Anda di halaman 1dari 16

HEPATITIS

Hepatitis adalah suatu peradangan pada hati (liver). Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat-obatan,
termasuk obat tradisional. Virus hepatitis juga ada beberapa jenis, hepatitis A, hepatitis B, C, D, E, F dan G. Manifestasi penyakit hepatitis
akibat virus bisa akut (hepatitis A) dapat pula hepatitis kronik (hepatitis B,C) dan adapula yang kemudian menjadi kanker hati (hepatitis B
dan C).

Etiologi dan Epidemiologi

Hepatitis A
Virus Hepatitis A (HAV) merupakan virus RNA berdiameter 27 nm, yang dapat dideteksi dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase
preikterik. Sewaktu timbul ikterik, antibodi terhadap HAV dapat diukur dalam serum. Mula-mula antibodi IgM anti HAV meningkat dengan
tajam, kemudian IgG anti HAV menjadi dominan yang menunjukkan penderita pernah mengalami infeksi HAV.

HAV ditularkan melalui oral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi. Epidemi dapat timbul pada: pusat yang sangat padat,
seperti pusat perawatan dan rumah sakit jiwa, pelancong yang jalan-jalan ke daerah endemik, seperti Asia Tenggara, Afrika Utara, Timur
Tengah.

Penularan ditunjang oleh sanitasi yang buruk, kesehatan pribadi yang buruk, perilaku seksual yang sering berganti pasangan.

Masa inkubasi virus ini adalah 28 hari. Masa infektif tertinggi adalah pada minggu ke-2 segera sebelum timbulnya ikterus.

Seringkali infeksi hepatitis A yang pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu,
rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang
yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke
hepatitis kronik.

Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yg panjang
diperlukan suntikan vaksin beberapa kali.

Hepatitis B
Virus hepatitis B (HBV) adalah virus DNA bercangkang ganda, ukuran 42 nm. Ada beberapa penanda serolgik untuk identifikasi HBV;
Antigen permukaan (HbsAg) dulu disebut antigen australia (HAA) positif pada 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis, biasanya
menghilang pada masa konvalesen dini tetapi dapat bertahan selama 4-6 bulan disebut pembawa HBV. Juga dapat menandakan
penderita dapat menularkan HBV ke orang lain dengan menginfeksi mereka.

Petanda antibodi terhadap antigen inti (anti Hbc) tidak terdeteksi secara rutin dalam serum penderita infeksi HBV karena teletak di dalam
kulit luar HbsAg. Dapat terdeteksi segera setelah gambaran klinis hepatitis muncul dan menetap untuk seterusnya. Juga merupakan
petanda kekebalan yang didapat dari infeksi HBV (bukan divaksinasi).

Antibodi IgM anti HBc terlihat dini selama terjadi infeksi dan bertahan selama lebih dari 6 bulan. Antibodi ini untuk mendeteksi infeksi baru
atau infeksi yang telah lewat. Predominan antibodi IgG anti HBc menunjukkan kesembuhan dari HBV di masa lampau (6 bulan) atau infeksi
HBV kronik.

Antibodi terhadap antigen permukaan (anti HBs)timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan kekebalan jangka
panjang. Setelah vaksinasi, kekebalan dinilai dengan mengukur kadar antibodi anti HBs.

Antigen e- HbeAg timbul bersamaan atau segera setelah HbsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HbsAg menghilang).

Selalu ditemukan pada semua infeksi akut, menunjukkan adanya replikasi virus dan bahwa penderita dalam keadaan sangat menular. Jika
menetap maka disebut infeksi replikasi kronik. Antibodi terhadap HbeAg (anti Hbe) muncul pada semua infeksi HBV dan berkaitan dengan
hilangnya virus-virus yang bereplikasi dan berkurangnya daya tular.

Infeksi HBV merupakan penyebab utama dari hepatitis akut dan kronik, sirosis, dan kanker hati. Cara utama penularannya melalui
parenteral dan menembus membran mukosa terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasinyaa 120 hari. HbsAg dapat ditemukan
pada cairan tubuh yang terinfeksi, seperti darah, semen, saliva, air mata, ascites, air susu ibu, kemih, dan feses. Resiko tinggi terkena HBV
yaitu;
Imigran dari daerah endemik HBV
Orang-orang yang memakai bat melalui IV yang sering bertukar jarum suntuk
Melakukan hubungan seksual dengan banyak orang atau orang yang terinfeksi
Pria homoseksual yang aktif secara seksual
Pasien di institusi mental
Narapidana pria
Pasien hemodialisis & penderita hemofilia yg menerima bahan-bahan dari plasma
Kontak serumah dengan pembawa HBV
Pekerja social dalm bidang kesehatan terutama jika pekerjaannya banyak berkontak dengan darah
Bayi baru lahir & ibu yg terinfeksi dapat terinfeksi selama / segera setelah lahir

Gejalanya mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam.
Penularan dapat melalui jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia.
Hepatitis C (HCV)
Merupakan virus RNA kecil terbungkus lemak, dismeternya 30-60 nm. Ditularkan secara parenteral dan kemungkian melalui kontak seksual.
Masa inkubasinya 15-160 hari, rata-rata selama 30 hari.

Hepatitis D (HDV delta)


Merupakan virus RNA berukuran 35 nm, membutuhkan HBsAg untuk berperan sehingga lapisan luar partikel yang menular, sehingga hanya
penderita HBsAg+ dapat tertular HDV. Penularannya melalui serum. Masa inkubasinya 2 bulan. HDV timbul dengan 3 keadaan klinis;
koinfeksi dengan HBV, superinfeksi pembawa HBV, hepatitis fulminan.

Hepatitis E
Merupakan virus RNA kecil, diameternya 32-34 nm. Ditularkan melalui jalan fekal-ral. Masa inkubasi 6 minggu. Gejala mirip hepatitis A,
demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri (self-limited), kecuali bila terjadi pada
kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan.

Hepatitis F
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.

Hepatitis G
Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun
hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah jarum suntik.

Patologi
Pada kasus yang klasik, ukuran dan warna hati tampak normal. Kadang-kadang sedikit edema, membesar, dan berwarna seperti empedu.
Secara histologik, susunan hepatselular menjadi kacau, cedera, dan nekrosis sel hati, peradangan perifer.

Gambaran Klinis
Hepatitis anikterik subklinik, sering pada HAV dan penderita mengira menderita flu.
Gejala prodormal, berlangsung selama seminggu atau lebih sebelum timbul ikterus. Gambaran klinisnya; malaise, anoreksia, sakit
kepala, demam derajat rendah, hilangnya nafsu makan, atralgia, artritis, urtikaria, ruam kulit sementara, glomerula nefritis, perasaan
tidak nyaman di kuadran kanan atas karena peregangan kapsula hati
Fase ikterik dan awitan ikterik. Berlangsung selama 4-6 minggu. Biasanya penderita merasa lebih sehat, nafsu makan kembali dan
demam mereda, sementara kemih menjadi gelap dan feses memucat, hati membesar dan ditemukan limfadenopati yang nyeri.
Kelainan biokimianya meliputi AST dan ALT meningkat yang mendahului awitan ikterus 1 minggu atau 2 minggu. Pemeriksaan kemih
menunjukkan adanya bilirubin dan kelebihan urobilinogen. Bilirubinuria memetap selama penyakit berlangsung, namun urobilinogen
kemih akan menghilang untuk sementara waktu bila ada fase obstruksi yang disebabkan oleh kolesterol. Selanjutnya dapat timbul
urobilinogen kemih sekunder.
Fase ikterik menunjukkan hiperbilirubinemia <10 mg/100ml, kadar fosfatase alkali normal atau sedikit meningkat. Leoksitosis ringan,
waktu protrombin memanjang, HBsAg ditemukan dalam serum selama fase prodomal.
Pada kasus yang tidak berkomplikasi, penyembuhan dimulai 1 minggu atau 2 minggu, setelah awitan ikterus, dan berlangsung selama
2-6 minggu.

Komplikasi
1. Hepatitis fulminan
Dicirikan dengan gelaja gagal hati akut, yaitu penciutan hati, kadar bilirubin serum meningkat cepat, waktu protrombin memanjang,
kma hepatikum. Tidak sering menjadi komplikasi HCV dan amat jarang menyertai HAV.
2. Hepatitis kronik persisten
adalah perjalanan penyakit yang memanjang hingga 4-8 bulan. Dapat kambuh karena minum alkohol, aktivitas yang berlebih, biasanya
dengan tirah baring akan diikuti kesembuhan.
3. Hepatitis agresif / kronik aktif
Terjadi kerusakan hati seperti degragasi (piece meal) dan perkembangan sirosis. Terapi kortikosteroid dapat memperlambat perluasan
cedera hati, namun prognosis buruk, kematian terjadi dalam 5 tahun akibat gagal hati atau komplikasi sirosis. Obat-obatan yang
terlibat dalam patogenesisnya antara lain alfa-metildopa (aldonex), isoniazid, sulfonamida, aspirin.
4. Karsinoma hepatoseluler
Penyebab utamanya infeksi HBV kronik dan sirosis hepatis.

KLASIFIKASI LAINNYA

HEPATITIS AKUT
Adalah penyakit infeksi akut dengan gejala utama berhubungan erat dengan adanya nekrosis pada hati, dapat disebabkan virus hepatitis A,
B, C dan virus-virus lain.

Manifestasi klinis
stadium praikterik (4-7 hari) sakit kepala, lemah, anreksia, mual, muntah, demam, nyeri otot, nyeri perut kanan atas, urin lebih coklat
stadium ikterik (3-6 minggu) ikterus awalnya di sklera, kemudian di seluruh tubuh. Keluhan berkurang tapi pasien masih lemah,
anoreksia, dan muntah. Tinja kelabu/ kuning muda serta hati membesr dan nyeri tekan
stadium pascaikterik (rekonvalesensi) ikterus mereda, warna urin dan tinja kembali normal. Penyembuhan pada anak-anak biasanya
pada akhir bulan ke 2, lebih cepat dari orang dewasa
Klasifikasi
a. hepatitis inapparent tidak ditemukan gejala. Hanya diketahui bila dilakukan pemeriksaan faal hati dan biopsi (serum transaminase
meningkat)
b. hepatitis anikterik keluhan ringan dan samar-samar (anoreksia dan gangguan pencernaan). Pemeriksaan lab menunjukkan
hiperbilirubinemia ringan dan bilirubinuria.Urin seperti teh tua & bila dikocok memperlihatkan busa kuning kehijauan
c. hepatitis akut ikterik paling sering terjadi. Perjalanannya jinak & sembuh dalam 8 mgg
d. hepatitis fulminan terdapat gangguan nefrologi, fetor hepatik, muntah persisten, demam dan ikterus hebat dalam waktu singkat.
Pada pemeriksaan ditemukan hati mengecil, purpura, dan perdarahan saluran cerna. Prognosisnya jelek, kematian bisa terjadi dalam
7-10 hari
e. hepatitis persisten penurunan bilirubin dan transaminase terjadi perlahan-lahan, lemah, cepat lelah meski nafsu makan membaik.
Pekerjaan fisik memperburuk hasil pemeriksaan fall hati. Sembuh sempurna dalam 1-2 tahun
f. hepatitis subakut / submassive hepatitic necrosis peningkatan fosfatase alkali daln klesterol dalam serum, ikterus dalam waktu lama.
Pasien sembuh dalam 12 bulan
g. hepatitis kolongitik ikterus hebat, disertai pruritus selam lebih dari 4 minggu. Pasca hepatitis keluhan bersifat subjektif, antara lain
anoreksia, lemah, perasaan tidak enak di perut, berat badan naik

Penatalaksanaan
istirahat pada periode akut dan keadaan lemah harus cukup istirahat meski tidak mutlak mempercepat penyembuhan
diet jika pasien mual, muntah, tidak nafsu makan berikan infus. Jika sudah tidak mual diberi makanan cukup kalori (30-35
kalori/kgBB) dengan protein cukup (1 g/kgBB). Pemberian lemak tidak perlu dibatasi
medikamentosa
- kortikosteroid diberikan pada kolestasis berkepanjangan (transaminase normal, bilirubin meningkat) prednison 3x10 mg
selama 7 hari kemudian dilakukan tappering off. Gunanya tidak untuk mempercepat penurunan bilirubin darah
- obat yang bersifat melindungi hati
- vitamin K diberikan pada kasus kecenderungan perdarahan
- jangan diberikan anti emetik. Jika perlu sekali berikan fenotiazin

HEPATITIS KRONIK
Hepatitis kronik ialah suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macan etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat
peradangan dan nekrosis pada hati yang berlangsung terus menerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6 bulan.

Sirosis hati merupakan stadium akhir hepatitis kronik dan irreversibel yang ditandai oleh fibrosis yang luas dan menyeluruh pada jaringan
hati disertai dengan pembentukan nodulus sehingga gambaran arsitektur jaringan hati yang normal menjadi sukar dikenal lagi.

Pengenalan jenis dan etiologi hepatitis kronik amat penting karena akan menentukan perjalanan penyakit, pengelolaan dan prognosisnya.
Etiologi hepatitis kronik biasanya diketahui berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan biokimiawi dan serologis. Pada sebagian besar
hepatitis kronik, pengobatan yang tepat akan memperbaiki prognosisnya, di samping ada pula jenis yg tdk memerlukan pengobatan.

Etiologi
Dikenal 4 kelompok etiologi hepatitis kronik :
infeksi virus
- virus hepatitis B, C, dan D
- virus lain (sitomegalo, Epstein-Barr dan rubella)
penyakit hati autoimun
obat : metildopa, isoniazid, aspirin, nitrofurantoin, oksifenisatin
kelainan genetik
- penyakit Wilson
- defisiensi L1
Klasifikasi
Ada 2 bentuk hepatitis kronik:
a. hepatitis kronik persisten prognosis baik dan dapat sembuh sempurna. Diagnosis pasti dengan biopsi dan gambaran PA
b. hepatitis kronik aktif umumnya berakhir dengan sirosis hepatis. SGOT dan SGPT naik turun dan tidak stabil

Penatalaksanaan
pemberian interferon (IFN) yaitu protein selular stabil dalam asam yang diproduksi oleh sel tubuh kita akibat rangsangan virus atau
induksi beberapa mikroorganisme, asam nukleat, antigen, nitrogen, dan polimer sintetik. IFN punya efek antivirus, imunomodulasi, dan
anti proliferatif.
Pada hepatitis B, tujuan pemberian IFN adalah menghambat replikasi virus hepatitis B, menghambat nekrosis sel hati karena radang
dan mencegah transformasi malina sel hati. Dosis untuk hepatitis kronik aktif adalah 5-10 MU/m 2/hari selama 3-6 bulan atau IFN
limfoblastoid 10 MU/m2 3 kali seminggu selama 3 bulan lebih.
Pada hepatitis C, tujuan pemberian IFN adalah mengurangi gejala, megusahakan perbaikan parameter kimiawi, mengurangi
peradangan dalam jaringan hati, menghambat progresi histopatologi, menurunkan infektivitas, menurunkan resiko terjadinya
hepatoma dan memperbaiki harapan hidup. Dosis IFN alfa 3x3 juta unit/minggu selama 6 bulan. Dapat terjadi kekambuhan singkat
beberapa bulan setelah obat dihentikan selama kurang dari 3 bulan.

SIROSIS HEPATIS
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pembentukan
jaringan ikat saja seperti pada payah jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukan nodul saja seperti pada sindrom Felty dan
transformasi nodular parsial bukanlah suatu sirosis hati.
Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan
nodul tersebut.

Etiologi dan Klasifikasi


Klasifikasi berdasarkan etiologinya, antara lain:
hepatitis virus tipe B dan C
alkohol
metabolik
Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM, penyakit
penimbunan glikogen.
kolestasis kronik/sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik
obstruksi aliran vena hepatik
- Penyakit veno oklusif
- Sindrom Budd Chiari
- Perikarditis konstriktiva
- Payah jantung kanan
gangguan imunologis
Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif
toksik dan obat (MTX, INH, Metildopa)
operasi pintas usus halus pada obesitas
malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis (biasanya ada hubungan dengan etiologi lain)
etiologi tanpa diketahui penyebabnya

Sirosis yang tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik / heterogenous. Ada yang mendapatkan kekerapan sekitar 50%, di
Inggris 30%. Di Perancis di mana alkoholisme sebagai etiologi banyak dijumpai, angka kriptogenik menurun. Juga di negara di mana faktor
etiologi telah diketahui seperti infeksi hepatitis viral dengan serologik marker, angka kejadian kriptogenik akan menurun.

Epidemiologi
Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsy sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di Barat. Angka kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak
menderita sirosis dari wanita (2-4,5 : 1), terbanyak didapat pada dekade ke-lima. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dari 19.914 pasien
yang dirawat di bagian Penyakit Dalam, didapatkan 1128 pasien penyakit hati (5%). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 819 pasien
sirosis hati (72,7%). Perbandingan pria dan wanita 2,2 : 1. dari hasil biopsi ternyata kekerapan sirosis mikro dan makronodular hampir sama
(1,6 : 1,3).

Patogenesis
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas
(hepatoselular), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel
hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel retikulum
penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau
porta dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh
hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi
prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis
dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada
daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis aerah periportal, pada sirosis alkohoik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limosit T dan makrofag menghasilkan
limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.
Septal aktif ini berasal dari daerah porta mnyebar ke parenkim hati. Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi:
Tipe I: lokasi daerah sentral
Tipe II : sinusoid
Tipe III: jaringan retikulin (sinusoid, porta)
Tipe IV: membran basal
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada fetus banyak tipe III, sedang pada usia lanjut tipe I.
Pada sirosis, pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular, juga asidosis laktat merupakan faktor perangsang.

Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa mekanisme terjadinya sirosis hati bisa secara :
- mekanik
- imunologis
- campuran

Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan
pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Jadi fibrosis pasca
nekrotik adalah dasar timbulnys sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati,
nekrosis/nekrosis bridging dengan melalui hepatitis khronik sgresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini
memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang
berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati.

Manifestasi Klinis
Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang
masih berjalan bersamaan dengan sirosis hati yang telah terjadi. Dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan hepatitis kronik
aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini).

Fase kompensasi sempurna


Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau bisa saja keluhan samar-samar tidak khas seperti pasien merasa tidak bugar/fit,
merasa kurang kemampuan kerja, selera makan berkurang, perasaan perut gembung, mual, kadang mencret atau konstipasi, berat badan
menurun, kelemahan otot dan perasaan cepat lelah akibat deplesi protein atau penimbunan air di otot. Berat badan menurun,
pengurangan massa otot terutama mengurangnya massa otot daerah pektoralis mayor.
Keluhan dan gejala tersebut di atas tidak banyak bedanya dengan pasien hepatitis kronik aktif tanpa sirosis hati dan tergantung pada
luasnya kerusakan parenkim hati. Kadang kala pasien ditemukan menderita sirosis sewaktu pemeriksaan rutin medis. Pada beberapa kasus
bahkan tidak terdiagnosis selama hidupnya dan baru diketahui sewaktu dilakukan autopsi.

Fase dekompensasi
Pasien sirosis hati dalam fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hopertensi portal dengan manifestasu seperti eritema palmaris,
spider nevi, vena kolateral pada dining perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat
mungin disebabkan proses penyakit yang berlanjut atau transformasi ke arah keganasan hati, di mana tumor akan menekan saluran
empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intrahepatik. Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembekuan darah seperti
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, atau haid berhenti. Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder
atau keadaan aktivitas sirosis itu sendiri.
Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis, hematemesis dan melen atau melena saja akibat perdarahan varises esoagus.
Perdarahan bisa masif dan menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain sirosis datang dengan gangguan kesadaran
berupa enselopati bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.

Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia atau serologi marker
dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, USG. Pada
kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati/peritenoskopi. Sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati
dini.
Penegakkan diagnsis sirosis hati dekompensasi dapat dilakukan dengan memformulasikan 5 dari 7 tanda di bawah ini:
asites
splenomegali
perdarahan varises (hematemesis)
albumin yang merendah
spider nevi
eritema palmaris
vena kolateral

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium
Darah Anemia normokrom normositer, hipokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer, disertai leukopenia dan
trombositopenia
Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT / SGPT) akibat dari kebocoran sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis
inaktif
Albumin dan globulin serum Perubahan fraksi protein yang paling sering terjadi pada penyakit hati adalah penurunan kadar albumin
dan kenaikan kadar globulin akibat peningkatan globulin gamma
Penurunan kadar CHE (colinesterase) kalau terjadi kerusakan sel hati
Pemeriksaan kadar elektrolit, penting pada penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet
Pemanjangan masa protrombin, menunjukkan penurunan fungsi hati
Peningkatan gula darah, menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen
Pemeriksaan marker serologi petanda virus seperti HBsAg/HBsAb, HBeAg/HbeAb, HBv DNA penting untuk menentukan etiologi sirosis
hepatis
Pemeriksaan alfa feto protein (AFP).Bila terus meninggi atau >500-1.000 maka telah terjadi transformasi ke arah keganasan terjadi
kanker hati primer (hepatoma)

Pemeriksaan fisik
Hati biasanya membesar pada awal sirosis, bila hati mengecil artinya prognosis kurang baik. Konsistensi hati biasanya kenyal, tepi
tumpul dan nyeri tekan
Splenomegali
Ascites dan vena kolateral di perut dan ekstra abdomen
Manifestasi di luar perut : Spider nevi di tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medusae
Pemeriksaan penunjang lainnya
ultrasonografi (USG)
pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium utk melihat varises esofagus
pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan
pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras
CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP)

Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung dari derajat kegagalan hati dan hipertensi portal. Bila hati masih dapat mengkompensasi kerusakan yang terjadi
maka penderita dianjurkan untuk mengontrol penyakitnya secara teratur, istirahat yang cukup, dan melakukan diet sehari-hari yang tinggi
kalori dan protein disertai lemak secukupnya. Dalam hal ini bila timbul komplikasi maka hal-hal berikut harus diperhatikan.
Pada ensefalopati pemasukan protein harus dikurangi. Lakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian kalium pada hipokalemia,
pemberian antibiotik pada infeksi, dan lain-lain.
Apabila timbul asites lanjut maka penderita perlu istirahat di tempat tidur. Konsumsi garam perlu dikurangi hingga kira-kira 0.5 g per hari
dengan botol cairan yang masuk 1.5 1 per hari. Penderita diberi obat diuretik distal yaitu Spronolakton 4x25 g per hari, yang dapat
dinaikkan sampai dosis total 800 mg perhari. Bila perlu, penderita diberikan obat diuretik loop yaitu Furosemid dan dilakukan koreksi kadar
albumin di dalam darah
Pada pendarahan varises esofagus penderita memerlukan perawatan di rumah sakit
Apabila timbul sindroma hepatorenal yaitu terjadinya gagal ginjal akut yang berjalan progresif pada penderita penyakit hati kronis dan
umumnya disertai sirosis hati dengan asites maka perlu perawatan segera di rumah sakit. Keadaan ini ditandai dengan kadar urea yang
tinggi di dalam darah (azotemia) dan air kencing yang keluar sangat sedikit (oliguria)

Komplikasi
Peritonitis bacterial spontan infeksi cairan asites oleh bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya tanpa
gejala, demam, nyeri abdomen
Sindrom hepato renal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan
organic ginjal
Ensefalopati hepatic kelainan neuropsikiatrik akibat disungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia & hipersomnia),
berlanjut sampai koma
Sindrom hepatopulmonal

NON ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE

Non alkoholic fatty liver disease (NAFLD) didefenisikan sebagai adanya proses infiltrasi perlemakan sebesar 5-10 % pada liver. Klasifikasi
tahapan kejadian penyakit ini antara lain simple fatty liver (steatosis tanpa kerusakan liver), non alcoholic steatohepatitis (steatosis dengan
inflamasi), dan fibrosis/sirosis. NAFLD merupakan penyebab umum kejadian penyakit liver kronik di beberapa negara. 1 NAFLD diartikan
juga sebagai gangguan makrovesikular hepatik steatosis tanpa riwayat konsumsi alkohol. 3 NAFLD merupakan manifestasi metabolic
syndrome yang terlihat pada liver.4

Insidensi
Fatty liver disease menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak saat ini. Diperkirakan berdasarkan hasil radiologi dan pemeriksaan
autopsi 20-30 % usia dewasa di Amerika Serikat dan negara barat terjadi akumulasi lemak dalam liver. 1 NAFLD merupakan problem
kesehatan di seluruh belahan dunia dengan jumlah kasus mengenai 70 juta orang dewasa di Amerika Serikat (30 % populasi usia dewasa). 3
Berdasarkan hasil survey melalui USG, prevalensi NAFLD pada populasi benua Asia bervariasi antara 5-40 %.Prevalensi NAFLD di Indonesia
melalui satu studi memperoleh hasil angka kejadian sebesar 30 % di mana obesitas merupakan faktor resiko tertinggi. 6

Etiologi

Etiologi NAFLD :
1. Alkohol
Sampai saat ini belum ada batasan pasti konsumsi alkohol yang memberikan gambaran NAFLD. Banyak pusat kesehatan yang membuat
acuan konsumsi 20-40 gram etanol pada laki-laki dan 20 gram pada perempuan per hari dapat memberikan efek NAFLD. Beberapa pusat
lainnya mengambil acuan 10 gram / hari. Pada kasus NASH diketahui bahwa konsumsi 20 gram alkohol / hari dapat memberikan efek.
2. Insulin resistance (Syndrome X, Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertriglyseridemia, Hipertensi, Lipoatrophy, Mauriac syndrome)
3. Kelainan metabolisme lemak (Abetalipoproteinemia, Hypobetalipoproteinemia, Andersens disease, Weber-Christian syndrome)
4. Nutrisi total parenteral
5. Kehilangan berat badan (Jejunoileal bypass, Gastric bypass, Kelaparan)
6. Iatrogenik/drugs
7. Refeeding syndrome
8. Toksik

Etiologi steatosis :1
1. Nutrisi (didominasi mascrovesicular steatosis)
- Malnutrisi protein-kalori
- Starvasi (kelaparan)
- Nutrisi total parenteral
- Kehilangan berat badan dalam waktu cepat
- Pembedahan bariatrik
2. Obat-obatan
Di bawah ini adalah beberapa obat yang dapat memproduksi inflamasi. Steatosis terinduksi obat-obatan (kortikosteroid) atau sirosis
(methotrexate dan amiodarone).
Glukokortikoid, Estrogen sintesis, Aspirin, Calcium-channel blockers , Amiodarone (hepatic phospholipidosis), Tamoxifen, Tetracycline,
Methotrexate, Perhexiline maleate (hepatic phospholipidosis), Valproic acid, Cocaine, Antiviral drugs
3. Kelainan metabolik atau genetik (Lipodystrophy, Dysbetalipoproteinemia, Weber-Christian disease, Wilsons disease, Wolmans disease,
Cholesterol ester storage disease, Acute fatty liver akibat kehamilan)
4. Other (Inflammatory bowel disease, Small bowel diverticulosis with bacterial overgrowth, Human immunodeficiency virus infection,
Environmental hepatotoxins, Phosphorus, Petrochemicals, Toxic mushrooms, Organic solvents, Bacillus cereus toxins)

Patofisiologi
Patogenesis NAFLD sampai saat ini belum jelas, baik faktor nature (kontrol genetika untuk respon inflamasi) maupun nuture (penyebab
epigenetik stress oxidative / inflamasi dan life style). Terdapat hipotesa dua penyebab kejadian NAFLD. Pada tahap awal akumulasi asam
lemak mengarah pada kejadian steatosis. Perkembangan steatosis berhubungan dengan obesitas, keberadaan sel adiposa pada abdomen,
dan resistensi insulin. Steatosis berpengaruh pada kerusakan hepar pada tahapan kedua, dengan gambaran nekrosis, inflamasi, dan
fibrosis.
Tingkat progresivitas NAFLD
1. Fatty liver
2. Steatohepatitis
3. Steatohepatitis dengan fibrosis
4. Sirosis
Literatur menjelaskan adanya teori Two Hits yang menjelaskan tentang kejadian NAFLD :
1. The first hit : peningkatan akumulasi trigliserida ketika penghancuran dan pengeluaran dari liver yang merusak hepatosit.
2. The second hit : oksidatif stress menyebabkan lipid peroksidasi yang disebut Reactive Oxigen Species (ROS) beserta respon
inflamasi. Meliputi mediator-mediator imunitas dan adipocite : tumor necrosis factor alpha, interleukin IL-1 dan IL-6,
adipocytocines faktor transkripsi, dan kinase.

Klasifikasi
Pada tahun 1999, peneliti memperkenalkan sistem klasifikasi 4-tiered Matteoni system untuk menggambarkan NASH :
Kelas 1: Steatosis sederhana tanpa inflamasi atau fibrosis
Kelas 2: Steatosis dengan inflamasi lobular tanpa fibrosis
Kelas 3: Dijumpai ballooned hepatocytes
Kelas 4: Dijumpai Mallorys hyaline atau fibrosis
Pada kelas 3 dan 4 NAFLD sudah mulai mengarah ke NASH dengan mulai ditemukannya fibrosis atau perkembangan ke arah sirosis dengan
kemunculan ballooned hepatocytes dan Mallorys hyaline.1 Kontroversi terjadi pada kelas 2 di mana dijumpai umum pada laki-laki dengan
normal BMI dan tergolong benign.
Klasifikasi lainnya oleh Brunt et al menggunakan 10 penilaian yang terukur terpisah : hepatic macrovesicular steatosis, hepatocellular
ballooning, intra-acinar inflammation, portal tract inflammation, Mallorys hyaline, acidophil bodies, glycogen nuclei, lipogranulomas, dan
hepatocellular iron. Dengan penilaian 3 parameter : perisinusoidal fibrosis,portal fibrosis, dan bridging fibrosis.

Klasifikasi NAFLD menurut Brunt et al


Macrovesicular steatosis Grade 0: None
Grade 1: Up to 33%
Grade 2: 33%66%
Grade 3: .66%
Necroinflammatory activity Grade 1: Mild
Steatosis up to 66%, occasional ballooned hepatocyte (mainly zone III), scattered intra-acinar
neutrophils (PMN) lymphocytes, no or mild portal inflammation
Grade 2: Moderate
Steatosis of any degree, obvious zone III ballooning degeneration, intra-acinar PMNs, zone III
perisinusoidal
fibrosis may be present, mild to moderate, portal and intra-acinar inflammation
Grade 3: Severe
Panacinar steatosis, widespread ballooning, intra-acinar inflammation, PMNs associated with
ballooned hepato-
cytes, mild to moderate portal inflammation
Staging Stage 1: Zone III perisinusoidal/pericellular fibrosis, focally or extensively present
Stage 2: Zone III perisinusoidal/pericellular fibrosis with focal or extensive periportal fibrosis
Stage 3: Zone III perisinusoidal/pericellular fibrosis and portal fibrosis with focal or extensive
bridging fibrosis
Stage 4: Cirrhosis

Diagnosis
Penegakan diagnosis Non alkoholic fatty liver disease (NAFLD) berdasarkan pemeriksaan noninvasif dan invasif, biopsi liver merupakan
pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil terbaik. 1 Hepatic statosis merupakan kelainan NAFLD derajat terendah. Umunya vesikel
lemak berukuran makro maupun mikro, trigliserida, berakumulasi di dalam hepatosit tanpa menyebabkan inflamasi liver, kematian sel,
maupun jaringan parut. Pada steatohepatitis (NASH, non alcoholic steatohepatitis ) di mana mulai terjadi kerusakan hepar dalam tingkat
intermediate dan tampak inflamasi hepatik fokal dan kematian dan nekrosis hepatosit. 1
Diagnosis lengkap untuk penyakit fatty liver berdasarkan pemeriksaan histologi meliputi grade (severity) ; tingkat derajat keparahan dan
staging ; tingkat fibrosis disesuaikan dengan klinis yang tampak.

1. Anamnesis
Obesitas merupakan kelainan yang sering ditemukan tanpa adanya tanda dan gejala pathognomonik yang dikeluhkan (menyertai 30-
100 % kasus).1 Faktor resiko NAFLD dan metabolic syndrom di antaranya :4
Usia. Sekitar 44 % populasi di Amerika Serikat berusia di atas 50 tahun memiliki faktor resiko lebih akibat penambahan berat
badan, penurunan aktivitas fisik, dan efek hormonal.4,5
Obesitas. Peningkatan lingkar lengan dan central adiposity berhubungan kuat dengan kejadian.
Physical inactivity meningkatkan central adiposity, menurunkan level kolesterol high density lipoprotein (HDL).
Gender. Perempuan umumnya memiliki resiko atas MetS melebihi laki-laki, umumnya setelah menopause. Perubahan hormonal
changes rendahnya testosterone dan sex hormone binding globulin (SHBG), growth hormone (GH) dan peningkatan level
glucocorticoid berhubungan dengan peningkatan resiko MetS.
Stress - psikis, emosi, dan stress psikososial dapat mendasari MetS, hal ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hypothalamic-
pituitaryadrenal (HPA) axis.
Etnik etnik Asian Selatan beresiko tertinggi untukperkembangan MetS.
Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) - Peripheral insulin resistance dengan kompensasi hiperinsulinaemia sering dijumpai pada
PCOS. PCOS umumnya, walaupun tidak selalu, berhubungan dengan obesitas dan intoleransi glukosa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada 50 % kasus ditemukan adanya hepatomegali. Pada jumlah kecil dijumpai adanya stigmata umumnya spider nevi dan erithema
palmaris diikuti kelainan liver kronik berupa ikterik, edema, asterixis, dan tanda-tanda hipertensi portal pada tingkat sirosis. 1
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan serum gamma glutamyltransferase (GGT), mean corporus volume, aminotransferase, aminotransferase
(AST)/alanine aminotransferase (ALT) ratio, level AST pada mitokondria, dan level transferin. Sayangnya pemeriksaan ini masih
kurang spesifik dan sensitif serta tidak memberikan gambaran etiologi diagnosis.1
Peningkatan enzim aminotransferase bernilai 1,5-4 kali dari nilai normal tapi tidak dapat dijadikan faktor prediksi. Nilai ALT tidak
berhubungan dengan tingkat steatosis atau fibrosis, dan pada pasien NAFLD enzim liver dapat berada dalam batasan normal.
Walaupun nilai ALT lebih tinggi daripada nilai AST, di mana AST normalnya dapat lebih tinggi daripada ALT, umunya dengan
ditemukannya sirosis dan berhubungan dengan alkohol. Nilai rasio AST/ALT tidak pernah > 2 pada kasus NAFLD. Umunya nilai ALT
dalam kisaran normal. Masih terdapat perdebatan perbedaan nilai laki-laki dengan perempuan serta pemeriksaan ALT
dengan/tanpa AST. 1
Walaupun nilai GGT dapat meningkat, hanya terdapat sedikit data tentang frekuensi kenaikan. Tingkat kenaikan dijumpai lebih
sedikit pada kasus kerusakan liver akibat alkohol. Peningkata nilai alkalin fosfatase bervariasi hingga dua kali batasan nilai normal.
Peningkatan nilai serum feritin merupakan clue penyakit NASH, karena peningkatan feritin dengan/tanpa peningkatan saturasi
transferin pada beberapa kasus tanpa kelainan mutasi genetika. Peningkatan serum feritin dijumpai pada sebagian kasus NAFLD
(6-11 %). Umunya index besi hepatik atau level besi liver berada dalam batasan normal. 1 Nilai serum albumin dan protrombin
time akan abnormal sebelum dijumpai kelainan nilai bilirubin. Pada kasus NASH disertai DM dapat dijumpai proteinuria dan
hipoalbuminemia.1
Pada pemeriksaan darah umunya didapati hasil dalam batas normal, selain sirosis dan hipertensi porta serta kelainan
hipersplenism. Trombositopenia, dengan/tanpa splenomegali, merupakan penanda sirosis. Alkohol dapat berhubungan dengan
penekanan sum-sum tulang belakang dapat juga disalahartikan dengan kelainan hipersplenism. 1
Abdominal Imaging
Pemeriksaan abdominal imaging lebih sering diminta selain biopsi liver untuk mendiagnosis kelainan NAFLD. Keberadaan lemak di
liver dapat didiagnosis dengan berbagai pemeriksaan radiologi. Steatosis umumnya dapat dideteksi dengan ultrasonoghraphy
(USG), computerized axial tomography (CT), dan magnetic resonance imaging (MRI) saat sudah menempati 25-30 % dari berat
liver. Tetapi pemeriksaan radiologi tersebut tidak dapat membedakan steatosis sederhana dengan NASH atau NASH tanpa
komplikasi dengan/tanpa fibrosis. 1
Pada foto polos abdomen yang menjadi tanda-tanda fatty liver di antaranya : 2
Lima tanda yang ditemukan pada foto polos abdomen untuk gambaran fatty liver (Griscom et al.,1975 ;Melhem, 1976) :
1. Tanda lateral fat-muscle interface
2. Tanda fat-fluid interface (ketika asites dijumpai di bawah batas liver)
3. Tanda hollow viscus wall sign (antara kolon dan dinding perut dan liver)
4. Blurring of medial aspect of right fat stripe
5. Tanda liver-kidney differential contrast (normal baik ginjal maupun liver sama-sama radiodensitas pada foto polos).
Pada pemeriksaan USG nampak steatosis memperlihatkan peningkatan gambaran difus padan echogenicity mengarah ginjal. Pada
fibrosis dan sirosis tampak gambaran yang serupa. Pada pemeriksaan CT steatosis menggambarkan gambaran low density pada
parenkim liver, gambaran difus pada kasus NAFLD sama halnya dengan pemeriksaan MRI. Infiltrasi lemak yang bersifat fokal dapat
membuat kesalahan pendugaan adanya suatu massa liver atau keganasan. MRI dapat menyimpulkan adanya space occupying
lesion (SOL) dari infiltrasi fokal tersebut dan daerah hepatosit bebas. Melalui pemeriksaan ini tidak dapat dibedakan antara fatty
liver dengan steatohepatitis. Kelainan fibrosis difus juga berhubungan dengan gambaran USG hyper-echogenic dan tidak dapat
dibandingkan dengan fatty liver. 1
Pemeriksaan Histologi
Biopsi liver diperlukan untuk memperoleh diagnosis NAFLD jika pemeriksaan radiologis tidak mendukung (jika hepatic steatosis
bernilai kurang dari 25-35%) dan untuk mengkonfirmasi diagnosis NASH, fibrosis, dan sirosis. 1
Prinsip pemeriksaan histologi NAFLD adalah dengan ditemukannya perubahan lemak makrovesikuler dalam hepatosit dan
kesalahan letak inti sel. Gambaran original steatohepatitis meliputi Mallory Bodies, balloning degeneration, lobular neutrophilic
inflammation, dan zona perisinusoidal fibrosis Rappaport III. Mallory Bodies lebih jarang dijumpai pada NASH dibandingkan pada
alcoholic steatohepatitis bahkan bisa tidak ditemukan sama sekali. Pada beberapa individu ditemukan gambaran atypical (limfosit
dan fibrosis portal).1
Observasi selama 6 bulan setelah NAFLD/NASH dicurigai dan jika masih dijumpai gejala dan tanda masih bertahan walaupun
sudah terjadi perubahan pola makan dan life style, dapat dipertimbangkan pemeriksaan biopsi liver.

Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada terapi yang teruji untuk NAFLD dan NASH.
1. Pengontrolan faktor resiko dalam hal ini diperlukan : obesitas, hiperlipidemia, dan DM tidak terkontrol. Harus dilakukan
penurunan berat badan secara bertahap, karena penurunan berat badan drastis memiliki efek buruk terhadap penyakit liver.
2. Exercise.
3. Antioksidan berpengaruh pada hipotesis kejadian yang berhubungan dengan oxidative stress pada sebagai mediator primer
pada tahap kedua. Antioksidan seperti vitamin dan mineral dapat mencegah kerusakan liver. Pengobatan dengan vitamin E
terbukti memperbaiki abnormalitas enzim liver. Antioksidan lainnya seperti betaine, juga memberi nilai. Terdapat hubungan
antara kenaikan serum alanin aminotransferase dengan level serum dan antioksidan termasuk caretonoid. Bahan gizi yang
bersifat antioksidan seperti vitamin E (alpha tocopherol), vitamin C (asam askorbat), karotenoid (alpha dan betacaroten, beta
cryptoxanthin, lycopene, dan zeaxanthin), dan selenium merupakan komponen esensial untuk enzim antioksidan glutathion
peroxidase.
4. Insuline sensitizing drugs therapy yang berfokus pada lipolisis dan hiperinsulinemia.1,3 Metformin efektif dalam pengembangan
biokimia liver, tetapi tidak menghasilkan kemajuan pada fibrosis pada kasus NASH. Glitazone meningkatkan sensitivitas insulin
dengan selektif agonis pada reseptor peroxisome-proliferator inti sel (PPAR gamma). Penelitian klinis menggunakan glitazones
dalam terapi NASH memberikan keuntungan pada histologi dan biokimia liver. Pioglitazone tidak memberikan efek signifikan
pada fibrosis pada kasus NASH, tetapi dapat menurunkan kejadian steatosis dan inflamasi. 4 Ketika tidak dijumpai penyakit liver
aktif dan ketika nilai ALT < 2,5 kali nilai normal, pioglitazone memiliki kegunaan dan sensitivitas dalam meningkatkan sensitivitas
insulin.5
5. Cytoprotective agents : Ursodeoxycholic acid memperbaiki abnormalitas enzym liver pada kasus NAFLD. Mekanisme efek obat
ini untuk NAFLD masih belum jelas.
6. Lipid lowering drug memiliki potensi untuk pengobatan NAFLD karena terdapat kelainan pada homeostasis lipid pada liver.
Hipertrigliseridemia dan penurunan level HDL kolesterol adalah tipe dislipidemia pada kasus NAFLD. Pada penelitian dengan
gemfibrozil didapati tidak memberi efek pada NAFLD. Alasan penggunaan obat-obatan untuk menurunkan kadar kolesterol
sebagai terapi NAFLD belum jelas, bahkan obat-obat ini berpengaruh pada kejadian perlukaan liver. Meskipun demikian,
atorvastatin memberikan efek pada pasien NAFLD dengan mekanisme kerja pada 3-hydroxy-3 methylglutaryl coenzym A
reductase inhibitor.1 Atrovastatin memberikan perbaikan pada steatosis dan NAFLD. Penelitian antara penggunaan atorvastatin
dengan fenofibrate menunjukan penurunan signifikan pada kasus NAFLD. 4 Pengobatan rutin dengan golongan statin untuk
NAFLD tidak direkendasikan. 1
7. Orlistat bekerja dengan menghambat enzim lipase pankreas yang menurunkan absorbsi, menurunkan berat badan, juga
meningkatkan profil lemak. Penurunan berat badan sejalan dengan temuan kasus steatosis. Pengobatan Orlistat selama 6-12
bulan dapat memberikan gambaran perubahan pada pemeriksaan histopatologi.4
8. Qo enzym Q-10 (Ubiquinone) masih dalam percobaan melihat efek dengan NAFLD. 3

Komplikasi
1. Fibrosis/sirosis
2. Portal hypertension
3. Varises pada oesophagus bagian bawah, gaster, rektum jika ruptur menyebabkan hematemesis dan melena.
4. Splenomegali akibat peningkatan tekanan pada vena splenikus dan asites.
5. Hepatik ensephalopati.
Prognosis
Penemuan kasus steatosis pada pemeriksaan biopsi liver merupakan prognosis terbaik diantara kasus NAFLD. Gambaran steatohepatitis
disertai fibrosis lanjutan berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk. 1 NAFLD Kelas 1 dan 2 bersifat stabil bahkan reversible di antara
kelas lainnya jika dimodifikasi dengan penurunan berat badan, modifikasi diet, dan manajemen penyakit penyerta. Stadium awal NAFLD
dapat berkembang menjadi NASH, tetapi transisi jarang terjadi, di mana kecepatan liver menjadi semakin memburuk tidak diketahui pasti.
Ketika NASH diikuti keberadaan fibrosis dan sirosis, kemungkinan angka kematian dapat terjadi peningkatan sekitar 20 % dalam 10-15
tahun. 1

ABSES HATI

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber
dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati.(1)
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang, pernah terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% dari yang
terinfeksi dapat menunjukkan gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun.Individu yang mudah terinfeksi adalah
penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke daerah endemik dimana laki - laki tersering dibanding perempuan dengan rasio
3:1 hingga 22:1 dan sering pada dewasa umur terseringpada decade IV. Kebanyakan amoebiasis hati yang dikenal adalah pria. Usia yang di
kenai berkisar antara 20-50 tahun terutama pada dewasa muda dan lebih jarang pada anak-anak. Adapun faktor resiko pada abses hati
adalah konsumsi alkohol, kanker, homoseksual, imunosupresi, malnutrisi, usia tua, kehamilan, dan penggunaan steroid.

Etiologi
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik.
a. Abses hati amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba
histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi gejala
invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda
berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar.(1)
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif atau tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di
luar tuibuh manusia. Kista dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan mati
dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu
hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
b. Abses hati piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah
streptococcus faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides, aerobakteria,
akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob
maupun aerob.

Patogenesis
a. Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang
memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya
virulensi berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati. Patogenesis amebiasis hati
belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang
menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan
dan penurunan imunitas cell-mediated.(5)
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : (5)
- strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
- secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan
lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
pengerusakan sawar intestinal.
lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin
parasit, juga dapat karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi
neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti dengan
jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi
tanpa didahului riwayat disentri amebiasis.(1)

b. Abses hati piogenik


Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
- Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.
- Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu
seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital.
- Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
- Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
- Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut usia.(1)

Gambaran klinis
1. Abses hati amoeba
Cara timbulnya abses hati amoebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu.D emam ditemukan
hampir pada seluruh kasus. Terdapat rasa sakit diperut atas yang sifat sakit berupa perasaan ditekan atau ditusuk. Rasa sakit akan
bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk. Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa
sakit. Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila abses terletak dekat diafragma dan sakit di epigastrium
bila absesnya dilobus kiri.
Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-
batuk dan gejala iritasi diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma. Riwayat penyakit dahulu
disentri jarang ditemukan. Ikterus tak biasa ada dan jika ada ia ringan. Nyeri pada area hati bisa dimulai sebagai pegal, kemudian
mnjadi tajam menusuk. Alcohol membuat nyeri memburuk dan juga perubahan sikap. Pembengkakan bisa terlihat dalam epigastrium
atau penonjolan sela iga. Nyeri tekan hati benar-benar menetap. Limpa tidak membesar.
2. Abses hati piogenik
Menunjukkan manifestasi klinik lebih berat dari abses hati amoeba. Terutama demam yang dapat bersifat intermitten, remitten atau
kontinue yang disertai menggigil. Keluhan lain dapat berupa sakit perut, mual atau muntah, lesu, dan berat badan yang menurun.
Dapat juga disertai batuk, sesak napas, serta nyeri pleura.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien yang septik disertai nyeri perut kanan atas dan hepatomegali dengan nyeri tekan.
Kadang disertai ikterus karena adanya penyakit bilier seperti kolangitis.

Gambaran Laboratorium
1. Abses hati amoeba
Kelainan pemeriksaan hematology pada amoebiasis hati didapatkan Hb antara 10,4-11,3g%, sedangkan leukosit berkisar antara
15.000-16.000/mm3. Pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg
%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/l sedangkan SGOT 27,8-55,9u/l dan SGPT 15,7-63,0u/l.
Jadi kelainan laboratorium yang dapat ditemukan pada amoebiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis. Sedangkan
kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang.
2. Abses hati piogenik
Pada pemeriksaan laboratorium munkin didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke kiri, anemia, gangguan fungsi hati seperti
peninggian bilirubin atau fosfatase alkali. Pemeriksaan biakan pada awal penyakit sering tidak menimbulkan kuman.

Gambaran radiologi
Foto dada
kelainan foto dada pada amoebiasis hati dapat berupa : peninggian kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi
pleura, kolaps paru dan abses paru.
Foto polos abdomen
kelainan yang didapat tidak begitu banyak, mungkin dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas
hati jarang didapatkan berupa air fluid level yang jelas.
Ultrasonografi
untuk mendeteksi amoebiasis hati, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amoebiasis hati adalah :
1. bentuk bulat atau oval
2. tidak ada gema dinding yang berarti
3. ekogenisitas lebih rendah dari parenkim hati normal
4.bersentuhan dengan kapsul hati
5. peninggian sonic distal
Tomografi komputer
Sensitivitas tomografi komputer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat kelainan di daerah posterior dan superior.

Pemeriksaan serologi
Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain indirect haemaglutination (IHA), counter immunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA.
Yang banyak dilakukan adalah tes IHA. Tes IHA menunjukkan sensitivitas yang tinggi. Titer 1:128 bermakna untuk diagnosis amoebiasis
invasive.

Diagnosis
Untuk diagnosis amoebiasis hati dapat digunakan criteria Sherlock (1969), criteria Ramachandran (1973) atau criteria Lamont dan Pooler.
Criteria Sherlock :
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amoebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif

Kriteria Ramachandran (bila didapatkan 3 atau lebih dari) :


1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respon terhadap terapi amoebisid

Kriteria Lamont dan Pooler (bila didapatkan 3 atau lebih dari ) :


1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amoebik
5. Tes serologic positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respon yang baik dengan terapi amoebisid

Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau
intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
- Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
- Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari, ditambah;
- Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr) selama 10 hari.
2. Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasi :
Abses yang dikhawatirkan akan pecah
- Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
- Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium atau peritoneum.
3. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila :
- Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
- Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
- Bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
- Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan reseksi misalnya lobektomi.

Komplikasi
1. Infeksi sekunder
merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2. Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga
intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari
lesi fokal intrakranial.

Prognosis
1. Virulensi parasit
2. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus
kiri atau multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam.
Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom hepatorenal.

KARSINOMA HATI

Epidemioloi dan Faktor Resiko


Peringkat ke-5 pada laki-laki dan ke-9 pada perempuan
Urutan ke-3 kanker sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker gaster
Secara geografis, ada 3 kelompok wilayah tingkat kekerapan HCC:
Kekerapan rendah (<3 kasus) eropa utara, amerika tengah, australia
Kekerapan menengah (3-10 kasus)
Kekerapan tinggi (>10 kasus) asia timur dan tenggara, afrika tengah

Faktor resikonya:
- Virus hepatitis B karsinogenisitas HBV terhadap hati terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan prolifersi hepatosit, integrasi
HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, aktivitas prtein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati
- Virus hepatitis C
- Sirosis hati
- Aflatoxin
- Obesitas
- DM
- Alkohol konsumsi alkohol >50-70 gram/hari dan berlangsung lama
- Penyakit hati autoimun
- Penyakit hati metabolik (hemakromatosis genetik, defisiensi anti tripsin, dll)
- Kontrasepsi oral
- Senyawa kimia
- Tembakau

Patologi
Secara makroskopis tumor berwarna putih, padat, kadang nekrotik kehijauan atau hemoragik,ditemukan trombus tumor di dlm vena
hepatika/porta intrahepatik
Tipe morfologinya
- ekspansif, dengan batas yang jelas
- infiltratif, menyebar atau menjalar
- multifokal

Manifestasi Klinis
- Terserang usia 50-60 tahun, dengan dominan laki-laki
- Nyeri atau perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas
- Pasien sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di kuadran kanan atas atau teraba pembengkakan lokal di
hepar
- Tidak ada perbaikan asites, perdarahan varises atau prekoma setelah diberi terapi adekuat, atau pasien penyakit hati kronik dengan
HbsAg atau anti HCV +
- Rasa penuh di abdomen disertai perasaan lesu, berat badan menurun dengan atau tanpa demam
- Keluhan GI anoreksia, kembung, konstipasi atau diare
- Sesak nafas akibat tumor menekan diafragma atau metastasis di paru-paru
- Hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam, dan atrofi otot

Penatalaksanaan
- reseksi hepatik pilihan utama untuk pasien non sirosis
- transplantasi hati
- ablasi tumor perkutan
- Inseksi etand perkutan untuk tumor kecil. Prinsipnya menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular, dan fibrosis
- Radiofrequency ablanca utk tumor >3 cm, mahal, efek samping lebih banyak
- Pembekuan asam poliprepad untuk mencegah terjadinya rekurensi tumor selama 12 bulan
- terapi paliatif
TAE / TACE (Transarterial Embolizatia / Choma Embolizatia)
3-4 kali setahun pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik, serta tumor multinodular asimptomatik tanpa invasi vaskular atau
penyebaran ekstrahepatik, yang tidak diterapi secara radikal
- Terapi lain immunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, diuretik, radiasi internal, kemoterapi

KOLESISTITIS

KOLESISTITIS AKUT
Terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak di dalam kantung Hartman
Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan pasca bedah
Faktor trauma kantung empedu oleh hati dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di dalam empedu menjadi
lisolesitin yaitu senyawa toxic yang dapat memperberat proses peradangan
Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema, gangren, dan perforasi
Perubahan pada patologi proses awal berupa oedem subserosa, lalu perdarahan mukosa dan bercak-bercak nekrosis dan akhirnya fibrosis

Gambaran klinis
Keluhan
- nyeri perut bagian kanan atas bersifat kolik atau terus menerus
- nyeri menyebar ke punggung dan ke arah skapula
- mual / muntah
- demam
Tanda
- suhu 38-38.50 C
- tanda peritonitis kanan atas
- nyeri subkostal perut kanan atas san gerak inspirasi terhenti
- nyeri tekan interkostal tidak ada
- mungkin teraba kantung empedu atau massa di kanan atas
- mungkin ikterus ringan

Pemeriksaan Penunjang
leukositosis 12.000-15.000, kadang normal
alkali fosfatase mungkin sedikit meninggi
serum amilase kadang di atas normal
USG kantung empedu membesar, dinding menebal
adanya lumpur atau bat

Penatalaksanaan
konservatif
- dekompresi lambung dengan pipa lambung
- puasa
- infus untuk terapi cairan
antimikroba untuk kuman aerob dan anaerob
kolesistektomi segera elektif, bila tidak membaik serelah 2x24 jam
kolesistektomi tertunda setelah penderita membaik pada terapi konservatif

KOLESISTITIS KRONIK
Penyebabnya karena batu empedu.

Diagnosis
Kolik bilier, dispepsia, dan ditemukannya batu kantung empedu pada pemeriksaan USG atau kolesistografi oral
Dispepsia disebabkan oleh makanan, spt gorengan yg banyak mengandung lemak
Khas kolik bilier di kuadran kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas (ujung belikat di belakang punggung)

Diagnosis banding
Semua penyakit yang dapat menimbulkan nyeri di epigastrium, perut kuadran kanan ata, kuadran kiri atas, dan prekardial, seperti tukak
peptik, gastritis, hernia hiatus, neoplasia lambung

Penatalaksanaan
Kolesistektomi

KOLELITIASIS

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu di dalam kandung empedu.
Batu kandung empedu merupakan gabungan suatu material mirip batu (unsure-unsur padat) yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak
dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin sering pada individu berusia di atas 40 tahun.
Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu digolongkan atas 3 golongan yaitu:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Kolesterol merupakan unsure normal pembentuk
empedu yang bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu.
Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam ampedu dan peningkatan sintesis
kolesterol dalam hati. Keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah
empedu, mengendap dan berbentuk batu.
Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang
menyebabkan peradangan dalam kandung empedu. Jumlah wanita yang menderita batu kolesterol empat kali lebih banyak daripada
laki-laki. Biasanya wanita tersebut berusia lebih dari 40 tahun dan obesitas.
2. Batu pigmen empedu
Batu ini mengandung kadar kolesterol 25%, tidak banyak bervariasi, sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
Batu ini sering ditemukan dalam ukuran besar oleh karena batu kecil ini bersatu.
3. Batu campuran
Merupakan kombinasi antara batu kolesterol dan batu kalsium bilirubinat.

Etiologi
Secara pasti penyebab dari batu empedu belum dapat diketahui secara pasti, namun beberapa pendapat mengemukakan bahwa factor
kolesterol berpengaruh dalam pembentukan batu empedu. Beberapa factor yang dapat menyebabkan terjadinya batu empedu yaitu:
obesitas, diabetes mellitus, kolesistitis dan genetic.

Faktor resiko
a. Jenis kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone estrogen yang
berpengaruh terhadap peningkatan ekresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (estrogen) juga dapat meningkatkan kolesterol dalam
kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan Orang yang usia lebih muda.
c. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena kolelitiasis. Semakin tinggi BMI, semakin
tinggi pula kadar kolesterol dalam kandung empedu dan akan mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan
kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap
unsure kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Hal ini disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intavena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi
yang melewati intestinal, sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

Tanda dan gejala


Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh
penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya
bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas
abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang berlemak atau yang digoreng. Gejala
yang dapat timbul antara lain:
1. Rasa nyeri dan kolik bilier (nyeri hilang timbul)
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan. Rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan
bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar. Pasien akan membolak-balik tubuhnya
dengan gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien, rasa nyeri bukan bersifat kolik
melainkan persisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat
tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada
daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas
ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolelitiasis akut dapat berlangsung sangat hebat sehingga diperlukan preparat analgesic yang kuat seperti meperidin.
Pemberian morfin dianggap dapat meningkatkan spasme sfingter oddi sehingga perlu dihindari.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna
kuning. Keadaan ini sering disertai gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses
Ekresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Feses tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut clay-colored.
4. Defisiensi vitamin
Obtruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E dan K yang larut dalam lemak. Karena itu, pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal

Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan
menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Penatalaksanaan pada penderita kolelitiasis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a. Konservatif (non bedah)
- diet rendah lemak
- obat-obat antikolinergik-antispasmodik
- analgesic
- antibiotic, bila disertai kolesistitis.
- asam empedu (asam kenodeoksikolat) 6,75-4,5 g/hr, diberikan dalam waktu yang lama.
Dikatakan dapat menghilangkan batu empedu, terutama batu kolesterol. Asam ini mengubah empedu yang mengandung banyak kolesterol
(lithogenic bile) menjadi empedu dengan komposisi normal. Dapat juga untuk pencegahan, namun efek toksiknya banyak, kadang-kadang
diare.
- Lisis batu : pelarutan batu dengan menggunakan metal-butil-eter
- Litotripsi : pemecahan batu empedu dengan gelombang kejut dari perangkat elektomagnetik yaitu ESWL (Extracorporal Shock-Wave
Lithotripsy).
- Pengobatan endoskopi.

b. Bedah
Kolesistektomi
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka
dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu. Dengan kolesistektomi, pasien tetap dapat hidup normal, makan seperti
biasa. Umumnya dilakukan pada pasien dengan kolik bilier atau diabetes.
Kolesistektomi dapat dilakukan secara operatif maupun laparoskopik.
1. Kolesistektomi terbuka (operatif)
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling
bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur
ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Dengan kolesistektomi laparoskopi,
kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Jenis pembedahan ini memiliki
keuntungan :
- mengurangi rasa tidak nyaman pasca pembedahan
- memperpendek masa perawatan di rumah sakit.

Komplikasi
- Kolesistitis akut - kolangitis
- abses hati - kolesistitis kronik
- sirosis bilier - koledukolitiasis
- empiema - pankreatitis
- ikterus obstruktif

PANKREATITIS

PANKREATITIS AKUT
Suatu proses peradangan akut yang mengenai pankreas dan ditandai oleh berbagai derajat edema, perdarahan, dan nekrosis pada sel-sel
asinus dan pembuluh darah.

Etiologi dan Patogenesis


Etiologi utama penyakit saluran empedu dan alkoholisme
Etiologi jarang trauma (luka peluru atau pisau), tukak duodenum yang mengadakan penetrasi, hiperparatiroidisme, hiperlipidemia infeksi
virus dan obat-obat tertentu seperti kortikosteroid dan diuretik tiazid
Sering ditemukan pada orang dewasa

Patogenesisnya adalah autodigesti (pengaktifan enzim secara otomatis). Prosesnya:


Enzim yang mencernakan protein disekresi sehingga bentuk prekursor inakif yang harus diaktifkan oleh tripsin. Tripsinogen bentuk inaktif
tripsin, dalam keadaan normal diubah menjadi tripsin oleh kerja enterokinase dalam usus halus. Setelah tripsin terbentuk maka enzim ini
mengaktifkan semua enzim proteolitik lainnya. Inhibitor tripsin terdapat dalam plasma dan dalam pankreas, yang dapat berikatan dan
menginaktifkan setiap tripsin yang dihasilkan secara tidak sengaja, shg pada pankreas norrmal tidak terjadi pencernaan protelitik.
Refluks empedu dan isi duodenum ke dalam duktus pankreas mungkin merupakan mekanisme pengaktifan enzim pankreas. Hal ini terjadi
bila terdapat batu empedu menyumbat ampula vaterii. Selain itu krn atonia sfingter oddi, edema sfingter oddi, obstruksi duktus
pankreatikus, iskemia pankreas.
Kedua enzim aktif yang penting pada autodigestipankreas adalah elastase dan fosfolipase A. Fosfolipase A dapat diaktifkan oleh tripsin atau
asam empedu mencernakan jaringanelastin pembuluh darah, mengakibatkan perdarahan.
Pengaktifan kalikrein oleh tripsin menyebabkan timbulnya kerusakan lokal dan hipotensi sistemik. Kalikrein menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas kalikrein, invasi sel darah putih, dan nyeri.

Gambaran Klinik
Nyeri perut hebat yang timbul mendadak an terus menerus. Nyeri dirasakan di epigastrium, tetapi apat terpusat di kanan atau di kiri garis
tengah, kemudian menyebar ke punggung, enak bila duduk sambil membungkuk ke depan.
Nyeri sering disertai dengan nausea dan vomitus (muntah). Nyeri biasanya hebat selama 24 jam dan kemudian mereda selama beberapa
hari.
Pemeriksaan Fisik
syok, takikardi, leukositosis, dan demam
pada dinding abdomen terdapat nyeri tekan dan bukti adanya peritonitis hanya bila peradangan mengenai peritoneum
bising usus mungkin kurang atau tidak ada
perdarahan retroperitoneal berat dapat bermanifestasi sebagai memar pada pinggang atau sekitar umbilikus

Diagnosis
bila ditemukan peningkatan kadar amilase serum, selama 24-72 jam pertama dan besarnya mungkin 5 kali normal
kadar amilase kemih dapat meningkat sampai 2 mingu setelah pankreatitis akut
peningkatan kadar lipase serum, hiperglikemia, hipokalsemia, hipokalemia

Komplikasi
Tetani hebat
Efusi pleura pada hemitoraks kiri
Abses pankreas penimbunan cairan sekretorik dalam pankreas
Pseudokista penimbunan yg terjadi di luar kelenjar, sering pada omentum minus

Penatalaksanaan
Pengobatan primer dengan obat-obatan sedangkan pembedahan dibatasi pada keadaan dimana saluran empedu mengalami obstruksi atau
untuk mengatasi komplikasi spesifik

PANKREATITIS KRONIK
Ditandai oleh destruksi progresif kelenjar disertai penggantia oleh jaringan fibrosis yang mengakibatkan striktura dan kalsifikasi. Etiologinya
adalah alkohol.

Perjalanan klinis
Serangan nyeri akut rekurn, setiap kalinya meninggalkan massa pankreas yang makin mengecil atau berkembang secara perlahan-lahan
Steotorea, malabsorbsi, berat badan menurun, dan diabetes

Tes yang paling sensitif


Tes untuk menentukan kadar bikarbonat dan keluarannya ke dalam duodenum setelah dirangsang oleh sekretin
Tes untuk menentukan lemak feses, kadar glukosa darah puasa
Arteriografi, radiografi untuk mengetahui fibrosis dan kalsifikasi

Penatalaksanaan
Sulit dan hasil tidak memuaskan
Steatorea dirawat dengan diet rendah lemak & pemberian enzim pankreas per oral
Dilarang minum alkohol

Anda mungkin juga menyukai