Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah rasa khawatir, rasa takut yang tidak jelas
sebabnya.Kecemasan merupakan kekuatan yang besar dalam
menggerakkan tingkah laku.Baik tingkah laku normal maupun tingkah
laku yang menyimpang, kedua-duanya merupakan pernyataan,
penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan. Rasa takut
ditimbulkan oleh adanya ancaman, sehingga orang akan menghindar diri
dan sebagainya. Kecemasan dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar
maupun dari dalam diri, dan pada umumnya ancaman itu samar-samar
(Gunarsa dan Yulia, 2012).
Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu keadaan tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup. Kecemasan
merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada obyek yang spesifik
sehingga orang merasakan sesuatu perasaan was-was (khawatir) seolah-
olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umunya disertai gejala-
gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Pieter, H.Z., Janiwarti,
B., & Saragih, M, 2011).
Kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal dari manusia
untuk menghadapi situasi tertentu, tetapi juga dapat berubah menjadi
gangguan mental jika berlebihan dan tidak sebanding dengan
situasi.Kemungkinan menafsirkan sesuatu hal yang rancu sebagai hal yang
mengancam dibandingkan dengan orang yang tidak menderita kecemasan,
artinya mereka memandang dirinya mudah terkena pada hal-hal yang
menyakitkan.Mereka juga memandang lebih besar resiko yang mereka
peroleh dalam suatu situasi (Boky, 2013).

8
9

Penulis menyimpulkan bahwa kecemasan adalah respon individu


untuk menghdapi situasi bahaya atau keadaan tidak menyenangkan seolah-
olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan dapat berubah menjadi
gangguan mental jika berlebihan dan tidak sebanding dengan situasi.
2. Teori Kecemasan
Freud (dalam Andri dan Yenny, 2007) membagi kecemasan
menjadi tiga, yaitu:
a. Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or ObjectiveAnxiety)
Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan
terhadap bahaya yang mengancam di dunia nyata. Kecemasan seperti
ini misalnya ketakutan terhadap kebakaran, angin tornado, gempa
bumi, atau binatang buas. Kecemasan ini menuntun kita untuk
berperilaku bagaimana menghadapi bahaya. Tidak jarang ketakutan
yang bersumber pada realitas ini menjadi ekstrim. Seseorang dapat
menjadi sangat takut untuk keluar rumah karena takut terjadi
kecelakaan pada dirinya atau takut menyalakan korek api karena takut
terjadi kebakaran.
b. Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)
Kecemasan neurosis adalah kecemasan terhadap suatu bahaya
yang tidak diketahui. Perasaan itu sendiri ada dalam Ego, tetapi
sumbernya berasal dari Id. Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa
kecil, pada konflik antara pemuasan instingtual dan realitas. Pada masa
kecil, terkadang beberapa kali seorang anak mengalami hukuman dari
orang tua akibat pemenuhan kebutuhan id yang implusif. Terutama
sekali yang berhubungan dengan pemenuhan insting seksual atau
agresif. Anak biasanya dihukum karena secara berlebihan
mengekspresikan impuls seksual atau agresifnya itu. Kecemasan atau
ketakutan untuk itu berkembang karena adanya harapan untuk
memuaskan impuls Id tertentu. Kecemasan neurotik yang muncul
adalah ketakutan akan terkena hukuman karena memperlihatkan
perilaku impulsif yang didominasi oleh Id. Hal yang perlu di
10

perhatikan adalah ketakutan terjadi bukan karena ketakutan terhadap


insting tersebut tapi merupakan ketakutan atas apa yang akan terjadi
bila insting tersebut dipuaskan. Konflik yang terjadi adalah di antara Id
dan Ego yang kita ketahui mempunyai dasar dalam realitas.
c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan
superego. Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu
sendiri. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls
instingtual yang berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam
superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah. Pada
kehidupan sehari-hari ia akan menemukan dirinya sebagai “conscience
stricken”. Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya
superego biasanya individu dengan kata hati yang kuat dan puritan
akan mengalami konfllik yang lebih hebat dari pada individu yang
mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih longgar. Seperti
kecemasan neurosis, kecemasan moral juga mempunyai dasar dalam
kehidupan nyata. Anak-anak dihukum bila melanggar aturan yang
ditetapkan orang tua mereka. Orang dewasa juga akan mendapatkan
hukuman jika melanggar norma yang ada di masyarakat. Rasa malu
dan perasaan bersalah menyertai kecemasan moral. Dapat dikatakan
bahwa yang menyebabkan kecemasan adalah kata hati individu itu
sendiri. Freud mengatakan bahwa superego dapat memberikan balasan
yang setimpal karena pelanggaran terhadap aturan moral.
Apapun tipenya, kecemasan merupakan suatu tanda peringatan
kepada individu. Hal ini menyebabkan tekanan pada individu dan
menjadi dorongan pada individu termotivasi untuk memuaskan.
Tekanan ini harus dikurangi. Kecemasan memberikan peringatan
kepada individu bahwa ego sedang dalam ancaman dan oleh karena itu
apabila tidak ada tindakan maka ego akan terbuang secara keseluruhan.
Ada berbagai cara ego melindungi dan mempertahankan dirinya.
Individu akan mencoba lari dari situasi yang mengancam serta
11

berusaha untuk membatasi kebutuhan impuls yang merupakan sumber


bahaya. Individu juga dapat mengikuti kata hatinya.Atau jika tidak ada
teknik rasional yang bekerja, individu dapat memakai mekanisme
pertahanan (defence mechanism) yang non-rasional untuk
mempertahankan ego.
3. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Pieter dan Janiwarti (2011) membagi kecemasan menjadi empat
jenis, yaitu:
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Lapangan persepsi melebar dan orang akan
bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami kecemasan
ringan akan terdorong untuk menghasilkan kreatifitas. Respon-respon
fisiologis orang yang mengalami kecemasan ringan adalah sesekali
mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka
berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung.
Respon kognitif orang yang mengalami kecemasan ringan
adalah lapang persepsi melebar, dapat menerima rangsangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan masalah
secara efektif. Adapun respon perilaku dan emosi orang yang
mengalami kecemasan adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus
pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi.
b. Kecemasan Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan
menurun dan mefokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan
menyampingkan hal lain. Respon fisiologis dari orang yang
mengalami kecemasan sedang adalah sering napas pendek, nadi dan
tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi, dan
gelisah.
Respon kognitif orang yang mengalami kecemasan sedang
adalah lapang persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit
12

diterima, berfokus terhadap apa yang menjadi perhatian. Adapun


respon perilaku dan emosi adalah gerakan tersentak-sentak, meremas
tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman.
c. Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat lapangan persepsinya menjadi sangat
sempit, individu cenderung memikirkan hal-hal kecil saja dan
mengabaikan hal-hal lain. Individu sulit berpikir realistis dan
membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada
area lain. Respon-respon fisiologis kecemasan berat adalah napas
pendek, nadi dan tekanan darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit
kepala, penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan.
Respon kognitif orang mengalami kecemasan berat adalah
lapang persepsi yang sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan
masalah. Adapun respon perilaku dan emosinya terlihat dari perasaan
tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan blocking.
d. Panik
Pada tingkatan panik lapangan persepsi seseorang sudah sangat
sempit dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa
mengendalikan diri lagi dan sulit melakukan apapun walau dia sudah
diberikan pengarahan. Respon-respon fisiologis panik adalah napas
pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, dan koordinasi
motorik yang sangat rendah. Sementara respon-respon kognitif
penderita panik adalah lapangan persepsi yang sangat sempit sekali
dan tidak mampu berpikir logis. Adapun respon perilaku dan emosinya
terlihat agitasi, mengamuk, dan marah-marah, ketakutan, berteriak-
teriak, blocking, kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang
kacau.
13

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan (Untari,
2014), yaitu
a. Usia
Semakin meningkat usia seseorang semakin baik tingkat kematangan
seseorang walau sebenarnya tidak mutlak.
b. Jenis Kelamin
Gangguan lebih sering dialami perempuan daripada laki-laki.
Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi
dibandingkan subyek yang berjenis kelamin laki-laki. Dikarenakan
perempuan lebih peka terhadap emosi yang pada akhirnya peka juga
terhadap perasaan cemasnya. Perempuan cenderung melihat hidup atau
peristiwa yang dialaminya dari segi detil sedangkan laki-laki
cenderung global atau tidak detail.
c. Tahap Perkembangan
Setiap tahap dalam usia perkembangan sangat berpengaruh pada
perkembangan jiwa termasuk didalamnya konsep diri yang akan
mempengaruhi ide, pikiran, kepercayaan dan pandangan individu
tentang dirinya dan dapat mempengaruhi individu dalam berhubungan
dengan orang lain. Individu dengan konsep diri yang negative lebih
rentan terhadap kecemasan.
d. Tipe Kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan stress
daripada orang yang memiliki kepribadian B. Orang-orang pada tipe A
dianggap lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami tingkat
stress yang lebih tinggi, sebab mereka menempatkan diri mereka
sendiri pada suatu tekanan waktu dengan meniciptakan suatu batas
waktu tertentu untuk kehidupan mereka.
14

e. Pendidikan
Seorang dengan tingkat pendidikan yang rendah mudah mengalami
kecemasan, karena semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi
kemampuan berfikir seseorang.
f. Status Kesehatan
Seseorang yang sedang sakit dapat menurunkan kapasitas seseorang
dalam menghadapi stress.
g. Makna yang Dirasakan
Jika stressor dipersepdikan akan berakibat baik maka tingkat
kecemasan yang akan dirasakan akan berat. Sebaliknya jika stressor
dipersepsikan tidak mengancam dan individu mampu mengatasinya
maka tingkat kecemasan yang dirasakan akan lebih ringan.
h. Nilai-nilai Budaya dan Spiritual
Nilai-nilai budaya dan spiritual dapat mempengaruhi cara berpikir dan
tingkah laku seseorang.
i. Dukungan Sosial dan Lingkungan
Dukungan sosial dan lingkungan sekitar dapat memepengaruhi cara
berpikirseseorang tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini
disebabkan oleh pengalaman seseorang dengan keluarga, sahabat,
rekan kerja dan lain-lain. Kecemasan akan timbul jika seseorang
merasa tidak aman terhadap lingkungan.
j. Mekanisme Koping
Ketika mengalami kecemasan, individu akan menggunakan
mekanisme koping untuk mengatasinya dan ketidakmampuan
mengatasi kecemasan secara konstruktif menyebabkan terjadinya
perilaku patologis.
k. Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarga. Bekerja bukanlah sumber kesenangan
tetapi dengan bekerja bisa diperoleh pengetahuan.
15

B. Konsep Caring
1. Pengertian Caring
Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar.
Caring merupakan jantung dari profesi, artinya sebagai komponen yang
unik, fundamental dan menjadi fokus sentral dari keperawatan. Perawat
yang merupakan inti dalam praktek keperawatan professional. Proses
caring menurut Watson terdiri atas komitmen untuk melindungi,
meningkatkan, dan memulihkan humanitas dengan mengembalikan
martabat, keselarasan batin, dan memfasilitasi penyembuhan. Perawat
membantu orang lain untuk mendapatkan pengetahuan diri, pengendalian
diri, dan kesiapan untuk penyembuhan diri, yang memungkinkan mereka
untuk meraih kembali keselarasan batin mereka (Christenseen, 2009).
2. Konsep Caring Menurut Beberapa Ahli Keperawatan
a. Teori Caring Menurut Watson
1) Definisi
Watson berkeyakinan bahwa keperawatan jauh dari sekedar
pendekatan eksistensial-fenomenologis untuk memadukan konsep-
konsep kejiwaan dan transsendensi. Jiwa adalah esensi dari
seseorang, mengandung roh atau kesan diri yang lebih tinggi,
memiliki kesadaran diri, tingkat kesadaran yang lebih tinggi, suatu
kekuatan internal, dan kekuatan yang dapat memperbesar kapasitas
manusia serta memungkinkan seseorang untuk melebihi diri
lazimnya. Transendensi mengacu pada kapasitas untuk eksis
bersama dengan masa lalu, saat ini, dan masa depan semua
sekaligus dalan saat ini dan sekarang (Christensen, 2009).
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi/Dasar Teori
Dasar teori Watson adalah nilai dan penghomatanya yang
sangat mendalam terhadap keajaiban dan misteri kehidupan, suatu
pengakuan terhadap dimensi spiritual kehidupan dan keyakinan
terhadap kekuatan internal proses keperawatan dan penyembuhan.
Sisitem nilai ini dipadukan dengan sepuluh faktor carative yang
16

mencakup altrusime manusia, kepekaan terhadap diri sendiri dan


orang lain, dan mencintai dan percaya akan hidup dan kekuatan
batin orang lain dan diri kita sendiri (Christensen, 2009).
3) Komponen
Jean Watson dalam memahami kensep keperawatan
didasarkan pada unsur teori kemanusiaan. Pandangan teori Watson
ini memahami bahwa manusia memiliki empat cabang kebutuhan
manusia yang saling berhubungan diantaranya kebutuhan dasar
biofisikal (kebutuhan untuk hidup yang meliputi kebutuhan
makanan, cairan, eliminasi danventilasi), kebutuhan psikofosikal
(kebutuhan fungsional meliputi kebutuhan aktivitas, istirahat dan
seksual. Cabang kebutuhan ketiga adalah kebutuhan psikososial
yaitu kebutuhan untuk integrasi yang meliputi kebutuhan untuk
berprestasi dan organisasi. Cabang kebutuhan yang terakhir adalah
kebutuhan intra-interpersonal yaitu kebutuhan untuk
pengembangan yang meliputi kebutuhan aktualisasi diri (Budiono,
2015).
Keyakinan Watson dalam teori transpersonal human
caringmeliputi:
a) Keperawatan: aplikasi kiat dan ilmu tentang manusia melalui
transaksi caring transpersonal untuk membentu seseorang
mencapai keselarasan pikiran-tubuh-jiwa, yang menimbulkan
pengetahuan diri, perawatan diri dan penyembuhan diri.
b) Klien: seseorang atau kelompok yang mengalami
ketidakselarasan pikiran-tubuh-jiwa yang membutuhkan
bantuan dalam keputusan sehat-sakit untuk meningkatkan
keselarasan, pengendalian diri, pilihan dan determinasi diri.
c) Kesehatan: kebutuhan dan keselarasan dalam pikiran-tubuh-
jiwa antara diri sendiri dengan orang lain dan diri dengan alam.
d) Lingkungan: di mana saja interaksi kepedulian interpersonal
terjadi antara klien dan perawat.
17

memiliki berbagai macam ragam perbedaan. Manusia dalam upaya


mencapai kesehatan, manusia seharusnya dalam keadaan sejahtera
baik fisik, mental dan spiritual. Kesejahteraan merupakan
keharmonisan antara pikiran, badan dan jiwa.Manusia dalam
mencapai keadaan sejahtera, keperawatan harus berperan dalam
meningkatkan statuskesehatan, mencegah terjadinya penyakit,
mengobati berbagai penyakit dan penyembuhan kesehatan.Fokus
peran keperawatan adalah pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit (Dermawan, 2009).
Faktor-faktor perawatan utama Watson sebagai pedoman
dalam interaksi perawat-klien (Christenseen, 2009), yaitu
a) Membentuk nilai-nilai sistem humanistic-altruistic
Nilai-niai humanistic dan altruistic dipelajari sejak awal
kehidupan tetapi dapat dipengaruhi dengan sangat oleh para
pendidik perawat. Faktor ini dapat didefinisikan sebagai
kepuasan melalui pemberian dan perpanjangan dari
kesadaran diri. Melalui sistem nilai ini perawat dapat merasa
puas karena mampu memberikan sesuatu kepada pasien dan
juga penilaian terhadap pandangan diri seseorang
(Christenseen, 2009; Potter & Perry, 2005).
Manifestasi dari perilaku caring humanistic dan altruistic dan
manusiawi adalah perawat memperkenalkan diri dengan
bersahabat saat awal kontak dengan pasien dan menyebut
nama pasien saat memberikan tindakan keperawatan.
Manifestasi yang lain adalah perawat berbicara dengan sopan
dan suara yang lembut kepada pasien dan keluarga pasien.
b) Memelihara kepercayaan dan harapan
Merupakan hal yang sangat penting dalam caratif dan curatif.
Perawat perlu selalu memiliki berpikir positif sehingga dapat
menularkan kepada klien yang akan membantu meningkatkan
kesembuhan dan kesejahteraan klien. Perawat memfasilitasi
18

pasien dalam membangkitkan perasaan optimis, harapan, dan


rasa percaya dan mengembangkan pengaruh perawat dengan
pasien secara efektif (Asmadi, 2008).
Manifestasi perilaku caring perawat berdasarkan pengertian
di atas adalah Perawat memahami apa yang pasien rasakan,
memberikan semangat dan harapan kepada saya dalam
menjalani program pengobatan dan meningkatkan kembali
kepercayaan pasien terhadap pengobatan.
c) Menumbuhkan kepekaan terhadap diri dan orang lain
Perawat harus peka terhadap perasaanya sendiri dan perasaan
klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi sensitif, murni dan
bersikap wajar pada orang lain. Penerimaan terhadap
perasaan diri merupaka kwalitas personal yang harus dimiliki
perawat sebagai seorang yang memberikan bantuan kepada
pasien. Pengembangan kepekaan terhadap diri sendiri dan
dalam berinteraksi dengan orang lain. Perawat belajar
memahami perasaan pasien sehingga lebih peka, murni, dan
tampil apa adanya (Darwin, 2014).
Manifestasi perilaku caring berdasarkan kepekaan terhadap
orang lain adalah perawat mendengarkan keluhan pasien dan
keluarga pasien dengan penuh perhatian, dapat
mengendalikan perasaan ketika pasien terlalu menuntut
terhadap perawat dan menunjukan sikap yang penuh
kesabaran dalam menghadapi keluhan dan sikap pasien.
d) Mengembangkan hubungan peduli manusia yang membantu
dan percaya
Sebuah hubungan saling percaya digambarkan sebagai
hubungan yang memfasilitasi untuk penerimaan perasaan
positif dan negatif yang termasuk dalam hal ini, kejujuran,
empati, kehangatan dan komunikasi efektif. Ciri hubungan
ini adalah harmonis, empati, dan hangat. Hubungan yang
19

harmonis haruslah hubungan yang dilakukan secara jujur dan


terbuka tidak dibuat-buat (Asmadi, 2008).
Manifestasi perilaku caring berdasarkan hubungan saling
membantu dan saling percaya adalah perawat menunjukan sikap
yang meyakinkan bahwa perawat selalu siap membantu pasien,
selalu menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien dan selalu berkata jujur dalam memberikan informasi.
e) Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif dan
negatif
Perawat harus memberikan waktunya untuk mendengarkan
semua keluhan dan perasaan pasien. Tujuan dari sikap ini
adalah untuk menciptakan hubungan perawat-pasien terbuka,
saling menghargai perasaan dan pengalaman perawat, pasien
dan keluarga. Perawat harus memahami dan menerima
pikiran dan perasaan baik positif maupun negatif yang
berbeda pada situasi yang berbeda. Perawat memberikan
kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaanya
kepada perawat, perawat mengungkapkan penerimaanya
terhadap pasien, mendorong pasien untuk mengungkapkan
harapanya dan menjadi pendengar yang aktif. Hal ini
dibutuhkan kesiapan mental dan fisik dari perawat (Darwin,
2014).
f) Menggunakan proses pemecahan masalah kreatif
Perawat menggunakan metode proses keperawatan dalam
menyelesaikan masalah dan pengambilan keputusan secara
sistematis. Manifestasi perilaku caring ini adalah melakukan
proses keperawatan sesuai masalah pasien, menetapkan
rencana keperawatan bersama pasien, melibatkan pasien dan
keluarga dalam setiap tindakan dan evaluasi (Darwin, 2014).
20

g) Meningkatkan belajar-mengajar transpersonal


Caring akan lebih efektif bila dilakukan melalui hubungan
interpersonal sehingga dapat memberikan asuhan mandiri,
menetapkan kebutuhan personal dan memberikan
kesempatan untuk pertumbuhan personal pasien. Perawat
beruhasa menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
pemberian pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan paisen,
menjelaskan keluhan secara rasional dan ilmial, meyakinkan
pasien tentang kesediaan perawat meberikan informasi
(Darwin, 2014).
h) Menyediakan lingkungan yang supportif, protektif, atau
memperbaiki mental, fisik, sosiokultural dan spiritual
Perawat perlu mengenali lingkungan internal dan eksternal
pasien terhadap kondisi kesehatan dan kondisi penyakit
pasien. Perawat merasa perlu untuk memfasilitasi pasien
bertemu dengan pemuka agama dan menghadiri
pertemuannya, bersedia memberikan alamat atau
menghubungi keluarga terdekat yang ingin ditemui pasien,
menyediakan tempat tidur yang bersih dan rapi, menjega
ketertiban dan kebersihan ruangan perawatan, dan selalu
berpakaian sopan, bersih dan rapi (Darwin, 2014).
i) Membantu memuaskan kebutuhan manusia
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan
klien. Pemenuhan kebutuhan mendasar dicapai terlebih
dahulu sebelum beralih ke tingkat selanjutnya. Kebutuhan
klien yang paling rendah adalah biofisikal misalnya makan,
minum, eliminasi dan lain-lain. Kebutuhan tinggi adalah
psikosoial yaitu kemampuan aktifitas dan seksual. Kebutuhan
aktualisasi yang tertinggi dari kebutuhan intra dan
interpersonal (Darwin, 2014).
21

Manifestasi dari perilaku caring ini adalah besedia memenuhi


kebutuhan dasar sehari-hari dengan tulus dan menyatakan
bangga dapat menolong pasien, menghargai dan
menghormati privasi pasien, memenuhi kebutuhan pasien pada
pasien ketika sedang membutuhkan bantuan, dalam
beberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
pasien dan cepat datang saat pasien memerlukan bantuan.
j) Memberikan keleluasaan untuk kekuatan eksistensial-
fenomenologis-spiritual
Faktor ini membantu seseorang untuk mengerti kehidupan
dan kematian. Selain itu, membantu seseorang untuk
menemukan kekuatan dan keberanian untuk menghadapi
kehidupan dan kematian. Menghormati kekuatan-kekuatan
yang ada dalam kehidupan, terbuka pada eksitensial-
fenomenological dan dimensi spiritual caring serta
penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara utuh dan
ilmiah (Asmadi, 2008; Darwin, 2014).
Manifestasi dari perilaku caring ini adalah perawat
memberikan dukungan pada pasien agar selalu kuat dan tidak
putus asa, memotivasi pasien untuk mengembalikan
segalanya pada Tuhan Yang Maha Esa dan memberikan
kesempatan pada pasien dan keluarga untuk melakukan hal-
hal yang bersifat ritual. Manifestasi lainnya yaitu
memfasilitasi pasien dan keluarga untuk melakukan terapi
alternatif sesuai pilihanya, menyiapkan pasien dan keluarga
saat menghadapi fase berduka dan membantu keluarga atau
pasien untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki
dalam penyelesaian masalah.
b. Teori Caring Meurut Peplau
1) Definisi
22

Model keperawatan peplau besifat psikodinamis yang


mencakup kemampuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain
dengan menggunakan prinsip hubungan antar manusia (Dermawan,
2010).
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dasar Teori
Pada tahun 1952 Dr. Hildegard Peplau menguraikan konsep
utamanya tentang keperawatan.Pada terbitan terakhirnya beberapa
dari konsep ini dimodifikasi oleh Blake, 1980; Nordal dan Sato,
1980; Forchuk, 1992. Peplau memandang individu sebagai
sistemyang teurs berkembang dengan karakteristik dan kebutuhan
biokimia, fisiologi, dan sosiopsikologi yang unik. Sepanjang
hidupnya, individu mengadapi pengalaman-pengalaman yang
menciptakan kecemasan yang menimbulkan ketegangan dan dapat
ditransformasikan menjadi perilaku-perilaku baik yang
meningkatkan kesehatan maupun yang merugikan
kesehatan.Peplau berkeyakinan bahwa perilaku dari individu
adalah bertujuan dan diarahkan kepada pemeliharaan diri,
mengurangi kecemasan yang muncul karena kebutuhan-kebutuhan
yang tidak terpenuhi, dan pencapaian kebutuhan-kebutuhan yang
lebih tinggi. Jika kebutuhan yang tidak terpenuhi dirasakan atau
dikenali, maka individu mungkin mencari bantuan (Christensen,
2009).
3) Komponen
Peplau membagi paradigma keperawatan menjadi 4 (empat)
komponen yaitu: keperawatan, manusia, lingkungan, dan sehat.
(Dermawan, 2010)
a) Keperawatan sebagai paradigma
(1) Keperawatan merupakan suatu instrument pendidikan yang
memfasilitasi kedisiplinan.
(2) Tujuan keperawatan adalah memfasilitasi kesehatan
individu berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan.
23

(3) Aktivitas keperawatan diarahkan untuk membantu klien


mencapai kompetensi intelektual dan interpersonal.
(4) Diaplikasikan untuk membantu klien dalam memenuhi
kebutuhan dirinya dan memulihkan penyakitnya.
(5) Sebagai sebuah konsep yang menjadi sumber kekuatan begi
regulasidiri dan sosial, dan eksplorisasi serta organisasi
factor-faktor yang dapat mendukung kesehatan.
(6) Sebagai ilmu dan seni yang memiliki dimensi pengetahuan
dasar dan terapan.
(7) Fokus aktivitas keperawatan dalah mesalah yang
berhubungan dengan respon manusia terhadap kesehatan
actual dan potensial, yang mencerminkan ruang lingkup
aktivitas keperawatan dan kemandirian dalam proses
diagnosis, tindakan (terapi), pendidikan, dan riset.
(8) Komponen-komponen utama mencakup orientasi,
identifikasi, eksplorasi dan resolusi yang terorganisasi dan
mempengaruhi prosesn interpersonal (perawat-klien) secara
langsung.
b) Manusia sebagai paradigma
(1) Memiliki karakteristik biokimiawi, fisiologis, interpersonal
dan kebutuhan dasar hidup yang selalu berkembang.
(2) Perkembangan tersebut terjadi melalui interaksi dengan
orang lain yang mampu memenuhi kebutuhan dirinya
dan/atau membagi pengalamanya.
(3) Kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut diorganisasikan
melalui transformasi perilaku yang dapat diobservasi,
berdasarkan pengalaman masa lalu, variable konstekstual
saat ini, dan harapan pada masa yang akan datang.
c) Lingkungan sebagai paradigma
24

(1) Lingkungan adalah faktor eksternal yang berpengaruh


terhadap perkembangan manusia dan mencakup antara lain
lingkungan sisoal, status ekonomi, dan kesehatan.
(2) Perawat bertanggung jawab dalam hal memelihara tatanan
pengobatan, sebagai bagian dari lingkungan fisik dan
social, yang berhubungan dengan lingkungan interpersonal.
(3) Terapi lingkungan dapat membantu perawat dalam menjaga
pola pertahanan tubuh terhadap penyakit dan meningkatkan
pola interaksi yang sehat dengan klien.
(4) Lingkungan dapat dibagi dalam aspek terstruktur dan tidak
terstruktur.
(a) Aspek terstruktur: mencakup alat terapi, aturan dan
organisasi bangsal
(b) Aspek tidak terstruktur: mencakup interaksi antara
perawat dengan klien dan dengan individu yang ada di
lingkungan sekitar.
(5) Perawat berperan sebagai investigator dan fasilitator
interaksi lingkungan kesehatan.
d) Sehat sebagai paradigma
(1) Sehat adalah symbol perkembangan kepribadian dan proses
kehidupan yang berlangsung secara terus menerus menuju
kehidupan yang kreatif dan konstruktif.
(2) Perilaku sehat adalah perilaku yang menfasilitasi
pemenuhan kebutuhan, kepuasan, kesadaran diri, dan
integrasi pengalaman yang berarti, misalnya pengalaman
sakit.
(3) Menurut rentang sehat-sakit atau rentang ansietas (sulivan)
menusian sehat diartikan sebagai manusia yang tidak
memiliki ansietas (ketegangan).
25

(4) Intervensi keperawatan berfokus pada proses membina dan


mempertahankan hubungan saling percaya guna memenuhi
kebutuhan klien (mengurangi ansietas).
(5) Fase-fase pengurangan ansietas adalah fase pengkajian
keperawatan, proses identifikasi, intervensi, dan resolusi
serta evaluasi.
4) Uraian Konsep Teori
Model keperawatan menurut peplau memiliki empat komponen
sentral yang mencakup proses interpersonal, perawat, klien dan
ansietas. (Dermawan, 2010)
a) Proses Interpersonal
(1) Komponen ini mengganbarkan metode penggunaan
transformasi energy atau ansietas klien oleh perawat.
(2) Proses interpersonal secara operasional memiliki empat
fase yaitu:
A. Fase Orientasi
Dalam fase ini terdaji proses pengumpulan data, dan
proses membina hubungan saling percaya antara
perawat dan klien.
B. Fase Identifikasi
Dalam fase ini perawat berupaya dapat memfasilitasi
ekspresi perasaan klien dan melaksanakan asuhan
keperawatan berdasarkan kebutuhan kliennya.
C. Fase Eksplorasi
Dalam fase ini perawat membantu klien dalam
memberikan gambaran kondisi klien dan seluruh aspek
yang terlibat didalamnya.
D. Fase Resolusi
Dalam fase ini klien secara bertahan membebaskan diri
dari ketergantungan dengan tenaga professional.Ini
26

berarti bahwa klien diberi kesempatan untuk memenuhi


kebutuhannya yang dimiliki.
b) Perawat
Dalam pelaksanaan model peplau, perawat berperan sebagai
berikut:
(1) Sebagai Mitra Kerja
Hubungan perawat-klien merupakan hubungan yang
memerlukan kerjasama yang harmonis atas dasar kemitraan
sehingga perlu dibina rasa saling percaya, mengasihi dan
menghargai.
(2) Sebagai Sumber Informasi
Perawat harus mampu memberikan informasi yang akurat,
jelas dan rasional kepada klien dalam suasana yang
bersahabat dan akrab.
(3) Sebagai Pendidik
Perawat harus berupaya memberikan pendidikan, pelatihan
dan bimbingan pada klien/keluarganya terutama dalam
mengatasi masalah kesehatan.
(4) Sebagai Pemimpin
Perawat harus mampu memimpin klien/keluarganya untuk
memecahkan masalah kesehatan melalui proses kerjasama
dan partisipasi aktif klien.
(5) Sebagai Wali/Pengganti
Perawat merupakan individu yang dipercaya pasien untuk
berperan sebagai orang tua, tokoh masyarakat atu
rohaniawan guna membantu memenuhi kebutuhannya.
(6) Sebagai Konselor
Perawat harus dapat member bimbingan terhadap masalah
klien sehingga pemecahan masalah akan lebih mudah
dilakukan.
27

c) Klien
Klien adalah subyek yang langsung dipengaruhi oleh adanya
proses interpersonal.
d) Ansietas
Dalam model peplau merupakan konsep yang berperan penting
karena berkaitan langsung dengan kondisi sakit. Dalam
keadaan sakit biasanya tingkat ansietas meningkat.Oleh karena
itu perawat pada saat ini harus mengkaji tingkat ansietas
pasien.Berkurangnya ansietas menunjukkan bahwa kondisi
klien semakin baik.

C. Kerangka Teori
Skema 1. Kerangka teori
Carative factor caring Kesehatan
1. membentuk nilai humanistic-
altruistic,
2. memelihara kepercayaan dan Keperawatan Klien
harapan,
3. menumbuhkan kepekaan diri
(caring) (kecemasan)
dan orang lain,
4. mengembangkan hubungan
saling percaya, saling
membantu dan peduli, Lingkungan
5. meningkatkan dan menerima
ungkapan perasaan positif dan
negative,
6. menggunakan proses
pemecahan masalah kreatif,
7. meningkatkan belajar- Kecemasan ringan
mengajar transpersonal, Kecemasan sedang
8. menyediakan lingkungan Kecemasan berat
yang supportif, protektif, atau
memperbaiki mental, fisik, Panik
sosiokultural dan spiritual,
9. membantu memuaskan
kebutuhan manusia,
10. memberikan keleluasaan
untuk kekuatan eksistensial-
fenomenologis-spiritual

Model keperawatan menurut Watson


Sumber. Buku Proses Keperawatan: Aplikasi Model Konseptual, Christensen
(2009)
28

D. Kerangka Konsep
Skema 2. Kerangka konsep
Carative factor caring
1. membentuk nilai humanistic-altruistic,
2. memelihara kepercayaan dan harapan,
3. menumbuhkan kepekaan diri dan orang lain,
4. mengembangkan hubungan saling percaya, saling kecemasan
membantu dan peduli,
5. meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif
dan negative,
6. menggunakan proses pemecahan masalah kreatif,
7. meningkatkan belajar-mengajar transpersonal,
8. menyediakan lingkungan yang supportif, protektif, atau
memperbaiki mental, fisik, sosiokultural dan spiritual,
9. membantu memuaskan kebutuhan manusia,
10. memberikan keleluasaan untuk kekuatan eksistensial-
fenomenologis-spiritual

E. Variable penelitian
1. Variable independen
Caring perawat
2. Variable dependen
Kecemasan pasien baru

F. Hipotesis
Berangkat dari teori di atas, yang dijadikan landasan kerangka
pemikiranyang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
Ha: ada hubungan yang signifikan antara caring perawat dengan tingkat
kecemasan pasien baru di Poliklinik Garuda RSUP Dr Kariadi Semarang.

Anda mungkin juga menyukai