Disusun Oleh :
Kel. 10 (Kelas 7D)
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Tujuan 7
B. Konsep Depresi 22
B. Diagnosa 44
C. Intervensi 44
BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan 46
B. Saran 46
DAFTAR PUSTAKA 47
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia adalah sebuah proses yang alami yang tidak bisa dihindari oleh
manusia. Lanjut usia dengan perubahan pada fisik, emosional, dan kehidupan
seksual. Gelaja-gelaja kemunduran fisik seperti merasa cepat capek, stamina
memurun, badan menjadi membongkok, kulit keriput, rambut memutih, gigi
mulai rontok, fungsi pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan
(Maramis, 2016).
4
penurunan visus, dan gangguan pada tulang. Terdapat masalah lain yang dapat
mengancam lansia yaitu gangguan intelektual, imobilitas, instabilitas,
inkontinensia, dan reaksi akibat penyalahgunaan obat. Gangguan psikologis pada
lansia salah satunya adalah depresi.
5
stressor psikososial bagi wanita dan laki-laki, serta model perilaku tentang
keputusasaan yang dipelajari; b) status perkawinan, dimana lansia yang tidak
menikah/tidak pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal
tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak kawin sering
kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini dari orang terdekat yaitu
pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan
kesendirian; dan c) rendahnya dukungan social.
6
di kementerian kesehatan baru terdapat 437 puskesmas santun lanjut usia,
peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lanjut usia melalui pengembangan
poliklinik geriatri di rumah sakit, peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan
informasi kesehatan dan gizi bagi usia lanjut dan sudah disosialisasikan program
kesehatan lanjut usia ini ke semua provinsi, pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan dan pembinaan kelompok usia lanjut/posyandu lansia di
masyarakat.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep LANSIA
1. Pengertian
Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau sama
dengan 55 tahun (WHO, 2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai
menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).
5) Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.
2. Ciri-ciri Lansia
8
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran
pada lansia. Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan
tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran
fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansiadan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia
yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang
rasa kepada orang lain sehingga sikap sosialmasyarakat menjadi positif.
Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan
sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak
memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
9
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkanmemiliki harga diri yang
rendah.
a. Perkembangan fisik
10
yang menyebabkan penurunan kekuatan dan efisiensi fungsi tubuh,
dan kemampuan indera perasa pada lansia. Hal ini terkait dengan
perubahan otot, yaitu terjadinya penurunan zat kolagen yang berfungsi
untuk menjaga elastisitas.
1. Daerah kepala
2. Daerah Tubuh
11
Pinggul tampak menggendor dan tampak lebih besar
Garis pinggang melebar
Payudara pada wanita akan mengendor
3. Daerah persendian
3. Perkembangan Sensori.
12
Perubahan sensori fisik masa dewasa akhir melibatkan indera
penglihatan,pendengaran, perasa, pembau, dan indera peraba. Orang
rang lanjut usia membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kembali
penglihatan mereka ketika keluar dari ruangan yang terang menuju ke
tempat yang agak gelap. Selain berukurangnya penglihatan dan
pendengaran juga mengalami penurunan dalam kepekaan rasa dan bau.
Kepekaan terhadap rasa pahit dan masam bertahan lebih lama
dibandingkan dengan rasa manis dan asin.
1) Penglihatan
2) Pendengaran
13
tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 40% terjadi pada usia diatas
umur 65 tahun.
3) Peraba.
d. Perkembangan kognitif
14
mungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang
termotivasi untuk mengingat beberpa hal, jelas akan mengalami
kemunduran memorinya. Menurut Ratner et.al(desmita)penggunaan
bermacam-macam strategi penghafalan bagi orang tua , tidak hanya
memungkinkan dapat mencegah kemunduran intelektualitas, melinkan
dapat menigkatkan kekuatan memori pada lansia tersebut.
e. Perkembangan psikososial
f. Perkembangan Keintiman
15
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka.
Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang
lain akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim
ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang
memasuki masa dewasa akhir.
g. Perkembangan Generatif
h. Perkembangan Integritas
16
Tahap integritas ini ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun,
dimana orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut
sebagai usia tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan
masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak
waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau
penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat
orang tidak menrasa berdaya. Terdapat beberapa tekanan yang
membuat orang usia tua ini menarik diri dari keterlibatan sosial:
A. Penyakit infeksi
17
2. Pengendalian infeksi
4. Imunisasi.
2. Trauma;
3. Luka dekubitus;
2. Wanita postmenopause;
3. Diabetes.
2. Disfagia;
1. Hipertensi;
2. Angina pektoris.
3. Keganasan
18
4. Stroke
1. Asma;
2. Penyakit TBC.
1. Rematik;
2. Penyakit Gout;
3. Osteoartritis;
4. Sakit pinggang.
3. Inkontinensia;
4. Gangguan prostat.
I. Penyakit kulit
1. Gangguan tidur;
2. Parkinson;
19
5. Gangguan memori dan kognitif;
6. Depresi;
7. Demensia.
1) Pendekatan Fisik
Pasien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan
sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
Pasien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui
dasar perawatan pasien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya. kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat
penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang diperhatikan.
20
2) Pendekatan Psikis
3) Pendekatan Sosial
Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti
menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan surat kabar.
Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak
kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses
penyembuhan atau ketenangan para pasien lanjut usia.
4) Pendekatan Spiritual
21
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang di anutnya, terutama bila
pasien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi pasien lanjut usia yang
menghadapi kematian, DR. Tony Setyabudhi mengemukakan bahwa maut
seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh
berbagai macam faktor, seperti tidakpastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit atau penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan
untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.
B. Konsep Depresi
1. Pengertian
22
Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen
psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai
komponenbiologis atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi dan
keringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi
tertentu, bersifat ringan dan dalamwaktu yang singkat. Bila depresi
tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjutmaka depresi tersebut
dianggap abnormal (Atkinson, 2010). Kurniawan,Ratep dan Westa, (2013)
menyebutkan depresi terkait denganpenyakityang berkepanjangan.
2. Aspek Depresi
Beck dan page (dalam Saam & Wahyuni, 2012) mendiskripsikan lima
aspek depresi sebagai berikut:
a. Biokimia
23
otak orang-orang yang memiliki depresi. Contohnya, bagian
hippocampus yang lebih kecil. Hippocampus adalah bagian kecil dari
otak yang vital bagi penyimpanan ingatan. Hippocampus memiliki
lebih sedikit reseptor serotonin. Sementara serotonin berfungsi dalam
mengelola suasana hati. Meski dianggap memengaruhi terjadinya
depresi, seseorang tidak bisa didiagnosis depresi hanya karena dari
satu hal. Depresi adalah gangguan yang kompleks dengan beragam
penyebab.
b. Genetika
c. Kepribadian
d. Lingkungan
24
tubuh setelah transplantasi organ. Atau obat penyakit parkinson seperti
carbidopa dan levodopa.
h. Penyalahgunaan obat
i. Jenis kelamin
25
Pola makan yang buruk dapat menyebabkan depresi dalam beberapa
cara. Berbagai kekurangan vitamin dan mineral diketahui
menyebabkan gejala depresi. Penelitian mengungkapkan bahwa diet
yang dilakukan dengan sembarangan dapat meningkatkan
kemungkinan depresi. Terlebih pada diet rendah asam lemak omega-3.
4. Tingkatan Depresi
26
c. Depresi Berat
5. Gejala Depresi
Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara
spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Gejala-gejala depresi ini
bisa kita lihat dari tiga segi, yaitu dari segi fisik, psikis, dan sosial.
a. Gejala Fisik
27
4) Menurunnya produktivitas kerja
b. Gejala Psikis
2) Sensitif
4) Perasaan bersalah
5) Perasaan terbebani
c. Gejala Sosial
28
3) Pengobatan (berkonsultasi kepada dokter kejiwaan/psikiater. Beberapa
obat anti depresan yaitu: Lithium, MAOIs, Tricyclics)
Depresi pada usia lanjut adalah kondisi yang memiliki banyak aspek, yang
disebabkan oleh hubungan yang kompleks dan banyak faktor lain yang
umumnya terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Meskipun tidak ada
teori tunggal yang dapat menjelaskan mengapa orang dewasa yang lebih
tua cenderung mengalami depresi, beberapa teori psikososial, kognitif, dan
biologi yang lebih umum menjelaskan faktor penyebab dari berbagai
perspektif. Fokus utama penelitian baru-baru ini adalah hubungan antara
demensia dan depresi, dan penelitian baru saja mulai menjawab
pertanyaan tentang kejadian bersamaan yang sangat umum dari kedua
kondisi ini.
29
Kesepian
Stres kronis
Stres sosial baru-baru ini
Lingkungan sosial yang stress
Hilangnya interaksi sosial yang berarti
Kurangnya dukungan sosial
Hilangnya peran penting
Pengalaman pelecehan atau penelantaran saat ini atau sebelumnya
Menjadi pengasuh (termasuk mengasumsikan perawatan utama
seorang cucu).
Meskipun kehilangan dan stres dapat menjadi faktor risiko depresi,
dukungan sosial (misalnya, memiliki setidaknya satu hubungan dekat) dan
mekanisme koping yang efektif dapat melindungi lansia dari depresi.
Dengan demikian, penyebab stres saja bukanlah faktor risiko utama
depresi; sebaliknya, kombinasi stres dan tidak adanya dukungan sosiallah
yang meningkatkan risiko depresi. Selain menyebabkan timbulnya epresi,
faktor psikososial dapat mempengaruhi lamanya depresi.
a. Fungsi Fisik
b. Fungsi Psikososial
Pada lansia perubahan mood akibat perasaan sedih tidak disadari.
Padahal mereka sering mengatakan dirinya kesepian. Dampak yang
sering muncul adalah perasaan ingin menangis namun tidak bisa
menangis, merasa hampa, tidak bahagia, tidak berguna, dan harga diri
rendah. Dilihat dari segi psikososial gejala yang tampak adalah
kehilangan minat terhadap interaksi dengan orang lain dan
meninggalkan kebiasaan yang lama atau hobi. Akibat dari fungsi
psikososial ini lansia mulai mengabaikan dirinya dan penampilannya.
c. Tindakan Bunuh Diri
Lansia yang sudah lama mengalami depresi maka bunuh diri
merupakan sebuah solusi. Pencegahan untuk kejadian tersebut dapat
dilakukan dengan mempelajari faktor resiko dan gejala yang timbul.
Berawal dari pikiran putus asa dan merasa tidak berguna akibat dari
depresi dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri. Selanjutnya
akan timbul tingkah laku bunuh diri secara tidak langsung seperti
mogok makan dan tidak minum obat. Setelah itu muncul tingkah laku
melukai diri seperti gantung diri atau meminum racun.
31
Gangguan memori dan konsentrasi
Kelelahan
Gejala-gejala seperti nyeri otot atau nyeri sendi juga kerap ditemukan.
Beberapa gejala di atas sering disalahartikan sebagai bagian dari proses
penuaan dan merupakan hal yang dianggap wajar sehingga tidak
mendapatkan perhatian yang serius. Beberapa hal dapat mempengaruhi
kejadian depresi pada lansia. Selain itu, menjadi lansia pun tidak luput dari
menyaksikan berbagai kemalangan terjadi di sekitarnya. Mulai dari
kematian orang-orang tercinta, kepergian keluarga terdekat yang akan
menjalani hidup masing-masing, bahkan mengurus pasangan yang
menderita penyakit kronis turut berperan dalam membuat lansia semakin
rentan terhadap kondisi depresi.
Hal lain yang sering menjadi penyebab depresi pada lansia adalah
penyakit-penyakit kronis yang dideritanya. Ketika menua, tubuh kita
perlahan-lahan mulai kehilangan fungsi-fungsi normalnya, terutama
apabila kita tidak membiasakan gaya hidup sehat semasa muda.
Penurunan fungsi inilah yang pada akhirnya membuat orang tua sering
menderita penyakit kronis. Penyakit yang kerap berkontribusi terhadap
terjadinya depresi antara lain kanker, penyakit jantung, serta penyakit-
penyakit syaraf seperti alzheimer, parkinson, dan stroke.
Keberadaan depresi pada penyakit ini bisa jadi merupakan bagian dari
perjalanan penyakit tersebut atau dampak yang muncul karena sang
penderita merasa terbebani oleh penyakitnya. Keadaan inilah yang
membuat depresi sering tidak terdeteksi, karena pihak-pihak yang terlibat
merasa gejala depresif tersebut hanyalah kesedihan yang dianggap wajar.
Selain itu, gejala-gejala yang sering tumpang tindih, seperti keletihan,
kehilangan selera makan, atau gangguan tidur, seringkali dianggap sebagai
gejala dari penyakit yang diderita sehingga tidak mendapatkan terapi
kesehatan mental yang layak.
32
5. Penanganan dan Pencegahan
Sekalipun angka kejadian bunuh diri pada lansia tidak sebanyak pada
dewasa muda, kita tetap harus waspada karena setiap penderita depresi
umumnya memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Selain itu, depresi
pada lansia juga dapat memperparah perjalanan penyakit kronis yang lain.
Oleh karena itu, depresi pada lansia tidak boleh dianggap remeh.
1. PENGKAJIAN
33
b. Struktur keluarga : Genogram
c. Riwayat keluarga
34
13. Apakah Anda merasa penuh energi? Iya Tidak
14. Apakah Anda merasa situasi Anda Iya Tidak
tidak ada harapan?
15. Apakah menurut Anda kebanyakan Iya Tidak
orang lebih baik daripada Anda?
a. Perilaku
b. Afek
4) Iritabilitas ?
5) Curiga ?
6) Tidak berdaya ?
7) Frustasi?
c. Respon kognitif
35
1) Bagaimana tingkat orientasi klien ?
Klasifikasi Data
a. Data Subjektif :
3) Merasa dirinya sudah tidak berguna, tidak berarti, tidak ada tujuan
hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri
36
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi
b. Data Objektif :
4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur,
dan sering menangis
7) Keterbelakangan psikomotor
2. DIAGNOSA
37
2016 diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien lansia dengan
depresi :
3. Isolasi sosial
6. Ketidakberdayaan
E. INTERVENSI
Tujuan :
Kriteria hasil :
38
No Intervensi Rasional
1 Diskusikan dengan pasien tentang ide Menggali ide tentang pikiran pasien
ide bunuh diri tentang bunuh diri
6 Beri pujian terhadap pilihan yang telah Pujian dapat menyenangkan perasaan
dibuat pasien dengan tepat pasien
Tujuan :
Kriteria hasil :
39
2) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan
terhadap pikiran yang melayang layang
No Intervensi Rasional
3 Anjurkan pasien untuk memilih cara Cara cara yang sesuai dapat
yang sesuai dengan kebutuhannya mempermudah pasien
4 Berikan lingkungan yang nyaman Agar pasien dapat kualitas tidur yang
untuk meningkatkan tidur baik
F. IMPLEMENTASI
Terapi fisik
1. Obat Secara umum, semua obat antidepresan sama memiliki kekuatannya.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan
pengenalan jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan
dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan lahan perlahan sampai ada
gejala gejala.
2. Terapi Elektrokonvulsif (ECT) Untuk pasien yang depresi yang tidak bisa
makan dan minum, merekomendasikan bunuh diri atau retardasi hebat
maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT
diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk
mengurangi kebingungan / masalah memori.Terapi ECT diberikan sampai
ada perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), ekspresi dengan anti depresan
untuk mencegah kekambuhan.
40
Terapi Psikologik
1. Psikoterapi Psikoterapi individu maupun kelompok yang paling efektif
jika dilakukan bersama- sama dengan pemberian antidepresan. Baik
pendekatan psikodinamik maupun kognitif sama keberhasilarınya.
Meskipun terapi psikoterapi tidak sesuai, namun kecocokan antaru pasien
dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan membuat
pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi masalahnya serta lebih
percaya diri.
41
perawat dapat fokus pada intervensi untuk mempromosikan otonomi, kontrol
pribadi, efikasi diri, dan pengambilan keputusan tentang perawatan sehari-hari
sebagai intervensi untuk depresi
G. EVALUASI
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
KASUS
PENGAKAJIAN
42
Analisa Data
N Data Masalah
o keperawatan
1 Ds : Berduka
2 Ds : Isolasi Sosial
DIAGNOSA
1. Berduka
2. Isolasi Sosial
INTERVENSI
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o
1 Berduka 1.Observasi
Setelah dilakukan tingdakan
Identifikasi kehilangan yang
keperawatan selama 3x24 jam
dihadapi
diharapkan pasien dapat melalui
Identifikasi proses berduka
proses berduka secara normal dan
yang dialami
sehat, dengan kriteria hasil:
Identifikasi reaksi awal
1. Klien mampu menyatakan terhadap kehilangan
secara verbal perilaku- 2.Terapeutik
perilaku yang berhubungan Tunjukkan sikap menerima dan
dengan tahap-tahap berduka empati
2. Klien mampu mengakui Motivasi agar mau
posisinya sendiri dalam proses mengungkapkan perasaan
43
kehilangan
berduka
Fasilitasi melakukan kebiasaan
3. Klien mampu secara mandiri sesuai dengan budaya, agama,
menentukan pemecahan dan norma sosial
masalah berhubungan dengan 3.Edukasi
kehilangan yang dialaminya Anjurkan mengidentifikasi
4. Klien tidak terlalu lama ketakutan terbesar pada
mengekspresikan emosi-emosi kehilangan
dan perilaku-perilaku yang Anjurkan mengekspresikan
berlebihan berhubungan perasaan tentang kehilangan
dengan disfungsi berduka dan
mampu melaksanakan
aktivitas kehidupannya sehari-
hari secara mandiri
44
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lansia adalah tahap akhir dari proses menua, merupakan kelompok umur
yang mencapai tahap pensiun yang tidak mempunyai penghasilan dan tidak
berdaya mencari nafkah serta mengalami penurunan daya tahan tubuh atau
kesehatan dan berbagai tekanan psikologis.
45
Diagnosa keperawatan yang di tegakkan yaitu berduka dan isolasi sosial
B. Saran
Diharapkan dapat bermafaat kepada pembaca menjadi salah satu pemicu atau
ide dalam mengatasi masalah lansia dengan depresi dan menambah
pengalaman mahasiswa . jika ada ketidaksesuai atau kesalahan mohon beri
kritik dan saran agar kami dapat memperbaiki dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing
46
Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011, Keperawatan Lanjut Usia, Edisi Pertama,
GrahaIlmu: Yogyakarta
Nurinda Fitra Ayu Lestari. 2019. “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klienny. M
Dan Tn.K Dengandepresi Yang Mengalamimasalah Keperawatan
Ketidakefektifankoping Di Upt Pelayananan Sosial Tresna Werdha Jember”.
Fakultas Jember Universitas Jember.
Sadock, Benjamin J.. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC (hal 189, 630).
47