JUNI 2022
DISUSUN OLEH :
FILBERT FILMORE CENDRIAWAN
C014212085
Pembimbing:
Dr. Febry
SUPERVISOR:
DR. dr. Sonny T. Lisal, Sp.KJ
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
i
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : C014212085
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kata delirium berasal dari istilah latin delirare yang berarti menjadi “gila
atau marah”. Dilaporkan pertama kali pada masa Hippocrates yang menggunakan
istilah phrenitis (gila) dan lethargus (letargi) untuk menjelaskan delirium subtype
hipoaktif dan hiperaktif. Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan
perubahan akut dan fluktuatif dalam perhatian, kesadaran, dan kognitif.
Penurunan kesadaran disebabkan secara organik dari dasar fungsi mental
sebelumnya yang berkembang selama periode waktu yang singkat, biasanya
berjam-jam hingga berhari-hari. Delirium dapat membaik dengan cepat jika faktor
penyebab dapat segera diatasi. Delirium dapat terjadi pada usia berapa saja, tetapi
paling sering terjadi pada pasien dengan usia diatas 60 tahun. (Mittal et al., 2011)
Kebanyakan kasus, delirium dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau
kurang, tetapi jika delirium berlangsung menetap lebih dari 6 bulan, dapat menjadi
progresif kearah demensia dan itu jarang terjadi.
2.2 Etiologi
Ada beberapa kemungkinan penyebab terjadinya delirium yang disingkat
menjadi DELIRIUM(S), yaitu sebagai berikut:
Drug
Eye, ear (penurunan pendengaran dan penglihatan)
Low O2 (serangan jantung, emboli paru, stroke)
Infection
Retention (Urin)
Ictal state (pada epilepsi)
Under hidrasi/ under nutrition
Metabolic cause (DM, Sodium, dll)
(S)ubdural hematoma
2
2.3 Epidemiologi
Delirium adalah kondisi serius yang harus segera ditangani dengan serius,
terutama pada pasien usia lanjut yang menjalani pengobatan di rumah sakit.
Sekitar 30% pasien geriatrik yang di rawat di rumah sakit mengalami delirium.
Persentase juga meningkat pada pasien post operasi sekitar 10-70% setelah
menjalani operasi kardiotoraks, prosedur ortopedi yang emergensi, bedah
vaskuler. Di USA dilaporkan bahwa sekitar 78-87% pasien yang mengalami
pengobatan di ruang Intensive Care Unit (ICU). Di Indonesia, prevalensi delirium
bervariasi yaitu sekitar 14-56%, dengan angka kematian di rumah sakit berkisar
25-30%. 10-15% lansia mengalami delirium saat masuk rumah sakit.
3
Gangguan bahasa yang paling sering ditemukan adalah afasia anomik,
agrafia, parafasia, dan gangguan pemahaman.
6. Perubahan pola tidur
Pada pasien delirium biasanya mengalami gangguan irama sirkadian, yaitu
terjadi fragmentasi tidur atau bahkan terjadi kebalikan siklus tidur-bangun
(aktif pada malam hari, tidur pada siang hari). Perubahan pola tidur
biasanya mendahului awitan delirium.
7. Gejala psikotik
8. Mood labil
Keadaan emosi yang fluktuasi pada pasien dan dapat dilihat pada pasien
yang mengigau (misalnya perubahan hati yang cepat dari senang ke sedih,
dan lain-lain)
9. Perubahan aktivitas motorik
Delirium diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan, faktor
penyebab, dan gejalanya, yaitu hipoaktif, hiperaktif, campuran, dan
delirium tremens. Pasien delirium yang hipoaktif sering terjadi kesalahan
diagnosis karena penampakan gejala klinis yang mirip dengan depresi.
Gejala pasien delirium yang hiperaktif, antara lain kewaspadaan yang
berlebihan, gelisah, ucapan yang cepat dan keras, cepat marah, agresif,
euforia, respon motorik yang cepat, mudah teralihkan, dan lain-lain.
Sedangkan pada pasien delirium dengan hipoaktif memiliki gejala seperti
lesu, bicara lambat, tidak sadar, kewaspadaan menurun, gerakan lambat,
dan apatis.
Pada pasien dengan delirium campuran, gejala yang dialami oleh
pasien berubah-ubah secara bergantian dari hiperaktif ke hipoaktif dan
akan terjadi terus-menerus. Selain itu, dapat juga terjadi delirium tremens.
Delirium tremens terjadi pada pasien yang mengkonsumsi alkohol dalam
jumlah yang banyak dan jangka waktu yang panjang, dan berhenti
mengkonsumsi alkohol.
4
2.5 Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis delirium, kita harus melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisis, status mental, dan pemeriksaan penunjang lainnya. perlu
dilakukan beberapa pemeriksaan, antara lain:
1. Pemeriksaan Saraf dan Fisik sesuai dengan pernyakit yang mendasari
2. Pemeriksaan tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Cola Scale
(GCS)
3. Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental dapat kita gunakan untuk melakukan
screening, diagnosis, menilai tingkat keparahan delirium, menilai fungsi
kognitif dan motorik.
Beberapa intrumen untuk melakukan screening pada pasien
delirium, antara lain:
a. NEECHAM Confusion Scale
Instrumen ini terbagi menjadi 3 subskala. Subskala 1 untuk
mengukur kemampuan kognitif (perhatian, kemampuan untuk
mengikuti perintah, orientasi), subskala 2 untuk mengukur perilaku
(penampilan, perilaku motorik, dan verbal), dan subskala 3 untuk
menilai fisiologi pasien (tanda vital, saturasi oksigen, dan
mengontrol kontinensia urin). Skor berkisar antara 0 hingga 30.
Jika skor <20, menunjukkan bahwa pasien mengalami delirium
sedang hingga berat. Skor 20-24 menunjukkan bahwa pasien
mengalami delirium ringan atau delirium awal, skor 25-26
menunjukkan bahwa pasien “tidak mengigau”, tetapi pasien berada
pada resiko tinggi untuk terjadinya delirium. Jika skor 27-30
menunjukkan fungsi tubuh pasien normal. Instrumen ini memiliki
validitas yang baik, sensitivitas tinggi (95%), dan spesifisitas 78%.
(Judie Csokasy, 1999)
b. Delirium Observation Scale (DOS)
Skala ini dibagi menjadi 13 item, diberi skor “ya” dan
“tidak” (skor total 0-13). Pemeriksaan ini bisa dilakukan tiga kali
dalam sehari dan diambil rata-rata dari ketiga hasil pemeriksaan
5
tersebut. Jika skor <2, tidak perlu dikonsultasikan ke psikiater. Jika
skor ≥2, maka harus dikonsultasikan kepada psikiater untuk
mengkonfirmasikan diagnosis delirium. Tetapi jika skor DOS ≥3,
maka bisa ditegakkan diagnosis delirium. (Grover et al., 2012)
6
CAM. Yang dinilai dalam Delirium Index adalah gangguan perhatian,
pikiran, kesadaran, orientasi, ingatan, persepsi, dan aktivitas psikomotor.
Masing-masing diberi skor dari 0 (tidak ada) hingga 3 (ada dan parah).
Skor total dari Delirium Index adalah 0 hingga 21, skor yang semakin
besar menunjukkan tingkat keparahan yang lebih besar. (McCusker J., et
al. 2004)
7
menunjukkan kerusakan fungsi kognitif yang parah. Tes ini
memiliki sensitivitas 64% dan spesifisitas 99% untuk mendeteksi
sindrom otak yang kronis.
8
2.6 Diagnosis Banding
Ada beberapa kondisi yang memiliki presentasi klinis yang mirip dengan
delirium, antara lain:
1. Demensia
Pada pasien demensia, terjadi penurunan fungsi kognitif dan psikososial
yang bersifat ireversibel. Demensia biasanya hasil dari penyakit otak
degeneratif yang dapat diidentifikasi (misalnya penyakit alzheimer atau
penyakit huntington) dan biasanya tidak terkait dengan perubahan tingkat
kesadaran. Demensia berlangsung dalam jangka waktu yang panjang,
tetapi delirium biasanya berlangsung dalam jangka waktu yang pendek.
2. Depresi
Adanya gejala yang mirip antara depresi dan delirium subtipe hipoaktif.
Perlu untuk menanyakan riwayat pasien untuk membedakan antara depresi
dan delirium.
3. Skizofrenia
Pada pasien skizofrenia, biasa didapatkan halusinasi dan waham yang
lebih konstan dan lebih terorganisasi dibandingkan pasien delirium.
2.7 Tatalaksana
2.7.1 Tatalaksana Nonfarmakologi
1. Cairan dan Nutrisi
Cairan dan nutrisi harus diberikan secara hati-hati karena
pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu secara fisik untuk
mempertahankan asupan yang seimbang. Untuk pasien yang
diduga delirium akibat keracunan alkohol atau withdrawal alkohol,
terapi harus mencakup multivitamin, terutama vitamin Tiamin
(Vitamin B1).
2. Teknik Reorientasi
Teknik reorientasi seperti memperlihatkan kalender dan
foto keluarga dapat membantu pemulihan pasien.
3. Terapi Suportif
9
Lingkungan harus tenang, stabil, dan memiliki penerangan
yang baik. Defisit sensorik harus dikoreksi dengan baik, misalnya
dengan penggunaan kacamata atau alat bantu dengar.
2.8 Prognosis
1. Tergantung pada penyakit yang mendasari
2. Pasien dengan sindrom delirium memiliki resiko kematian yang lebih
tinggi jika memiliki banyak komorbid
3. Pasien dengan sindrom delirium memiliki resiko 1,71 kali lebih tinggi
untuk meninggal dalam 3 tahun ke depan dibanding mereka yang tidak
pernah mengalami delirium.
10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Delirium adalah penyakit yang serius dan perlu ditangani dengan cepat
dan tepat. Delirium biasa tidak terdiagnosis jika pasiennya dirawat di rumah. Pada
pasien dengan delirium, gejalanya biasanya tidak terlalu khas. Banyak
pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis delirium. Banyak juga
instrument yang bisa digunakan, baik digunakan untuk melakukan screening,
diagnostik, maupun menentukan tingkat keparahan delirium. Pengobatan pada
delirium juga bervariasi, bisa dengan nonfarmakologi dan farmakologi. Delirium
biasa dicetuskan oleh penyakit dasar pada pasien, sehingga jika kita bisa
menyembuhkan penyakit pasien, biasanya kondisi delirium tersebut juga akan
membaik.
11
DAFTAR PUSTAKA
Grover S., Natasha K. 2012. Assessment Scales for Delirium: A Review. India:
Department of Psychiatry, Postgraduate Institute of Medical Education and
Research.
Lynn McNicoll, dkk. 2005. Detection of Delirium in the Intensive Care Unit:
Comparison of Confusion Assessment Method for the Intensive Care Unit
With Confusion Assessment Method Ratings. Rhode Island: Department of
Internal Medicine, School of Medicine, Brown University.
McCusker J., Martin G.C., Nandini D., Eric B. 2004. The Delirium Index, A
Measure of the Severity of Delirium: New Findings on Reliability, Validity,
and Responsiveness. Montreal, Canada: Department of Clinical
Epidemiology and Community Studies and Psychiatry, St Mary’s Hospital.
Mittal V., dkk. 2011. Review: Delirium in the Elderly: A Comprehensive Review.
American Journal of Alzheimer’s Disease and Other Dementias.
Robert H.E., Stuart Y.C., Glen G.O. 2008. The American Psychiatric Publishing
Textbook of Psychiatry. Washington DC: American Psychiatric Publishing.
Roisin O., Sharen K.I., David M. 2014. Delirium and Depression: Inter-
Relationship and Clinical Overlap In Elderly People. Limerick, Ireland:
12
Department of Adult Psychiatry, University Hospital Limerick and
University of Limerick Medical School.
Roy L.S., Phyo K.M. 2019. The Scottish Intercollegiate Guidelines Network
(SIGN) 157: Guidelines on Risk Reduction and Management of Delirium.
Aberdeen, UK: Ageing Clinical and Experimental Research Group (ACER),
University of Aberdeen.
Smith H.A.B, dkk. 2011. Diagnosing Delirium In Critically Ill Children: Validity
and Reliability of The Pediatric Confusion Assessment Method for the
Intensive Care Unit. Critical Care Medicine Vol. 39
Wilson J.E., dkk. 2020. Delirium. USA: Department of Psychiatry and Behavioral
Sciences, Division of General Psychiatry, Vanderbilt University Medical
Center.
13