DENGAN DEMENSIA
DISUSUN OLEH :
KELAS BILINGUAL A / 7D
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, saya mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini saya
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. TUJUAN.......................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4
A. KONSEP DEMENSIA.................................................................................4
B. TIPE-TIPE DEMENSIA...............................................................................5
C. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DEMENSIA..9
D. KONSEKUENSI PERUBAHAN PADA LANSIA DENGAN DEMENSIA
10
E. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI DENGAN DEMENSIA................15
BAB III..................................................................................................................21
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS.................................................................21
BAB IV..................................................................................................................28
PENUTUP..............................................................................................................28
A. KESIMPULAN...........................................................................................28
B. SARAN.......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan
intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan
fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan
dan aktivitas sehari-hari. Demensia bukanlah suatu penyakit yang spesifik.
Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
kumpulan gejala yang bisa oleh berbagai kelainan yang mempengaruhi
otak. Seorang penderita demensia memiliki fungsi intelektual yang
terganggu dan menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari maupun
hubungan dengan orang sekitarnya. Penderita demensia juga kehilangan
kemampuan untuk memecahkan masalah, mengontrol emosi, dan bahkan
bisa mengalami perubahan kepribadian dan masalah tingkah laku seperti
mudah marah dan berhalusinasi. Seseorang didiagnosa demensia bila dua
atau lebih fungsi otak, seperti ingatan dan keterampilan berbahasa
menurun secara signifikan tanpa disertai penurunan kesadaran (Turana,
2006).
Nugroho (2008) berpendapat bahwa demensia (pikun) adalah
kemunduran kognitif yang sedemikian berat sehingga mengganggu
aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif pada
demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat
(pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer
berkaitan erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60%
menyebabkan kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan meningkat
terus.
Perjalanan penyakit demensia biasanya dimulai secara perlahan
dan makin lama makin parah, sehingga keadaan ini pada mulanya tidak
disadari. Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat
waktu dan kemampuan untuk mengenali orang, tempat dan benda.
Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata
yang tepat dan dalam pemikiran abstrak (misalnya dalam pemakaian
1
angka). Sering terjadi perubahan kepribadian dan gangguan perilaku.
Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi
tetapi bisa juga bermula sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan
emosi atau perubahan kepribadian lainnya. Terjadi perubahan ringan
dalam pola berbicara sehingga penderita menggunakan kata-kata yang
lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak
mampu menemukan kata-kata yang tepat. Ketidakmampuan mengartikan
tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan kendaraan
dan pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya
(Turana, 2006).
Demensia ini terjadi oleh berbagai penyebab seperti demensia
idiopatik disebabkan karena gangguan degenerasi primer atau metabolik
serta penyakit kronis seperti: alzhaimer, stroke. Demensia vaskuler ialah
sindrom demensia yang disebabkan oleh disfungsi otak yang diakibatkan
oleh penyakit serebrovaskuler. Demensia sekunder memiliki kriteria
disebabkan oleh penyakit yang sebelumnya telah diderita serta penyebab-
penyebab lain seperti nutrisi dan vitamin yang diperoleh, infeksi,
gangguan metabolik dan endokrin, lesi desak ruang, stress, gangguan
nutrisi, obat-obatan, gangguan oto-imun,intoksikasi, dan trauma (Nugroho,
2008).
Penyakit demensia menyerang usia manula, bertambahnya usia
maka makin besar peluang menderita penyakit demensia. Peningkatan
angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti meningkatnya
usia seseorang setelah lewat usia 60 tahun, prevalensi dari demensia
berlipat dua kali setiap kenaikan 5 tahun usia. Secara biologis penduduk
lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus
menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik. Perubahan
fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua
orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu (Stanley, 2007).
B. TUJUAN
2
1. Mampu melakukan pengkajian pemenuhan kebutuhan dasar pada
lansia dengan demensia.
2. Mampu menganalisa data untuk menentukan masalah keperawatan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar pada lanjut usia dengan
demensia.
3. Mampu merencanakan tindakan keperawatan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar pada lanjut usia dengan demensia.
4. Mampu melakukan evaluasi pada lansia dengan pemenuhan
kebutuhan dasar pada lansia dengan demensia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DEMENSIA
Pemahaman tentang gangguan fungsi kognitif dipersulit oleh
banyak istilah yang digunakan secara bergantian dan seringkali tidak
akurat untuk menggambarkan demensia. Penelitian baru-baru ini telah
sangat meningkatkan kemampuan dokter untuk mendiagnosis dan
mengobati berbagai jenis demensia, tetapi juga menyebabkan
berkembangnya istilah terkait demensia. Berikut ini adalah beberapa
istilah yang digunakan tenaga kesehatan untuk merujuk pada gangguan
kognitif pada lansia: kebingungan, demensia, kepikunan, penyakit
Alzheimer, stroke ringan, masalah memori, "penyakit orang tua", sindrom
otak organik, dan pengerasan dari arteri.
Selama awal tahun 1900-an, istilah pengerasan arteri adalah
diagnosa umum untuk gangguan kognitif pada lansia. Istilah ini
menunjukkan bahwa ada penyebab patologis, tetapi kondisi tersebut masih
dipandang sebagai konsekuensi penuaan yang tak terhindarkan. Istilah ini
sekarang tidak digunakan untuk merujuk pada gangguan kognitif. Pada
1950-an, istilah sindrom otak organik (OBS) adalah istilah yang umum
digunakan untuk menggambarkan konstelasi efek neurologis dari kondisi
patologis yang mendasari. Istilah sindrom otak organik akut (juga disebut
delirium) mengacu pada kondisi yang dapat diobati, sedangkan istilah
sindrom otak kronis (COBS) mengacu pada kondisi ireversibel yang
dikaitkan dengan patologi vaskular. Pada tahun 1960-an, pemeriksaan
otopsi pada spesimen otak memberikan bukti ilmiah pertama tentang
penyebab yang mendasari gangguan kognitif. Berdasarkan temuan ini,
peneliti dan praktisi menyimpulkan bahwa sebanyak 25% dari perubahan
yang sebelumnya dikaitkan dengan COBS sebenarnya merupakan
manifestasi dari kondisi yang dapat diobati. Selama tahun 1970-an,
pseudodementia digunakan untuk merujuk pada gangguan kognitif yang
disebabkan oleh kondisi fisiologis, tetapi istilah ini tidak lagi digunakan.
4
Demensia adalah istilah medis yang paling akurat menggambarkan
penurunan fungsi kognitif secara progresif. Demensia adalah istilah
diagnostik yang luas yang mencakup sekelompok gangguan otak yang
ditandai dengan penurunan bertahap dalam kemampuan kognitif
(misalnya, ingatan, pemahaman, penilaian, pengambilan keputusan,
komunikasi) dan perubahan dalam kepribadian dan perilaku. Demensia
bukanlah penyakit tunggal melainkan sindrom, dan istilah ini mengacu
pada kombinasi manifestasi yang muncul dari berbagai penyebab. Karena
penyakit Alzheimer adalah jenis demensia yang paling umum, dan jenis
dengan riwayat pengenalan terlama, penyakit Alzheimer dan demensia
sering digunakan secara bergantian.
Sejak tahun 1990-an, teori tentang demensia telah berkembang,
sebagian besar disebabkan oleh perkembangan teknik pencitraan otak yang
dapat memberikan informasi tentang berbagai aspek fungsi otak.
Misalnya, computed tomography (CT) dan pencitraan resonansi magnetic
(MRI) memberikan informasi tentang perubahan struktural otak dan lesi
yang dapat menyebabkan gangguan kognitif. Single photon emission
computed tomography (SPECT) dan positron emission tomography (PET)
scan memberikan informasi spesifik tentang tingkat metabolisme untuk
glukosa dan oksigen di otak.
B. TIPE-TIPE DEMENSIA
1. Demensia Alzheimer
Kriteria patologis utama untuk penyakit Alzheimer adalah
adanya plak neuritik dan kekusutan neurofibrillary, seperti yang
diidentifikasi oleh Alzheimer pada awal 1900-an dan dikonfirmasi
oleh berbagai studi otopsi yang dilakukan sejak 1960-an.
Kehilangan atau degenerasi neuron dan sinapsis di daerah yang
sama ini adalah ciri utama lain dari patologi penyakit Alzheimer.
Pada awal 1990-an, para ilmuwan telah mengidentifikasi beta-
amiloid dalam plak dan pembuluh darah sebagai ciri patologis lain
dari Penyakit Alzheimer.
5
Perubahan otak patologis penyakit Alzheimer memicu
perubahan neurotransmitter yang menyebabkan degenerasi neuron
yang sehat dan, akhirnya, menyebabkan kematian sel. Efek
spesifik pada neurotransmitter termasuk hilangnya reseptor
serotonin dan penurunan produksi asetilkolin, asetilkolinesterase,
dan kolin asetiltransferase. Penurunan terbesar dalam pemancar
terjadi di area yang paling terpengaruh oleh plak, dan perubahan
ini menyebabkan gejala kognitif dan perilaku.
Risiko untuk Penyakit Alzheimer
Para peneliti pertama kali mengajukan pertanyaan tentang
faktor genetik sebagai penyebab penyakit Alzheimer pada
pertengahan tahun 1930-an, tetapi baru pada akhir tahun 1970-an
istilah "penyakit Alzheimer dalam keluarga" muncul dalam
literatur. Anak-anak dari orang tua yang terkena memiliki
kemungkinan 25% hingga 50% untuk menderita penyakit
Alzheimer, dan risikonya lebih tinggi jika penyakit tersebut terjadi
pada lebih dari satu generasi dan ketika onset penyakit sebelum
usia 65 (Kamat et al., 2010). Kelainan pada kromosom 1, 14, dan
21 dikaitkan dengan penyakit Alzheimer familial onset dini, tetapi
kelainan ini terhitung kurang dari 1% dari semua jenis penyakit
Alzheimer (Ertekin-Taner, 2010).
Penemuan terkini terkait dengan beta-amiloid, mutasi
kromosom, dan prekursor amiloid protein membentuk dasar untuk
banyak penelitian genetika. Misalnya, orang dengan sindrom
Down memiliki kromofor ekstra 21 di mana gen protein prekursor
amiloid berada, dan mereka pasti menunjukkan perubahan otak
mirip penyakit Alzheimer pada sekitar usia 40 tahun. Selain itu,
risiko sindrom Down meningkat pada keluarga individu dengan
penyakit Alzheimer.
Studi terbaru menunjukkan bahwa peradangan saraf dapat
memainkan peran penting dalam memicu pembentukan saraf
neurofibrillary yang merupakan karakteristik penyakit Alzheimer
6
(Metcalfe & Figueiredo-Pereira, 2010). Stres oksidatif dan
disregulasi imun adalah dua mekanisme yang menyebabkan proses
peradangan saraf ini (Ciaramella et al., 2010; McNaull, Todd,
McGuinness, & Passmore, 2010).
Selain penelitian tentang faktor genetik dan proses
inflamasi, peneliti berfokus pada risiko yang dapat dimodifikasi
berikut ini: depresi, hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokok,
obesitas, gagal jantung, fibrilasi atrium, rendahnya tingkat aktivitas
mental dan fisik, dan asupan makanan tinggi lemak total, lemak
jenuh, dan kolesterol total (de Toledo Ferraz Alves, Ferreira,
Wajngarten, & Busatto, 2010; Kamat et al., 2010).
2. Demensia Vaskular
Demensia vaskular telah diidentifikasi sebagai jenis
demensia yang umum dan berbeda selama beberapa dekade.
Namun, penelitian terbaru, terutama yang didasarkan pada otopsi,
menunjukkan bahwa kerusakan serebrovaskular paling sering
terjadi bersamaan dengan perubahan neuropatologis dari demensia
lainnya. Satu studi menemukan bahwa hanya 3% dari 382 otak
yang diautopsi menunjukkan demensia vaskuler murni, dan studi
lain menemukan bahwa lesi vaskular berdampingan dengan
patologi Alzheimer pada 77% kasusmdugaan demensia vaskular
(Morris, 2005). Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan ini, ada
kesepakatan bahwa demensia vaskular disebabkan oleh kematian
sel saraf di daerah yang diberi makan oleh pembuluh yang sakit.
Proses patologis yang mendasari dapat mencakup infurksi dari
penyumbatan pembuluh darah besar, perdarahan darah besar atau
kecil. pembuluh darah, stroke lakunar pada arteri kecil, dan
penyakit Binswanger yang melibatkan lesi difus materi putih
(Cherubini et al., 2010).
Faktor risiko kardiovaskular yang sangat terkait dengan
demensia vaskular termasuk stroke, hipertensi, dan fibrilasi atrium.
7
Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa genotipe APOE-
4 menyumbang hampir 25% dari demensia vaskular (Chuang et al.,
2010).
8
diobservasi dengan cermat untuk mengetahui efek sampingnya.
Karakteristik klinis penting lainnya adalah bahwa penderita
demensia tubuh Lewy dapat mengalami dekompensasi dengan
cepat dan signifikan ketika mereka memiliki kondisi medis
(misalnya, infeksi ringan) atau ketika lingkungan mereka berubah.
Juga fluktuasi kognitif biasanya terjadi selama beberapa menit,
jam, atau hari. Karena implikasi klinis yang serius dari jenis
demensia ini dan karena sering tidak dikenali, perawat perlu
waspada terhadap kemungkinan bahwa seseorang dengan demensia
tubuh Lewy mungkin salah didiagnosis dengan jenis demensia lain
atau dengan penyakit Parkinson.
4. Demensia frontotempolar
Demensia frontotemporal menggambarkan sekelompok
kondisi neurodegeneratif yang terkait dengan gangguan tau (sejenis
protein dalam neuron) yang menyebabkan atrofi di lobus frontal
dan temporal. Demensia frontotemporal menyumbang 30% hingga
50% kasus demensia pada orang yang lebih muda dari 65 tahun,
dengan usia rata-rata serangan adalah 54 tahun (Kertesz, 2010).
Penyakit Pick pertama kali diidentifikasi sebagai jenis demensia
fronotemporal pada tahun 1892, dan dalam beberapa tahun
terakhir, para ilmuwan telah mengklasifikasikan demensia
frontotemporal menurut presentasi klinis sebagai varian perilaku
atau bahasa (juga disebut semantik) (Arvanitakis, 2010; Gordon et
al .. 2010).
9
(Daviglus et al., 2010) menyimpulkan bahwa rekomendasi berbasis bukti
yang kuat tidak dapat ditarik tentang hubungan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi yang terkait dengan penurunan kognitif. Namun, panel
konsensus merekomendasikan studi intervensi yang sedang berlangsung
seperti obat antihipertensi, asam lemak omega-3, aktivitas fisik, dan
keterlibatan kognitif. Satu temuan yang konsisten adalah bahwa banyak
perilaku yang memiliki hasil positif untuk kesehatan secara keseluruhan,
termasuk aktivitas fisik dan praktik diet sehat, juga memiliki efek positif
dalam mencegah penurunan kognitif.
Seorang ahli gerontologi berkomentar bahwa dekade terakhir tahun
1900-an disebut Dekade Otak, dan dekade pertama tahun 2000-an dapat
ditetapkan sebagai Dekade Kebugaran Otak karena fokus saat ini untuk
meningkatkan dan mempertahankan fungsi kognitif manusia hingga akhir
kehidupan (LaRue, 2010). Perawat telah menyarankan bahwa intervensi
untuk meningkatkan cadangan kognitif pada orang dengan demensia tahap
awal mungkin juga merupakan intervensi untuk mencegah delirium (Fick,
Kolanowski, Beattic, & McCrow, 2009). Strategi pencegahan khusus
yang disarankan oleh Fick dan rekannya termasuk aktivitas fisik, interaksi
sosial, aktivitas mental yang menantang, dan menghindari pengobatan
yang tidak tepat
10
mempengaruhi penderita demensia, pengasuh dan keluarga penderita
demensia juga mengalami konsekuensi yang signifikan.
1. Tahapan Demensia
Pada pertengahan 1980-an, seorang psikiater Amerika,
Reisberg, mengusulkan model tujuh tahap untuk menggambarkan
konsekuensi fungsional penyakit Alzheiner. Skema pementasan
Reisberg, yang telah diperbarui dan disempurnakan disebut sebagai
Global Deterioration Scale / Functional Assessment Staging, atau
GDS FAST. Sistem stadium ini digunakan secara luas dan telah
terbukti valid dan dapat diandalkan untuk menentukan stadium
penyakit Alzheimer (Sabbagh et al., 2009). Karena demensia
sangat terkait dengan harapan hidup yang lebih pendek, penyakit
ini secara luas dikenal sebagai penyakit terminal dengan kematian
sebagai konsekuensi fungsional utama. Dengan demikian, dalam
beberapa tahun terakhir, telah ada pengakuan yang meningkat
tentang kebutuhan untuk menyediakan layanan hospis dan
perawatan paliatif selama demensia stadium akhir.
11
Kurangnya kesadaran akan defisit kognitif, yang disebut
anosog-Hasia, sekarang dikenali sebagai fitur diagnostik inti dari
demensia frontotemporal, hal ini juga terjadi dengan demensia
Alzheimer ketika korteks frontal terpengaruh (Salmon et al., 2008;
Shibata. Narumoto, Kitabayashi, Ushijima, & Fukui, 2008).
Namun, semakin banyak bukti menunjukkan bahwa bahkan ketika
orang dengan demensia mengalami anosognosia, mereka
mempertahankan kesadaran diri akan kebutuhan dan perasaan
mereka, yang disebut kesadaran yang dipertahankan, dari tahap
awal hingga tahap selanjutnya (Bossen, Specht, & McKenzie,
2009). Studi juga menemukan bahwa kesadaran yang
dipertahankan relevan dengan identifikasi kebutuhan, terutama
yang berkaitan dengan kontrol pribadi, pendidikan dan dukungan,
perlindungan harga diri, dan mengelola tanggapan terhadap
penyakit (Specht. Taylor, & Bossen, 2009).
12
sehari-hari (ADLS). Namun, seiring berkembangnya penyakit,
orang dengan demensia kurang mampu menutupi perubahan
tersebut, dan orang dengan kontak yang kurang intim akan mulai
mempertanyakan penyebab defisit.
Banyak catatan tentang pengalaman hidup penderita
demensia telah diterbitkan sejak 1990-an. Meskipun sebagian
besar riwayat hidup ini menggambarkan demensia sebagai
tantangan besar yang harus, begitu banyak narasi pribadi yang
mencerminkan tema positif seperti ketahanan, rasa diri yang kuat,
berjuang untuk normaley. Dengan demikian, penting bahwa
praktisi perawatan kesehatan menyadari bahwa sejauh mana
demensia dipandang sebagai masalah bervariasi. Sebuah studi oleh
Hulko (2009) menunjukkan bahwa orang yang "lebih istimewa"
lebih cenderung memandang demensia secara negatif dan mereka
yang lebih "terpinggirkan" akan mengabaikan signifikansi
demensia dan menolak dipandang sebagai keseluruhan gejala
mereka ( Hulko, 2009).
Emosi dan perilaku umum penderita demensia termasuk
kehilangan, ketakutan, rasa malu, amarah, salness, kecemasan,
frustrasi, kesepian, depresi, ketidakpastian, rasa tidak berguna,
menyalahkan diri sendiri, berkurangnya rasa sayang, dan menarik
diri dari aktivitas yang menantang. Fokus utama dari respon
emosional, terutama selama tahap carly, adalah pada penyesuaian
kembali konsep diri seseorang, mencoba untuk mempertahankan
rasa normal, dan mengembangkan strategi kognitif, sosial, dan
perilaku untuk meningkatkan kepercayaan diri (Cotter, 2009),
bahkan selama tahap akhir demensia ketika kemampuan kognitif
sangat terganggu, respons emosional diarahkan untuk
mempertahankan rasa diri. Emosi yang dominan selama tahap
selanjutnya dari demensia termasuk perasaan kehilangan,
kemarahan, frustrasi, ketidakpastian, dan kurangnya kontrol atau
penentuan nasib sendiri (Clare, Rowlands, & Quin, 2008). Sangat
13
penting untuk menyadari bahwa tanggapan emosional dari orang
dengan demensia dapat dilecehkan atau diubah, tetapi mereka tidak
pernah absen. Saat demensia berkembang, orang tersebut
cenderung mengekspresikan emosi secara nonverbal dan perilaku.
Itu, dua tanggung jawab penting dari pengasuh adalah untuk
mendorong dan menafsirkan komunikasi nonverbal, yang menjadi
mode komunikasi utama selama tahap selanjutnya dari demensia.
14
d) Gangguan mood (misalnya, apatis, depresi, euforia, labil
emosional)
e) Gerakan motorik yang menyimpang (misalnya, mondar-
mandir, mencari-cari, mengembara)
f) Perubahan neurovegetatif (misalnya, perubahan nafsu
makan, gangguan tidur).
Perilaku agresif sangat bermasalah bagi pengasuh dalam situasi apa
pun. Sebuah tinjauan literatur sistematis menemukan bahwa
pengasuh di panti jompo menghadapi berbagai perilaku agresif,
termasuk agresi verbal (misalnya, ancaman dan penghinaan) dan
fisik (menendang dan menggigit), terutama selama kegiatan
perawatan pribadi ketika penghuni pribadi. ruang telah dilanggar
(Zeller et al., 2009). Pengaruh lingkungan merupakan salah satu
faktor yang menentukan apakah suatu perilaku bermasalah.
Misalnya, dalam unit kelembagaan yang terkunci, perilaku
mengembara mungkin tidak bermasalah, sedangkan dalam
pengaturan rumah, mengembara mungkin tidak aman dan
bermasalah. Demikian pula, kegelisahan di malam hari
menciptakan lebih banyak masalah bagi pasangan yang merupakan
satu-satunya pengasuh daripada bagi staf perawat yang dibayar
untuk memberikan perawatan 24 jam.
15
4) Spiritual
Pengkajian Keadaan Umum
a) Tingkat kesadaran
b) Identitas klien
c) Gambaran diri,peran, ideal diri, harga diri
d) Hubungan sosial
e) Status mental
f) persepsi
2. Diagnosa Keperawatan
1) Sindrom stress relokasi berhubungan dengan:
a. Perasaan tidak berdaya
b. Gangguan status kesehatan psikososial
c. Menurunnya status kesehatan fisik
2) Risiko terhadap trauma/cedera berhubungan dengan:
a. Kurangnya pendidikan
b. Disorientasi, bingung
c. Kurangnya penglihatan
3) Perubahan proses prikir berhubungan dengan:
a. Kehilangan memori
b. Perubahan fisiologis
c. Gangguan penilaian
4) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan:
a. Pembatasan lingkungan secara terapeutik
b. Perubahan persepsi
5) Perubahan pola tidur berhubungan dengan:
a. Perubahan lingkungan
b. Kerusakan neurologis
6) Defisit perawatan diri berhubungan dengan:
a. Intoleransi aktifitas
b. Penurunan kognitif
7) Risiko tinggi perubahan nutrisi berhubungan dengan:
a. Perubahan sensori
b. Agitasi
16
c. Mudah lupa
8) Perubahan pola eliminasi urinary/konstipasi berhubungan
dengan:
a. Gangguan neurologis
b. Disorientasi
9) Ketidakefektifan koping keluarga
3. Intervensi
17
f. Tidak menyimpan
pengalaman
menyakitkan.
g. Menggunakan
bantuan dari
sumber yang tepat
selama waktu
pengaturan pada
lingkungan baru.
Resiko terhadap Setelah dilakukan 1. Hilangkan sumber bahaya
trauma/cedera perawatan selama … lingkungan.
berhubungan dengan : x 24 jam, klien 2. Alihkan perhatian saat
a. Kurangnya diharapkan dapat: perilaku
pendidikan a. Meningkatkan teragitasi/berbahaya,
b. Disorientasi, tingkat aktivitas. seperti memanjat pagar
bingung b. Dapat beradaptasi tempat tidur.
c. Kurangnya dengan 3. Gunakan pakaian sesuai
penglihatan lingkungan untuk lingkungan
mengurangi risiko fisik/kebutuhan klien.
trauma/cedera. 4. Kaji efek samping obat,
c. Tidak mengalami tanda keracunan (tanda
trauma/cedera. ekstrapiramidal, hipotensi
d. Keluarga ortostatik, gangguan
mengenali penglihatan, gangguan
potensial gastrointestinal).
dilingkungan dan
mengidentifikasi
tahap-tahap untuk
memperbaikinya.
Perubahan proses Setelah dilakukan 1. Pertahankan lingkungan
pikir berhubungan perawatan … x 24 yang menyenangkan dan
dengan : jam, klien tenang.
a. Perubahan diharapkan dapat : 2. Lakukan pendekatan
fisiologis a. Mampu dengan cara perlahan dan
(degenarasi neuron memperlihatkan tenang.
ireversibel). kemampuan 3. Tahap wajah ketika
b. Kehilangan kognitif untuk berbicara dengan klien.
memori/ingatan. menjalani 4. Panggil klien dengan
c. Konflik psikologis. konsekuensi namanya.
d. Gangguan kejadian yang
penilaian. menegangkan
terhadap emosi
dan pikiran
tentang diri.
b. Mampu
mengembangkan
strategi untuk
mengatasi
18
anggapan diri
yang negative.
c. Mampu
mengenali
perubahan dalam
berpikir atau
tingkah laku dan
faktor penyebab.
d. Mampu
memperlihatkan
penurunan
tingkah laku yang
tidak diinginkan,
ancaman, dan
kebingungan.
4. Implementasi
Tindakan keperawatan (Implementasi) adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
19
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan,
membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari,
memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien.
Pelaksanaan keperawatan pada Demensia dikembangkan untuk
memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan
sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah
sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien
dalam personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan
dan pengobatan Demensia.
5. Evaluasi
Mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan
kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Data di kumpulkan dengan
dasar berkelanjutan untuk mengukur perubahan dalam fungsi, dalam
kehidupan sehari hari, dan dalam ketersediaan atau penggunaan
sumber eksternal.
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
A. KASUS
Seorang laki-laki berusia 60 tahun tinggal di PSTW (Panti Sosial Tresna
Werdha), menurut petugas panti klien pernah mengalami stroke 3 minggu
lalu, saat ini klien mengeluh lupa nama, hari, tanggal dan bulan, klien
mengatakan sulit juga mengingat nama-nama orang yang baru dikenal.
Klien mengalami kesulitan untuk melakukan olahraga bersama kelompok
lansia di panti, ketika ditanya klien mengeluh tidak kuat untuk mengikuti
olahraga bersama , klien kadang mulai mengalami kesulitan mengingat
dimana meletakkan barang-barang seperti kunci. Saat pemeriksaan fisik
didapatkan data klien mengalami gangguan pada gerakan spontan namun
masih mampu melakukan aktifitas fisik.
B. PENGKAJIAN
a. Data
Identitas:
Nama : Tn X
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
DS:
Klien mengatakan sulit mengingat nama-nama orang yang
baru dikenal
Klien mengeluh lupa nama, hari, tanggal dan bulan
Klien mengeluh tidak kuat untuk mengikuti kegiatan
olahraga bersama (data tambahan)
DO:
Petugas panti mengatakan klien pernah mengalami stroke 3
minggu yang lalu
Klien mengalami kesulitan mengingat nama-nama orang
yang baru dikenal
21
Klien mengalami kesulitan untuk melakukan olahraga
bersama kelompok lansia di panti
Klien mengalami kesulitan mengingat dimana meletakkan
barang-barang
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan klien mengalami
gangguan pada gerakan spontan tetapi masih mampu
melakukan aktifitas fisik
b. Analisa Data
DO:
Petugas panti
mengatakan klien
pernah mengalami
stroke 3 minggu
yang lalu
Klien mengalami
kesulitan mengingat
nama-nama orang
yang baru dikenal
Klien mengalami
kesulitan mengingat
dimana meletakkan
barang-barang
DS: -
Usia lanjut Gangguan persepsi
DO: sensori: Gerakan
Hasil pemeriksaan spontan
fisik didapatkan
klien mengalami
gangguan pada
22
gerakan spontan
tetapi masih mampu
melakukan aktifitas
fisik
DS:
Klien mengeluh Penurunan Gangguan
tidak kuat untuk kekuatan otot mobilitas fisik
mengikuti kegiatan
olahraga bersama
DO:
Klien mengalami
kesulitan untuk
melakukan olahraga
bersama kelompok
lansia di panti
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan memori b.d gangguan sirkulasi ke otak
2. Gangguan persepsi sensori: gangguan gerak spontan b.d usia lanjut
3. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
D. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
23
kembali data 3. Memberik
pribadi atau an
tanggal. rangsanga
5. Lakukan n agar
Teknik fungsi
memori yang optimal
tepat, seperti 4. Dengan
peralatan yang melakukan
membantu pelatihan
ingatan, orientasi
membuat secara
daftar, atau berkala,
melatih ulang kesadaran
informasi klien
6. Beri klien tentang
kesempatan identitas
untuk tanggal
berkosentrasi dan hari
7. Anjurkan klien dapat
untuk meningkat
mengikuti
dalam
kegiatan
kelompok
pelatihan
memori
24
serta dalam meningkatkan meningkat
program kekuatan dan kan
kegiatan ketahanan otot kekuatan
latihan yang 3. Kolaborasi otot serta
ada di panti dengan ahli ketahanan
b) Meningkatnya terapi fisik dan otot
kekuatan otot okupasi
E. IMPLEMENTASI
Hari, Diagnosa Implementasi TTD
Tanggal Keperawatan
25
September sensori:gangguan lingkungan
2020 gerak spontan b.d terapeutik
usia lanjut 2. Mengobservasi
penurunan tingkat
energi
3. Melakukan
kolaborasi dengan
dokter saraf dan
neurologis
F. EVALUASI
Hari, Tanggal Diagnosa Evaluasi TTD
Keperawatan
Senin, 14 Gangguan memori S: Klien mengatakan Perawat
September b.d gangguan sedikit mulai
2020 sirkulasi ke otak mengingat
O: Klien masih tampak
belum meningat
daya ingatnya
sepenuhnya
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi
26
September mobilitas fisik b.d mulai bisa mengikuti
2020 penurunan kegiatan olahraga di
kekuatan otot panti
O: Klien tampak ikut
serta dalam kegiatan
bersama di panti
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi
27
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada lansia untuk
mempertahankan individualitas dan pemberdayaan dengan
menggunakanproses keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana, tindakan, dan evaluasi) yang dikonsentrasikan untuk mengukur
efek kerusakan dalam kemampuan untuk berkomunikasi, mobilisasi, dan
terlibat dalam aktivitas sosial. Tindakan keperawatan selanjutnya berfokus
pada memfasilitasi adaptasi individu guna mengembalikan kesejahteraan
dan kemandirian.
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan adalah menyiapkan dan mendukung
kebutuhan yang diperlukan untuk para lansia dengan demensia.
Kemungkinan strategi untuk dukungan yang lebih efektif meliputi asuhan
keperawatan dalam merawat lansia dengan demensia, dan meningkatkan
kerja sama antar perawat lansia.
28
DAFTAR PUSTAKA
Djibrael, Fictoria Ferderika. 2018. Asuhan Keperawatan Lansia Dengan
Stroke UPT. Panti Sosial Penyantunan Lanjut Usia Budi Agung, Kupang. Diss.
Poltekkes Kemenkes Kupang
Konita, Kuni; Retnowati, Lucia; Hidayah, Nurul. 2019. Demensia Pada
Lansia Masalah Gangguan Kognitif Di Karang Werdha ‘Bisma’ Sumberporong
Lawang Malang (Studi Kasus Asuhan Keperawatan). Prosiding Seminar
Nasional: Hasil Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat. Vol 3, Hal 135-144
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Lanjut Usia Dengan
Demensia Pada Home Care. Vol 1 No 1. Hal 69-75
Medika, Mitha Nur Artha. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Ny C Dengan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Istirahat Dan Tidur Pada Sistem
Persyarafan: Demensia Alzheimer Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Dharma
Cengkareng Jakarta Barat. Jakarta: Program Studi DIII Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta
Miller, Carol A. 2012 Nursing for Wellness in Older Adults Sixth Edition.
Philladelphia: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins
29
DEMENSIA PADA LANSIA DENGAN MASALAH GANGGUAN
KOGNITIF DI KARANG WERDHA ‘BISMA’ SUMBERPORONG
LAWANG MALANG
(Studi kasus Asuhan Keperawatan)
ABSTRACT
Entering old age means experiencing some setbacks, one of which is degeneration in
the brain which can lead to cognitive impairments that have an impact on everyday
life. The purpose of this study is to explore the problem of cognitive impairment. This
research method is descriptive with a case study approach with the application of
nursing care which includes assessment, diagnosis, planning, implementation and
evaluation. Based on the results of the study found the main problems in subjects 1
and 2, namely cognitive impairment. After nursing action according to plan for 6
days, the status of cognitive impairment problems improved. Cognitive impairment
problems are a major problem in elderly dementia who must get treatment earlier so
that elderly people who have dementia have reduced levels of dependence.
Researchers hope that with this study, on coral reefs can further educate the elderly
and cadres to empower memory training to prevent early dementia from occurring.
1. PENDAHULUAN (Azizah,2011).
Proses menua adalah suatu Memasuki usia tua berarti
menghilangnya secara perlahan-lahan mengalami beberapa kemunduran
kemampuan jaringan untuk diantaranya terjadi degenerasi sel
memperbaiki diri/ mengganti dan organ, salah satunya terjadi degenerasi
mempertahankan fungsi normalnya pada otak yang dapat mengakibatkan
sehingga tidak dapat bertahan terhadap gangguan kognitif (proses fikir)
infeksi dan memperbaiki kerusakan sehingga berdampak dalam kehidupan
yang diderita (Constantindes, 1994) sehari- hari. Gangguan kognitif pada
dalam (Darmojo, 2004) dalam lansia ini bisa menyebabkan demensia.
(Azizah, 2011). Proses menua Demensia merupakan suatu gangguan
menyebabkan terjadinya perubahan- fungsi daya ingat yang terjadi perlahan
perubahan pada diri manusia antara – lahan, serta dapat mengganggu
lain perubahan fisik, perubahan kinerja dan aktivitas kehidupan sehari
kognitif, perubahan spiritual, – hari (Atun 2010) dalam (Setiawan et
perubahan psikososial dan penurunan al. 2017). Demensia diartikan sebagai
fungsi dan potensi seksual gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktivitas sehari- ke atas untuk laki-laki sebanyak
hari. Penderita demensia seringkali 1.307.460 jiwa penduduk, sedangkan
menunjukan beberapa gangguan dan pada perempuan sebanyak 1.674.851
perubahan pada tingkah laku harian penduduk (BPS Jatim, 2016). Di
(behavioral symptom) yang Kabupaten Malang pada tahun 2018
mengganggu (disruptive) ataupun tidak jumlah lansia dengan usia 65-69
mengganggu (nondisruptive). sebanyak 36.079 jiwa untuk laki-laki
Demensia bukanlah sekedar penyakit dan
biasa, melaikan kumpulan gejala yang 40.554 jiwa lansia perempuan. Untuk usia
disebabkan beberapa penyakit atau 70- 74 tahun sebanyak 26.059 jiwa
kondisi tertentu sehingga terjadi lansia laki-laki dan sebanyak 31.246
perubahan kepribadian dan tingkah jiwa lansia perempuan. Untuk usia 75
laku (Effendi,Mardijana,& Dewi, ke atas sebanyak 27.809 jiwa lansia
2014). laki-laki dan sebanyak 40.910 jiwa
Saat ini di seluruh dunia jumlah lansia perempuan (BPS Kab Malang,
oranglanjut usia diperkirakan ada 500 2018).
juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan Sedangkan di Kecamatan
diperkirakan pada tahun 2025 akan Lawang sendiri terdapat 2.774 jiwa
mencapai 1,2 milyar. Di negara maju lansia yang berusia 65-69 tahun, 1.982
seperti Amerika Serikat pertambahan jiwa lansia berusia 70-74 tahun dan
orang lanjut usia diperkirakan 1.000 2.320 jiwa lansia yang berusia 75
orang per hari pada tahun 1985 dan tahun keatas(BPS Kab Malang, 2016).
diperkirakan 50% dari penduduk Berdasarkan data dari Desa
berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Sumberporong pada tahun 2016
baby boom pada masa lalu berganti terdapat1.037 jiwa lansia dengan
menjadi “Ledakan Penduduk Usia kategori lansia laki-laki sebanyak 507
Lanjut” (Padila, 2013) dan lansia perempuan sebanyak 530
Menurut(sungkey, H, Mulyadi, dan jiwa .
Bawotong 2017). Menurut perkiraan Berdasarkan hasil studi
World Health Organitation (WHO) pendahuluan yang dilakukan peneliti
akan meningkat pada tahun 2025 pada tanggal 28 september 2018 di
dibandingkan tahun 1990 dibeberapa Karang Werdha Bisma Desa Sumber
Negara dunia seperti China 220%, India Porong Kecamatan Lawang kabupaten
242%, Thailand 337%, dan Indonesia Malang mendapatkan data bahwa
440% (Wiwin 2011)(Setiawan et al. jumlah keseluruhan lansia di karang
2017). Bahkan pada tahun 2020-2025 werdha bisma sejumlah 83 orang.
Indonesia diperkirakan akan menduduki Dengan lansia penderita demensia
peringkat ke- 4 dengan struktur dan sebanyak 33 orang. Melalui
jumlah penduduk lanjut usia setelah pemeriksaan yang dilakukan dengan
RRC,India, dan Amerika Serikat menggunakkan MMSE di Karang
dengan usia harapan hidup diatas 70 Werdha Bisma Desa Sumber Porong
tahun (Badan Pusat Statistik,2013). Kecamatan Lawang Kabupaten
Adapun Prosentase penyebaran Malang. Dan untuk penatalaksanaan
penduduk lansia paling tinggi berada terapi bagi penderita lansia yang
padaprovinsi Daerah Istimewa mengalami demensia di Karang
Yogyakarta (13,04%),Jawa Timur Werdha Bisma belum pernah
(10,40%), dan Jawa Tengah (10,34 %) dilakukan.
(Susenas BPS RI, 2012) dalam
jurnal(Setiawan et al. 2017). Dari data Dengan seiring meningkatnya
Badan Pusat Statistik di Jawa Timur, jumlah lansia, semakin meningkat pula
pada tahun 2016 jumlah penduduk permasalahan akibat proses penuaan.
lansia dengan kategori usia 65 tahun Lanjut usia cenderung mengalami
kerapuhan, baik fisik maupun mental
Di kalangan lanjut usia, permasalahan Demensia biasanya timbul secara
kesehatan mental yang umum terjadi perlahan dan menyerang usia diatas 60
salah satunya adalah demensia tahun (Irianto, 2017) dalam jurnal
(Notosoedirdjo, (Noas et al. 2018). Demensia
biasanya timbul secara
perlahan dan menyerang usia diatas 60
tahun (Irianto, 2017) dalam jurnal
(Noas et al. 2018). Demensia
merupakan sindrom yang ditandai
oleh berbagai gangguan fungsi kognitif
antara lain intelegensi, belajar dan daya
ingat, bahasa,pemecahan masalah,
orientasi, persepsi, perhatian dan
konsentrasi, penyesuaian dan
kemampuan bersosialisasi. Pada lansia
yang mengalami demensia akan terjadi
penurunan dalam ingatan, kemampuan
untuk mengingat waktu dan
kemampuan untuk mengenali orang,
tempat dan benda. Sering terjadi
perubahan kepribadian
(Irianto, 2017)dalam jurnal
(Noas et al. 2018). Keadaan tersebut
menjadikan penyebab terbesarnya
individu menjadikan ketergantungan
terhadap orang lain akibat
ketidakmampuan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari sehingga membuat
seorang lansia tidak dapat menemukan
makna hidupnya.
Hal ini merupakan tantangan
bagi kita semua untuk dapat
mempertahankan kesehatan dan
kemandirian para lansia agar tidak
menjadi beban bagi dirinya, keluarga
maupun masyarakat karena masalah
penyakit degeneratif akibat proses
penuaan yang sering menyertai para
lansia atau disebut juga dengan
demensia.
Sehubungan dengan masalah
diatas peran perawat yang digunakan
yaitu memberi asuhan keperawatan
baik sebagai advokat, edukator,
koordinator, kolaborator, konsultan
dan sebagai pembaharu untuk
meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan termasuk meningkatkan
pengetahuan dan perilaku kelompok
lansia yang mengalami demensia
dengan masalah gangguan kognitif
termasuk bisa menggunakan berbagai
terapi. Salah satunya adalah terapi abnormal sehingga jumlah neuron
kognitif yang dilakukan dengan benar menurun dan mengganggu fungsi dari
karena jika gejala dari demensia tidak area kortikal ataupun subkortikal.
teratasi dengan baik dan benar maka
akan menganggu aktivitas fisik klien. Di samping itu, kadar
neurotransmiter di otak yang
Berdasarkan uraian latar
diperlukan untuk proses konduksi
belakang di atas maka penulis
membuat rumusan masalah sebagai saraf juga akan berkembang. Hal ini
berikut “Bagaimanakah asuhan akan menimbulkan gangguan fungsi
keperawatan demensia pada lanjut kognitif (daya ingat, daya pikir dan
usia dengan masalah gangguan belajar), gangguan sensorium
kognitif di Karang Werdha Bisma (perhatian,kesadaran), persepsi, isi
Desa Sumberporong Kecamatan pikir, emosi dan mood. Fungsi yang
Lawang Kabupaten Malang?”
mengalami gangguan tergantung
Tujuan umun yaitu untuk
menjelaskan tentang Asuhan lokasi area yang terkena (kortikal atau
Keperawatan demensia pada lansia subkortikal) atau penyebabnya, karena
manifestasinya dapat berbeda.
Keadaan patologis dari hal tersebut
Manfaat praktis bagi institusi akademik
yaitu dapat digunakan sebagai referensi akan memicu keadaan konfusio akut
bagi institusi pendidikan untuk demensia. (pathway terlampir).
mengembangkan ilmu pengetahuan
tentang asuhan keperawatan demensia
pada lansia dengan masalah gangguan 3. METODE PENELITIAN
kognitif. Desain penelitian adalah
deskriptif dengan pendekatan studi
2. KAJIAN LITERATUR kasus, dimana penelitian
Proses menua tidak dengan mendiskripsikandan
membandingkan dalam penerapan
sendirinya menyebabkan terjadinya
asuhan keperawatan pada Tn.S dan
demensia. Penuaan menyebabkan Tn.R yang mengalami Demensia
terjadinya perubahan anatomi dan dengan masalah
biokimiawi di susunan saraf pusat
yaitu berat otak akan menurun
sebanyak sekitar 10% pada penuaan
antara 30 sampai 70 tahun. Berbagai
faktor etiologi yang telah disebutkan di
atas merupakan kondisi- kondisi yang
dapat mempengaruhi sel-sel neuron
korteks serebri.