Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN DEPRESI

Disusun Oleh :
Kel. 10 (Kelas 7D)

Refina Dewi Anggraini


Reygina Dwi Cahyani
Syafira Fauziah
Wendy Puspita Andarani
Yaya Apriyani

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan


pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Lansia Dengan Depresi” tepat waktu.

Makalah tersebut disusun guna memenuhi tugas pada keperawatan


gerontik. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan depresi.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak/ibu


selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.

Jakarta, September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4

B. Tujuan 7

BAB 2 TINJAUAN TEORI


A. Konsep Lansia 8

B. Konsep Depresi 22

C. Konsep Lansia dengan Depresi 28

D. Konsep Askep Lansia dengan Depresi 33

BAB 3 PEMBAHASAN KASUS


A. Pengkajian 43

B. Diagnosa 44

C. Intervensi 44

BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan 46

B. Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia adalah sebuah proses yang alami yang tidak bisa dihindari oleh
manusia. Lanjut usia dengan perubahan pada fisik, emosional, dan kehidupan
seksual. Gelaja-gelaja kemunduran fisik seperti merasa cepat capek, stamina
memurun, badan menjadi membongkok, kulit keriput, rambut memutih, gigi
mulai rontok, fungsi pancaindra menurun, dan pengapuran pada tulang rawan
(Maramis, 2016).

Berdasarkan data Perserikaan Bangsa-bangsa (PBB) tentang World


Population Ageing, diperkirakan pada tahun 2015 terdapat 901 juta jiwa
penduduk lanjut usia di dunia. Jumlah tersebut diproyeksikan terus meningkat
mencapai 2 (dua) miliar jiwa pada tahun 2050 (UN, 2015). Tahun 2019, jumlah
lansia Indonesia diproyeksikan akan meningkat menjadi 27,5 juta atau 10,3%, dan
57,0 juta jiwa atau 17,9% pada tahun 2045 (BPS, Bappenas, UNFPA, 2018).
Menurut data yang didapat dari Badan Pusat Statistik, terdapat 869.684 lansia di
DKI Jakarta pada tahun 2018. Menurut data hasil Susenas 2019, penduduk lanjut
usia (lansia) di DKI Jakarta didominasi kategori lansia muda (60 – 69 tahun)
sebesar 71%. Masih terdapat lansia yang berada pada kelompok umur diatas 70
tahun dan persentasenya cukup besar (29%). Hal tersebut memperlihatkan bahwa
terjadi peningkatan angka harapan hidup di DKI Jakarta.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut (Nugroho, 2008);


(Noorkasiani, 2009); (Aspiani, 2014) dan (Eliopoulos, 2010) yaitu perubahan
sistem penglihatan, kardiovaskuler, pendengaran, persyarafan, tekanan darah,
pembuluh darah, pernapasan, pencernaan, reproduksi, endokrin, integument,
musculoskeletal dan pengaturan suhu tubuh. Tujuh golongan penyakit yang
banyak dilaporkan dalam literature menurut S.Tamher-Noorkasiani (2009) adalah
atritis, hipertensi, gangguan pendengaran, kelainan jantung, sinusitis kronik,

4
penurunan visus, dan gangguan pada tulang. Terdapat masalah lain yang dapat
mengancam lansia yaitu gangguan intelektual, imobilitas, instabilitas,
inkontinensia, dan reaksi akibat penyalahgunaan obat. Gangguan psikologis pada
lansia salah satunya adalah depresi.

Menurut Kaplan (2010), pengertian depresi adalah suatu masa terjadinya


gangguan fungsi manusia yang berhubungan dengan alam perasaan yang sedih
dan gejala penyertanya termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya,
serta bunuh diri. Mempengaruhi fungsi berbagai bagian otak atau sistem saraf
pusat manusia yang mengendalikan banyak fungsi pada tubuh (Maas, dkk. 2014).
Menurut S.Tamher-Noorkasiani (2009), depresi cenderung dapat berakibat pada
menurunnya fungsi kognitif, dimana keadaan ini terjadi pada sekitar 10-29%
kasus depresi. Gangguan depresi juga merupakan factor penyebab kemunduran
intelektual yang cukup sering ditemukan, namun sering kali terabaikan.

Berdasarkan data WHO tahun 2018, sementara itu jumlah penderita


depresi sebanyak 322 juta orang di seluruh dunia (4,4% dari populasi) dan hampir
separuhnya berasal dari wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan,
prevalensi depresi total penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun di
Indonesia mencapai 6,1%. Prevalensi depresi tertinggi terdapat di Sulawesi
Tengah sebesar 12,3% dan Gorontalo sebesar 10,3%. Menurut Riskesdas 2018,
prevalensi depresi di Dki Jakarta yaitu sebanyak 5,9%. Direktur Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Anung
Sugihantono, mengungkapkan terjadi peningkatan masalah kesehatan jiwa tahun
2018 dibandingkan tahun 2013.

Menurut Jayanti, Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa


faktor yang menyebabkan terjadinya depresi lansia yaitu: a) jenis kelamin,
dimana angka lansia perempuan lebih tinggi terjadi depresi dibandingkan lansia
laki-laki, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan hormonal, perbedaan

5
stressor psikososial bagi wanita dan laki-laki, serta model perilaku tentang
keputusasaan yang dipelajari; b) status perkawinan, dimana lansia yang tidak
menikah/tidak pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal
tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak kawin sering
kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam hal ini dari orang terdekat yaitu
pasangan) yang menyebabkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan
kesendirian; dan c) rendahnya dukungan social.

Seseorang yang telah memasuki usia lansia akan mengalami perubahan


peran baik di keluarga atau teman. Sebagian lansia bisa menerima perubahan
peran tersebut namun sebagian ada yang tidak menerima. Sikap ini bisa
menimbulkan isolasi sosial, kesepian, perubahan sikap dan depresi
(Meiner,2015). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al, (2014)
bahwa dukungan sosial sangat diperlukan bagi seorang lansia.

Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya


Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, Rencana Aksi Nasional
Kesejahteraan Lanjut Usia tahun 2010-2014 yang disusun dibawah koordinasi
Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dan Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 52. Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lanjut Usia. Menurut
Permenkes RI No 67 Tahun 2015 penatalaksanaan depresi yaitu konseling pasien
dan keluarga (Identifikasi adanya stres sosial atau problem kehidupan yang akhir-
akhir ini dialami, Indentifikasi suicide idea atau ide bunuh diri); Informasi yang
perlu untuk pasien dan keluarga (Penderita dengan depresi mempunyai
kecenderungan untuk melakukan percobaan bunuh-diri dibandingkan kelompok
masyarakat lain); Pertimbangkan konsultasi (rujukan) jika pasien menunjukkan:
(Risiko bunuh-diri atau bahaya terhadap orang lain secara bermakna/menonjol;
Gejala psikotik). Adapun program kementerian kesehatan dalam upaya untuk
meningkatkan status kesehatan para lanjut usia adalah peningkatan dan
pemantapan di pelayanan kesehatan dasar, khususnya puskesmas dan kelompok
lanjut usia melalui konsep puskesmas santun lanjut usia. Saat ini data yang masuk

6
di kementerian kesehatan baru terdapat 437 puskesmas santun lanjut usia,
peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lanjut usia melalui pengembangan
poliklinik geriatri di rumah sakit, peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan
informasi kesehatan dan gizi bagi usia lanjut dan sudah disosialisasikan program
kesehatan lanjut usia ini ke semua provinsi, pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan dan pembinaan kelompok usia lanjut/posyandu lansia di
masyarakat.

Menurut Putri Widita, 2018 Peran Perawat diharapkan dapat memberikan


asuhan keperawatan terhadap lansia yang mengalami depresi dengan upaya
promotif melakukan penyuluhan kesehatan tentang kesiapan menjalani masa di
usia lanjut dan penyuluhan kesehatan terhadap lansia untuk mendeteksi sejak dini
serta mencegah komplikasi akibat depresi, dalam upaya preventif perawat
melakukan skrining pada lansia dengan melakukan SPMSQ (Short Portable
Mental Status Questionnaire) serta GDRS (Geriatic Deppresion Rating Scale),
selanjutnya upaya kuratif yang akan dilakukan dengan menggunakan Assesment
dan Intervensi/psikoterapi pada lansia dengan depresi, selain itu perawat juga
dapat memodifikasi lingkungan fisik dan sosial dalam upaya rehabilitasi sehingga
lansia dapat mencapai kesehatan optimal.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan


depresi

2. Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui konsep lansia


 Untuk mengetahui konsep depresi
 Untuk mengetahui konsep lansia dengan depresi
 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan depresi
dari pengkajian sampai evaluasi

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep LANSIA

1. Pengertian

Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari atau sama
dengan 55 tahun (WHO, 2013). Lansia dapat juga diartikan sebagai
menurunnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (Darmojo, 2015).

Berdasarkan UU Kes. No. 23 1992 Bab V bagian kedua Pasal 13 ayat 1


menyebutkan bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena
usianya mengalami perubahan biologis, fisik, dan sosial. Badan Kesehatan
Dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses
penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu
penangan segera dan terintegrasi.

Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :

1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.

2) Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.

3) Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.

4) Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.

5) Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.

2. Ciri-ciri Lansia

8
Menurut Depkes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :

1. Lansia merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran
pada lansia. Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan
tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran
fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

2. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan
terhadap lansiadan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia
yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di
masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang
rasa kepada orang lain sehingga sikap sosialmasyarakat menjadi positif.

3. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan
sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak
memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.

4. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung


mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan
bentuk perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat
penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena
dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yangmenyebabkan lansia menarik

9
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkanmemiliki harga diri yang
rendah.

3. Perubahan dan Perkembangan yang Terjadi pada Lansia

a. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik pada masa lansia terlihat pada perubahan


perubahan fisiologis yang bisa dikatakan mengalami kemunduran,
perubahan perubahan biologis yang dialami pada masa lansia yang terlihat
adanya kemunduran tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan dan terhadap kondisi psikologis.

Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut, membawa


penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan dengan periode periode
usia sebelumnya. Kita akan mencatat rentetan perubahan perubahan dalam
penurunan fisik yang terkait dengan penuaan, dengan penekanan
pentingnya perkembangan perkembangan baru dalam penelitian proses
penuaan yang mencatat bahwa kekuatan tubuh perlahan lahan menurun
dan hilangnya fungsi tubuh kadangkala dapat diperbaiki. Terdapat
sejumlah perubahan fisik yang terjadi pada periode lansia yaitu :

 Perubahan fisik bukan lagi pertumbuhan tetapi pergantian dan


perbaikan sel-sel tubuh. Penurunan mitosis menyebabkan kecepatan
jumlah sel yang rusak tidak seimbang dengan jumlah sel yang baru.
Keadaan ini menyebabkan tubuh lebih banyak kehilangan sel, daripada
jumlah sel yang baru sebagai pengganti. Diperkirakan orang berusia
antara umur 65 – 70 tahun akan kehilangan 20% dari keseluruhan sel-
sel saraf yang dimilikinya.

 Pertumbuhan dan reproduksi sel-sel menurun. Pada proses ini terjadi


banyak kegagalan dalam pergantian sel-sel tersebut sehingga lansia
lebih lama sembuh apabila mengalami sakit. Kehilangan sel-sel tubuh

10
yang menyebabkan penurunan kekuatan dan efisiensi fungsi tubuh,
dan kemampuan indera perasa pada lansia. Hal ini terkait dengan
perubahan otot, yaitu terjadinya penurunan zat kolagen yang berfungsi
untuk menjaga elastisitas.

b. Penurunan Dorongan Seks.

Secara psikologis tidak ada alasan mengatakan bahwa orang yang


sudah tua tidak dapat lagi menikmati hubungan seks dengan pasangannya,
bahkan wanita mengalami pembaruan minat dan kesenangan terhadap
hubungan seks. Pada pria yang telah mengalami klimakterium akan
memerlukan waktu lama untuk mencapai ereksi dan lebih lama jarak
periode refactory, namun bukan berarti mereka terkena impoten.
Terpeliharanya ekspresi seksual tergantung pada kesehatan fisik dan
mental lansia tersebut.

Menurut Hurlock terjadi perubahan fisik berupa penampilan pada usia


dewasa akhir, diantanya adalah :

1. Daerah kepala

 Hidung menjulur lemas


 Bentuk mulut akan berubah karena hilangnya gigi
 Mata kelihatan pudar
 Dagu berlipat dua atau tiga
 Kulit berkerut da kering
 Rambut menipis dan menjadi putih

2. Daerah Tubuh

 Bahu membungkuk dan tampak mengecil


 Perut membesar dan tampak membuncit

11
 Pinggul tampak menggendor dan tampak lebih besar
 Garis pinggang melebar
 Payudara pada wanita akan mengendor

3. Daerah persendian

 Pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat


 Kaki menjadi kendor dan pembuluh darah balik menonjol
 Tangan menjadi kurus kering
 Kaki membesar karena otot-otot mengendor
 Kuku tangan dan kaki menebal, mengeras dan mengapur.

Pada umumnya perubahan pada masa lansia meliputi perubahan dari


tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya sistem
pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan
tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
a. Sistem pernafasan pada lansia.

Kapasitas pernafasan pada lansia akan menurun pada usia 60


hingga 80 tahun sekalipun tanpa penyakit. Paru-paru kehilangan
elatisitasnya, dada menyusut, dan diafragma melemah. Meskipun
begitu berita baiknya adalah bahwa orang dewasa lanjut dapat
memperbaiki fungsi paru-paru dengan latihan latihan memperkuat
diafragma.

b. Perubahan Sistem persyarafan.

1. Mengecilnya syaraf panca indera.

2. Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.

3. Perkembangan Sensori.

12
Perubahan sensori fisik masa dewasa akhir melibatkan indera
penglihatan,pendengaran, perasa, pembau, dan indera peraba. Orang
rang lanjut usia membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kembali
penglihatan mereka ketika keluar dari ruangan yang terang menuju ke
tempat yang agak gelap. Selain berukurangnya penglihatan dan
pendengaran juga mengalami penurunan dalam kepekaan rasa dan bau.
Kepekaan terhadap rasa pahit dan masam bertahan lebih lama
dibandingkan dengan rasa manis dan asin.

c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.

Mulai pada usia 70 tahunan. Perubahan indera penciuman,


penglihatan dan pendengaran juga mengalami penurunan fungsi
seiring dengan bertambahnya usia. Berikut ini perubahan–perubahan
pada panca indra tersebut diantaranya :

1) Penglihatan

a. Kesulitan melihat warna

b. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap


sinar.

c. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).

d. Meningkatnya ambang pengamatan sinar: daya adaptasi


terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya
gelap.

e. Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.

2) Pendengaran

Pres-bycusis (gangguan pada pendengaran): Hilangnya


kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang

13
tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 40% terjadi pada usia diatas
umur 65 tahun.

3) Peraba.

a. Kemunduran dalam merasakan sakit.


b. Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
c. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.

Tidak lama berselang terjadi penurunan jumlah darah yang


dipompa oleh jantung dengan seiringnya pertambahan usia sekalipun
pada orang dewasa yang sehat. Bagaimanapun, kita mengetahui bahwa
ketika sakit jantung tidak muncul, jumlah darah yang dipompa sama
tanpa mempertimbangakan usia pada masa dewasa. Kenyataannya
para ahli penuaan berpendapat bahwa jantung yang sehat dapat
menjadi lebih kuat selama kita menua dengan kapasitas meningkat
bukan menurun.

d. Perkembangan kognitif

Menurut david Wechsler (desmita) kemunduran kemampuan


mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara
umum, hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa setelah
mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan
kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan,
hal ini juga berlaku pada seorang lansia.

Ketika lansia memperlihatkan kemunduran intelektualiatas yang


mulai menurun, kemunduran tersebut juga cenderung mempengaruhi
keterbatasan memori tertentu. Misalnya seseorang yang memasuki
masa pensiun, yang tidak menghadapi tantangan-tantangan
penyesuaian intelektual sehubungan dengan masalah pekerjaan, dan di

14
mungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang
termotivasi untuk mengingat beberpa hal, jelas akan mengalami
kemunduran memorinya. Menurut Ratner et.al(desmita)penggunaan
bermacam-macam strategi penghafalan bagi orang tua , tidak hanya
memungkinkan dapat mencegah kemunduran intelektualitas, melinkan
dapat menigkatkan kekuatan memori pada lansia tersebut.

Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan


sesuatau yang tidak dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor,
seperti penyakit, kecemasan atau depresi. Tatapi kemampuan
intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah
satu faktor untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut salah
satunya adalah dengan menyediakan lingkungan yang dapat
merangsang ataupun melatih ketrampilan intelektual mereka, serta
dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.

e. Perkembangan psikososial

Akibat perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan ini


akan sangat berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan
lingkunganya. Dengan semakin lanjut usia seseorang secara
berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial para lansia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitasnya sehingga hal ini secara perlahan
mengakibatkan terjadinya kehilangan dalam berbagai hal yaitu:
kehilangan peran ditengah masyarakat, hambatan kontak fisik dan
berkurangnya komitmen. Menurut Erikson dalam bukunya Desmita
perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai dengan tiga
gejala penting, yaitu keintiman, generatif, dan integritas.

f. Perkembangan Keintiman

15
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka.
Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang
lain akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim
ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang
memasuki masa dewasa akhir.

g. Perkembangan Generatif

Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial ketujuh


yang dialami individu selama masa pertengahan masa dewasa. Ketika
seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka mengenai
jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang
kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak
muda memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan
mengenai tahun yang tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang
yang membangun kembali kehidupan mereka dalam pengertian
prioritas, menentukan apa yang penting untuk dilakukan dalam waktu
yang masih tersisa.

h. Perkembangan Integritas

Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson


yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan
yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang,
produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan
penyesuaian diri dengan bebrbagai keberhasilan dan kegagalan dalam
kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam
menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap
kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup
menjelang kematian.

16
Tahap integritas ini ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun,
dimana orang-orang yang tengah berada pada usia itu sering disebut
sebagai usia tua atau orang usia lanjut. Usia ini banyak menimbulkan
masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak
waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau
penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat
orang tidak menrasa berdaya. Terdapat beberapa tekanan yang
membuat orang usia tua ini menarik diri dari keterlibatan sosial:

 Ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin


lepas dari peran dan aktifitas selama ini,
 Penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, membuat
ia terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebihan,
 Orang-orang yang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh
darinya,
 Pada saat kematian semakin mendekat, orang ingin seperti ingin
membuang semua hal yang bagi dirinya tidak bermanfaat lagi.
4. Permasalahan-permasalahan Lansia

Pada beberapa waktu disepanjang kehidupan seseorang terdapat


permasalahan serius yang lebih potensial sehingga proses penyesuaian pribadi
dan social tidak dapat dilakukan secara baik pada usia lanjut. Sebagian dari
masalah ini disebabkan oleh karena menurunnya kemampuan mental orang
yang berusia lanjut lebih mudah diserang oleh dibandingkan pada usia
sebelumnya. Ini dapat digunakan selaku acuan tentang berbagai kondisi
penyakit yang sering menyertai usia lanjut.

A. Penyakit infeksi

Uraian tentang infeksi pada lansia meliputi:

1. Epidemiologi penyakit infeksi

17
2. Pengendalian infeksi

3. Imunitas dan lansia

4. Imunisasi.

B. Trauma pada lansia, yang meliputi:

1. Fraktur kaput femoralis;

2. Trauma;

3. Luka dekubitus;

4. Jatuh dan sinkop.

C. Penyakit endokrin dan metabolik:

1. Penyakit kelenjar tiroid;

2. Wanita postmenopause;

3. Diabetes.

D. Gastroenterologi, yang meliputi:

1. Kesehatan rongga mulut;

2. Disfagia;

3. Penyakit pada kolon.

E. Penyakit kardiovaskular, yang meliputi:

1. Hipertensi;

2. Angina pektoris.

3. Keganasan

18
4. Stroke

F. Gangguan saluran pernapasan, yang meliputi:

1. Asma;

2. Penyakit TBC.

G. Penyakit sendi, meliputi:

1. Rematik;

2. Penyakit Gout;

3. Osteoartritis;

4. Sakit pinggang.

H. Penyakit ginjal dan perkemihan, yang termasuk:

1. Gangguan cairan dan elektrolit;

2. Gangguan kandung kemih;

3. Inkontinensia;

4. Gangguan prostat.

I. Penyakit kulit

J. Kelainan neorologis dan psikiatri, yang termasuk:

1. Gangguan tidur;

2. Parkinson;

3. Gangguan penglihatan dan pendengaran;

4. Gangguan panca indra lainnya;

19
5. Gangguan memori dan kognitif;

6. Depresi;

7. Demensia.

5. Pendekatan keperawatan lansia

Kegiatan ini menurut Depkes (1993 1b), untuk memberikan bantuan,


bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia
secara individu maupun kelompok, seperti di rumah atau lingkungan keluarga,
puskesmas, yang di berikan perawat. Cara-Cara Pendekatan Keperawatan
Pada Lansia :

1) Pendekatan Fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-


kejadian yang dialami pasien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik
pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan
dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresivitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi pasien lanjut usia
dapat dibagi atas dua bagian, yakni :

 Pasien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan
sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.

 Pasien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui
dasar perawatan pasien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya. kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat
penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat
sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang diperhatikan.

20
2) Pendekatan Psikis

Perawat harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan


pendekatan edukatif pada pasien lanjut usia, perawat dapat berperan
sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknnya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak
untuk menerima berbagai bentuk keluhan. Perawat harus selalu memegang
prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik, dan service.

Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka


terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan
bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini
mereka dapat merasa puas dan bahagia.

3) Pendekatan Sosial

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu


upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada para lajut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan
rekreasi, misalnya jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain.

Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti
menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan surat kabar.
Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak
kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses
penyembuhan atau ketenangan para pasien lanjut usia.

4) Pendekatan Spiritual

21
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang di anutnya, terutama bila
pasien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi pasien lanjut usia yang
menghadapi kematian, DR. Tony Setyabudhi mengemukakan bahwa maut
seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh
berbagai macam faktor, seperti tidakpastian akan pengalaman selanjutnya,
adanya rasa sakit atau penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan
untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.

Sebagai salah satu penyalur tenaga Home Care terbesar di Indonesia,


Insan Medika mengajarkan poin-poin penting seperti ulasan di atas yaitu
cara pendekatan keperawatan terhadap lansia, yaitu : pendekatan fisik,
psikis, sosial, dan spiritual. Dengan dibekali pengetahuan seperti ini,
perawat Home Care dari Insan Medika dapat merawat sekaligus memberi
support penuh kepada pasien lansia secara professional sehingga
membangun suatu harapan baru kepada setiap pasien lansia.

B. Konsep Depresi

1. Pengertian

Menurut Davison, Neale dan Kring, (2012) depresi merupakan


kondisiemosional yang biasanyaditandai dengan kesedihan yang teramat
sangat,perasaan tidak berarti dan bersalah; menarik diri dari orang lain;
tidak dapat tidur, kehilangan selera makan, kehilangan minat serta
kesenangan dalam aktivitas yang sering dilakukan. Menurut Grasha dan
Kirchenbaum (dalam Saam & Wahyuni, 2012) depresi adalah kesedihan
dan kekhawatiran dalam waktu yang cukup lama yang disertai oleh
perasaan yang tidak berharga.

22
Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen
psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai
komponenbiologis atau somatik misalnya anoreksia, konstipasi dan
keringat dingin. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi
tertentu, bersifat ringan dan dalamwaktu yang singkat. Bila depresi
tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjutmaka depresi tersebut
dianggap abnormal (Atkinson, 2010). Kurniawan,Ratep dan Westa, (2013)
menyebutkan depresi terkait denganpenyakityang berkepanjangan.

2. Aspek Depresi

Beck dan page (dalam Saam & Wahyuni, 2012) mendiskripsikan lima
aspek depresi sebagai berikut:

a. Kesedihan atau suasana hati yang apatis.

b. Konsep diri negatif yang merendahkan diri, menyalahkan diri atau


mengkritik problem, dan perbuatan-perbuatan diri sendiri.

c. Menunjukkan keinginan untuk menghindar orang lain, kegiatan sosial


atau hilangnya minat terhadap hal tersebut.

d. Kurang tidur, berkurangnya nafsu makan dan keinginan seksual.

e. Ketidakmampuan berfungsi secara wajar, yang ditandai oleh gerakan-


gerakan badan yang lamban, hilangnya energy dan kemauan secara
umum, kesulitan mengambil keputusan dan tidak mampu memulai,
konsentrasi, dan bekerja.

3. Faktor Penyebab Depresi

a. Biokimia

Perbedaan kimia pada otak dapat memengaruhi depresi pada


penderitanya. Ini terkait dengan ditemukannya perbedaan kondisi pada

23
otak orang-orang yang memiliki depresi. Contohnya, bagian
hippocampus yang lebih kecil. Hippocampus adalah bagian kecil dari
otak yang vital bagi penyimpanan ingatan. Hippocampus memiliki
lebih sedikit reseptor serotonin. Sementara serotonin berfungsi dalam
mengelola suasana hati. Meski dianggap memengaruhi terjadinya
depresi, seseorang tidak bisa didiagnosis depresi hanya karena dari
satu hal. Depresi adalah gangguan yang kompleks dengan beragam
penyebab.

b. Genetika

Depresi dapat menurun melalui genetik. Misalkan, salah satu anak


kembar identik mengalami depresi, maka anak kembar yang satunya
lagi memiliki kemungkinan 70 persen mengalami depresi di kemudian
hari.

c. Kepribadian

Orang-orang dengan penghargaan diri yang rendah, mudah mengalami


stres dan umumnya pesimistis lebih mungkin mengalami depresi.

d. Lingkungan

Kondisi tertentu yang terjadi di lingkungan dapat memicu terjadinya


depresi. Kondisi tersebut seperti kekerasan fisik, penelantaran,
pelecehan, kondisi ekonomi rendah juga dapat memicu seseorang lebih
rentang terhadap gangguan depresi.

e. Menggunakan obat-obatan tertentu

Beberapa obat seperti isotretinoin (obat untuk mengatasi jerawat), obat


antivirus interferon-alpha dan kortikosteroid diketahui dapat
meningkatkan risiko depresi. Selain obat-obatan tersebut, sejumlah
obat juga sering dikaitkan sebagai faktor yang memengaruhi
depresi. Misalkan saja obat yang dapat memberikan efek gembira
berlebihan seperti siklosporin, obat untuk menekan sistem kekebalan

24
tubuh setelah transplantasi organ. Atau obat penyakit parkinson seperti
carbidopa dan levodopa. 

f. Peristiwa yang mengguncang jiwa

Kondisi jiwa tertentu seperti kesedihan karena kematian atau


kehilangan orang yang dicintai dapat meningkatkan risiko depresi.
Selain itu, beberapa kejadian juga dapat meningkatkan risiko depresi,
seperti perceraian, pensiun, kehilangan pekerjaan atau penghasilan dan
peristiwa lainnya. Bahkan peristiwa yang menurut orang lain
menggembirakan, ternyata juga bisa meningkatkan risiko depresi.
Beberapa contohnya yaitu pernikahan, kelulusan dan juga memulai
pekerjaan baru. 

g. Penyakit serius atau kronis

Kadang-kadang depresi berdampingan dengan kondisi medis lainnya.


Umumnya kondisi medis yang serius atau kronis. Kondisi tersebut
dapat menjadi pemicu munculnya depresi pada seseorang.

h. Penyalahgunaan obat

Hampir 30 persen orang yang bermasalah dengan penyalahgunaan


obat mengalami depresi berat atau klinis. Obat-obatan terlarang atau
narkoba dan alkohol, walau awalnya dapat membuat perasaan lebih
baik, pada akhirnya dapat memperburuk kesehatan. 

i. Jenis kelamin

Jenis kelamin disebut dapat menjadi faktor penyebab depresi. Wanita


disebut dua kali lebih sering mengalami depresi. Hal ini dikaitkan pada
faktor hormonal. Wanita disebutkan rentan terhadap gangguan depresi
saat hormon mereka tidak stabil atau mengalami perubahan hormon.

j. Pola makan yang buruk

25
Pola makan yang buruk dapat menyebabkan depresi dalam beberapa
cara. Berbagai kekurangan vitamin dan mineral diketahui
menyebabkan gejala depresi. Penelitian mengungkapkan bahwa diet
yang dilakukan dengan sembarangan dapat meningkatkan
kemungkinan depresi. Terlebih pada diet rendah asam lemak omega-3.

4. Tingkatan Depresi

a. Depresi ringan (Mild Depression/ Minor Depression)

Depresi ringan ditandai dengan adanya rasa sedih, perubahan proses


berpikir, hubungan sosial kurang baik, tidak bersemangat dan merasa
tidak nyaman. Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan
pergi serta penyakit datang setelah kejadian stressfull yang spesifik.

b. Depresi Sedang (Moderate Depression)

1) Gangguan afektif: perasaan murung, cemas, kesal, marah


menangis, rasa bermusuhan, dan harga diri rendah.

2) Proses pikir: perhatian sepit, berpikir lambat, ragu ragu,


konsentrasi menurun, berpikir rumit, dn putus asa serta pesimis.

3) Sensasi somatik dan aktivitas motorik: bergerak lamban, tugas


terasa berat, tubuh lemah, sakit kepala, sakit dada, mual, muntah,
konstipasi, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan
gangguan tidur.

4) Pola komunikasi: bicara lambat, komunikasi verbal menjadi


berkurang, dan komunikasi non verbal menjadi meningkat.

5) Partisipasi sosial: seseorang menjadi menarik diri, tidak mau


bekerja,mudah tersinggung, bermusuhan, dan tidak memperhatikan
kebersihan diri.

26
c. Depresi Berat

Depresi berat mempunyai dua episode yang berlawanan yaitu


melankolis (rasa sedih) dan mania (rasa gembira yang berlebihan
disertai dengan gerakan hiperaktif). Tanda dan gejala depresi berat:

1) Gangguan afektif: pandangan kosong, perasaan hampa, murung,


putus asa dan inisiatif kurang.

2) Gangguan proses fikir: halusinasi, waham, konsentrasi berkurang,


dn pikiran merusak diri.

3) Sensasi somatik dan aktivias motorik: diam dalam waktu lama,


tiba tiba hiperaktif, bergerak tanpa tujuan, kurang perawatan diri,
tidak mau makan dan minum, berat badan menurun, bangun pagi
sekali dengan perasaan tidak enak, dan tugas ringan terasa berat.

4) Pola komunikas: introvertdan tidak ada komunikasi verbal sama


sekali.

5) Partisipasi sosial: kesulitan menjalankan peran sosial dan menarik


diri

5. Gejala Depresi

Gejala depresi adalah kumpulan dari perilaku dan perasaan yang secara
spesifik dapat dikelompokkan sebagai depresi. Gejala-gejala depresi ini
bisa kita lihat dari tiga segi, yaitu dari segi fisik, psikis, dan sosial.

a. Gejala Fisik

1) Gangguan pola tidur

2) Menurunnya tingkat aktifitas

3) Menurunnya efisiensi kerja

27
4) Menurunnya produktivitas kerja

5) Mudah merasa letih dan sakit.

b. Gejala Psikis

1) Kehilangan rasa percaya diri

2) Sensitif

3) Merasa diri tidak berguna

4) Perasaan bersalah

5) Perasaan terbebani

c. Gejala Sosial

Lingkungan akan bereaksi terhadap perilaku orang yang depresi


tersebut pada umumnya negatif (mudah marah, tersinggung,
menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah sakit).

6. Upaya Penanganan Depresi

Depresi dapat ditangani dengan perubahan pola hidup, terapi psikologi,


dan dengan pengobatan (obat antiretroviral/ARV). Dilarang keras
mengomati diri sendiri dengan alkhohol, merokok yang berlebihan dan
narkoba, karena zat yang terkandung di dalamnya dapat meningkatkan
gejala depresi dan menimbulkan masalah lain. Berikut beberapa cara
penanganan depresi :

1) Perubahan pola hidup (berolahraga, mengatur pola makan, berdoa,


memiliki keberanian untuk berubah, rekreasi)

2) Terapi Psikologi (terapi interpersonal, konseling kelompok dan


dukungan social, terapi humor, terapi kognitif atau CBT)

28
3) Pengobatan (berkonsultasi kepada dokter kejiwaan/psikiater. Beberapa
obat anti depresan yaitu: Lithium, MAOIs, Tricyclics)

C. Konsep Lansia dengan Depresi

1. Pengertian Depresi pada Lansia

Depresi pada usia lanjut adalah kondisi yang memiliki banyak aspek, yang
disebabkan oleh hubungan yang kompleks dan banyak faktor lain yang
umumnya terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Meskipun tidak ada
teori tunggal yang dapat menjelaskan mengapa orang dewasa yang lebih
tua cenderung mengalami depresi, beberapa teori psikososial, kognitif, dan
biologi yang lebih umum menjelaskan faktor penyebab dari berbagai
perspektif. Fokus utama penelitian baru-baru ini adalah hubungan antara
demensia dan depresi, dan penelitian baru saja mulai menjawab
pertanyaan tentang kejadian bersamaan yang sangat umum dari kedua
kondisi ini.

2. Faktor Resiko Depresi pada Lansia

Faktor risiko yang mungkin menyebabkan atau berkontribusi terhadap


depresi pada usia lanjut usia termasuk faktor demografis dan pengaruh
psikososial. Meskipun faktor-faktor ini dapat meningkatkan risiko depresi
pada orang-orang dari segala usia, usia lanjut usia lebih cenderung
memiliki satu atau lebih variabel-variabel ini daripada orang yang lebih
muda. Faktor demografis dan pengaruh psikososial yang terkait dengan
depresi pada lansia termasuk :

 Jenis kelamin perempuan


 Riwayat depresi pribadi atau keluarga
 Duka cita, kehilangan hubungan yang signifikan

29
 Kesepian
 Stres kronis
 Stres sosial baru-baru ini
 Lingkungan sosial yang stress
 Hilangnya interaksi sosial yang berarti
 Kurangnya dukungan sosial
 Hilangnya peran penting
 Pengalaman pelecehan atau penelantaran saat ini atau sebelumnya
 Menjadi pengasuh (termasuk mengasumsikan perawatan utama
seorang cucu).
Meskipun kehilangan dan stres dapat menjadi faktor risiko depresi,
dukungan sosial (misalnya, memiliki setidaknya satu hubungan dekat) dan
mekanisme koping yang efektif dapat melindungi lansia dari depresi.
Dengan demikian, penyebab stres saja bukanlah faktor risiko utama
depresi; sebaliknya, kombinasi stres dan tidak adanya dukungan sosiallah
yang meningkatkan risiko depresi. Selain menyebabkan timbulnya epresi,
faktor psikososial dapat mempengaruhi lamanya depresi.

3. Akibat atau Dampak pada Lansia dengan Depresi

a. Fungsi Fisik

Status kesehatan penderita depresi pada lansia dapat menurun jika


keadaan depresi berkepanjangan. Status kesehatan tidak ada
hubungannya dengan keluhan somatik. Lansia yang mengalami
depresi mempunyai hubungan terhadap keluhan somatik dari pada
lansia yang tidak mengalami depresi. Dampak keluhan somatik yang
akan muncul pada lansia depresi yaitu lansia akan mengalami gejala
kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, gangguan sistem
pencernaan, dan gangguan tidur. Akibat tambahan dari gejala depresi
adalah keletihan kronis dan kehilangan energi. Lansia dengan keadaan
depresi berat dapat menyebabkan terganggunya aktivitas psikomotor
30
seperti melambatnya pergerakan tubuh, respon verbal, dan tidak mau
bicara. Dampak lain yang muncul adalah nyeri, tidak merasa nyaman,
dan terganggunya fungsi seksual.

b. Fungsi Psikososial
Pada lansia perubahan mood akibat perasaan sedih tidak disadari.
Padahal mereka sering mengatakan dirinya kesepian. Dampak yang
sering muncul adalah perasaan ingin menangis namun tidak bisa
menangis, merasa hampa, tidak bahagia, tidak berguna, dan harga diri
rendah. Dilihat dari segi psikososial gejala yang tampak adalah
kehilangan minat terhadap interaksi dengan orang lain dan
meninggalkan kebiasaan yang lama atau hobi. Akibat dari fungsi
psikososial ini lansia mulai mengabaikan dirinya dan penampilannya.
c. Tindakan Bunuh Diri
Lansia yang sudah lama mengalami depresi maka bunuh diri
merupakan sebuah solusi. Pencegahan untuk kejadian tersebut dapat
dilakukan dengan mempelajari faktor resiko dan gejala yang timbul.
Berawal dari pikiran putus asa dan merasa tidak berguna akibat dari
depresi dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri. Selanjutnya
akan timbul tingkah laku bunuh diri secara tidak langsung seperti
mogok makan dan tidak minum obat. Setelah itu muncul tingkah laku
melukai diri seperti gantung diri atau meminum racun.

4. Gejala Klinis Depresi pada Lansia

Beberapa lansia yang menderita depresi bahkan tidak melaporkan


perasaan sedih sama sekali. Namun, gejala yang sering muncul antara lain:

 Perasaan tidak senang terhadap kehidupannya


 Perasaan bahwa dirinya tidak berguna atau perasaan bersalah
 Gangguan tidur

31
 Gangguan memori dan konsentrasi
 Kelelahan
Gejala-gejala seperti nyeri otot atau nyeri sendi juga kerap ditemukan.
Beberapa gejala di atas sering disalahartikan sebagai bagian dari proses
penuaan dan merupakan hal yang dianggap wajar sehingga tidak
mendapatkan perhatian yang serius. Beberapa hal dapat mempengaruhi
kejadian depresi pada lansia. Selain itu, menjadi lansia pun tidak luput dari
menyaksikan berbagai kemalangan terjadi di sekitarnya. Mulai dari
kematian orang-orang tercinta, kepergian keluarga terdekat yang akan
menjalani hidup masing-masing, bahkan mengurus pasangan yang
menderita penyakit kronis turut berperan dalam membuat lansia semakin
rentan terhadap kondisi depresi.

Hal lain yang sering menjadi penyebab depresi pada lansia adalah
penyakit-penyakit kronis yang dideritanya. Ketika menua, tubuh kita
perlahan-lahan mulai kehilangan fungsi-fungsi normalnya, terutama
apabila kita tidak membiasakan gaya hidup sehat semasa muda.
Penurunan fungsi inilah yang pada akhirnya membuat orang tua sering
menderita penyakit kronis. Penyakit yang kerap berkontribusi terhadap
terjadinya depresi antara lain kanker, penyakit jantung, serta penyakit-
penyakit syaraf seperti alzheimer, parkinson, dan stroke.

Keberadaan depresi pada penyakit ini bisa jadi merupakan bagian dari
perjalanan penyakit tersebut atau dampak yang muncul karena sang
penderita merasa terbebani oleh penyakitnya. Keadaan inilah yang
membuat depresi sering tidak terdeteksi, karena pihak-pihak yang terlibat
merasa gejala depresif tersebut hanyalah kesedihan yang dianggap wajar.
Selain itu, gejala-gejala yang sering tumpang tindih, seperti keletihan,
kehilangan selera makan, atau gangguan tidur, seringkali dianggap sebagai
gejala dari penyakit yang diderita sehingga tidak mendapatkan terapi
kesehatan mental yang layak.

32
5. Penanganan dan Pencegahan

Sekalipun angka kejadian bunuh diri pada lansia tidak sebanyak pada
dewasa muda, kita tetap harus waspada karena setiap penderita depresi
umumnya memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Selain itu, depresi
pada lansia juga dapat memperparah perjalanan penyakit kronis yang lain.
Oleh karena itu, depresi pada lansia tidak boleh dianggap remeh.

Apabila kita menemui orang tua dengan gejala-gejala di atas, apalagi


pada orang tua yang telah lama menderita penyakit kronis, ada baiknya
kita juga menyarankan mereka untuk memeriksakan kesehatan jiwanya.
Jika benar bahwa mereka menderita depresi, mereka bisa diberikan terapi
yang sesuai seperti psikoterapi, menghadiri kelompok dukungan, atau
diberikan pengobatan yang sesuai.

Kendati demikian, kejadian depresi pada lansia bukannya tidak dapat


dicegah. Mempertahankan gaya hidup sehat dengan berolahraga ringan
setiap hari, mengonsumsi makanan-makanan bergizi, serta menjaga
aktivitas sosial dapat melindungi lansia dari resiko depresi. Tidak hanya
itu, dukungan emosional dari keluarga juga merupakan faktor pelindung
yang sangat penting untuk mencegah depresi pada lansia.Apabila kita
memiliki orang tua atau kakek-nenek, terutama yang hidup sendiri, tidak
ada salahnya jika kita sering-sering bertanya kabar atau mengunjungi
mereka. Suasana kekeluargaan, bahkan sedikit perhatian, akan memberi
secercah kebahagiaan pada hati para lansia dan menghindarkan mereka
dari depresi.

D. Konsep Askep Lansia dengan Depresi

1. PENGKAJIAN

a. Identitas diri klien

33
b. Struktur keluarga : Genogram

c. Riwayat keluarga

d. Riwayat penyakit keluarga

Pengkajian riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk melihat tanda


gejala dan karakteristik pada lansia depresi :

a. Kaji adanya depresi

b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining geriatric


depresion scale:

Skala Depresi Geriatrik (Bentuk Pendek)

1. Apakah pada dasarnya Anda puas Iya Tidak


dengan hidup Anda?
2. Apakah Anda sudah kehilangan banyak Iya Tidak
aktivitas dan minat Anda?
3. Apakah Anda merasa hidup Anda Iya Tidak
kosong?
4. Apakah Anda sering merasa bosan? Iya Tidak
5. Apakah Anda selalu dalam kondisi Iya Tidak
sehat?
6. Apakah Anda takut sesuatu yang buruk Iya Tidak
akan terjadi pada Anda?
7. Apakah Anda sering kali merasa Iya Tidak
bahagia?
8. Apakah Anda sering merasa tidak Iya Tidak
berdaya?
9. Apakah Anda lebih suka tinggal di Iya Tidak
rumah daripada pergi keluar dan
melakukan hal-hal baru?
10. Apakah Anda merasa memiliki lebih Iya Tidak
banyak masalah dengan ingatan daripada
kebanyakan?
11. Apakah menurut Anda luar biasa hidup Iya Tidak
sekarang?
12. Apakah Anda merasa sangat tidak Iya Tidak
berharga seperti sekarang ini?

34
13. Apakah Anda merasa penuh energi? Iya Tidak
14. Apakah Anda merasa situasi Anda Iya Tidak
tidak ada harapan?
15. Apakah menurut Anda kebanyakan Iya Tidak
orang lebih baik daripada Anda?

c. Ajukan pertanyaan pertanyaan keperawatan

d. Wawancara klien maupun pemberi asuhan atau keluarga

Lakukan observasi langsung terhadap :

a. Perilaku

1) Bagaiman kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan


aktivitas hidup sehari hari?

2) Apakah klien menunjukan perilaku yang tidak dapat diterima


secara sosial ?

3) Apakah klien sering mengeluyur dan mondar mandir?

b. Afek

1) Apakah klien menunjukan ansietas?

2) Apakah klien mengalami labilitas emosi?

3) Depresi atau apatis?

4) Iritabilitas ?

5) Curiga ?

6) Tidak berdaya ?

7) Frustasi?

c. Respon kognitif

35
1) Bagaimana tingkat orientasi klien ?

2) Apakah klien mengalami kehilangan ingetan tentang hal hal yang


baru saja atau sudah lama terjadi ?

3) Sulit mengatasi masalah ?

4) Kurang mampu membuat penilaian ?

5) Terbukti mengalami afasia, agnosia, atau apraksi?

Luangkan waktu bersam pemberi asuhan atau keluarga:

a. Identifikasi pemberi asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah


menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut

b. Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan


anggota keluarga yang lain

c. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perwatan klien dan sumber


daya komunitas (catat hal hal yang perlu diajarkan)

d. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga

e. Identifikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran


pemberi asuhan tentang dirinya sendiri

Klasifikasi Data

a. Data Subjektif :

1) Lansia tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara

2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti : nyeri abdomen


dan dada, anoreksia, sakit punggung dan pusing

3) Merasa dirinya sudah tidak berguna, tidak berarti, tidak ada tujuan
hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri

36
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi

5) Pasien merasaakan perasaan bersalah yang mendalam

b. Data Objektif :

1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila


duduk dengan sikap yang merosot

2) Ekpresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah


yang diseret

3) Kadang – kadang dapat terjadi stupor

4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur,
dan sering menangis

5) Proses berpikir terlambat, seolah olah pikirannya kosong,


konsentrasi terganggu

6) Kebersihan diri kurang

7) Keterbelakangan psikomotor

2. DIAGNOSA

Menurut NANDA ed 2011-2012 diagnosa yang muncul pada lansia


dengan depresi adalah: koping tidak efektif, keputusasaan, harga diri rendah
kronis, isolasi social, ketidakberdayaan, risiko keseimbangan nutrisi, dan
kegagalan orang dewasa untuk berkembang

Menurut NANDA ed 2011-2012 diagnosa yang muncul pada lansia


dengan depresi adalah: Ineffec- tive Coping, Putus Asa, kronis Low Self-
Esteem, IsolasiSosial, Ketidakberdayaan, Pengasuh Peran Saring, Risiko kesei
mbang Nutrisi, dan Dewasa Kegagalan untuk Berkembang. Menurut SDKI

37
2016 diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien lansia dengan
depresi :

1. Risiko bunuh diri

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan

3. Isolasi sosial

4. Defisit perawatan diri

5. Risiko mencederai diri sendiri berhubungan dengan depresi

6. Ketidakberdayaan

E. INTERVENSI

1. Diagnosa keperawatan Risiko Bunuh Diri

Definisi: Berisiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk


mengakhiri kehidupan

Tujuan :

1) Klien tidak membahayakn diri nya sendiri

2) Klien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang kontruktif

Kriteria hasil :

1) Mampu mengungkapkan ide bunuh diri

2) Mengenali cara cara untuk mencegah bunuh diri

3) Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang kontruktif

38
No Intervensi Rasional

1 Diskusikan dengan pasien tentang ide Menggali ide tentang pikiran pasien
ide bunuh diri tentang bunuh diri

2 Buat kontrak dengan pasien untuk Meminimalkan risiko pasien bunuh


tidak melakukan bunuh diri diri

3 Bantu pasien mengenali perasaan yang Menggali perasaan pasien tentang


menjadi penyebab timbulnya ide penyebab bunuh diri
bunuh diri

4 Ajarkan beberapa alternatif cara Membantu pasien dalam membentuk


penyelesaian masalah yang kontruktif koping adaptif

5 Bgantu pasien untuk memilih cara Meringankan masalah pasien


yang paling tepat untuk menyelesaikan
masalah secara kontruktif

6 Beri pujian terhadap pilihan yang telah Pujian dapat menyenangkan perasaan
dibuat pasien dengan tepat pasien

2. Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur Berhubungan Dengan


Kecemasan

Definisi : Kelainan dari pola tidur seseorang

Tujuan :

1) Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur

2) Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

Kriteria hasil :

1) Klien mampu mampu memahami faktor penyebab gangguan pola tidur

39
2) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan
terhadap pikiran yang melayang layang

No Intervensi Rasional

1 Mengidentifikasi gangguan pola tidur Mengetahui apa saja penyebab


gangguan pola tidur pada pasien

2 Diskusikan cara cara untuk memenuhi Mempermudah pasien untuk


kebutuhan tidur memperoleh kebutuhan tidur yang
baik

3 Anjurkan pasien untuk memilih cara Cara cara yang sesuai dapat
yang sesuai dengan kebutuhannya mempermudah pasien

4 Berikan lingkungan yang nyaman Agar pasien dapat kualitas tidur yang
untuk meningkatkan tidur baik

F. IMPLEMENTASI

Terapi fisik
1. Obat Secara umum, semua obat antidepresan sama memiliki kekuatannya.
Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan
pengenalan jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan
dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan lahan perlahan sampai ada
gejala gejala.

2. Terapi Elektrokonvulsif (ECT) Untuk pasien yang depresi yang tidak bisa
makan dan minum, merekomendasikan bunuh diri atau retardasi hebat
maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT
diberikan 1-2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk
mengurangi kebingungan / masalah memori.Terapi ECT diberikan sampai
ada perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), ekspresi dengan anti depresan
untuk mencegah kekambuhan.

40
Terapi Psikologik
1. Psikoterapi Psikoterapi individu maupun kelompok yang paling efektif
jika dilakukan bersama- sama dengan pemberian antidepresan. Baik
pendekatan psikodinamik maupun kognitif sama keberhasilarınya.
Meskipun terapi psikoterapi tidak sesuai, namun kecocokan antaru pasien
dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan membuat
pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi masalahnya serta lebih
percaya diri.

2. Terapi kognitif Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir


pasien yang selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak
berguna, tak mampu dan sebagninya) ke aruh pola pikir yang netral atau
positif. Temyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima
metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan
terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi
kognitif yang bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.

3. Terapi keluarga Masalah keluarga dapat berperan dalam perkembangan


penyakit depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat
penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan
posisi dari döminan menjadi dependen pada usia lanjut. Tujuan terapi
terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan
frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap / struktur dalam
keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.

4. Penanganan Ansietas (Relaksasi) Teknik yang umum dipergunakan adalah


program relaksasi progresif secara langsung dengan instruktur (psikolog
atau terapis okupasional) atau melalui tape recorder. Teknik ini dapat
dilakukan dalam praktek umum schari-hari. Untuk menguasai teknik ini
diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.

Meskipun semua perawat yang bertanggung jawab untuk mengatasi depresi


pada orang dewasa yang lebih tua, mereka yang bekerja dipengaturan
perawatan berbasis masyarakat dan jangka panjang memiliki peluang yang
paling berkelanjutan untuk mengidentifikasi manifestasi dari depresi dan
untuk meminta evaluasi lebih lanjut dan pengobatan

Meningkatkan Fungsi Psikososial


Perawat dapat menggunakan intervensi promosi kesehatan, untuk
mengatasi faktor risiko dan gejala depresi. Dalam pengaturan klinis apa pun,

41
perawat dapat fokus pada intervensi untuk mempromosikan otonomi, kontrol
pribadi, efikasi diri, dan pengambilan keputusan tentang perawatan sehari-hari
sebagai intervensi untuk depresi

G. EVALUASI

Perawat mengevaluasi perawatan mereka pada lansia yang depresi


dengan mendokumentasikan peningkatan keterampilan koping dan penurunan
manifestasi depresi. Misalnya orang tersebut mungkin melaporkan
berkurangnya perasaan putus asa dan meningkatkan nafsu makan dan tidur.
Ukuran lain yang mencerminkan peningkatan kualitas hidup adalah minat dan
partisipasi orang dewasa yang lebih tua dalam kegiatan yang bermakna.
Efektivitas intervensi keperawatan juga dapat dievaluasi oleh apakah orang
dewasa yang lebih tua telah mulai menggunakan obat antidepresan dan
berpartisipasi dalam terapi individu atau kelompok. Meskipun bunuh diri
adalah konsekuensi fungsional yang paling serius dari depresi di usia lanjut.

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

KASUS

Seorang perempuan berusia 65 tahun tinggal bersama keluarga, klien mengeluh


sejak suaminya meninggal. Ibu D merasa tidak berguna lagi dan lebih suka sendiri.
Ibu D juga mengatakan bahwa dirinya sedih dan terlihat sering menangis. Setiap
ada keluarga yang mengunjungi, ibu D tidak mau menemui bahkan lebih sering
meninggalkan. Ibu D tampak sulit berkonsentrasi dan terlihat ekspresi Ibu D kurang
berseri.

PENGAKAJIAN

42
Analisa Data
N Data Masalah
o keperawatan

1 Ds : Berduka

 Ibu D mengatakan dirinya merasa tidak berguna lagi


 Ibu D mengatakan dirinya lebih suka sendiri
 Ibu D mengatakan dirinya sedih
Do :

 Ibu D terlihat sering menangis


 Ibu D mengeluh sejak suaminya meninggal
 Ibu D tampak sulit berkonsentrasi

2 Ds : Isolasi Sosial

 Ibu D mengatakan dirinya lebih suka sendiri


 Ibu D mengatakan dirinya merasa tidak berguna lagi
Do :

 Ibu D kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya


 Ekspresi wajah Ibu D terlihat kurang berseri
 Ibu D tampak sulit berkonsentrasi
 Ibu D mengeluh sejak suaminya meninggal

DIAGNOSA
1. Berduka

2. Isolasi Sosial

INTERVENSI
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o

1 Berduka 1.Observasi
Setelah dilakukan tingdakan
 Identifikasi kehilangan yang
keperawatan selama 3x24 jam
dihadapi
diharapkan pasien dapat melalui
 Identifikasi proses berduka
proses berduka secara normal dan
yang dialami
sehat, dengan kriteria hasil:
 Identifikasi reaksi awal
1. Klien mampu menyatakan terhadap kehilangan
secara verbal perilaku- 2.Terapeutik
perilaku yang berhubungan  Tunjukkan sikap menerima dan
dengan tahap-tahap berduka empati
2. Klien mampu mengakui  Motivasi agar mau
posisinya sendiri dalam proses mengungkapkan perasaan

43
kehilangan
berduka
 Fasilitasi melakukan kebiasaan
3. Klien mampu secara mandiri sesuai dengan budaya, agama,
menentukan pemecahan dan norma sosial
masalah berhubungan dengan 3.Edukasi
kehilangan yang dialaminya  Anjurkan mengidentifikasi
4. Klien tidak terlalu lama ketakutan terbesar pada
mengekspresikan emosi-emosi kehilangan
dan perilaku-perilaku yang  Anjurkan mengekspresikan
berlebihan berhubungan perasaan tentang kehilangan
dengan disfungsi berduka dan
mampu melaksanakan
aktivitas kehidupannya sehari-
hari secara mandiri

2 Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi


keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pasien dapat melalui  Identifikasi kemampuan
proses isolasi sosial, dengan melakukan interaksi dengan
kriteria hasil: orang lain
 Identifikasi hambatan
1. Mampu membina hubungan melakukan interaksi dengan
saling percaya orang lain
2. Terapeutik
2. Mampu berinterakasi dengan
orang lain secara bertahap Motivasi meningkatkan
keterlibatan dalam suatu
hubungan
 Motivasi berinteraksi di luar
lingkungan
3. Edukasi

 Anjurkan berinteraksi dengan


orang lain secara bertahap
 Anjurkan berbagi pengalaman
dengan orang lain

44
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Lansia adalah tahap akhir dari proses menua, merupakan kelompok umur
yang mencapai tahap pensiun yang tidak mempunyai penghasilan dan tidak
berdaya mencari nafkah serta mengalami penurunan daya tahan tubuh atau
kesehatan dan berbagai tekanan psikologis.

Berikut ringkasan pembahan kasus diatas

 Hasil pengkajian yang didapatkan pada kasus diatas dengan masalah


berduka dan isolasi sosial

45
 Diagnosa keperawatan yang di tegakkan yaitu berduka dan isolasi sosial

 Rumusan intervensi keperawatan yang direncanakan berbeda dengan teori


rumusan intervensi karena berbeda dengan kasus namun sesuai dengan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

 Implentasi yang sudah di rencanakan akan dilakukan sesuai dengan


situasi dan keadaan klien

B. Saran

Diharapkan dapat bermafaat kepada pembaca menjadi salah satu pemicu atau
ide dalam mengatasi masalah lansia dengan depresi dan menambah
pengalaman mahasiswa . jika ada ketidaksesuai atau kesalahan mohon beri
kritik dan saran agar kami dapat memperbaiki dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Desmita, 2010, psikologi perkembangan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta:
Salemba Medika

Kusumowardani, Andreany dan Aniek Puspitosari (2014), “Hubungan antara Tingkat


Depresi Lansia dengan Interaksi Sosial Lansia di Desa Sobokerto Kecamatan
Ngemplak Boyolali”. Poltekkes Solo.

46
Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011, Keperawatan Lanjut Usia, Edisi Pertama,
GrahaIlmu: Yogyakarta

Nurinda Fitra Ayu Lestari. 2019. “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klienny. M
Dan Tn.K Dengandepresi Yang Mengalamimasalah Keperawatan
Ketidakefektifankoping Di Upt Pelayananan Sosial Tresna Werdha Jember”.
Fakultas Jember Universitas Jember.

Sadock, Benjamin J.. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC (hal 189, 630).

Sumandar, 2019, Pengantar Keperawatan Gerontik dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan, Yogyakarta: Deepublish

47

Anda mungkin juga menyukai