom yang ditandai
oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
antara lain intelegensi, belajar dan daya
ingat, bahasa,pemecahan masalah,
orientasi, persepsi, perhatian dan
konsentrasi, penyesuaian dan
kemampuan bersosialisasi. Pada lansia
yang mengalami demensia akan terjadi
penurunan dalam ingatan, kemampuan
untuk mengingat waktu dan
kemampuan untuk mengenali orang,
tempat dan benda. Sering terjadi
perubahan kepribadian
(Irianto, 2017)dalam jurnal
(Noas et al. 2018). Keadaan tersebut
menjadikan penyebab terbesarnya
individu menjadikan ketergantungan
terhadap orang lain akibat
ketidakmampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari sehingga membuat
seorang lansia tidak dapat menemukan
makna hidupnya.
Hal ini merupakan tantangan
bagi kita semua untuk dapat
mempertahankan kesehatan dan
kemandirian para lansia agar tidak
menjadi beban bagi dirinya, keluarga
maupun masyarakat karena masalah
penyakit degeneratif akibat proses
penuaan yang sering menyertai para
lansia atau disebut juga dengan
demensia.
Sehubungan dengan masalah
diatas peran perawat yang digunakan
yaitu memberi asuhan keperawatan
baik sebagai advokat, edukator,
koordinator, kolaborator, konsultan
dan sebagai pembaharu untuk
meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan termasuk meningkatkan
pengetahuan dan perilaku kelompok
lansia yang mengalami demensia
dengan masalah gangguan kognitif
termasuk bisa menggunakan berbagai
terapi. Salah satunya adalah terapi abnormal sehingga jumlah neuron
kognitif yang dilakukan dengan benar menurun dan mengganggu fungsi dari
karena jika gejala dari demensia tidak area kortikal ataupun subkortikal.
teratasi dengan baik dan benar maka
akan menganggu aktivitas fisik klien. Di samping itu, kadar
neurotransmiter di otak yang
Berdasarkan uraian latar
diperlukan untuk proses konduksi
belakang di atas maka penulis
membuat rumusan masalah sebagai saraf juga akan berkembang. Hal ini
berikut “Bagaimanakah asuhan akan menimbulkan gangguan fungsi
keperawatan demensia pada lanjut kognitif (daya ingat, daya pikir dan
usia dengan masalah gangguan belajar), gangguan sensorium
kognitif di Karang Werdha Bisma (perhatian,kesadaran), persepsi, isi
Desa Sumberporong Kecamatan pikir, emosi dan mood. Fungsi yang
Lawang Kabupaten Malang?”
mengalami gangguan tergantung
Tujuan umun yaitu untuk
menjelaskan tentang Asuhan lokasi area yang terkena (kortikal atau
Keperawatan demensia pada lansia subkortikal) atau penyebabnya, karena
manifestasinya dapat berbeda.
Keadaan patologis dari hal tersebut
Manfaat praktis bagi institusi akademik
yaitu dapat digunakan sebagai referensi akan memicu keadaan konfusio akut
bagi institusi pendidikan untuk demensia. (pathway terlampir).
mengembangkan ilmu pengetahuan
tentang asuhan keperawatan demensia
pada lansia dengan masalah gangguan 3. METODE PENELITIAN
kognitif. Desain penelitian adalah
deskriptif dengan pendekatan studi
2. KAJIAN LITERATUR kasus, dimana penelitian
Proses menua tidak dengan mendiskripsikandan
membandingkan dalam penerapan
sendirinya menyebabkan terjadinya
asuhan keperawatan pada Tn.S dan
demensia. Penuaan menyebabkan Tn.R yang mengalami Demensia
terjadinya perubahan anatomi dan dengan masalah
biokimiawi di susunan saraf pusat
yaitu berat otak akan menurun
sebanyak sekitar 10% pada penuaan
antara 30 sampai 70 tahun. Berbagai
faktor etiologi yang telah disebutkan di
atas merupakan kondisi- kondisi yang
dapat mempengaruhi sel-sel neuron
korteks serebri.

Penyakit degeneratif pada otak,


gangguan vaskuler dan penyakit
lainnya, serta gangguan nutrisi,
metabolik dan toksisitas secara
langsung maupun tak langsung dapat
menyebabkan sel neuron mengalami
kerusakan melalui mekanisme iskemia,
infark, inflamasi, deposisi protein
gangguan kognitif (kerusakan memori) Partisipan dalam penelitian
di Karang Werdha Bisma Desa ini adalah Tn.S dan Tn.R di Karang
Sumberporong Kecamatan Lawang Werdha Bisma Desa Sumberporong
kabupaten Malang . Kecamatan Lawang Kabupaten
Batasan istilah dari studi Malang Tidak bersedia menjadi
kasus yang peneliti buat adalah : subjek penelitian
1. Asuhan keperawatan yang Tempat penelitian telah
dimaksut adalah asuhan keperawatan dilakukan di Karang Werdha Bisma
di Karang Werdha pada Tn.S dan Desa Sumberporong Kecamatan
TN.R yang mengalami demensia Lawang Kabupaten Malang dan
dengan masalah gangguan kognitif waktu penelitian telah dilaksanakan
(kerusakan memori) di Karang selama 6 hari dimulai tanggal 25
Werdha Bisma Desa Sumberporong Februari 2019 sampai dengan 2 Maret
Kecamatan Lawang Kabupaten 2019
Malang untuk memenuhi Teknis analisa data dalam penelitian
kebutuhannya yang dilakukan dimulai adalah sebagai berikut :
dengan pengkajian, diagnosis, 1) Pengumpulan Data
intervensi, implementasi dan evaluasi. Data dikumpulkan dari hasil
2. Demensia (pikun) adalah WOD (wawancara, observasi,
kemunduran kognitif yang sedemikian dokumen). Peneliti melakukan
beratnya sehingga mengganggu wawancara terhadap klien tentang
aktifitas kehidupan sehari-hari dan keluhan dalam kondisi yang dirasakan
aktifitas sosial. Kemunduran kognitif mulai awal pengkajian hingga tahap
pada demensia biasanya diawali evaluasi menggunakan format asuhan
dengan kemunduran memori atau keperawatan. Sedangkan peneliti juga
daya ingat (Nugroho,2008). melakukan observasi tentang
3. Kognitif adalah Proses yang pemeriksaan fisik klien mulai tahap
dilakukan dalam memperoleh inspeksi palpasi, perkusi dan
pengetahuan dan memanipulasi auskultasi. Hasil ditulis dalam bentuk
pengetahuan melalui aktivitas catatan lapangan, kemudian disalin
mengingat, menganalisis, memahami, dalam bentuk transkip (catatan
menilai, membayangkan dan stuktur).
berbahasa. (Maas,2011). 2) Mereduksi Data
Data hasil wawancara yang PEMBAHASAN 1
terkumpul dalam bentuk catatan Pengkajian Keperawatan
lapangan dijadikan satu dalam bentuk Pengkajian pada Tn.S dan Tn.R
transkrip dan dikelompokkan menjadi dilaksanakan pada 25 februari 2019
data subyektif dan obyektif, dianalisis dengan kunjungan setiap hari selama 6
berdasarkan hasil pemeriksaan hari. Data yang diperoleh peneliti
diagnostic kemudian dibandingkan berasal dari subyek, keluarga dan
nilai normal. petugas kesehatan karang werdha
3) Penyajian Data dengan wawancara langsung, observasi
Penyajian data dapat dan pengkajian sistem. Dari hasil
dilakukan dengan table dan teks naratif pengkajian didapatkan bahwa subyek 1
4) Kesimpulan mengatakan bahwa sudah tidak seperti
Dari data yang disajikan, dulu dan sering lupa sedangkan pada
kemudian data dibahas dan subyek 2 mengatakan bahwa daya
dibandingkan dengan hasil hasil ingatnya sudah tidak seperti dulu dan
penelitian terdahulu dan secara teoritis subyek mengatakan sulit untuk
dengan perilaku kesehatan. mengingat. Peneliti menemukan
beberapa gejala khas yang sesuai
4. HASIL DAN dengan teori (Azizah, 2011) yaitu
demensia adalah keadaan dimana mengalami keadaan yang sama seperti
sesorang mengalami penurunan orang depresi yaitu akan mengalami
kemampuan daya ingat dan daya pikir, defisit aktivitas kehidupan sehari-hari
dan penurunan kemampuan tersebut (AKS). Menurut Maramis dalam
menimbulkan gangguan terhadap Azizah (2011), pada lanjut usia
fungsi kehidupan sehari-hari. permasalahan yang menarik adalah
Kumpulan gejala yang ditandai dengan kurangnya kemampuan dalam
penurunan kognitif, perubahan mood beradaptasi secara psikologis terhadap
dan tingkah laku sehingga perubahan yang terjadi pada dirinya.
mempengaruhi aktifitas kehidupan Penurunan kemampuan untuk
sehari-hari penderita. beradaptasi terhadap perubahan dan
Saat pengkajian terdapat stress lingkungan sering
perbedaan yang terjadi pada kedua menyebabkan gangguan psikososial
subyek adalah subyek 1 terdapat dan kesehatan jiwa yang sering
kerusakan fungsi intelektual sedang muncul pada lansia adalah gangguan
dan gangguan kognitif sedang dengan proses pikir, demensia, gangguan
data penunjang hasil pemeriksaan perasaan seperti depresi, harga diri
SPMSQ 6 dari 10 dan MMSE 20 dari rendah, gangguan fisik dan gangguan
30 sedangkan pada subyek 2 terdapat prilaku dalam jurnal (sungkey, H,
kerusakan fungsi intelektual berat dan Mulyadi, dan Bawotong 2017).
gangguan kognitif berat dengan data Peneliti berpendapat pada
penunjang hasil pemeriksaan SPMSQ subyek yang menderita demensia agar
9 dari 10 dan MMSE 13 dari 30. Selain tidak merasa rendah diri karena
itu data yang didapat yaitu kedua semakin bertambahnya usia semua
subyek mengatakan keluhan utama akan mengalami hal tersebut. Selain
yaitu mudah lupa. Menurut John itu peneliti juga memotivasi kepada
(1994) dalam buku (Azizah,2011) subyek penderita demensia untuk
bahwa lansia yang mengalami selalu mengasah kemampuannya
demensia juga akan supaya mencegah lupa semakin parah
dengan cara bercerita dengan
mengenang masa lalu, menggambar
atau melatih otak supaya otak kanan
dan kiri berfungsi dengan baik.
Dan peneliti juga berpendapat
bahwa subyek yang mengalami
demensia mulai dari demensia ringan,
sedang maupun berat harus
diperhatikan dan dilatih supaya
demensia tidak bertambah parah
dengan tidak hanya melibatkan
penderita demensia melainkan juga
orang yang tinggal bersama penderita
demensia.
2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah
penilaian klinis mengenai respon
subyek, keluarga dan petugas
kesehatan karang werdha terhadap
masalah kesehatan yang aktual/
potensial. Berdasarkan hasil
pengkajian pada subyek 1 dan subyek
2 didapat masing-masing diagnosa
yang utama, yaitu : kognitif).
1. Gangguan kognitif (Kerusakan Data obyektif didapatkan baik
memori) berhubungan dengan pada subyek 1 dan subyek 2 adalah
perubahan fisiologis ditandai dengan mudah lupa dan sulit untuk
kebingungan. mengingat. Hal ini sesuai dengan teori
Pada data pengkajian yang dikutip dalam jurnal (Setiawan
diagnosa keperawatan mencakup et al. 2017) mengatakan bahwa
gangguan kognitif (kerusakan demensia di tandai
dengan adanya gangguan mengingat pernah dilakukan pemeriksaan. subyek
jangka pendek dan mempelajari hal – mengalami sering lupa sudah terjadi
hal baru, gangguan kelancaran sekitar 2 tahun yang lalu dan adapun
berbicara (sulit menyebutkan nama faktor riwayat dahulu pada subyek 1
benda dan mencari kata – kata untuk yang menderita penyakit DM sehingga
diucapkan), keliru mengenai tempat memiliki obat rutin konsumsi sehingga
- waktu – orang atau benda, sulit peneliti berpendapat penyebab
hitung menghitung, tidak mampu lagi munculnya demensia ini dari kategori
membuat rencana, mengatur kegiatan, ringan, sedang hingga berat
mengambil keputusan, dan lain – lain disebabkan adanya faktor riwayat
(Sumijatun 2005). Hal ini dikarenakan penyakit serta pengobatan dalam
pada lansia akan cenderung jangka panjang.
mengalamai degenerasi pada otak yang 3 Intervensi Keperawatan
mengakibatkan pada lansia tersebut Dalam melakukan
mengakibatkan gangguan kognitif perencanaan, peneliti menerapkan
(proses fikir). Penelti berpendapat perencanaan terhadap tindakan yang
bahwa kedua subyek yang mengalami sesuai dengan teori yang telah ada
demensia berdasarkan tanda gejala berdasarkan Nic-Noc (NANDA,2015)
utama yaitu mudah lupa dapat yaitu dengan melakukan Memori
disimpulkan dari diagnosa gangguan Training (Pelatihan Memori) dan
kognitif tidak terdapat kesenjangan. Stimulasi Kognitif (Cognitive
Dan diagnosa pada gangguan kognitif Stimulation). Dan variasinya
ini dapat diperkuat dengan adanya
riwayat kesehatan, pada riwayat
penyakit sekarang pada subyek 1 yang
dikeluhkan yaitu mudah lupa,
gangguan mengingatnya sudah lama
terjadi dan belum pernah dilakukan
pemeriksaan untuk gangguan
mengingatnya. Respon ini ditunjukan
pada subyek 1 saat diajak
berkomunikasi keadaan mental subyek
stabil, subyek sering susah saat diajak
berbicara, berbicara tentang suatu
kejadiaan secara berulang-ulang,
terkadang diam saat diajak bercerita.
Pada riwayat dahulu pada subyek 1
post op katarak sehingga pada subyek 1
mengalami defesiensi penglihatan.
Kemudian pada riwayat penyakit
sekarang pada subyek 2 yaitu mudah
lupa. Respon ini ditunjukan pada
subyek 2 lebih suka menyendiri dan
untuk gangguan mengingatnya belum
terletak pada diagnosa gangguan teknik mengingat dengan cara berlatih
kognitif (kerusakan memori), Karena senam otak sedangkan pada Stimulasi
pada subyek 1 yang menderita Kognitif (Cognitive Stimulation) yaitu
kerusakan fungsi intelektual sedang dengan cara menginterprestasikan
dan gangguan kognitif sedang subyek terhadap lingkungan,
sedangkan, pada subyek 2 yang mengobservasi/ mengkaji kemampuan
menderita kerusakan fungsi klien dalam hal memahami dan
intelektual berat dan gangguan memproses informasi. Peneliti
kognitif berat. Pada setiap subyek melakukan keduanya supaya dalam
harus dilakukan terapi untuk menstimulasi otak kanan kiri bekerja
mencegah demensia semakin parah, dengan maksimal. Hal ini didukung
baik itu Memori Training (Pelatihan pada teori yang dikutip dalam jurnal
Memori) dan Stimulasi Kognitif (Noas et al. 2018) diketahui bahwa
(Cognitive Stimulation) dengan tujuan lansia sulit mengingat informasi yang
untuk mengasah kemampuan otak baru diperoleh yang ditandai dengan
pada subyek. Bedanya pada subyek 1 lansia mengulang- ulang
diberikannya latihan hanya dengan pembicaraan, bahkan ada yang tidak
lamanya waktu ±90 menit sedangkan ingat dengan nama anaknya. Menurut
pada subyek 2 diberikannya latihan peneliti bahwa intervensi keperawatan
menghabiskan waktu ±120 menit. yang diberikan harus dipastikan
Peneliti berpendapat berbedaan waktu bahwa kebutuhan klien dapat
menyesuaikan tingkatan konsentrasi dipenuhi melalui tindakan
pada lansia yang mengalami demensia keperawatan serta memodifikasi
karna faktor emosi juga tindakan keperawatan bedasarkan
dipertimbangkans selama pelatihan kondisi klien guna untuk
kognitif berlangsung supaya meningkatkan kemampuan klien
mendapatkan hasil yang maksimal. dalam berkonsentrasi sehingga
Memori Training (Pelatihan kemempuan subyek dalam mengingat
Memori) disini adalah seperti mengalami peningkatan. Adanya
menstimulasi memori dengan Memori Training (Pelatihan Memori)
mengulangi pembicaraan diakhir dan Stimulasi Kognitif (Cognitive
pertemuan, mengenang masa lalu Stimulation) berupa tindakan
subyek (life review) dengan media keperawatan yang sesuai dapat
album foto dan mengimplementasikan
membantu subyek memperkuat daya mengalihkan kegiatan yang bermanfaat
ingat. Sehingga waktu yang tepat dan serta berdampak dengan daya ingatnya
adanya hubungan saling percaya antara yang semakin membaik.
subyek dan peneliti selama tindakan 5.4 Implementasi Keperawatan
asuhan keperawatan juga dapat Gangguan demensia
mempengaruhi status kesehatan dimanifestasikan dalam bentuk
subyek guna untuk membantu masalah kehilangan kemampuan untuk berpikir
mengingat pada subyek membaik. abstrak (Noas et al. 2018). Hal ini
Serta memodifikasi tindakan terjadi dalam tahab pelaksanaannya
keperawatan dengan adanya Memori tidak ada intervensi yang hanya
Training (Pelatihan Memori) dan dilakukan sekali dan langsung dapat
Stimulasi Kognitif (Cognitive membantu masalah pada subyek, serta
Stimulation) dapat meningkatkan pada pelaksanaannya tidak semua
kemampuan subyek dalam intervensi yang telah dibuat harus
bersosialisasi dengan orang lain diterapkan pada kasus yang mana
maupun lingkungan sehingga subyek peneliti menyesuaikan dengan kondisi,
tidak terlalu terfokus pada masalah respon yang muncul dan fasilitas yang
daya ingat dan juga agar klien dapat tersedia. Implementasi pada Tn.S dan
Tn.R dilakukan pada tanggal 25 membuat daftar dan membuat tempat
Februari- 2 Maret 2019 dengan untuk mengatur obat).
kunjungan setiap hari dengan waktu Pada pemeriksaan tingkat
1x24 jam dengan melakukan kerusakan intelektual, peneliti
implementasi selama 6 hari. menggunakan pemeriksaan
Berdasarkan pada diagnosa utama berdasarakan form pemeriksaan
yaitu gangguan kognitif (kerusakan SPMSQ (Short portable mental status
memori). Saat mulai pengkajian dari quesioner) dimana pemeriksaan ini
perencanaan tindakan keperawatan dilakukan setelah tindakan Memori
pada asuhan keperawatan, peneliti Training (Pelatihan Memori) dan
melakukan tindakan yaitu melakukan Stimulasi Kognitif (Cognitive
pendekatan dengan klien dan keluarga Stimulation) selesai dilakukan.
dan jelaskan setiap tindakan. dan Dan peneliti juga
peneliti mengambil data Di Karang mengidentifikasi aspek kognitif
Werdha Bisma Sumberporong dengan menggunakan form
Kecamatan Lawang Kabupaten permeriksaan MMSE (Mini Mental
Malang Status Exam), dimana pemeriksaan ini
Peneliti melakukan tindakan dilakukan setelah tindakan Memori
keperawatan berdasarkan Nic-Noc Training (Pelatihan Memori) dan
(NANDA,2015) yaitu dengan Stimulasi Kognitif (Cognitive
melakukan Memori Training Stimulation) selesai dilakukan.
(Pelatihan Memori) dan Stimulasi Tindakan keperawatan yang
Kognitif (Cognitive Stimulation). diberikan pada subjek 1 untuk
Meliputi, mengkaji kemampuan pelaksanaan tindakan Memori
mengingat subyek dengan melatih Training (Pelatihan Memori) dan
orientasi klien meliputi: mengenang Stimulasi Kognitif (Cognitive
pengalaman masa lalu Stimulation) dan setalah diberikan
(life review),mengimplementasikan peneliti menilai aspek kognitif dengan
teknik mengingat yang baik (melatih menggunakan form permeriksaan
senam otak, membuat catatan, buku MMSE (Mini Mental Status Exam)
harian/kalender, yaitu didapatkan hasil yang
meningkat dari hari pertama hingga
hari ke enam setelah tindakan. Pada
subyek 1 mengalami peningkatan
pada aspek menghitung dan proses
mengingatnya.
Tindakan keperawatan yang
diberikan pada subjek 2 untuk
pelaksanaan tindakan Memori
Training (Pelatihan Memori) dan
Stimulasi Kognitif (Cognitive
Stimulation) dan setalah diberikan
peneliti menilai aspek kognitif dengan
menggunakan form permeriksaan
MMSE (Mini Mental Status Exam)
yaitu didapatkan hasil yang
meningkat dari hari pertama hingga
hari ke enam setelah tindakan. Pada
subyek 1 mengalami peningkatan
pada aspek orientasi waktu dan
tempat.
Hasilnya pada subyek 1
mengalami perkemanbangan yang gangguan kognitif sedang) dan setelah
baik, penilaian ini berdasarkan form dilakukan tindakan selama 6x24 jam
penilaian SPMSQ dan MMSE, di sudah mengalami kemajuan dengan
awal pelakasanaan didapatkan hasil hasil pemeriksaan SPMSQ dan
SPMSQ mepunyai nilai 6 dari 10 MMSE, untuk SPMSQ mempunyai
(terdapat kerusakan fungsi intelektual nilai 0 dari 10 dimana subyek mampu
sedang) sedangkan MMSE menjawab semua dengan benar
mempunyai nilai 20 dari 30 (terdapat
(fungsi intelektual utuh) dan MMSE pada subyek 1 terlihat sangat antusias
mempunyai nilai 27 dari 30 (tidak ada dengan rencana dilakukannya terapi
gangguan kognitif). Sedangkan pada sedangkan pada subyek 2 memang
subyek 2 yang awalnya hasil menyetujui dilakukannya terapi hanya
pemeriksaan SPMSQ dan MMSE, saja pada subyek 2 awal-awal masih
untuk SPMSQ mempunyai nilai 9 dari malas untuk dilakukannya namun
10 (fungsi intelektual kerusakan berat) dengan adanya pendekatan subyek
sedangkan MMSE mempunyai nilai 13 mau dan kooperatif dalam pelaksanaan
dari 30 (gangguan kognitif berat). terapi. Dan apabila subyek belum
Setelah dilakukan tindakan selama mampu dalam hal mengingat/ lupa
6x24 jam sudah mengalami kemajuan dalam menerapkan cara yang telah
dengan hasil pemeriksaan SPMSQ dan diajarkan baik itu dengan cara Memori
MMSE, untuk SPMSQ mempunyai Training (Pelatihan Memori) dan
nilai 6 dari 10 (fungsi intelektual Stimulasi Kognitif (Cognitive
kerusakan sedang) dan MMSE Stimulation), maka peneliti akan
mempunyai nilai 19 dari 30 (gangguan mengulang caranya di awal pertemuan.
kognitif sedang). Hal ini sesuai dengan Cara yang dilaksanakan setiap harinya
teori yang menunjukan bahwa tergantung dengan kemampuan subyek
penurunan fungsi kognitif meliputi dalam menerapkan cara yang sudah
proses belajar, persepsi, pemahaman, diajarkan. Hal ini sesuai dengan
pengertian, perhatian dan lain-lain adanya teori yang mengatakan bahwa
dapat ditingkatkan dengan dorongan kemampuan kognitif pada lansia juga
kehendak seperti gerakan, tindakan
dan koordinasi (Noas et al. 2018).
Maka, peneliti dapat menyimpulkan
tidak adanya kesenjangan antara hasil
temuan dengan teori yang ada.
Menurut peneliti tindakan keperawatan
yang diberikan secara luas yang
dirancang untuk
meningkatkan,
mempertahankan dan memuhlikan
dalam kemampuan daya ingat dengan
adanya motivasi baik secara kognitif
maupun secara afektif dapat mencapai
sesuatu cukup besar, namun apabila
motivasi tersebut kurang memperoleh
dukungan kekuatan fisik maupun
psikologis sehingga hal-hal yang
diinginkan banyak berhenti di tengah
jalan atau tidak mendapatkan hasil
yang maximal.
Setelah kedua subyek
mendapatkan penerapan implementasi,
dipengaruhi oleh faktor personal dan ini bekerja dengan cara
lingkungan seperti tingkat pendidikan, mempengaruhi keseimbangan zat
persepsi diri dan pengharapan, serta kimia alami (neurotransmitter seperti
status kesehatan mental seperti serotonin) pada otak sehingga
depresi dan kecemasan (Noas et al. berpengaruh terhadap faktor
2018). Peneliti mampu menyimpulkan emosional serta neuron pada otak
bahwa hasil implementasi yang mengakibatkan adanya
menunjukan keselarasan antara teori. hambatan dalam konsentrasi belajar
Peneliti berpendapat dalam hal ini dan juga tidak didapatkan hasil yang
perbedaan hasil yang terjadi pada maximal . dan juga adanya konsumsi
subyek 1 terlihat bahwasannya subyek amlodipin yang mana obat ini
1 selalu menerapkan dan melatih termasuk golongan obat antihipertensi
secara mandiri sehingga pada setiap dengan adanya calcium channel
pertemuan mengalami peningkatan blockers untuk menurunkan tekanan
pada kemampuan kognitifnya. darah tinggi, sedangkan pada
Sedangkan pada subyek 2 selama penderita demensia obat anti
penelitian berlangsung subyek terlihat hipertensi adalah pemicu munculnya
kurang bersemangat dan terlihat dari demensia terjadi. Sehingga peneliti
faktor konsumsi obat yang banyak. dapat menyimpulkan pada subyek 2
Hal ini didukung dengan adanya teori peningkatan dalam aspek penilaian
dalam buku (Azizah,2011) salah satu intelektual dan pada aspek kognitif
penyebab dementia reversible relatif lebih lambat dibandingan pda
disebabkan adanya konsumsi obat subyek 1.
(drug) seperti obat sedative, obat 5.5 Evaluasi
penenang minor atau mayor, obat anti Tahap evaluasi merupakan
konvulsan, obat anti depresan, obat tahab akhir dari asuhan keperawatan
anti hipertensi dan obat anti aritmia. yang dilakukan dengan mengacu pada
Sehingga peneliti berpendapat adanya tujuan yang terdapat pada
faktor salah satu konsumsi obat perencanaan. Setelah dilakukan
seperti obat Amitriptyline yang mana timdakan keperawatan dengan
obat ini adalah golongan obat anti diagnosa “Gangguan kognitif
depresan trisiklik yang digunakan (Kerusakan memori) berhubungan
untuk mengobati masalah kejiwaan dengan perubahan fisiologis ditandai
seperti perubahan suasana hati secara dengan
drastis dan depresi. Dan Amitriptyline
kebingungan” setelah dilakukan 6x24 jam sudah mengalami kemajuan
tindakan selama 6x24 jam dengan hasil pemeriksaan SPMSQ dan
terjadi MMSE, untuk SPMSQ mempunyai
perkembangan/peningkatan yang baik nilai 0 dari 10 dimana subyek mampu
pada masalah kognitif kedua subyek. menjawab semua dengan benar (fungsi
Pada subyek 1 terjadi intelektual utuh) dan MMSE
perkemanbangan yang baik dengan mempunyai nilai 27 dari 30 (tidak ada
diagnosa prioritas utama (kerusakan gangguan kognitif) yang mana
memori) yang awalnya subyek hanya penilaian ini berdasarkan form
mampu mengingat beberapa hal dan penilaian tingkat kerusakan intelektual
telah dilakukan pemeriksaan SPMSQ dan berdasarkan form penilaian dalam
dan MMSE, dan SPMSQ mepunyai identifikasi aspek kognitiif.
nilai 6 dari 10 (terdapat kerusakan Peningkatan ini terjadi pada aspek
fungsi intelektual sedang) sedangkan menghitung dan proses mengingatnya.
MMSE mempunyai nilai 20 dari 30 Pada subyek 2 dengan
(terdapat gangguan kognitif sedang) diagnosa prioritas utama (kerusakan
setelah dilakukan tindakan selama memori) yang awalnya subyek tidak
bersemangat dalam kegiatan terapi perbedaan lama kesembuhan antara
kognitif namun setelah adanya subyek 1 dan subyek 2. Maka, peneliti
pendekatan subyek mau melakukan dapat menyimpulkan tidak adanya
kegiatan yang awalnya hasil kesenjangan antara hasil temuan
pemeriksaan SPMSQ dan MMSE, dengan teori yang ada. Dan peneliti
untuk SPMSQ mempunyai nilai 9 dari berpendapat pada penderita demensia
10 (fungsi intelektual kerusakan berat) yang mengalami gangguan kognitif
sedangkan MMSE mempunyai nilai 13 tindakan keperawatan yang diberikan
dari 30 (gangguan kognitif berat). secara luas yang dirancang untuk
Setelah dilakukan tindakan selama meningkatkan,
6x24 jam sudah mengalami kemajuan mempertahankan dan memuhlikan
dengan hasil pemeriksaan SPMSQ dan dalam daya ingat dengan adanya
MMSE, untuk SPMSQ mempunyai motivasi baik kognitif maupun afektif
nilai 6 dari 10 (fungsi intelektual dapat mencapai sesuatu cukup besar,
kerusakan sedang) dan MMSE namun apabila motivasi tersebut
mempunyai nilai 19 dari 30 (gangguan kurang memperoleh dukungan
kognitif sedang) yang mana penilaian kekuatan fisik maupun psikologis
ini berdasarkan form penilaian tingkat sehingga hal-hal yang diinginkan
kerusakan intelektual dan berdasarkan banyak berhenti di tengah jalan atau
form penilaian dalam identifikasi tidak mendapatkan hasil yang
aspek kognitiif. Peningkatan ini terjadi maximal. Serta keikut sertaan subyek
pada aspek orientasi waktu dan tempat. dalam berlatih secara mandiri. Selain
Pada kasus demensia ini hal-hal yang ada diatas peneliti juga
Menurut (Azizah,2011) disebabkan berpendapat berdasarkan teori dalam
diantara pengaruh obat (drug), buku (Kusuma,2013) faktor penyebab
emosional, gangguan metabolik dan demensia bisa disebabkan karna latar
endokrin (diabetes mellitus), disfungsi belakang budaya dan pendidikan yang
mata dan telinga, nutrisi, penyakit perlu dipertimbangkan dalam
degeneratif dan adanya penyakit mengevaluasi kapasitas dan kualitas
vaskuler. Hal tersebutlah yang menjadi mental seseorang. Budaya yang
faktor yang mempengaruhi dimaksut ialah budaya buruk seperti
merokok, mengonsumsi alkohol seta
obat-obatan, obesitas, kurang
olahraga, kurang tidur, stres, dan
depresi yang mana ini adalah sederet
gaya hidup buruk pencetus demensia.
Adapun beberapa faktor risiko yang
dapat mempercepat munculnya
demensia, di antaranya usia lanjut,
genetik, psikologis, dan penyakit
metabolis. Faktor risiko berupa usia
dan keturunan memang tak bisa
dihindari. Namun, faktor psikologis
dan penyakit metabolis jelas bisa
dicegah. Pasalnya, dua faktor itu
tercipta akibat gaya hidup yang buruk.
Dan untuk tingkatan pendidikan juga
merupakan salah satu faktor yang
memiliki hubungan dengan kejadian
demensia pada lansia. semakin rendah
tingkat pendidikan seseorang maka
semakin tinggi angka prevalensi
demensia karna semakin sering kita tahu nama seorang presiden sehingga
melatih dan menggunakan otak kita, ketika dilakukan pemeriksaan terkait
maka kemunduran kognitif dapat dengan pemeriksaan demensia saat
diperlambat sehingga seseorang yang ditanya tentang pengetahuan tersebut
memiliki tingkat pendidikan yang mungkin saja tidak akan bisa
tinggi memiliki faktor pelindung dari menjawab. Sementara orang yang
risiko terkena demensia Misalnya, berpendidikan dan berpengetahuan
sesorang mungkin saja tidak pernah luas,
ketidaktauan nama presiden mungkin Kognitif (Cognitive Stimulation).
saja dapat menjadi parameter Intervensi yang dicantumkan
mengukur kapasitas ingatan orang berdasarkan Nic-Noc (NANDA,2015)
tersebut. Sehingga peneliti dapat dengan sumber yang ada.
menyimpulkan bahawa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka 4. Implementasi keperawatan
akan semakin tinggi tingkat aktivitas
Peneliti melaksanakan implementasi
belajar sehingga fungsinya untuk
sesuai intervensi yang telah
menjaga ketajaman daya ingat dan
ditemtukan pada kedua subyek.
senantiasa mengoptimalkan fungsi
Implementasi ada yang dimodifikasi
otak. Sehingga dalam pengukuran
dari intervensi yang ada. Ada
kualitas kognitif diperlukan gambaran
hambatan pada saat implementasi yaitu
spesifik tentang latar budaya dan
pada subyek 2 yaitu adanya faktor
pendidikan.
penurunan tingkatan konsentrasi.
5. Evaluasi Keperawatan
5. KESIMPULAN
Setelah diberikan asuhan keperawatan
1. Pengkajian keperawatan. selama 6x24 jam terhadap kedua
Dari hasil pengkajian didapatkan dua subyek,
subyek berjenis kelamin laki-laki
dengan kategori Usia Tua (Old) ditemukan perkembangan pada
dengan subyek 1 yang usianya 83 diagnosa Gangguan kognitif
tahun sedangkan subyek 2 yang (Kerusakan memori) yaitu pada subyek
usianya 79 tahun. Keduanya
1 yang awalnya nilai SPMSQ 6
mengalami demensia dengan subyek
pertama mengalami demensia sedang menjadi 0 dan untuk awal MMSE 20
(SPMSQ= 6 dan MMSE=20) dan menjadi 27 sedangkan pada subyek 2,
subyek kedua mengalami demensia yang awalnya nilai SPMSQ 9 menjadi
berat (SPMSQ=9 dan MMSE= 13) 6 dan untuk awal MMSE 13 menjadi
2. Diagnosa Keperawatan 19. Subyek 1 mengalami peningkatan
Dari hasil analisa data pada kedua yang cukup tinggi karena pada subyek
subyek, masing-masing subyek
1 setelah dilakukannya pemberian
ditemukan diagnosa keperawatan yang
utama yaitu : asuhan keperawatan subyek terus
Gangguan kognitif (Kerusakan melatih dan mengasah kemampuannya
memori) berhubungan dengan secara mandiri
perubahan fisiologis ditandai dengan
kebingungan.
Intervensi Keperawatan 6. REFERENSI
3. Intervensi keperawatan 1. Azizah, L. M. (2011).
untuk mengatasi diagnosa gangguan Keperawatan Lanjut Usia.
kognitif (kerusakan memori), peneliti Yogyakarta: Graha Ilmu.
melakukan terapi: Memori Training 2. Badan Pusat Statistik., (2013).
Situasi dan Analisis Lanjut Usia
(Pelatihan Memori) dan Stimulasi
3. Faisal Yatim, 2003. Pikun
(Demensia), Penyakit Alzheimer, 7. Kusuma, R. (2013). Berdamai
dan Sejenisnya, Bagaimana Dengan Alzheimer. Yogyakarta:
Cara Menghindarinya. Jakarta: KATAHATI.
Pustaka Populer Obor. 8. Maas, L. Meridean. (2011).
4. Hidayat, Azimul Alimul. 2012. Asuhan Keperawatan Geriatrik.
Riset Keperawatan dan Teknik Jakarta: EGC.
Penulisan Ilmiah. Jakarta: 9. Noas, Apriance et al. 2018.
Salemba Medika “Hubungan demensia dengan
5. http://desa- kebermaknaan hidup pada lanjut
sumberporong.malangkab.go.id/r usia di bplu senja cerah provinsi
ead/d etail/856/jumlah- sulawesi utara.” e-journal
penduduk- berdasarkan-kk-per- keperawatan (e-kp) 6(hubungan
rt-rw-dan- dusun.html demensia dengan kebermaknaan
6. https://malangkab.bps.go.id/statict hidup pada lanjut usia di BPLU
able senja cerah provinsi sulawesi
/2016/08/11/503/penduduk- utara):1–7.
menurut- kelompok-umur-dan-
jenis-kelamin- 2015-2020.html

Anda mungkin juga menyukai