Anda di halaman 1dari 46

Laporan Kasus Jiwa

GANGGUAN MENTAL ORGANIK (DEMENSIA)

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
persyaratan menyelesaikan program internsip di Rumah Sakit Bhayangkara
Kota Palangkaraya

Oleh:
dr. Haula Anggriani

Pendamping:
dr. Rini Wulandari

Wahana:
RS BHAYANGKARA PALANGKARAYA

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RS BHAYANGKARA
PALANGKARAYA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : dr. Haula Anggriani


Topik : Kasus Jiwa
Judul Kasus : Gangguan Mental Organik (Demensia)
Pendamping : dr. Rini Wulandari

Palangkaraya, Februari 2017

Pendamping Dokter Internsip

dr. Rini Wulandari dr. Haula Anggriani

2
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan .......................................................................................2

DAFTAR ISI ....................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................5

BAB III LAPORAN KASUS ..........................................................................31

BAB IV PEMBAHASAN KASUS .................................................................43


BAB V KESIMPULAN ...................................................................................45
Daftar Pustaka ..................................................................................................46

BAB I

3
PENDAHULUAN

Gangguan mental organik telah didefinisikan sebagai suatu gangguan


patologi yang jelas, contohnya tumor otak, penyakit serebrovaskular, intoksikasi
obat. Suatu bagian yang disebut gangguan mental organik dalam DSM IV yaitu,
delirium, demensia, gangguan amnestik gangguan kognitif lain, dan gangguan
mental karena suatu kondisi medis umum.
Gangguan Mental Organik Berdasarkan GSM IV
A. Delirium
- Delirium karena kondisi medis umum
- Delirium akibat zat
- Delirium yang tidak ditentukan (YTT)
B. Demensia
- Demensia tipe alzheimer
- Demensia vaskular
- Demensia karena kondisi medis umum:
o Demensia karena penyakit HIV
o Demensia karena trauma kepala
o Demensia karena penyakit Parkinson
o Demensia karena penyakit Hutington
o Demensia karena penyakit Pick
o Demensia karena penyakit Creutzfeldt-Jakob
- Demensia menetap akibat zat
- Demensia karena penyakit multipel
- Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
C. Gangguan amnestik
- Gangguan amnestik karena kondisi medis umum
- Gangguan amnestik menetap akibat zat
- Gangguan amnestik yang tidak ditentukan (YTT)
D. Gangguan mental yang tidak ditentukan .

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DELIRIUM
A. Definisi
Delirium adalah suatu gangguan yang ditandai dengan adanya gangguan
kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara
global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang
umum. Sedangkan tremor, asteriksis, nistagmus, inkordinasi, dan inkontinensia
urin merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya, delirium mempunyai
awitan yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan
berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan
dihilangkan. Tetapi, masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi
pada pasien individual.
Delirium adalah suatu sindrom, bukan suatu penyakit, dan memiliki
banyak penyebab. Kebanyakan penyebab dari delirium ini berasal dari luar sistem
saraf pusat, contohnya kebanyakan pada gangguan hepar dan ginjal. Seringkali
delirium tidak terdiagnosa karena dianggap sebagai bagian dari suatu penyakit
lain seperti ensefalopati metabolik, gagal otak akut, dan lain-lain. Dokter harus
segera mengenali adanya delirium untuk mengidentifikasi penyakit penyerta dan
mencegah komplikasi. Komplikasi delirium antara lain kecelakaan yang tidak
sengaja akibat penurunan kesadaran dan kordinasi yang terganggu.

B. Epidemiologi
Delirium adalah penyakit yang sering terjadi, sekitar 10-15% pasien yang
ada di bangsal bedah dan 15-20% di bangsal ilmu penyakit dalam mengalami
delirium selama dirawat. Penyebab delirium pasca operasi termasuk stress
pembedahan, nyeri pasca operasi, gangguan keseimbangan elektrolit, infeksi,
deman, dan kehilangan darah. Insidensi delirium meningkat seiring dengan
bertambahnya usia pasien. Faktor-faktor predisposisi delirium antara lain usia

5
(usia muda dan usia lanjut lebih dari 65 tahun), kerusakan otak yang mendahului
(penyakit serebrovaskuler, tumor), riwayat delirium sebelumnya, kecanduan
alkohol, diabetes, kanker, kerusakan sensorik (seperti kebutaan), dan malnutrisi.

C. Etiologi
Penyebab-penyebab utama delirium adalah gangguan pada sistem saraf
(seperti epilepsi), penyakit sistemik (seperti gagal jantung), intoksikasi obat atau
kecanduan zat-zat farmakologi. Ketika mengevaluasi pasien delirium, seorang
dokter harus mengetahui apakah pasien sedang dalam terapi obat dengan efek
samping delirium. Salah satu penyebab utama delirium adalah toksisitas obat yang
memiliki aktifitas antikolinergik yang sering digunakan pada pasien psikiatrik
antara lain amitriptilin, doxepin, nortriptilin, imipramine, tioridazin, dan
chlorpromazine.

D. Diagnosis
Kriteria diagnosis delirium berdasarkan DSM IV dibedakan berdasarkan
etiologinya.
1. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat kondisi medis tertentu
a. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan
diri
b. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan
bahasa)
c. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif
d. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang
menunjukan gangguan fisiologis yang berkonsekuensi pada terjadinya
delirium
2. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat intoksikasi zat tertentu
a. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan
diri
b. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan
bahasa)

6
c. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif
d. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang
menunjukan: (1) Gejala kriteria A dan B terjadi selama intoksikasi zat
tertentu, (2) Penggunaan obat sebagai etiologi dari delirium
3. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat withdrawal
a. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan
diri
b. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan
bahasa)
c. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif
d. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang
menunjukan bahwa kriteria A dan B terjadi selama atau seketika setelah
obat dihentikan (withdrawal sindrom)
4. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat etiologi multipel
a. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan
diri
b. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan
bahasa)
c. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif
d. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang
menunjukan bahwa delirium memiliki lebih dari 1 etiologi
5. Kriteria diagnostik untuk delirium yang tidak spesifik
Kategori ini digunakan apabila tidak tergolongkan pada kriteria-kriteria
delirium spesifik.
a. Delirium yang diperkirakan akibat kondisi medis tertentu, atau intoksikasi
namun bukti-bukti yang didapatkan tidak cukup
b. Delirium yang disebabkan oleh suatu penyebab yang tidak tercantum
(seperti kekurangan stimulus sensorik)

7
E. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Delirium umumnya didiagnosis pada saat pemeriksaan status mental
seperti Mini Mental State Examination (MMSE) dapat digunakan untuk
mendokumentasi gangguan kognitif. Pemeriksaan fisik sering mengungkapkan
petunjuk pada penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang diketahui atau
riwayat trauma kepala atau ketergantungan alkohol atau zat lain meningkatkan
kemungkinan diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan terdiri dari pemeriksaan-
pemeriksaan standar sesuai dengan indikasi tergantung situasi. Pada delirium
didapatka gambaran elektroencephalogram (EEG) yang menunjukan perlambatan
aktivitas dan sangat berguna untuk membedakan antara delirium, depresi, atau
psikosis. EEG dari pasien delirium menunjukan adanya area fokus yang
mengalami hiperaktivitas.

F. Gambaran Klinis
Kunci utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam
DSM IV digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap
lingkungan dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan,
mempertahankan, atau mengalihkan perhatian. Keadaan delirium mungkin
didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk,
insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari dan kegelisahan.
Tampaknya gejala tersebut pada seorang pasien yang berada dalam resiko
delirium harus mengarahkan dokter untuk mengikuti pasien secara cermat.
1) Kesadaran
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan
delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan
peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien
delirium yang berhubungan dengan putus zat seringkali mempunyai delirium
hiperaktif yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan
kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil dilatasi, mual, muntah, dan hipertermia.

8
Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang
depresi, katatonik, atau mengalami demensia.
2) Orientasi
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium
yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang
lain (sebagai contohnya dokter, anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada
kasus yang berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya
sendiri.
3) Bahasa dan kognisi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa
seperti melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan
kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Tetapi DSM IV tidak lagi memerlukan
adanya kelainan bahasa untuk diagnosis, karena kelainan tersebut tidak mungkin
untuk mendiagnosis pasien yang bisu.
Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium
adalah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun,
mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun
kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga mempunyai
gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham
yang tidak sistematik, kadang-kadang paranoid.
4) Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum
untuk membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi
sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Dengan demikian, pasien
seringkali tertarik oleh stimuli yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika
dihadapkan oleh informasi baru. Halusinasi juga relatif sering pada pasien
delirium. Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris, walaupun
halusinasi juga dapat taktil atau olfaktoris. Ilusi visual dan auditoris adalah sering
pada delirium .

9
5) Mood
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan
mood. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut
yang tidak beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien
delirium adalah apati, depresi, dan euforia. Beberapa pasien dengan cepat
berpindah-pindah di antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari.
6) Gejala Penyerta
Gangguan tidur bangun. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik
terganggu. Pasien seringkali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan
tidur sekejap di tempat tidunya atau di ruang keluarga. Tetapi tidur pada pasien
delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Seringkali keseluruhan siklus
tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien seringkali
mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelu tidur, situasi klinis yang
dikenal luas sebagai sundowning. Kadang-kadang mimpi menakutkan di malam
hari dan mimpi yang mengganggu pada pasien delirium terus berlangsung ke
keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi.
7) Gejala Neurologis
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai gejala neurologis yang
menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkordinasi dan inkontinesia urin.
Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan
delirium.

G. Diagnosa Banding
Demensia
Adalah penting untuk membedakan delirium dari demensia dan sejumlah
gambaran klinis membantu membedakannya.
Gambaran Delirium Demensia
Gangguan daya ingat +++ +++
Gangguan berpikir +++ +++
Gangguan pertimbangan +++ +++
Pengaburan kesadaran +++ -
Defisit perhatian mayor +++ +
Fluktuasi +++ +

10
Disorientasi +++ ++
Gangguan persepsi yang jelas ++ +
Bicara inkoheren ++ +
Gangguan siklus tidur bangun ++ +
Eksaserbasi nokturnal ++ +
Insight of illness ++ +
Awitan akut atau sub akut ++ -

DEMENSIA DELIRIUM
Usia Biasanya tua Tidak spesifik
Onset Tidak jelas Beberapa hari minggu
Perjalanan Penyakit Lambat, memburuk pada Cepat, sepanjang hari
malam hari
Riwayat Penyakit sistemis atau Gangguan Mood
obat- obatan
Kesiagaan Tidak siaga Siaga, disress
Tanda-tanda Organik Sering muncul Tidak ada
Kognisi Sangat menonjol Perubahan kepribadian
Pemeriksaan status - Konsisten, spotty deficit - deficit bervariasi
mental - mengira-ngira, - apatis
konfabulasi, perservasi
- Menekankan pada - menekankan pada
prestasi/ kecakapan kesalahan
- Mood dangkal - depresi
Perilaku Appropriate sampai Inkongruen dengan
gangguan kognitif gangguan kognitif
derajat tertentu
Kerjasama Kooperasi tetapi frustasi Tidak kooperatif dangan
sedikit usaha
CT dan EEG Abnormal normal

Psikosis atau Depresi


Delirium juga harus dibedakan dari skizofrenia dan gangguan depresi.
Pasien dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk mensimulasi gejala dari
delirium terapi mereka biasanya mengunkapkan sifat berpura-pura dari gejalanya
dengan inkonsistensi pada pemeriksaan status mentalnya, dan EEG dapat secara
mudah memisahkan kedua diagnosis. Beberapa pasien dengan gangguan psikotik,
biasanya skizofrenia atau episode manik mungkin mempunyai episode perilaku
yang sangat terdisorganisasi yang mungkin sulit dibedakan dari delirium. Tetapi
pada umumnya halusinasi dan waham pada pasien skizofrenik adalah lebih

11
konstan dan terorganisasi lebih baik dari pasien delirium. Pasien skizofrenik juga
biasanya tidak mengalami perubahan dalam tingkat kesadaran atau orientasinya.
Pasien dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkin tampak lebih mirip dengan
pasien dengan depresi berat tetapi dapat dibedakan dengan EEG. Diagnostik
psikiatrik lain yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding delirium adalah
gangguan psikotik singkat, gangguan skizofrenik form dan gangguan disosiatif.

H. Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Walaupun awitan delirium biasanya mendadak, gejala prodormal
( contohnya kegelisahan dan ketakutan) dapat terjadi pada hari sebelum awitan
yang jelas gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang
relevan ditemukan, walaupun delirium biasanya berlangsung selama satu minggu.
Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya
menghilang dalam periode 3 sampai 7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin
memerlukan waktu sampai 2 minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin
lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama
waktu yang diperlukan bagi delirium menghilang. Ingatan tentang apa yang
dialami selama delirium, jika delirium telah berlalu, biasanya hilang timbul, dan
pasien mungkin mengganggapnya sebagai mimpi buruk atau pengalaman buruk
yang diingat secara samar-samar.
Apakah delirium berkambang menjadi demensia belum ditunjukan dalam
penelitian terkontrol dan cermat, walaupun banyak dokter percaya bahwa mereka
telah melihat perkembang tersebut. Delirium dapat diikuti dengan depresi atau
gangguan stress pasca trauma.

I. Terapi
Tujuan utama terapi adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan
delirium. Jika penyebabnya adalah toksisitas aktif kolinergik maka digunakan
physostigmine salicylate (antilirium) 1-2 mg iv atau im dengan dosis ulang dalam
15-30 menit. Tujuan pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan

12
bantuan fisik, sensorik dan lingkungan. Bantuan fisik diperlukan sehingga pasien
delirium tidak masuk dalam situasi yang menyebabkan mereka mungkin
mengalami kecelakaan. Pasien dengan delirium sebaiknya tidak diberi ransangan
sensorik yang berlebihan ataupun tanpa ransangan sensorik. Sebaiknya pasien
delirium ditemani oleh teman atau sanak keluarga di dalam ruangan atau adanya
penunggu yang teratur. Terdapat juga jam atau kalender sehingga timbul orientasi
ruang, tempat, waktu dan orang. Delirium kadang-kadang dapat terjadi pada
pasien lanjut usia yang menggunakan penutup mata pasca operasi katarak (black
patch delirium) sebaiknya pasien seperti ini dipasang pin hole pada penutup
matanya untuk memberikan stimulus.
Farmakoterapi:
Dua gejala utama dari delirum yang membutuhkan terapi farmakologis
adalah psikosis dan insomnia. Obat pilihan untuk psikosis adalah haloperidol,
suatu obat anti psikotik golongan butyrophenone. Tergantung pada usia, berat
badan, kondisi fisik pasien, dosis awal 2-10mg im, diulang dalam 1 jam jika
pasien tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan
konsentrat atau berupa tablet dapat dimulai. 2 dosis oral harian harus mencukupi,
dengan 2/3 dosis diberikan sebelum tidur untuk mencapai efek terapeutik yang
sama, dosis oral harus kira-kira 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis pareteral.
Dosis harian total haloperidol 5-50mg untuk sebagian besar pasien delirium.
Droperidol (inapsine) adalah suatu butirophenon yang tersedia sebagai
suatu formula intravena alternatif, walaupun monitoring EKG adalah penting pada
pengobatan ini. Golongan phenotiazine harus dihindari karena disertai aktivitas
kolinergik yang bermakna.
Insomnia paling baik diobati dengan golongan obat benzodiazepin dengan
paruh waktu pendek atau dengan hydroksizine (vistaril) 25-100 mg.
2.2 DEMENSIA
A. Definisi
Demensia merupakan suatu sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi
pada demensia adalah intelegensia umum, belajar dan ingatan, berbahasa,

13
memecahkan masalah, daya orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi,
pertimbangan, dan kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga dapat dipengaruhi.
Jika pasien mempunyai suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan
memenuhi kriteria diagnostik untuk delirium. Di samping itu, suatu diagnosis
demensia menurut DSM IV mengharuskan bahwa gejala menyebabkan gangguan
fungsi sosial atau pekerjaan yang berat dan merupakan suatu penurunan dari
tingkat fungsi sebelumnya.
Butir klinis penting dari demensia adalah identifikasi sindroma dan
pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau statis,
permanen atau reversibel. Kemungkinan pemulihan (reversibilitas) demensia
adalah berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan
pengobatan yang efektif.

B. Epidemiologi
Demensia sebenarnya penyakit penuaan. Di antara orang Amerika yang
berusia 60 tahun, kira-kira 5% mengalami demensia berat dan 15% mengalami
demensia ringan. Pada usia >80 tahun sekitar 20% mengalami demensia berat. 50-
60% pasien demensia mengalami demensia tipe Alzheimer yang merupakan
demensia tipe tersering. Lebih dari 2 juta orang dengan demensia dirwat di rumah.
Faktor resiko terjadinya demensia tipe Alzheimer meliputi wanita, memiliki first
degree relative dengan penyakit tersebut, dan memiliki riwayat trauma kepala.
Sindrom Down juga berhubungan dengan terjadinya demensia tipe Alzheimer.
Demensia tersering kedua adalah demensia vaskular yang disebabkan oleh
penyakit serebrovaskular. Hipertensi merupakan faktor predisposisi pada penyakit
ini. Demensia vaskular terjadi 15-30% pada semua kasus demensia. Demensia
vaskular paling banyak terjadi pada orang-orang berusia 60-70 tahun dan lebih
sering pada pria. 10-15% pasien mengalami demensia vaskular dan demensia
Alzheimer. Sekatar 1-5% dari kasus demensia memiliki penyebab lainnya antara
lain trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, penyakit
Huntington, penyakit Parkinson, dan lain-lain.

14
C. Etiologi
Demensia memiliki banyak penyebab namun demensia tipe Alzheimer dan
vaskular mencakup 75% kasus.
a. Demensia Alzheimer
Diagnosis pasti demensia Alzheimer ini diperoleh dengan pemeriksaan
neuropatologi, namun umumnya didiagnosis setelah penyebab-penyebab
demensia lain yang tersingkirkan dengan pemeriksaan klinis.
Faktor genetik. Penyebab pasti demensia masih belum diketahui
berdasarkan penelitian molekular didapatka adanya deposit amiloid pada jaringan
otak. 40% penderita Alzheimer didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang
sama, bahkan pada beberapa kasus transmisi genetik ini bersifat autosomal
dominan.
Neuropatologi. Pada pemeriksaan otak penderita Alzheimer didapatkan
atrofi yang bersifat difus dengan sulkus korteks yang mendatar dan ventrikel otak
yang membesar. Pada gambaran mikroskopisnya didapatkan plak senilis,
kekusutan serat-serat neuron, hilangnya sel-sel neuron, hilangnya sinaps, dan
adanya degenerasi neurovaskular.
Neurotransmitter. Neurotransmiter yang berperan dalam patofisiologi
Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin, yang didapatkan kurangnya
aktivitas kolinergik dan norepinefrin. Beberapa penelitian menunjukan hasil yang
mendukung hipotesa adanya degenerasi neuron kolinergik. Selain itu didapatkan
juga konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase yang menurun. Kolin
asetiltransferase adalah enzim penting untuk sintesis asetilkolin. Hipotesis adanya
defisit neurologis ini juga didukung oleh suatu penelitian observasional yaitu
penggunaan antagonis kolinergik (seperti skopolamin dan atropin) yang
mengganggu fungsi kognitif, dan penggunaan agonis kolinergik (seperti
physostigmine dan arecoline) yang meningkatkan kemampuan kognitif. Terdapat
2 neurotransmiter lain yang diduga berperan juga pada patofisiologi penyakit
Alzheimer yaitu somatostatin dan kortikotropin.
Penyebab lainnya. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan
penyakit Alzheimer adalah metabolisme fosfolipid membran saraf yang terganggu

15
dan toksisitas alumunium.

b. Demensia Vaskular
Demensia vaskular diduga akibat penyakit vaskular serebral yang bersifat
multipel. Demensia vaskular umumnya terjadi pada pria, khususnya mereka yang
memiliki hipertensi atau faktor resiko penyakit kardiovaskular. Demensia vaskular
merupakan akibat dari adanya oklusi pembuluh darah otak yang kemudian
menyebabkan infark dan membentuk lesi parenkim yang bersifat multipel. Oklusi
ini dapat berasal dari plak arteriosklerosis atau trombo emboli (misalnya berasal
dari katup jantung).
Binswangers disease. Disebut juga ensefalopati arteriosklerotik
subkortikal, merupakan bagian dari demensia vaskular, yang didapatkan infark-
infark kecil yang bersifat multipel pada substansi alba.
- Penyakit Pick
Pada penyakit Pick ditemukan adanya atrofi pada regio frontotemporal
yang luas. Penyebab penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini terjadi
sebanyak 5% dari total jumlah demensia ireversibel dan banyak terjadi
pada pria.
- Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Merupakan penyakit degeneratif otak yang jarang. Disebabkan oleh agen
yang progresif secara lambat dan ditransmisikan, paling mungkin suatu
prion, yang merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung DNA
atau RNA.
- Penyakit Huntington
Demensia pada [enyakit Huntington memperlihatkan gerakan motorik
yang lambat, namun memori dan bahasa relatif intak pada stadium awal
penyakit. Demensia pada penyakit huntington yang berat didapatka
depresi dan psikosis yang tinggi serta didapatkan gerakan koreoartetoid
yang klasik.
- Penyakit Parkinson
Terjadi akibat adanya gangguan pada ganglia basalis dan umumnya

16
berhubungan dengan demensia dan depresi. Gerakan motorik yang lambat
pada penyakit parkinson disertai juga dengan kemampuan berpikir yang
lambat.
- demensia yang berhubungan dengan HIV
Infeksi HIV sering menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik lainnya.
Kuman infeksius lainya yang sering menyebabkan demensia adalah
cryptococus.
- demensia yang berhubungan dengan trauma kepala
demensia dapat merupakan suatu sekuele dari trauma kepala, demikian
juga berbagai sindrom neuropsikiatrik.

D. Diagnosis
Diagnosis demensia berdasarkan DSM IV terdiri dari
Kriteria diagnosis demensia tipe alzheimer.
a. adanya gangguan kognitif yang multupel dengan manifestasi
1) gangguan memori (gangguan kemampuan untuk mengingat informasi
baru dan memanggil kembali informasi lama)
2) satu atau lebih gangguan kognitif berikut
a) Afasia atau gangguan bahasa
b) Apraksia atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
motorik walaupun fungsi motorik adalah utuh
c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengindentifikasi benda
walaupun fungsi sensorik adalah utuh
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (seperti perencanaan,
perorganisasian, berpikir abstrak)

b. gangguan fungsi kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing


menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau
pekerjaan dan menunjukan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya

17
c. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan
kognitif yang terus-menerus
d. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu dari
berikut:
1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progesif
dalam daya ingat dan kognisi (misalnya penyakit cerebrovaskular,
parkinson, huntington, hematosubdural, hidrocephalus tekanan
normal, tumor otak)
2) Penyakit sistemik yang diketahui menyebabkan demensia
(misalnya hipotiroidisme, def. Vit. B12, asam folat, def. Niacin,
hiperkalsemia, neurosiphilis, infeksi HIV)
3) Kondisi akibat zat.
e. Defisit tidak terjadi semata-mata selama suatu perjalanan delirium.
f. Gangguan tidak lebih baik diperankan oleh gangguan axis 1 lainnya
(misalnya gangguan depresif berat, schizoprenia)

Kriteria diagnosis demensia vaskular


a. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya peninggian refleks tendon
dalam, respon ekstensor plantar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya
berjalanan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda
laboratorium indikatif untuk cerebrovaskular (misalnya infark multipel
yang mengenai korteks dan substansia putih dibawahnya) yang dianggap
berhubungan secara etiologi dengan gangguan.
b. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium.

Kriteria diagnosis demensia karena kondisi medis umum lain


Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi
medis.

18
Kriteria diagnosis demensia menetap akibat zat
a. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium
dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat.
b. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau penemuan
laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek
menetap dari pemakaian zat (misalnya obat yang disalah gunakan,
medikasi)

Kriteria diagnosis demensia karena penyebab multipel


a. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau penemuan
laboratorium bahwa gangguan memiliki lebih dari satu penyebab
(misalnya trauma kepala kepala ditambah penggunaan alkohol kronis,
demensia tipe alzheimer dengan perkembangan demensia vaskular
selanjutnya).
b. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium.

Kriteria diagnosis demensia yang tidak ditentukan


Kategori ini digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak
memenuhi kriteria tipe spesifik yang dijelaskan dalam bagian ini. Sebagai contoh
yaitu manifestasi klinis demensia dimana terdapat kekurangan bukti-bukti untuk
menegakkan penyebab spesifik.

E. Gambaran klinis
Gejala gejala yang umum terjadi pada gangguan otak demensia adalah:
1. Gangguan daya ingat
2. Orientasi
3. Gangguan bahasa
4. Perubahan Kepribadian
5. Psikosis
6. Gangguan lain

19
a. Psikiatris
b. Neurologis
c. Reaksi katastropik
d. Sindrom sundowner

Pada demensia, terdapat suatu penurunan fungsi otak yang biasanya


merupakan kelainan akibat adanya penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau
progesif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel),
termasuk daya ingat, daya pikir, , daya pemahaman, berhitung, kemampuan
belajar, dan daya kemampuan menilai. Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif
dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian
emosi, perilaku sosial, atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer,
penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder
mengenai otak.
Dalam menilai ada atau tidaknya demensia, perhatian khusus perlu
diberikan untuk menghindari tanda yang positif palsu, yaitu faktor motivasional
atau emosional, terutama depresi, sebagai penyebab dari kegagalan untuk
berkarya, disamping gejala tambahan, seperti kelambanan motorik dan kelemahan
fisik secara umum, dan jangan hanya menduga sebagai penyebab hilangnya
kemampuan intelektual.
Demensia menimbulkan penurunan yang cukup besar dalam fungsi
intelektual, dan biasanya agak mengganggu kegiatan seseorang dalam kehidupan
sehari-hari, seperti mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air kecil dan
besar. Manifestasi dari penurunan kemampuan ini kebanyakan bergantung pada
lingkungan sosial dan budaya pasien. Perubahan dalam kinerja peran, seperti
penurunan kemampuan mempertahankan atau mencari pekerjaan, jangan
digunakan sebagai criteria penegakkan diagnosis demensia sebab perbedaan besar
antar budaya, dan karena sering terdapat perubahan-perubahan yang ditimbulkan
dari luar dalam tersedianya pekerjaan dalam suatu budaya tertentu.

F. Pedoman Diagnostik

20
Syarat utama untuk penegakkan diagnosis adalah bukti adanya penurunan
kemampuan, baik dalam daya ingat maupun daya pikir seseorang sehingga
mengganggu kegiatan sehari-hari seperti telah disebutkan diatas. Hendaya daya
ingat secara khas mempengaruhi proses registrasi, penyimpanan, dan memperoleh
kembali informasi baru, tetapi ingatan yang biasa dan sudah dipelajari sebelumnya
dapat juga hilang, khususnya dalam stadium akhir. Demensia merupakan suatu
keadaan yang lebih berat daripada dismnesia : juga juga terdapat hendaya daya
pikir dan kemampuan nalar (reasoning) dan berkurangnya alur gagasan.
Pemahaman informasi yang baru terganggu, karenanya ia merasa makin sukar
untuk memberi perhatian terhadap lebih dar satu ransangan pada saat yang sama,
seperti ikut serta dalam percakapan beberapa orang, dan berpindah fokus
perhatiaan dari satu topik ke topik yang lain. Bila demensia merupakan satu-
satunya diagnosis, harus terbukti tidak adanya gangguan kesadaran. Namun,
diagnosis ganda seperti seperti delirium yang bertumpang tindih dengan demensia
sering ditemukan. Gejala dan hendaya di atas harus sudah nyata untuk setidak-
tidaknya 6 bulan bila ingin membuat diagnosis klinis dimensia yang mantap.

G. Diagnosis Banding
Pertimbangkan gangguan depresif, yang dapat menunjukan banyak
gambaran dari demensia dini, terutama hendaya daya ingat, lambannya daya pikir,
dan kurangnya spontanita; delirium; retardasi mental yang ringan dan sedang;
keadaan subnormal dari fungsi kognitif karena lingkungan sosial yang amat
miskin dan pendidikan yang terbatas; dan gangguan iatrogenik karena medikasi.

H. Terapi
Perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan keluarga
dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik. Selain itu diperlukan
pemeliharaan kesehatan fisik seperti kebersihan pasien, lingkungan yang
mendukung. Untuk demensia vaskuler, faktor resiko yang berperan pada penyakit
kardiovaskular harus diidentifikasi dan terapi. Contohnya faktor hipertensi,
obesitas, diabetes. Kebiasaan merokok juga harus dihentikan.

21
I. Pengobatan farmakologis
Benzodiazepin untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan untuk
depresi, antipsikotik untuk waham dan halusinasi. Kemungkinan efek idiosinkrasi
dari obat pada usia lanjut seperti rangsangan paradoksikal, konfusi, peningkatan
sedasi. Antikolinergik aktivitas tinggi harus dihindari, walaupun beberapa data
menyatakan tioridazin yang mempunyai efek ini merupakan obat yang efektif
pada pasien jika diberikan dengan dosis kecil. Benzodiazepin kerja singkat dalam
dosis kecil adalah medikasi ansiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk pasien
demensia. Selain itu zolpidem juga digunakan untuk tujuan sedatif.
Tetrahidroaminocridin dianjurkan oleh FDA (Food and Drugs Administration)
untuk Alzheimer.

2.2.1 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER


Penyakit Alzheimer ialah satu penyakit degeneratif otak primer yang
etiologinya tidak diketahui, dengan gambaran neuropatologis dan neurokimiawi
yang khas. Biasanya onset dan berkembang secara lambat laun tetapi pasti dalam
beberapa tahun, kurun waktunya dapat sependek 2 atau 3 tahun, tetapi suatu
waktu dapat juga lebih lama. Onsetnya dapat dimulai pada umur dewasa
menengah atau lebih dini (penyakit alzheimer yang beonset prasenil), tetapi angka
kejadiannya lebih tinggi pada usia lanjut (penyakit alzheimer yang onset masa
senil). Dalam kasus yang beronset sebelum usia 65-70 tahun, biasanya terdapat
riwayat keluarga yang sama menderita demensia, perjalanan penyakit yang cepat,
dan gambaran yang menonjol dari kerusakan lobi temporalis dan parietalis,
termasuk disfasia dan dispraksia. Pada kasus yang onsetnya pada usia lebih tua,
perjalanan penyakit cenderung lebih lambat dan ditandai oleh hendaya umum
fungsi kortikal yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi penyakit alzheimer.
Terdapat perubahan yang khas di dalam otak : berkurangnya secara nyata
jumlah neuron, terutama di hipokampus, subtansia inominata, lokus seruleus, dan
korteks temporoparietal dan frontal; timbulnya kekusutan neurofibliar yang
terbentuk dari pasangan filamen helik, bercak neuritik (argentofil), yang terdiri

22
dari sebagian besar amiloid, dan menunjukan perkembangan yang progesif dan
pasti (meskipun bercak tanpa amiloid juga ada) dan bangunan (body)
granulovakuolar. Perubahan neuro kimiawi juga ditemukan, termasuk penurunan
jumlah enzim kolin asetilkolin, dan juga neurotransmiter dan neuromodulator
lainnya.

A. Gambaran klinis
Gambaran klinis penyakit alzheimer cukup jelas dan dapat diduga
diagnosisnya berdasarkan gejala klinis saja. Demensia pada penyakit alzheimer
hingga saat ini diketahui ireversibel.

B. Pedoman Diagnostik
Gambaran tersebut dibawah ini dianggap penting untuk pemastian diagnosis:
a. Terdapatnya gejala demensia seperti disebut diatas.
b. Onset yang tersembunyi dengan deteriosasi lambat. Sementara onset sulit
ditentukan saatnya, kenyataan orang lain bisa mendadak menyadari adanya
kelainan tersebut.
c. Tidak adanya bukti klinis, atau temuan dari penyelidikan khusus, yang
menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak
atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya
hipotiroidi, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin,
neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematoma subdural).
d. Tidak adanya serangan apopletik mendadak, atau gejala neurologis
kerusakan otak fokal seperti hemiparesi, hilangnya daya sensorik, defek
lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini
dari gangguan itu (walaupun fenomena ini di kemudian hari dapat
bertumpang tindih)
C. Diagnosis Banding
Pertimbangkan: gangguan depresif (F30-F39); delirium (F05); sindrom
amnestik organik (F04); demensia primer lainnya seteri pada penyakit Pick.
Creutzfeldt-Jakoh atau Huntungton (F02.-); demensia sekunder berkaitan dengan

23
berbagai penyakit fisik, kondisi toksik, dsb. (F02.6); retardasi mental ringan,
sedang dan berat (F70-F22).

Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Dini


Demensia pada penyakit Alzheimer mulai sebelum usia 65 tahun. Secara
relatif terdapat deteriosasi yang cepat, dengan gangguan multiplel yang nyata dari
fungsi kortikal luhur. Afasia, agrafia, aleksia, dan apraksia terjadi relatif dini
dalam perjalanan dari demensia.
Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun seperti di atas, biasanya
disertai perkembangan gejala yang cepat dan progesif. Adanya riwayat keluarga
yang berpenyakit alzheimer merupakan satu faktor yang menyokong diagnosis
tetapi tidak harus dipenuhi, sebagaimana ditemukan pada riwayat keluarga dengan
sindrom down atau limfoma.
Termasuk : - penyakit Alzheimer tipe 2
- demensia prasenil tipe alzheimer

Demensia pada Penyakit Alzheimer Onset Lambat


Demensia pada penyakit alzheimer yang onsetnya secara klinis terlihat
sesudah usia 65 tahun dan biasanya pada akhir usia 70-an atau sesudahnya,
dengan perjalanan penyakit kemerosotan yang lamban, dan biasanya dengan
gangguan daya ingat sebagai gambaran utamanya.
Untuk demensia yang disebut diatas, dengan memperhatikan ada atau
tiadanya gambaran yang membedakan gangguan ini dari sub tipe onset dini.
Termasuk: - Penyakit Alzheimer tipe 1
- demensia senilis tipe Alzheimer

Demensia pada Penyakit Alzheimer, Tipe Tak Khas atau Tipe Campuran
Demensia yang tidak cocok dengan gambaran dan pedoman untuk
alzheimer onset dini atau lambat harus diklasifikasikan pada golongan ini;
campuran demensia alzheimer dan vaskular juga dimasukan pada golongan ini.

24
2.2.2 DEMENSIA VASKULAR
Demensia vaskular dahulu dinamakan demensia arteriosklerotik. Termasuk
demensia multi-infark, dibedakan dari demensia pada penyakit alzheimer dalam
hal riwayat onsetnya, gambaran klinis, dan perjalanan penyakitnya. Yang khas,
adanya riwayat serangan iskemia sepintas (transient ischemic attack) dengan
gangguan kesadaran sepintas, paresis yang sejenak atau hilangnya penglihatan.
Demensia juga dapat terjadi akibat serangkaian gangguan serebrovaskular atau
satu serangan stroke yang besar. Hendaya daya ingat dan daya pikir menjadi
nyata. Awal terjadinya dapat mendadak, biasanya pada usia agak lanjut, sesudah
satu episode iskemik yang jelas, atau mulainya lambat laun. Biasanya demensia
itu akibat suatu infark otak. Biasanya demensia itu akibat suatu infark otak karena
penyakit vaskular, termasuk penyakit hipertensif serebrovaskular. Biasanya
infarknya kecil tetapi efeknya kumulatif.

A. Pedoman Diagnostik
Diagnosis dugaan adanya demensia seperti tercantum di atas. Hendaya
fungsi kognitif biasanya tidak merata, jadi mungkin terdapat hilangnya daya
ingat,hendaya intelek, dan tanda neurologi foka. Daya tilik diri (insight) dan daya
nilai (judgement) secara relatif tetap baik. Suatu onset yang mendadak atau
kemunduran yang lambat laun serta terdapatnya tanda dan gejala neurologis fokal,
meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskular itu, pada beberapa
kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan CT-Scan
(computerized axial tomography) atau pemeriksaan neuropatologis.

Gambaran penyerta:
- hipertensi
- bising karotid
- labilitas emosional dengan afek sementara

25
- tangis dan tawa yang meledak
- episode kekasadaran berkabut berkabut atau delirium
kepribadiannya sering dipertahankan pada taraf yang baik, tetapi
perubahan kepribadian dapat nyata pada beberapa kasus apati, disinhibisi, atau
aksentuasi dari ciri kepribadian yang sebelumnya sudah ada seperti egosentrisitas,
sikap paranoid, atau iritabilitas.

B. Diagnosis Banding
Pertimbangkan: Delirium; demensia lain, terutama penyakit alzheimer;
gangguan suasana perasaan (mood afektif); retardasi mental ringan dan sedang;
perdarahan subdural (traumatik), nontraumatik.
Demensia Vaskular Onset Akut
Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian stroke akibat trombosis
serebro vaskular, embolisme atau perdarahan. Kemungkinan dapat terjadi
walaupun jarang satu infark besar sebagai penyebabnya.

Demensia Multi-infark
Onsetnya lebih lambat lambat daripada bentuk akutnya, biasanya setelah
serangkaian episode iskemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada
parenkim otak.
Termasuk : demensia terutama kortikal

Demensia Vaskular Subkortikal


Mungkin terdapat riwayat hipertensi dan fokus kerusakan akibat iskemia
pada substansial alba di hemisferi serebral, yang dapat diduga secara klinis dan
dibuktikan dengan CT-Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, dan berbeda
dengan gambaran klinis yang mirip dengan demensia pada penyakit alzheimer.
Demensia Vaskular Campuran Kortikal dan Subkortikal
Komponen campuran kortikal dan subkortikal dari demensia vaskular ini
dapat diduga dari gambaran klinis, dan hasil pemeriksaan (termasuk autopsi), atau
keduanya.

26
2.2.3 DEMENSIA PADA PENYAKIT PICK
Demensia yang progesif muncul pada usia pertengahan (biasanya antara
usia 50-60 tahun), ditandai oleh perubahan kemerosotan watak secar lambat-laun
dan kemerosotan hubungan sosial seseorang, (diikuti oleh) hendaya fungsi intelek,
daya ingat, dan bahas, apati, euforia dan kadang fenomena ekstrapiramidal.
Gambaran neuropatologisnya berupa suatu atrofi selektif dari lobi frontalis dan
temporalis, tanpa bercak neuritik dan kekusutan neurofibrilar yang melebihi
proses menua normal. Kasus yang beronset dini cenderung menunjukan
perjalanan penyakit yang lebih ganas. Manifestasi gangguan sosial dan
perilakunya sering mendahului gangguan daya ingatnya.

A. Pedoman Diagnostik
Gambaran di bawah ini perlu untuk pemastian diagnosis:
a. demensia yang progesif;
b. gambaran lobus fronbalis yang menonjol dengan euforia, emosi dangkal,
dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi dan apati atau gelisah;
c. manifestasi gangguan perilaku umunya mendahului gangguan daya ingat.
Gambaran gangguan lobus frontalis lebih nyata daripada temporalis dan parietalis,
tidak seperti pada penyakit Alzheimer.

B. Diagnosis Banding
Pertimbangkan demensia pada penyakit Alzheimer; demensia vaskular;
demensia sekunder akibat gangguan lain sepeti neurosifilis; hidrosefalus
bertekanan normal (ditandai keterlambatan psikomotor yang ekstrem, dan
gangguan gaya berjalan serta gangguan pengendalian stinkter); gangguan
neurologis dan metabolik lainya.
2.2.4 DEMENSIA PADA PENYAKIT CREUTZFELDT-JAKOB
Suatu demensia yang progesif dengan tanda neurologis yang luas akibat
perubahan neuropatologis yang khas (enselopati spongiform subakut) yang diduga
disebabkan disebabkan oleh penyebab yang dapat ditularkan (transmissible agent).

27
Onset pada usia menengah atau lanjut, terutama pada usia 50-an, tetapi mungkin
pada usia dewasa. Perjalanan penyakitnya subakut hingga berakhir dengan
kematian dalam waktu 1-2 tahun.

A. Pedoman Diagnostik
Perjalanan penyakitnya progesif dan cepat dalam waktu beberapa bulan
sampai 1-2 tahun yang disetai gejala neurologis multipel. Biasanya terdapat
paralisis spatik yang progesif merusak yang progesif dari ekstremitas, disertai
dengan tanda ekstrapiramidal dengan tremor, kekakuan, dan gerakan koreoatetoid.
Bentuk lain mungkin termasuk ataksia, kegagalan penglihatan, fibrilasi otot, atau
atrofi tipe neuron motor atas. Trias yang mengarah pada diagnosis penyakit ini
ialah :
- demensia yang progesif merusak
- penyakit piramidal dan ekstra piramidal dengan mioklonus
- elektroensefalogram yang khas (trifasik).

2.3 GANGGUAN AMNESTIK


A. Definisi
Gangguan yang ditandai dengan gejala tunggal suatu gangguan daya ingat
yang menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis tidak dapat
dibuat jika pasien mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif seperti pada
demensia atau gangguan perhatian dan kesadaran seperti pada delirium. Gangguan
amnestik dibedakan dari gangguan disosiatif dengan ditemukan adanya kondisi
medis yang berhubungan sebab akibat, contohnya riwayat trauma kepala dan
keracunan CO.

B. Epidemiologi
Tidak ada penelitian yang adekuat tentang insidensi dan prevalensi
gangguan amnestik. Amnesia paling sering ditemukan pada penggunaan alkohol
dan cedera kepala.

28
C. Etiologi
Struktur anatomi utama yang terlibat adalah struktur diensefalik dan
struktur lobus midtemporalis. Bukti-bukti menunjukan hemisfer kiri mungkin
lebih kritikal dibandingkan hemisfer kanan. Beberapa penyebab yang potensial
adalah defisiensi tiamin, hipoglikemi, hipoksia, dan ensefalitis herpes simpleks
dengan predileksi lobus temporalis khususnya hipokampus. Penyebab lain
diantaranya tumor, penyakit serebrovaskular, prosedur bedah, atau plak
multipelsklerosis.

D. Diagnosis
Kriteria diagnostik gangguan amnestik karena kondisi medis umum
a. Perkembangan gangguan daya ingat seperti dimanifestasikan oleh gangguan
kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk
informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial
atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya.
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu
delirium atau demensia.
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium bahwa
gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum
(termasuk trauma fisik).

Kriteria diagnostik gangguan amnestik menetap akibat zat


a. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu
delirium atau demensia dan menetap lebih lama dari lama yang lazim dari
intoksikasi atau putus

29
b. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium
bahwa gangguan daya ingat secara etiologis berhubungan dengan efek
menetap dari pemakaian zat (misalnya suatu obat yang disalahgunakan,
medikasi)

Kriteria diagnostik gangguan amnestik yang tidak ditentukan


Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu gangguan amnestik yang
tidak memenuhi kriteria.

E. Diagnosis Banding
Amnesia merupakan bagian dari delirium dan demensia, tetapi kelainan ini
melibatkan gangguan area kognitif lain. Gangguan disosiatif dibedakan dengan
adanya gangguan orientasi diri dan defisit memori yang lebih selektif dibanding
gangguan amnestik.

F. Pengobatan
Identifikasi penyebab dan memperbaiki keadaan jika memungkinkan,
disertai terapi suportif seperti pemberian cairan, dan pemeliharaan tekanan darah.

Transient Global Amnesia


Adalah episode amnesia yang tiba-tiba dalam setiap modalitas, dengan
memori jauh masih intak, terjadi pada usia separuh baya atau tua, berlangsung
dalam beberapa jam, setelah terjadinya serangan pasien bingung dan bertanya
tentang apa yang telah terjadi pada dirinya, sering kali berkaitan dengan penyakit
serebrovaskular, dan kondisi medis episodic seperti kejang.

BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Umur : 71 tahun

30
Pekerjaan :-
Status : Menikah
Alamat : Palangkaraya
Tanggal lahir : 07/02/1975
Suku : Dayak
Agama : Kristen
No.RM : 02.02.52

2. RIWAYAT PSIKIATRIK
- Alloanamnesa dengan ibu dan kakak pasien pada tanggal 07 November
2016, pukul 14.10 WIB di RS Rumkit Bhayangkara Palangkaraya .
- Autoanamnesa dengan pasien pada tanggal 07 November 2016, pukul
14.10 WIB di RS Rumkit Bhayangkara Palangkaraya .

A. KELUHAN UTAMA
Berbicara melantur

B. KELUHAN TAMBAHAN
Badan terasa sakit jika digerakkan, batuk berdahak disertasi sesak
nafas , tidak mau makan sejak 1 hari yang lalu .

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Alloanamnesa dengan ibu dan kakak pasien:
Pasien mulai sulit tidur sejak tanggal 25 Oktober 2016 , disertai
dengan batuk berdahak sejak 2 minggu SMRS . Sesak nafas sejak 3 hari
SMRS , sesak bersifat hilang timbul , tidak sesak saat malam hari. Pasien
mulai tidak mau makan sejak 5 hari yang lalu , Kemudian pasien dibawa
berobat ke dokter dan mendapatkan obat minum. Setelah itu kondisi
pasien tidak membaik . pasien sudah mulai bicara melantur sejak 1 tahun
yang lalu bersamaan dengan keluhan sering lupa. Pasien dalam
kesehariannya sulit untuk beraktivitas , dan sejak 2 tahun yang lalu sudah
mulai lupa dengan keadaan lingkungan sekitarnya , dan sering jika sudah
berpergian lupa untuk jalan pulang .

31
Pasien juga sering ingin berjalan pergi sejak 2 tahun yang lalu, saat
ditanya ingin kemana pasien menjawab yang tidak sesuai dengan
pertanyaan . Pasien masih bisa makan dan mandi apabila disuruh. Sudah
hampir 6 bulan ini pasien sering berbaring dan mengeluhkan badannya
yang kesakitan , nyeri dibadan dirasakan hilang timbul .
Menurut keluarga pasien tidak ada masalah dalam keluarga teman.
Pasien tidak pernah menceritakan permasalahan yang dialami pasien
pada keluarga, Pasien merupakan orang yang bisa bergaul dengan teman
disekitar namun tidak pernah menceritakan masalahnya pada orang lain.

Autoanamnesa:
Pasien sejak 2 minggu ini melantur jika diajak bercerita , saat
ditanya tentang nama masih bisa menjawab jelas namanya , kemudian
ditanya saat ini sedang berada dmana , pasien menjawab asal-asalan .
kemudian jika ditanya tentang berapa jumlah anaknya saat ini pasien
menjawab dengan benar , tapi tidak mengingat semua nama anak-
anaknya .
Pasien mengeluhkan batuk , dan merasakan sakit diperutnya serta
sulit untuk menggerakkan badannya karena kesakitan .

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


- Riwayat penyakit jiwa tidak ada, Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-),
asma (-), sakit keras (-), trauma kepala (-)
E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
1. Riwayat Prenatal dan Antenatal
Lahir di bidan secara normal, lahir dengan berat badan sekitar 3
kg. Bayi dan ibu sehat saat persalinan.

2. Riwayat Masa Bayi dan Kanak-kanak


Denver II

32
Diberi ASI oleh ibunya. Selama masa bayi tidak ada demam ataupun
kejang.
Basic Trust Vs Mistrust (0-1,5 tahun)
Pada umur 1 tahun bayi sering menangis dan digendong oleh ibunya.
Mendapatkan ASI dari Ibu hingga usia 1 tahun. Saat menyusui pasien
sering dibelai Ibu dengan kasih sayang
Autonomy Vs Shame & Doubt (Usia 1,5-3 tahun)
Pasien sering bermain keluar rumah tetapi ibunya melarangnya keluar
sendirian.Pasien dibiarkan bermain oleh ibunya di dalam rumah
namun masih dalam pengawasan ibu.
Initiative vs Guilt (Usia 3-6 tahun)
Pasien memasuki Taman Kanak-Kanak pada saat usia pasien 5 tahun.
Saat usia 5 tahun pasien sudah mandiri, seperti makan, dan mandi
sendiri. Pasien mulai menirukan pekerjaan dan ingin ikut pergi ke
sawah bersama orang tua
Industry Vs Inferiority (Usia 6-12 tahun)
Pada fase ini pasien memiliki kemauan untuk menyelesaikan tugas
dengan sempurna dan menghasilkan sesuatu. Pasien merupakan anak
yang rajin belajar, prestasi di sekolah baik. Pasien tidak pernah tinggal
kelas dan rajin mengerjakan tugas dari sekolah
Identity vs Role Diffusion (Usia 12-20 tahun)
Pasien melanjutkan sekolah SMA dan mulai Pasien mampu bergaul
dengan lingkungannya namun tidak pernah menceritakan masalahnya
pada orang lain.

Riwayat Pendidikan
Pasien mulai bersekolah hingga tamat SMA
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagaipegawai swasta, Saat ini pasien
tidak bekerja .
4. Riwayat Perkawinan

33
Pasien pernah menikah.

F. RIWAYAT KELUARGA
Genogram:

Keterangan :
Laki-laki :
Perempuan :
Penderita :
Keluarga yang menderita hal yang sama dengan pasien :
Meninggal :

Tidak terdapat riwayat keluarga yang mempunyai penyakit serupa dan


gangguan kejiwaan yang lain.

G. RIWAYAT SITUASI SEKARANG


Pasien memiliki 6 orang anak , dan saat ini pasien tinggal bersama
dengan anak kedua .

H. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA


Pasien sadar bahwa dirinya sakit, tapi tidak meminta pertolongan
untuk bantuan medis.

III. STATUS MENTAL


A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pasien datang ke RS Rumkit Bhayangkara Palangkaraya diantar

34
oleh keluarga . Nampak kurang terawat, mengenakan baju terusan
berbahan kain dan celana. Pasien tampak tidak ingin diam sehingga
terus dipegang oleh keluarga.

2. Kesadaran
bingung

3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor


hiperaktif

4. Pembicaraan
Koheren

5. Sikap terhadap Pemeriksa


kurang kooperatif

B. KEADAAN AFEKTIF, PERASAAN EKSPRESI AFEKTIF


KESERASIAN SERTA REAKSI EMOSIONAL
1. Afek (mood) : hipotim
2. Ekspresi afektif : labil
3. Keserasian : appropiate
4. Reaksi emosional
- Stabilitas : labil
- Pengendalian : sulit dikendalikan
- Sungguh-sungguh atau tidak : sungguh-sungguh
- Dalam atau dangkal : dalam
- Skala diferensiasi : baik
- Empati : dapat diraba dan rasakan
- Arus emosi : tidak normal

35
C. FUNGSI KOGNITIF
- Kesadaran : Somnolen
- Orientasi
-Waktu : tidak baik
-Tempat : tidak baik
-Orang : tidak baik
-Situasi : kurang
- Fungsi Konsentrasi : kurang
- Daya Ingat:
- Jangka pendek : kurang
- Jangka panjang : tidak baik
- Segera : terganggu

D. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi
- Auditorik : tidak ada
- Visual : tidak ada
2. Ilusi (-)
3. Depersonalisasi / Derealisasi : ( - )

E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
a. Produktivitas : berbicara spontan, cenderung
logore
b. Kontinuitas : relevan, flight of idea
c. Hendaya berbahasa : tidak ada
2. Isi Pikir
a. Preocupasi :(-)
b. Gangguan pikiran :(-)
Waham : Ada, rasa bahwa pasien berdusta dan
terkena sumpah

36
F. PENGENDALIAN IMPULS
Buruk

G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : baik
2. Uji Daya nilai : baik
3. Penilaian Realita : empati (dapat diraba rasakan), gangguan
persepsi (Sulit Dievaluasi), isi pikir (ada
waham)

H. TILIKAN
Tilikan 4

I. TARAF DAPAT DIPERCAYA


Kurang dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. STATUS INTERNUS
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Gizi : gemuk
Tanda vital : TD = 140/90
N = 100 x/m
RR = 28 x/m
T = 37,1 C
Kepala
Mata : palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya
+/+
Telinga : bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal
Hidung : bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada

37
tumor, kotoran hidung minimal
Mulut : bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak
kering dan tidak pucat, pembengkakan gusi tidak
ada dan tidak mudah berdarah, lidah tidak tremor.
Leher : Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tekanan tidak
meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.

Thoraks
Inspeksi : bentuk dan gerak simetris
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi
- pulmo : sonor
- cor : batas jantung normal
Auskultasi
- pulmo : SP : vesikuler
ST : Ronki (+/+)
- cor : S1 S2 tunggal

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) tidak meningkat

Ekstremitas : akral hangat pada tangan dan kaki, edema tidak ada .
B. STATUS NEUROLOGI
Pemeriksaan N I XII :
I (Olfactorius) : Sulit dinilai , pasien tidak kooperatif
II (Opticus) : Reflek Pupil: Respon Cahaya
Langsung D/S (+/+) Respon Cahaya

38
Konsensual D/S (+/+)
III (Oculomotorius) : Ptosis (-/-), Gerakan Bola Mata D/S
ke segala arah, Pupil 3mm/3mm,
Respon Cahaya Langsung D/S (+/+),
Respon Cahaya Konsensual D/S (+/+)
IV (Troklearis) : Gerakan mata ke lateral bawah D/S
baik, strabismus (-), diplopia (-)
V (Trigeminus) : Sensibilitas baik, motorik baik, reflek
kornea D/S (+/+)
VI (Abdusens) : Gerakan bola mata ke lateral D/S (+/
+)
VII (Fasialis) : asimetris wajah (-), angkat alis (+/+),
memperlihatkan gigi(+)
VIII (Vestibulocochoclearing) : sulit dinilai , pasien tidak kooperatif
IX (Glosofaringeus) & X (Vagus) : pergeseran uvula (-), reflek muntah
(+)
XI (Asesorius) : sulit dinilai , pasien tidak kooperatif
XII (Hipoglosus) : deviasi lidah (-), tremor lidah (-)

Gejala rangsang meningeal : Tidak ada


Gejala TIK meningkat : Tidak ada
Refleks Fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ada

C. HASIL LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 7/11/2016
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hb 13.0 12 -15 g/dL
Ht 42 35 - 49 %
Leukosit 12.000 4.500-11.500/ul

39
Trombosit 216.000 150.000-450.000/ul

Pemeriksaan Foto Thorax tanggal 7/11/2016 :


Rongga berdinding tebal dengan air fluid level pada paru kanan
tengah .
Bercak infiltrat pada paru kiri-kanan
Rongga samar pada paru kiri
Jantung CTR > 55%
Kesan : Abses paru kanan kiri
Bronkopneumoni
Kardiomegali (LVH)

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Alloanamnesa dan Autoanamnesa
Pasien tiba-tiba mulai berbicara melantur sejak 1 tahun yang lalu ,
sering lupa dengan lingkungan sekitar sejak 2 tahun yang lalu .
Pembicaraan yang melantur , dan tidak menjawab pertanyan dengan
jawaban yang sesuai .
Pasien merasa badannya kesakitan dan tidak mau makan serta batuk
berdahak sejak 2 minggu yang lalu .

Status Mentalis:

Kesadaran : bingung, somnolen


Ekspresi afektif : labil
Tilikan : 4

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL


1. Aksis I : Abses paru dd/bronkopnneumoni dengan kardiomegali (LVH)

40
2. Aksis II : tidak ada
3. Aksis III : batuk >2 minggu disertai dengan sesak napas , serta nyeri
diseluruh badan
4. Aksis IV : tidak ada
5. Aksis V : GAF scale 50-41

VII. DAFTAR MASALAH


1. ORGANOBIOLOGIK
Kesadaran somnolen, batuk > 2 minggu , disertai dengan sesak nafas dan
nyeri diseluruh badan .
2. PSIKOLOGIK
Ekspresi afektif labil, Aktivitas psikomotor hiperaktif, dan tilikan derajat 4.
3. SOSIAL/KELUARGA
Tidak ada masalah di keluarga atau sosial

VIII. PROGNOSIS
Diagnosa penyakit : dubia ad malam
Perjalanan penyakit : dubia ad bonam
Ciri kepribadian : dubia ad bonam
Stressor psikososial : dubia ad bonam
Riwayat herediter : dubia ad bonam
Usia saat menderita : dubia ad bonam
Pola keluarga : dubia ad bonam
Pendidikan : dubia ad bonam
Aktivitas pekerjaan : dubia ad bonam
Ekonomi : dubia ad bonam
Lingkungan sosial : dubia ad bonam
Organobiologik : dubia ad malam
Pengobatan psikiatrik : dubia ad bonam
Ketaatan berobat : dubia ad bonam
Kesimpulan : dubia ad bonam

41
IX. RENCANA TERAPI
Terapi umum :
O2 2-4 lpm
Ivfd RL 15 tpm
Nebulizer ventolin 1 amp + NaCl 0,9% 3 cc
Terapi khusus :
Psikofarmaka: Haloperidol 2 x 0.5 mg
Merlopam 2 x 0,5 mg
Psikoterapi : mengajak pasien berbicara dan memberikan semangat
serta ajakan untuk
Religius : mengajak pasien untuk berdoa dan beribadah
Rehabilitasi : sesuai bakat dan minat

Edukasi Keluarga
Konsultasi dengan dokter spesialis paru ,spesialis jantung,spesialis saraf .
CT Scan kepala

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Telah diperiksa seorang wanita berumur 71 tahun yang dirawat di bangsal


RS Rumkit Bhayangkara Palangkaraya dengan diagnosis Abses Paru dextra-
sinistra + Bronkopneumoni dengan Kardiomegali (LVH) dan Gangguan Mental
Organik .
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis diketahui pasien menderita batuk berdahak lebih dari 2 minggu ,
disertai sesak nafas sejak 3 hari SMRS , pada pemeriksaan fisik dijumpai vital

42
sign nadi 100x/i , pernafasan 28x/i , suhu 37,1 oC , pemeriksaan thorax dijumpai
suara pernafasan vesikuler dengan suara tambahan ronki dikedua lapangan paru
kiri-kanan . Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya peningkatan leukosit
12.000 g/dl dan pemeriksaan foto thorax dengan abses paru dextra-sinistra dan
Bronkopneumoni dengan kardiomegali (LVH).
Gangguan mental organik ditegakkan berdasarkan anamnesis bahwa
pasien berusia 71 tahun, sering dan mudah lupa sejak 2 tahun ini baik berupa
waktu, nama-nama orang baik yang baru dan yang telah lama dikenal, alamat,
peristiwa yang baru dan telah lama terjadi yang menunjukkan bahwa pasien
mengalami gangguan memori jangka pendek dan jangka panjang.
Pada kasus ini, gangguan mental organik berupa demensia pada Penyakit
Alzheimer Onset Lambat dan dementia vaskular , pada penyakit alzheimer dengan
yang onsetnya lambat secara klinis terlihat sesudah usia 65 tahun dan biasanya
pada akhir usia 70-an atau sesudahnya, dengan perjalanan penyakit kemerosotan
yang lamban, dan biasanya dengan gangguan daya ingat sebagai gambaran
utamanya. Sedangkan dementia vaskular kemungkinan disebabkan oleh proses
degenerasi otak dan riwayat hipertensi yang merupakan salah satu faktor resiko
demensia karena menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah otak serta adanya
gambaran foto thorax yang menunjukkan adanya kardiomegali(LVH) , tidak
menutup kemungkinan bahwa gejala yang dialami, menjadi bertambah berat,
sesuai dengan teori bahwa demensia berhubungan dengan infark pembuluh darah
otak.
Penatalaksanaan umum pada pasien ini yaitu O2 2-4 lpm ,IVFD RL 15
tpm Nebulizer ventolin 1 amp + NaCl 0,9% 3 cc , terapi khusus berupa
psikoterapi haloperidol 2x0,5 mg , dan merlopam 2x0,5 mg . serta rencana untuk
dilakukannya CT Scan kepala , dan konsultasi dengan spesialissaraf,jantung , dan
paru .
Penatalaksanaan non farmakologis pada penderita demensia antara lain
program aktivitas harian penderita (kegiatan harian yang teratur dan sistematis,
misalnya aktivitas fisik yang baik, melaksanakan Latih, Ulang, Perhatikan dan
asosiasi), serta orientasi realitas (penderita diingatkan akan waktu dan tempat, beri

43
tanda khusus untuk suatu tempat tertentu).

BAB V
KESIMPULAN

Gangguan mental organik telah didefinisikan sebagai suatu gangguan


patologi yang jelas, contohnya tumor otak, penyakit serebrovaskular, intoksikasi
obat. Suatu bagian yang disebut gangguan mental organik dalam DSM IV yaitu,
delirium, demensia, gangguan amnestik gangguan kognitif lain, dan gangguan
mental karena suatu kondisi medis umum.
Gangguan mental organic diteggakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan
fisik , dan pemeriksaan penunjang . Untuk penatalaksanaan berupa terapi umum

44
dan terapi khusus (psikoterapi) serta edukasi terhadap keluarga penderita .
Pada kasus ini, gangguan mental organik berupa demensia pada Penyakit
Alzheimer Onset Lambat dan dementia vaskular .

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Pocket Handbook of Clinical
Psychiatry, 3th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2001.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry, 9th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2003.
3. Pedoman Penggolongan dan Gangguan Jiwa di Indonesia III, Departmen
Kesehatan, edisi 1, 1993.

45
46

Anda mungkin juga menyukai