Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMENSIA

Disusun Oleh :

MAUREN AGNES SALAMOR


NPM : 18170000116
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

JAKARTA

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Ø Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain pada
intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.
(Arif Mansjoer, 2014)
Ø Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi vegetatif atau
keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak, penilaian, dan
interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu. (Elizabeth J.
Corwin, 2012)
Ø Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Ø Menurut Grayson (2009) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit
atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Ø Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari -
hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan
sehari hari (Nugroho, 2008).
Ø Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita Demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavior symptom)
yang menganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptif) (Voicer.
L., Hurley, A.C., Mahoney, E.2014).
Ø Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang
secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan
kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian. Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan
khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh
dilakukan.

B. ETIOLOGI

1. Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang


penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya
kelainan gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami
kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap
bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan
jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
2. Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut. Stroke
tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau
kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
3. Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi
pada sistem enzim, atau pada metabolisme
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat
diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1) Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3) Khorea Huntington
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
1) Penyakit cerebro kardiofaskuler
2) penyakit- penyakit metabolik
3) Gangguan nutrisi
4) Akibat intoksikasi menahun

C. PATOFISIOLOGI
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah
adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas
sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol
pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses
penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang. Mereka
sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan bahwa itu adalah hal yang
biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang
terdekat yang tinggal bersama mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan
daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa
mungkin lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai
adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang
tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti
ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah
kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat ketakutan bahkan
sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke
rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji ddan
mengenali gejala demensia.

Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh
faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit
maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual.
Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan
diri yang lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap.
Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala.
Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan
mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami
gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek
kognitifnya akan menghilang.

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting.
12. Mudah terjatuh dan keseimbangan buruk.
13. Tidak dapat makan dan menelan.
14. Inkontinensia urine
15. Dapat berjalan jauh dari rumah dan tidak bisa pulang.
16. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
17. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun,
tempat penderita demensia berada
18. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau
cerita yang sama berkali-kali
19. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa
takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti
mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
20. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah.

E. KOMPLIKASI

Kushariyadi (2010) menyatakan koplikasi yang sering terjadi pada


demensia adalah:
1) Peningkatan resiko infeksi di seluruh bagian tubuh.
a)Ulkus diabetikus
b) Infeksi saluran kencing
c) Pneumonia
2)Thromboemboli, infarkmiokardium
3)Kejang
4)Kontraktur sendi
5)Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
6)Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan dan kesulitan
menggunakan peralatan.
F. PENATALAKSANAAN

1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine , Memantine
b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti Aspirin ,
Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke otak sehingga
memperbaiki gangguan kognitif.
c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi
perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan
darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan dengan stroke.
d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-depresi seperti
Sertraline dan Citalopram.
e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai
demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikotik (misalnya Haloperidol ,
Quetiapine dan Risperidone). Tetapi obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek
samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang
mengalami halusinasi atau paranoid.

2. Dukungan atau Peran Keluarga


a. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki
orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka
yang besar atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
b. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu
mencegah terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
c. Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa
memberikan rasa keteraturan kepada penderita.
d. Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan
memperburuk keadaan.
e. Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan
sangat membantu.

3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masalah

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia
reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan
hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone
tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi
gambaran perlambatan difus dan kompleks periodik.
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang
dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia
presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal
pada CT scan.
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang
memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode
bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang
demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menyebabkan pemakaian
genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas sehari-
hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
Pemeriksaan neuropsikologis penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan
demensia, terutama pemeriksaan untuk fungsi kognitif, minimal yang mencakup
atensi, memori, bahasa, konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving.
Pemeriksaan neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan
untuk membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat
pemeriksaan neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan
demensia.
7. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah test
yang paling banyak dipakai. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003 ;Boustani,2003 ;Houx,2002 ;Kliegel dkk,2004) tetapi sensitif untuk
mendeteksi gangguan memori ringan. (Tang-Wei,2003)
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering dipakai
saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan
kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi dalam kurun
waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan
gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan tinggi.(Asosiasi
Alzheimer Indonesia,2003).
Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling
rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan
resiko untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003). Pada penelitian Crum
R.M 1993 didapatkan median skor MMSE adalah 29 untuk usia 18-24 tahun,
median skor 25 untuk yang > 80 tahun, dan median skor 29 untuk yang lama
pendidikannya >9 tahun, 26 untuk yang berpendidikan 5-8 tahun dan 22 untuk yang
berpendidikan 0-4 tahun.Clinical Dementia Rating (CDR) merupakan suatu
pemeriksaan umum pada demensia dan sering digunakan dan ini juga merupakan
suatu metode yang dapat menilai derajat demensia ke dalam beberapa tingkatan.
(Burns,2002). Penilaian fungsi kognitif pada CDR berdasarkan 6 kategori antara
lain gangguan memori, orientasi, pengambilan keputusan, aktivitas
sosial/masyarakat, pekerjaan rumah dan hobi, perawatan diri. Nilai yang dapat pada
pemeriksaan ini adalah merupakan suatu derajat penilaian fungsi kognitif yaitu;
Nilai 0, untuk orang normal tanpa gangguan kognitif. Nilai 0,5,
untuk Quenstionable dementia. Nilai 1, menggambarkan derajat demensia ringan,
Nilai 2, menggambarkan suatu derajat demensia sedang dan nilai 3,
menggambarkan suatu derajat demensia yang berat. (Asosiasi Alzheimer
Indonesia,2003, Golomb,2001)

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Data subyektif :
1) Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
2) Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
b. Data obyektif :
1) Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek
yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
2) Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
3) Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-
kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak
mampu menemukan kata-kata yang tepat.

2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuronal dan demensia progresif.
b. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan defisit sensori dan motorik
c. Syndrome defisit perawatan diri berhubungan dengan konfusi, kehilangan kognitif dan
perilaku disfungsi.
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perawatan anggota keluarga yang
mengalami disfungsi.
e. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan kerusakan kognitif & perilaku disfungsi.
f. Kerusakan komunikasi berhubungan dengan gangguan pendengaran
g. Konfusi kronis berhubungan dengan degenerasi progresif korteks serebri sekunder akibat
demensia

Rencana Asuhan Keperawatan Pada Demensia


1. DIAGNOSA KEPERAWATAN : Perubahan proses pikir b/d degenerasi neuronal
dan demensia progresif.
TUJUAN : Setelah diberi askep 3×24 jam diharapkan pasien mampu memelihara fungsi
kognitif yang optimal dengan kriteria :
- Mempertahankan fungsi ingatan yang optimal.
- Memperlihatkan penurunan dalam prilaku yang bingung.
- Menunjukkan respons yang sesuai untuk stimuli taktil, visual dan auditori.
- Mengungkapkan rasa keamanan dan perlindungan.
- Menunjukkan orientasi optimal terhadap waktu, tempat dan orang.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Kurangi konfusi lingkungan.
- Dekati pasien dengan cara menyenangkan dan kalem.
- Cobalah agar mudah ditebak dalam sikap dan percakapa perawat.
- Jaga lingkungan tetap sederhana dan menyenagkan.
- Pertahankan jadwal sehari-hari yang teratur.
- Alat bantu mengingat sesuai yang diperlukan.
RASIONAL : Stimuli yang sederhana dan terbatas akan memfasilitasi interpretasi dan
mengurangi distorsi input; perilaku yang dapat ditebak kurang mengancam
disbanding perilaku yang tidak dapat ditebak; alat bantu ingatan akan
membantu pasien untuk mengingat.
2. Tingkatkan isyarat lingkungan
- Perkenalkan diri perawat ketika berinteraksi dengan pasien.
- Panggil pasien dengan menyebutkan namanya.
- Berikan isyarat lingkungan untuk orientasi waktu, tempat dan orang.
RASIONAL :Isyarat lingkungan akan meningkatkan orientasi terhadap waktu, tempat dan
orang dan individu akan mengisi kesenjangan ingatan dan berfungsi sebagai
pengingat.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN : Risiko terhadap cedera b/d defisit sensori dan


motorik.
TUJUAN : Setelah diberi askep 3×24 jam diharapkan pasien mampu mempertahankan
keselamatan fisik dengan kriteria :
- Mematuhi prosedur keselamatan.
- Dapat bergerak dengan bebas dan mandiri disekitar rumah.
- Mengungkapkan rasa keamanan dan terlindungi.
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Kendalikan lingkungan.
- Singkirkan bahaya yang tampak jelas.
- Kurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur..
- Pantau regimen medikasi.
- Ijinkan merokok hanya dalam pengawasan.
- Pantau suhu makanan.
- Awasi semua aktivitas diluar rumah.
RATIONAL :Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi risiko cedera dan
membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang konstan.
2. Ijinkan kemandirian dan kebebasan maksimum.
- Berikan kebebasan dalam lingkungan yang aman.
- Hindari penggunaan restrain.
- Kerika pasien melamun, alihkan perhatiannya.
- Simpan tag identifikasi pada pasien.
RATIONAL :Hal ini akan memberikan pasien rasa otonomi.Restrain dapat meningkatkan
agitasi.Pengalihan perhatian difasilitasi oleh kehilangan ingatan segera.Nama dan nomor
telpon akan memfasilitasi kembalinya dengan aman pasien yang sedang melamun.
3. Kaji adanya hipotensi ortostatik
RATIONAL :Dapat menyebabkan cedera
4. Ajarkan klien bergerak dari posisi tidur ke berdiri secara bertahap
RATIONAL :Mencegah terjadinya hipotensi ortostatik yang dapat menyebabkan cedera
INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan tindakana. Jalin hubungan salinga) Untuk membangan kepercayaan dan rasa nyaman.
keperawatan diharapkan klien mendukung dengan klien.
dapat beradaptasi denganb. Orientasikan pada lingkungan
b) Menurunkan kecemasan dan perasaan terganggu.
perubahan aktivitas sehari- hari dan rutinitas baru.
dan lingkungan dengan KH : c. Kaji tingkat stressorc) Untuk menentukan persepsi klien tentang
a. mengidentifikasi perubahan (penyesuaian diri, perkembangan, kejadian dan tingkat serangan.
b. mampu beradaptasi pada peran keluarga, akibat perubahan
perubahan lingkungan dan status kesehatan)
aktivitas kehidupan sehari-hari d. Tentukan jadwal aktivitas yang
c. cemas dan takut berkurang wajar dan masukkan dalam
c) Konsistensi mengurangi kebingungan dan
d. membuat pernyataan yang kegiatan rutin. meningkatkan rasa kebersamaan.
positif tentang lingkungan yang
baru. e. Berikan penjelasan dane) Menurunkan ketegangan, mempertahankan rasa
informasi yang menyenangkan saling percaya, dan orientasi.
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
mengenai kegiatan/ peristiwa.
2 Setelah diberikan tindakana. Kembangkan lingkungan yanga. Mengurangi kecemasan dan emosional.
keperawatan diharapkan klien mendukung dan hubungan klien-
mampu mengenali perubahan perawat yang terapeutik.
dalam berpikir dengan KH: b. Pertahankan lingkungan yang
a. Mampu memperlihatkan menyenangkan dan tenang.
kemampuan kognitif untukc. Tatap wajah ketika berbicara
b. Kebisingan merupakan sensori berlebihan yang
menjalani konsekuensi kejadian dengan klien. meningkatkan gangguan neuron.
yang menegangkan terhadap
emosi dan pikiran tentang diri. d. Panggil klien dengan namanya. c. Menimbulkan perhatian, terutama pada klien
b. Mampu mengembangkan dengan gangguan perceptual.
strategi untuk mengatasi d. Nama adalah bentuk identitas diri dan
anggapan diri yang negative. menimbulkan pengenalan terhadap realita dan klien.
c. Mampu mengenali tingkahe. Gunakan suara yang agak
laku dan faktor penyebab. rendah dan berbicara dengan
e. Meningkatkan pemahaman. Ucapan tinggi dan
perlahan pada klien. keras menimbulkan stress yg mencetuskan
konfrontasi dan respon marah.
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
3 Setelah diberikan tindakana. Kembangkan lingkungan yanga. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan
keperawatan diharapkan suportif dan hubungan perawat- kecemasan pada klien.
perubahan persepsi sensori klien yang terapeutik.
klien dapat berkurang ataub. Bantu klien untuk memahami
terkontrol dengan KH: halusinasi. b. Meningkatkan koping dan menurunkan
a. Mengalami penurunan halusinasi.
halusinasi. c. Kaji derajat sensori atau
b. Mengembangkan strategi gangguan persepsi dan bagaimanc. Keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang
psikososial untuk mengurangi hal tersebut mempengaruhi klien bersifat asimetris menyebabkan klien kehilangan
stress. termasuk penurunan penglihatan kemampuan pada salah satu sisi tubuh.
c. Mendemonstrasikan respons atau pendengaran.
yang sesuai stimulasi. d. Ajarkan strategi untuk
mengurangi stress. c. Untuk menurunkan kebutuhan akan halusinasi.

e. Ajak piknik sederhana, jalan-e. Piknik menunjukkan realita dan memberikan


jalan keliling rumah sakit. Pantau stimulasi sensori yang menurunkan perasaan curiga
aktivitas. dan halusinasi yang disebabkan perasaan terkekang.
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
4 Setelah dilakukan tindakana. Jangan menganjurkan kliena. Irama sirkadian (irama tidur-bangun) yang
keperawatan diharapkan tidak tidur siang apabila berakibat efek tersinkronisasi disebabkan oleh tidur siang yang
terjadi gangguan pola tidur pada negative terhadap tidur pada singkat.
klien dengan KH : malam hari.
a. Memahami faktor penyebabb. Evaluasi efek obat klien
b. Deragement psikis terjadi bila terdapat
gangguan pola tidur. (steroid, diuretik) yang panggunaan kortikosteroid, termasuk perubahan
b. Mampu menentukan penyebab mengganggu tidur. mood, insomnia.
tidur inadekuat.
c. Melaporkan dapat beristirahat
yang cukup. c. Tentukan kebiasaan danc. Mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan
d. Mampu menciptakan pola tidur rutinitas waktu tidur malam makan klien pada malam hari terbukti mengganggu
yang adekuat. dengan kebiasaan klien(memberi tidur.
susu hangat).
d. Memberikan lingkungan yang
nyaman untuk meningkatkan
d. Hambatan kortikal pada formasi reticular akan
tidur(mematikan lampu, ventilasi berkurang selama tidur, meningkatkan respon
ruang adekuat, suhu yang sesuai, otomatik, karenanya respon kardiovakular terhadap
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
menghindari kebisingan). suara meningkat selama tidur.
e. Buat jadwal tidur secara teratur.
Katakan pada klien bahwa saat
ini adalah waktu untuk tidur.
e. Penguatan bahwa saatnya tidur dan
mempertahankan kesetabilan lingkungan.
5 Setelah diberikan tindakana. Identifikasi kesulitan dalama. Memahami penyebab yang mempengaruhi
keperawatan diharapkan klien berpakaian/ perawatan diri, intervensi. Masalah dapat diminimalkan dengan
dapat merawat dirinya sesuai seperti: keterbatasan gerak fisik, menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli
dengan kemampuannya dengan apatis/ depresi, penurunan lain.
KH : kognitif seperti apraksia.
a. Mampu melakukan aktivitasb. Identifikasi kebutuhanb. Seiring perkembangan penyakit, kebutuhan
perawatan diri sesuai dengan kebersihan diri dan berikan kebersihan dasar mungkin dilupakan.
tingkat kemampuan. bantuan sesuai kebutuhan dengan
b. Mampu mengidentifikasi dan perawatan rambut/kuku/ kulit,
menggunakan sumber pribadi/ bersihkan kaca mata, dan gosok
komunitas yang dapat gigi.
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
memberikan bantuan.
c. Perhatikan adanya tanda-tanda
nonverbal yang fisiologis. c. Kehilangan sensori dan penurunan fungsi bahasa
menyebabkan klien mengungkapkan kebutuhan
perawatan diri dengan cara nonverbal, seperti
terengah-engah, ingin berkemih dengan memegang
dirinya.

d. Pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi


d. Beri banyak waktu untuk terhambat karena penurunan motorik dan perubahan
melakukan tugas. kognitif.

e. Meningkatkan kepercayaan untuk hidup.

e. Bantu mengenakan pakaian


yang rapi dan indah.
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
6 Setelah dilakukan tindakana. Kaji derajat gangguana. Mengidentifikasi risiko di lingkungan dan
keperawatan diharapkan Risiko kemampuan, tingkah laku mempertinggi kesadaran perawat akan bahaya.
cedera tidak terjadi dengan impulsive dan penurunan Klien dengan tingkah laku impulsi berisiko trauma
KH : persepsi visual. Bantu keluarga karena kurang mampu mengendalikan perilaku.
a. Meningkatkan tingkat mengidentifikasi risiko terjadinya Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh.
aktivitas. bahaya yang mungkin timbul.
b. Dapat beradaptasi dengan
lingkungan untuk mengurangi
risiko trauma/ cedera. b. Klien dengan gangguan kognitif, gangguan
c. Tidak mengalami cedera. b. Hilangkan sumber bahaya persepsi adalah awal terjadi trauma akibat tidak
lingkungan. bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan
dasar.

c. Mempertahankan keamanan dengan menghindari


konfrontasi yang meningkatkan risiko terjadinya
trauma.
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
c. Alihkan perhatian saat perilaku
teragitasi/ berbahaya, memenjat
pagar tempat tidur. d. Klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala
obat dapat menimbulkan kadar toksisitas pada
lansia. Ukuran dosis/ penggantian obat diperlukan
d. Kaji efek samping obat, tanda untuk mengurangi gangguan.
keracunan (tandae. Membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan
ekstrapiramidal, hipotensi timbul risiko fraktur pada klien lansia (berhubungan
ortostatik, gangguan penglihatan, dengan penurunan kalsium tulang).
gangguan gastrointestinal).
e. Hindari penggunaan restrain
terus-menerus. Berikan
kesempatan keluarga tinggal
bersama klien selama periode
agitasi akut.
7 Setelah dilakukan tindakana. Beri dukungan untuk penurunana. Motivasi terjadi saat klien mengidentifikasi
keperawatan diharapkan klien berat badan. kebutuhan berarti.
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
mendapat nutrisi yang seimbang b. Memberikan umpan balik/ penghargaan.
dengan KH: b. Awasi berat badan setiap
a. Mengubah pola asuhan yang minggu. c. Identifikasi kebutuhan membantu perencanaan
benar pendidikan.
b. Mendapat diet nutrisi yangc. Kaji pengetahuan keluarga/
seimbang. klien mengenai kebutuhand. Klien tidak mampu menentukan pilihan kebutuhan
c. Mendapat kembali berat makanan. nutrisi.
badan yang sesuai. d. Usahakan/ beri bantuan dalame. Ketidakmampuan menerima dan hambatan sosial
memilih menu. dari kebiasaan makan berkembang seiring
e. Beri Privasi saat kebiasaan berkembangnya penyakit.
makan menjadi masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah .Vol 1
& 2. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 2006. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih
bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC : Jakarta.
Elizabeth.J.Corwin. 2009. Buku Saku : Patofisiologi. Ed.3. EGC : Jakarta.
Kushariyadi.2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Salemba medika : Jakarta
Nugroho, Wahjudi. 2010. Keperawatan Gerontik Edisi 2 Buku Kedokteran.
EGC : Jakarta.
Silvia.A.Price & Wilson, Patofisiologi. Ed.8. Jakarta. EGC.2006
Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC;
Jakarta.
Sumber : http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-pada-
lansia-3/
Arjatmo, (20011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Brunner & Suddart, (1012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Capernito, (2000). Diagnosa Keperawatan, edisi 8. Jakarta: EGC
Doengoes, (2009). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Prince, Loraine M. Wilson, 2014). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit,
edisi 4. Jakarta: EGC
Corwin, J. Elizabeth, (2011). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai