Anda di halaman 1dari 4

DELIRIUM YANG DIINDUKSI ALKOHOL ATAU ZAT PSIKO AKTIF

YANG LAIN

a. Definisi delirium
Delirium, suatu kondisi akut penurunan perhatian dan disfungsi kognitif, merupakan
sindrom klinis yang umum, mengancam hidup, dan dapat dicegah. kegagalan otak akut
yang berhubungan dengan disfungsi otonom, disfungsi motorik, dan kegagalan
homeostasis kompleks dan multifaktorial, sering tidak terdiagnosis dan ditangani dengan
buruk (Budiman, 2010).
b. Epidemiologi Delirium
Penelitian mengenai epidemiologi delirium masih sangat sedikit; diduga sekitar 10-
15 % pasien rawat bedah umum pernah mengalami delirium, 15-25% pasien rawat medic
umum pernah mengalami delirium selama dirawat di rumah sakit. Juga diperkirakan
sekitar 30% pasien bedah ICU dan 40-50% pasien ICCU pernah mengalami delirium.
Yang tertinggi yaitu 90% ditemukan pada pasien post cardiotomy (Budiman, 2010).
c. Kriteria diagnostik Delirium untuk intoksikasi zat
i. Gangguan kesadaran (Yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan)
dengan menurunnya kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau
mengalihkan perhatian
ii. Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat, gangguan bahasa dan disorientasi) atau
perkembangan gangguan persepsi yang tidak lebih diterangkan demensia yang elah ada
sebelumnya
iii. Gangguan muncul setelah periode waktu yang singkat (beberapa jam sampai beberapa
hari) cenderung fluktuatif
iv. Terdapat bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan disik, atau temuan laboratorium :
Gejala dalam kriteria (i) dan (ii) berkembang selama intoksikasi
Pemakaian medikasi secara etiologi berhubungan dengan gangguan (Kaplan dan
sadock, 2010).
d. Klasifikasi delirium
Delirium dapat dibagi menjadi sub tipe hiperaktif dan hipoaktif, tergantung dari
aktivitas psikomotornya. Keduanya dapat terjadi bersamaan pada satu individu.

Berdasarkan pada bangkitan, terdapat 3 tipe delirium (Luman, 2015).


1. Delirium hiperaktif
Pasien akan mengalami agitasi, psikosis, labilitas mood, menolak untuk terapi
medis, dan tindakan dispruptif lainnya. Didapatkan pada pasien dengan gejala putus
substansi, antara lain; alkohol, amfetamin, lysergic acid diethylamide atau LAD.
2. Delirium hipoaktif
Pasien tampak bingung, lethargia, dan malas. Hal itu mungkin sulit dibedakan
dengan keadaan fatigue dan somnolen, bedanya pasien akan dengan mudah
dibangunkan dan dalam berada dalam tingkat kesadaran yang normal. Rangsang
yang kuat diperlukan untuk membangunkan , biasanya bangun tidak komplet dan
transient. Didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy dan
hipercapnia.
3. Delirium campuran : pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari
mengantuk tapi pada malam hari terjadi agitasi dan gangguan sikap .
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya.Delirium
menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan struktural dan fisiologik.
Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic
encephalopathy dan pada pasien dengan putus alkohol. Hipotesis utama yaitu
gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan abnormalitas dari multipel
neurotransmitter (Alagiakrishnan, 2011).
e. Tatalaksana
a. Non Farmakologi
Intervensi personal dan lingkungan terhadap pasien delirium sangat berguna
untuk membina hubungan yang erat terhadap pasien dengan lingkungan sekitar.
Sehingga pasien mampu berinteraksi serta dapat mempermudah pasien untuk
melakukan ADL (activity of daily living) sendirinya tanpa tergantung orang lain
(Tabet and Howard, 2009).
b. Farmakologi
Haloperidol:
Haloperidol merupakan antipsikosis dengan potensi tinggi. Mempunyai
rekam jejak terpanjang dalam mengobati delirium, dapat diberikan per
oral, IM, atau IV
Dosis haloperidol injeksi adalah 2-5 mg IM/IV dan dapat diulang setiap
30 menit (maksimal 20 mg/hari)
Efek samping : Sindrom Ekstrapiramidal seperti parkinsonisme dan akatisia
dapat terjadi
Bila diberikan IV, harus dipantau dengan EKG adanya pemanjangan interval
QTc dan adanya disritmia jantung (Sadock and Virginia, 2010).
Risperidone (risperdal)
Antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikit
dibandingkan dengan haldol. Mengikat reseptor dopamine D2 dengan afinitas
20 kali lebih rendah daripada 5-HT2-reseptor.
DOSIS :
Dewasa : 0,5-2 mg per oral
Geriatric ; 0,5 mg per oral
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 420/Menkes/SK/ii/2010.
Pedoman Layanan Terapi Dan Rehabilitasi Komprehensif Pada Gangguan Penggunaan
Napza Berbasis Rumah Sakit. Hal: 1-92
Kaplan dan Sadock, 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis.
Binapura Aksara Publisher (bahasa Indonesia). Tangerang
Sadock & Virginia. 2010. Kaplan & Sadocks Concise Textbook Clinical Psychiatry. 2nd
edition. Jakarta: EGC.
Budiman R. 2010. Delirium. In : Buku Ajar Psikiatri. Ed: Sylvia E. dan Gitayanti.
Jakarta: FKUI. pp: 99-105
Alagiakrishnaan K. 2011. Delirium. http://emedicine.medscape.com/article/288890-
overview#a0104
Tabet N., Howard R. 2009. Nonpharmacological Prevention in The Prevention of
Delirium. Age and Ageing; 38: 374379
Luman, andy. 2015. Sindrom Delirium. CDK-233/ vol. 42 no. 10.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_233Sindrom%20Delirium.pdf

Anda mungkin juga menyukai