Demensia
“Kaperawatan Gerontik”
Disusun oleh :
Rokhmatus Laili
D3 KEPERAWATAN GRESIK
FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan segala kuasa-Nya lah penulis dapat menyusun makalah yang berjudul
“Demensia” ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Harapan saya bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah wawasan dan pengetahuan sesuai yang sudah saya tulis sedemikian rupa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dengan
keterbatasan yang penulis miliki. Tegur sapa dari pembaca akan penulis terima dengan
tangan terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2
Bab 1 ............................................................................................................................ 4
Pendahuluan................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................ 6
Bab 2 ............................................................................................................................ 7
Pembahasan ................................................................................................................ 7
2.1 Definisi ............................................................................................................... 7
2.2 Etiologi ............................................................................................................... 7
2.3 Patofisiologi ....................................................................................................... 8
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Demensia ............................................................ 8
2.5 Faktor Resiko ................................................................................................... 10
2.6 Tanda dan Gejala ............................................................................................ 11
2.7 Tahapan Demensia .......................................................................................... 13
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Demensia............................................... 15
2.8.1 Pengkajian ................................................................................................. 15
2.8.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 23
2.8.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................ 23
2.8.4 Implementasi Keperawatan ...................................................................... 26
2.8.5 Evaluasi Keperawatan .............................................................................. 26
Bab 3 .......................................................................................................................... 28
Penutup ..................................................................................................................... 28
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 28
3.2 Saran ................................................................................................................ 28
Daftar Pustaka .......................................................................................................... 29
3
Bab 1
Pendahuluan
Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai dampak yang
membahayakan bagi fungsi kognitif lansia. Demensia adalah keadaan ketika
seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata
mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008). Kriteria demensia
yaitu kehilangan kemampuan intelektual, termasuk daya ingat yang cukup berat,
sehingga dapat mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan (Santoso&Ismail, 2009).
Gangguan kognitif merupakan kondisi atau proses patofisiologis yang dapat merusak
atau mengubah jaringan otak mengganggu fungsi serebral, tanpa memperhatikan
penyebab fisik, gejala khasnya berupa kerusakan kognitif, disfungsi perilaku dan
perubahan kepribadian (Copel, 2007). Gangguan kognitif erat hubungannya dengan
fungsi otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan
otak. Gangguan kognitif antara lain delirium dan demensia (Azizah, 2011). Demensia
terjadi karena adanya gangguan fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan proses
mental dalam memperoleh pengetahuan atau kemampuan kecerdasan, yang meliputi
cara berpikir, daya ingat, pengertian, serta pelaksanaan (Santoso&Ismail, 2009).
Bertambahnya usia secara alamiah menyebabkan seseorang akan mengalami
penurunan fungsi kognitif, yang sangat umum dialami lansia adalah berkurangnya
kemampuan mengingat sehingga lansia menjadi mudah lupa. Berkurangnya fungsi
kognitif pada lansia merupakan manifestasi awal demensia (Nadesul, 2011).
4
Ada beberapa dampak jika fungsi kognitif pada lansia demensia tidak diperbaiki.
Dampak tersebut yaitu menyebabkan hilangnya kemampuan lansia untuk mengatasi
kehidupan sehari-hari (Hutapea, 2005). Demensia juga berdampak pada pengiriman
dan penerimaan pesan. Dampak pada penerimaan pesan, antara lain: lansia mudah
lupa terhadap pesan yang baru saja diterimanya; kurang mampu membuat koordinasi
dan mengaitkan pesan dengan konteks yang menyertai; salah menangkap pesan; sulit
membuat kesimpulan. Dampak pada pengiriman pesan, antara lain: lansia kurang
mampu membuat pesan yang bersifat kompleks; bingung pada saat mengirim pesan;
sering terjadi gangguan bicara; pesan yang disampaikan salah (Nugroho, 2009).
Upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga keperawatan untuk mencegah penurunan
fungsi kognitif pada lansia demensia yaitu dengan terapi kolaboratif farmakologis
dan terapi non farmakologis. Terapi kolaboratif farmakologis yaitu donezepil,
galatamine, rivastigmine, tetapi masing-masing obat tersebut memiliki efek samping
(Dewanto; Suwono; Riyanto; Turana, 2009). Terapi non farmakologis antara lain:
terapi teka teki silang; brain gym; puzzle; dan lain-lain. Terapi non farmakologis ini
tidak memiliki efek samping (Santoso&Ismail,2009).
5
5. Untuk mengetahui faktor resiko terjadinya demensia
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala terjadinya demensia
7. Untuk mengetahui tahapan-tahapan terjadinya demensia
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada demensia
6
Bab 2
Pembahasan
2.1 Definisi
Demensia adalah gejala yang disebabkan oleh penyakit otak yang biasanya
bersifat kronis dan progesif. Dimana gangguan dari beberapa fungsi kortikal lebih
tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan, belajar,
berbahasa, dan penilaian. Gangguan fungsi kognitif terkadang didahului dengan
penuaan, pengendalian emosi, perilaku sosial, dan motivasi (Wicitania, 2016).
Demensia adalah suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik
atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur. Jenis demensia yang paling
sering dijumpai yaitu demensia tipe Alzheimer, termasuk daya ingat, daya
pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan
menilai. Kesadaran tidak berkabut dan biasanya disertai rendahnya fungsi
kognitif, ada kalanya diawali oleh kemorosotan (deterioration) dalam
pengendalian emosi, prilaku sosial, atau motivasi, sindrom ini terjadi pada
penyakit Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang
secara primer atau sekunder mengenai otak (Nisa, 2016).
2.2 Etiologi
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan tim
bulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. &
Rabins, P.V. 2006).
Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejal
a demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), de
mensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya dis
7
ebabkan oleh penyakit lain. Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab de
mensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf
pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan se
bagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangg
uan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses
berpikir.
2.3 Patofisiologi
Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan
saraf pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan
antara umur 30 sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan
di atas merupakan kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron
korteks serebri.
Penyakit degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta
gangguan nutrisi, metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung
dapat menyebabkan sel neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme
iskemia, infark, inflamasi, deposisi protein abnormal sehingga jumlah neuron
menurun dan mengganggu fungsi dari area kortikal ataupun subkortikal.
8
a. Umur
Umur merupakan faktor resiko utama terhadap kejadian demensia pada usia
lanjut. Hubungan ini sangat berbanding lurus yaitu bila semakin meningkatnya
umur, semakin tinggi pula resiko terjadinya demensia. Lanjut usia (lansia)
merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia. Manusia yang memasuki tahap
ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh akibat perubahan atau
penurunan fungsi organ-organ tubuh, semakin usia yang bertambah akan semakin
rentan pula terkena penyakit (Aisyah, 2016).
b. Jenis kelamin
c. Genetik
d. Pola makan
Kebutuhan lanjut usia semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Pada
usia 40-49 tahun menurun sekitar 5%, dan pada usia 50-69 tahun menurun hingga
10%, sehingga jumlah makanan yang dikonsumsi akan berkurang dan pola makan
9
tidak teratur, contohnya seperti berat badan akan menurun, dan kekurangan
vitamin dan mineral (Fatmah, 2016).
e. Riwayat penyakit
Penyakit infeksi dan metabolisme yang tidak ditangani serta diabaikan dapat
memicu terjadinya demensia seperti tumor otak, penyakit kardiovaskuler (seperti
hipertensi dan atherosclerosis), gagal ginjal, penyakit hati, penyakit gondok.
Penyakit penyebab demensia dibagi menjadi 3 kelompok meliputi demensia
idiopatik, demensia vaskuler, dan demensia sekunder. Demensia idiopatik
contohnya seperti penyakit Alzheimers, penyakit Hungtiton, penyakit pick yang
terjadi pada lobus frontal, dll. Demensia vaskuler contohnya demensia multi-
infark, pendarahan otak non-traumatik dengan demensia dan pada demensia
sekunder terjadi karena infeksi, gangguan nutrisi, gangguan auto-imun, trauma,
dan stress (Aisyah, 2016).
f. Status gizi
Status gizi yang baik menjadikan seseorang dapat memiliki tubuh yang sehat dan
menjaga sistem dalam tubuh bekerja secara baik pula. Pada masa lansia adanya
penurunan fungsi tubuh yang diakibatkan oleh umur, penyakit dan salah satunya
status gizi. Asupan makanan yang kurang bergizi bagi para lansia mengakibatkan
penurunan sistem dalam tubuh. Zat gizi makro diketahui berkaitan dengan
kejadian demensia pada lansia, terutama vitamin B kompleks. Kekurangan
vitamin B kompleks pada lansia dapat meningkatkan resiko terjadinya demensia.
Ini menunjukan bahwa buruknya status gizi secara tidak langsung dapat
mengakibatkan munculnya resiko demensia pada lansia (Pratiwi, 2014).
1.Udara
10
tempat kerja dan tempat lainnya. Durasi paparan serta memperkirakan kumulatif
eksposur ( Killin et all, 2016).
2. Alumunium
Tingkat konsumsi aluminium dalam air minum lebih dari 0,1 mg per hari
dikaitkan dengan resiko demensia ( Killin et all, 2016).
3. Pekerjaan
Orang dengan pekerjaan yang terlalu sering terkena kebisingan atau radiasi resiko
terjadinya demensia ( Killin et all, 2016).
4. Vitamin D
Pada tahap lanjut demensia menimbulkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali keluarga mengetahui perubahn tingkah
11
laku yang dialami lansia pada demensia. Mengetahui perubahan tingkah laku pada
demensia dapat memuculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan anggota
keluarga, yakni harus dengan sabar merawat dan lebih perhatian terdapat anggota
keluarga yang demensia. Perubahan perilaku lyang dialami lansia pada penderita
demensia bisa menimbulkan delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh,
cemas, disorientasi, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, marah, agitasi, apatis, dan
kabur dari tempat tinggal.
Menurut Asrori dan putri (2014), menyebutkan ada beberapa tanda dan gejala
yang dialami pada Demensia antara lain :
1. Kehilangan memori
Tanda awal yang dialami lansia yang menderita demensia adalah lupa tentang
informasi yang baru di dapat atau di pelajari, itu merupakan hal biasa yang diamali
lansia yang menderita demensia seperti lupa dengan pentujuk yang diberikan,
nama maupun nomer telepon, dan penderita demensia akan sering lupa dengan
benda dan tidak mengingatnya.
Lansia yang mengalami Demensia akan kesulitam dalam mengelolah kata yang
tepat, mengeluarkan kat-kata yang tidak biasa dan sering kali membuat kalimat
yang sulit untuk di mengerti orang lain
12
Mungkin hal biasa ketika orang yang tidak mempunyai penyakit Demensia lupa
dengan hari atau diaman dia berada, namun dengan lansia yang mengalami
Demensia akan lupa dengan jalan, lupa dengan dimana mereka berada dan
baimana mereka bisa sampai ditempat itu, serta tidak mengetahui bagaimana
kebali kerumah.
Setiap orang dapat mengalami perubahan suasan hati menjadi sedih maupun
senang atau mengalami perubahan perasaann dari waktu ke waktu, tetapi dengan
lansia yang mengalami demensia dapat menunjukan perubahan perasaan dengan
sangat cepat, misalnya menangis dan marah tanpa alasan yang jelas. Kepribadian
seseorang akan berubah sesuai dengan usia, namun dengan yang dialami lansia
dengan demensia dapat mengalami banyak perubahan kepribadian, misalnya
ketakutan, curiga yang berlebihan, menjadi sangat bingung, dan ketergantungan
pada anggota keluarga.
Lansia yang mengalami Demensia dimulai secara bertahap sehingga akan sulit
mengenali persis kapan gejala dimulai. Beberapa perubahan yang sering dialami
sebagai bagian dari proses penuaan yang normal. Dalam tahap ini penderita
mengalami kehilanganmemori jangka pendek, menjadi depresi dan sering agresif,
menjadi disorientasi pada waktu, menjadi kehilangan keakraban dengan
sekitarnya, menunjukan kesulitan dalam berbahasa, kurangnya inisiatif dan
motivasi, hilangnya minat dan hobi serta aktifitas.
2. MiddleStage
13
Dalam tahap ini, gajala yang cukup jelas terlihat dan mengganggu pekerjaan,
sosialisasi serta kegiatan sehari-hari adalah menjadi sangan pelupa terutama
kejadian baru yang dialami, kesulitan melakukan pekerjaan rumah tangga,
kesulitan menemukan kata yang tepat untuk diungkapkan, mudah berpergian dan
tidak dapat kembali ketmpat asal, mendengar dan melihat sesuatu yang tidak ada,
tidak bisa mengatur dirinya sendiri dan bergantung pada orang lain.
3. LateStage
Pada tahan ini tahap akhir, pasien akan kehilangan fungsi serta lebih
ketergantungan pada orang lain seprtisusah untuk makan, sulit untuk berbicara,
tidak dapat mengenali orang atau obyek, berada di kursi roda ataupun tempat
tidur, kesulitan berjalan, memiliki inkontenesia bowel dan urinary, kesulitan
mengerti dan mengiterpretasikan kejadian.
Stadium Demensia
Berlangsung selama 2-4 tahun dengan gejala yang timbul antara lain gangguan
pada memori, berhitung, dan aktivitas spontan menurun. Fungsi memori yang
terganggu bisa menyebabkan lupa akan hal baru yang dialami, kondisi seperti ini
tidak mengganggu aktivitas rutin dalam keluarga.
Berlansung selama 2-10 tahun dengan gejala yang dialami seperti disorintasi,
gangguan bahasa, mudah bingung, dan penurunan fungsi memori lebih berat
sehingga penderita pada stadium ini tidak dapat melakukan kegiatan sampai
selesai, mengalami gangguan visuospasial, tidak mengenali anggota keluarganya,
tidak ingat sudah melakukan tindakan sehingga mengulanginya lagi, mengalami
depresi berat sekitar 15-20%.
3. Stadium III
Pada stadium ini berlangsung sekitar 6-12 tahun dengan gejala yang ditimbulkan
penderita menjadi vegetatif, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang
14
lain, membisu, daya ingat intelektual srta memori memburuk sehingga tidak
mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa mengendalikan buang air besar maupun
kecil. Menyebabkan trauma kematian atau akibat infeksi.
Proses keperawatan adalah suatu metode asuhan keperawatan (askep) yang sistematis,
dinamis, ilmiah (menurut kajian teoritis) ,dan dilakukan secara berkesinambungan dalam
rangka pemecahan masalah kesehatan pasien, dimulai dari beberapa proses yaitu
pengkajian diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan,
kemudian penilaian atau evaluasi terhadap tindakan keperawatan hingga kemudian
pendokumentasian hasil tindakan keperawatan itu sendiri sehingga jika sewaktu-waktu
dibutuhkan maka dapat dipergunakan kembali keberadaannya (Ali :1997).
2.8.1 Pengkajian
Pengkajian adalah sebuah proses untuk mengenal dan mengidentifikasi faktor-faktor
(baik positif dan negatif) pada usia lanjut, baik secara individu maupun kelompok, yang
bermanfaat untuk mengetahui masalah dan kebutuhan usia lanjut, serta untuk
mengembangkan stategi promosi kesehatan (Azizah,2011:36).
1.Identitas Klien
Nama
Umur menurut Azizah (2011:81) lanjut usia yang mengalami demensia biasanya
telah berumur kurang lebih 60 tahun. Sedangkan pada demensia alzhemeir 4 %
dialami oleh lanjut usia dengan umur 75 tahun, 16 % pada usia 85 tahun,
15
tahun, baik laki-laki maupun perempuan (kompas.com). Namun, berdasarkan
studi terbaru, perempuan ternyata lebih banyak menderita demensia ini. Sebuah
studi baru menunjukkan, kaum hawa berisiko lebih besar terserang demensia atau
pikun dibandingkan laki-laki. Kesimpulan ini diambil setelah peneliti
menemukan, kemampuan mental perempuan menurun pada tingkat yang jauh
lebih cepat ketimbang pria (sinar harapan).
pendidikan terakhir.
2.Riwayat kesehatan
Gangguan memori dan orientasi, sering lupa jalan pulang, gangguan pada ADL
(Rosdahl,1999:1376).
3. Pengkajian
- Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan penglihatan
16
mengabaikan kesehatannya.
b. Pemeriksaan pendengaran
c. Status nutrisi
d. Kebutuhan tidur
Kaji tentang berapa jam pasien dapat tidur dimalam hari dan sepanjang
hari.
Tanya apakah sering terbangun pada malam hari, lalu berapa lama dia
terbangun pada malam harinya.
Tanya apakah selama ini ada masalah yang membuatnya tidak bisa
tidur dan sering terbangun.
e. Perawatan kulit
Kaji kondisi kulit pasien. Lihat apakah kulit pasien kering, memar, luka, nyeri
tekan. Lihat jari-jari pasien dan kuku pasien.
f. Perawatan mulut
Menilai apakah pasien mampu menyikat gigi dan merawat gigi palsunya. Jika
ada gigi palsu selalu dipakai atau tidak. Memiliki luka pada gusi atau iritasi
pada daerah mulut.
- Pengkajian psikologi
17
penafsiran sehingga kita harus sadar dan memberikan stimulasi kepada pasien
dengan demensia.
Delusi dan halusinasi merupakan hal yang umum tetapi bukan gejala
demensia yang tidak dapat dihindari. Pastikan bahwa kacamata dan alat
bantu dengar orang tersebut sudah terpasang dengan baik. Jika delusi atau
halusinasi tidak mengganggu orang tersebut, mugkin tidak ada intervensi
yang harus dilakukan. Jika orang tersebut marah atau takut, maka orang
tersebu tidak boleh dibiarkan pada keadaan seperti ini. Seringkali,
membawa orang tersebut ke lingkungan lain, menyalakan lampu, dan
memberikan keyakinan yang tenaang merupakan hal yang diperlukan
untuk memberikan rasa nyaman pada keadaan menyulitkan tersebut. Jika
orang tersebut mengalami delusi dan halusinasi persisten, maka obat-obat
psikotropika dapat diindikasikan. Jangan mengatakan pada orang tersebut
bahwa pikiran atau halusinasinya adalah tidak benar atau benar.
Melainkan, validasi perasaan tersebut dengan kalimat seperti, “saya
dengar anda marah. Saya di sini untuk membantu anda tetap nyaman”
(Stanley & Beare,2006:478).
c. Depresi
Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia dan alasan
terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat mengkaji kondisi sosial,
kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia. Tanda depresi pada lansia
meliputi agitasi, keluyuran dan kegelisahan pada malam hari, keluyuran
tanpa tujuan sepanjang hari, kehilangan nafsu makan yang berat,
18
konstipasi, kehilangan minat terhadap diri sendiri dan orang lain
disekitarnya, menyebabkan kelalaian, konfusi/bingung, dan gagal
merespons orang lain, contohnya pada saat menjawab sebuah pertanyaan
(Watson, 2003:69).
Mengkaji apakah klien bisa memakai pakaian dengan benar dengan tanda
pakaian tidak terbalik. Klien dapat mengatur suhu air yang akan digunakan
untuk mandi termasuk bertanya kemampuan klien dalam mencukur,
menyisir rambut, menggosok gigi dan memakai make up
(Rosdahl,1999:1377).
c. Ambulasi
d.Makan
19
e.Kemampuan Berkomunikasi
a. Pengelolaan Keuangan
Klien akan membayar lebih dari satu kali atau bahkan mereka akan lupa
dan tidak membayar sama sekali. Mereka dapat membuat kontribusi besar
untuk amal karena menjadi korban dan ditagih pembayaran. Bahayanya
kalau para klien lupa menyimpan uang dan bisa menyumpang uang dalam
jumlah yang besar (Rosdahl,1999:1378).
b. Mengemudi
Jika klien mengemudi tidak dengan hati-hati bisa jadi dia mengalami
musibah atau bahkan dia lupa dan mencoba untuk turun dalam keadaan
mobil masih berjalan (Rosdahl,1999:1378).
Mengkaji apakah lansia dapat naik bus dan kereta api tanpa tersesat dan
sampai tujuan dengan benar dan dapat berpindah kendaraan umum dengan
benar (Rosdahl,1999:1378).
d. Persiapan Makanan
20
e. Berbelanja, Menjaga Rumah, Mencuci
Mengkaji apakah pasien bisa berbelanja ke toko sendiri dan membeli yang
dibutuhkan dengan benar. Mengkaji apakah pasien bisa menjaga rumah
ketika tidak ada seseorang di rumah dengan aman dan tidak terjadi
masalah apapun. Mengkaji apakah pasien bisa mencuci bajunya sendiri
ataukah mencuci bajunya dibantu orang lain (Rosdahl,1999:1378).
f. Menggunakan telefon
g. Keamanan di Komunitas
- Perubahan Mental
21
2. Selalu ingin mempertahankan hak an hartanya, srta ingin berwibawa.
- Pengkajian Psikososial
22
Kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap klien pada
orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi,
kepuasan klien dalam sosialisasi, hubungan dengan anggota
keluarga, perilaku kekerasan, penelantaran.
Sesuai dengan standar diagnosa keperawatan Indonesia oleh PPNI masalah keperawatan
pada klien demensia adalah sebagai berikut:
e. Risiko jatuh b.d usia ≥ 65 tahun pada dewasa dan ≤2 tahun pada anak, riwayat jatuh,
perubahan fungsi kognitif, demensia.
23
1. Risiko perilaku kekerasan Setelah dilakukan a. Jangan membuat klien frustasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan dengan menanyakan pertanyaan-
penganiayaan atau selama ... x pertemuan pertanyaan atau orientasi yang
pengabaian anak, depresi, klien tidak tidak bisa dijawab
demensia, disfungsi sistem menunjukkan perilaku
keluarga kekerasan denganb. Identifikasi situasi krisis
kriteria : keluarga yang mungkin memicu
penganiayaan (misalnya
a. Skor depresi beck kemiskinan, pengangguran,
turun dari 7 menjadi ≤ perceraian, menggelandang,
6 kematian dari orang yang dicintai)
b. Tekanan darah klien c. Pertahankan suasana positif
dalam rentang normal dalam kelompok untuk
110/80 – 130/80 mendukung perubahan gaya hidup
d. Identifikasi bentuk aktivitas
kesenian (misalnya yang
sebelumnya sudah ada, yang
dilakukan tanpa direncanakan
sebelumnya, diarahkan spontan)
24
imagery, alat yang membantu
ingatan, permainan ingatan, teknik
asosiasi, membuat daftar,
menggunakan papan nama
g. Diskusikan dengan klien dan
keluarga yang mengalami masalah
ingatan
h. Bantu dalam tugas-tugas yang
bisa dibantu misalnya
mempraktikan pembelajaran dan
mengulangi secara verbal dan
memberikan informasi dengan
gambar
i. Pilih aktivitas yang diarahkan
pada kemampuan kognitif dan
minat diri klien
25
berkurang ke toilet/ secara b. Memasukkan melakukan kegiatan perawatan
minat makanan dengan diri klien
sendok
5.
Setelah dilakukan
Risiko jatuh b.d usia ≥ 65 a. Gunakan simbol daripada hanya
tindakan keperawatan
tahun pada dewasa dan ≤2 tanda-tanda tertulis untuk
selama ... x 24 jam
tahun pada anak, riwayat membantu klien menemukan
risiko jatuh klien tidak
jatuh, perubahan fungsi kamar mandi, ruangan atau area
terjadi dengan kriteria
kognitif, demensia. lain untuk menghindari tersesat
:
dan terjatuh
a. Laporan dari b. Edukasi kepada klien atau
keluarga klien bahwa
keluarga untuk melakukan
selama perawatan pembatasan area dengan
klien tidak terjatuh
menggunakan alat pelindung
misalnya deteksi gerakan, alarm,
pagar, pintu, terali sisi tempat tidur
a. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
26
c. Mengukur pencapaian tujuan,
27
Bab 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Demensia merupakan jenis penyakit tidak menular, tetapi mempunyai dampak yang
membahayakan bagi fungsi kognitif lansia. Demensia adalah keadaan ketika
seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata
mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Kriteria demensia yaitu kehilangan
kemampuan intelektual, termasuk daya ingat yang cukup berat, sehingga dapat
mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan.
Lansia yang menderita Demensia akan sering kesulitan untuk menyelesaikan rutinitas
pekerjaan sehari-hari. Lansia yang mengadalami Demensia terutama Alzheimer
Disease mungkin tidak mengerti tentang langkah- langkah dari mempersiapkan
aktivitas sehari-hari
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa calon perawat sebaiknya lebih memahami dan
memperhatikan penyakit demensia. Serta menjadi pionir dalam upaya promotif
dan preventif demensia dan memberi asuhan keperawatan yang sesuai dan tepat.
28
Daftar Pustaka
Singhealth. (2014). Kondisi dan Perawatan Demensia (Pikun). Retrieved Juli 11, 2018,
from www.singhealth.com: https://www.singhealth.com.sg/PatientCare/Overseas
Referral/bh/Conditions/Pages/Dementia.aspx
ALZI, A. I.(2015, Juni 22). Standar Pelaksanaan Perawatan Demensia. (P. Cristina,
Interviewer)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
29