Manajemen Katarak
Disusun Oleh:
Preseptor:
PADANG
2020
DAFTAR ISI
COVER ……………………………..………………...……..………………….
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR………..…………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………..………………………............ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………...……………..………... 3
2.1. Anatomi dan fisiologid 3
2.2.Definisi 5
2.4. Klasifikasi 5
2.5.Diagnosis 8
2.6. Tatalaksana 10
2.7. Komplikasi 17
BAB III KESIMPULAN................................................................................. 18
.
DAFTARPUSTAKA...................................................................................... 19
....
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan yang berjudul “Manajemen Katarak”. Meet
The Expert ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Fitratul Illahi Sp.M (K) sebagai
preseptor yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yag telah
membantu dalam penulisan Meet The Expertini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Meet The Expert ini masih memiliki
banyak kekurangan.Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.Akhir kata,
semoga Meet The Expert ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
PENDAHULUAN
WHO menyatakan bahwa sekitar 38 juta orang menderita kebutaan, dan 110
juta orang mengalami penurunan penglihatan. Perhitungan terakhir menyatakan
bahwa katarak terkait usia merupakan 48% penyebab kebutaan di seluruh dunia.
Diperkirakan 1 dari 1000 populasi akan menderita katarak pada setiap tahun di
Afrika dan Asia. Prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun sebesar
50%, dan meningkat hingga 70% pada usia di atas 75 tahun2
Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terdapat pada usia
lanjut yaitu di atas 50 tahun. Pada suatu penelitian didapatkan prevalensi katarak
pada umur 65 - 75 tahun sebanyak 50%, dan prevalensi tersebut meningkat hingga
70% pada usia di atas 75 tahun.(1) Katarak senilis merupakan jenis katarak yang
paling sering ditemukan yaitu sekitar 90% dari seluruh jenis katarak.Prevalensi
katarak senilis di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2007 adalah di Aceh Selatan
sebanyak 53,2%, Aceh Barat Daya sebanyak 41,5%, Maluku Tenggara sebanyak
38,5% dan Timor Tengah Utara sebanyak 36,7%.3
Manajemen penatalaksanaan untuk katarak terdiri dari non bedah dan bedah.
Manajemen katarak non bedah bisa diberikan jika penglihatan masih cukup baik
untuk menjalankan tugas sehari-hari. Manajemen non bedah bisa dengan
menggunakan kacamata atau lensa kontak. Tatalaksana non bedah bisa dilakukan
pada stadium katarak insipient atau immature yang tidak ada komplikasi.
Manajemen katarak dengan pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah
1
menurun sangat signifikan sehingga menganggu pekerjaan sehari-hari seperti
katarak matur atau hipermatur atau bila telah timbulnya penyulit seperti glaukoma
dan uveitis. Teknik-teknik pembedahan dalam pembedahan katarak adalah, Intra
Capsular Cataract Extraction (ICCE), Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE),
Small Incision Cataract Surgery (SICS), dan fakoemulsifikasi. 4 Tindakan bedah
katarak diikuti dengan pemasangan intraocular lense (IOL), agar fungsi
5
penglihatan bisa berkembang secara normal.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Lensa berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam mata
dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri
dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis
saat terjadinya akomodasi.6 Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks,
avaskular, tidak berwarna dan hampir sering membentuk struktur yang transparan
dengan ketebalan 4 mm dan diamater 9 mm.7 Kristal pada lensa mampu
memfokuskan gambar dengan jelas ke retina.Pembentukan Lensa mata tergantung
pada zonula filamen tipis yang berhubungan dengan badan siliar antara bagian
anterior aqueous humor dan bagian posterior vitreous humor.5 Lensa akan dibentuk
oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa terus menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa dibagian sentral sehingga membentuk
nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu
dibentuk atau serat lensa tertua di dalam kapsula lensa. 1 Kapsul lensa merupakan
suatu membran semipermeabel yaitu lebih permeabel daripada dinding kapiler
dan dapat dilalui air dan elektrolit.7
3
Gambar 2.1 Anatomi Lensa
Lensa manusia normal terdiri dari sekitar 65% air, sekitar 35% protein
(kandungan protein tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water
soluble dan water insoluble.Water soluble merupakan protein intraseluler yang
terdiri dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam
water insoluble adalah urea soluble. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada di kebanyakan jaringan lain.9,10 Lensa ditahan pada tempatnya oleh
sekelompok serat yang tersusun radial, yaitu zonula, yang satu sisinya tertanam
pada kapsul lensa dan sisi lainya pada cilliary body. Serat zonula serupa dengan
4
mikrofibril serat elastin. Sistem ini penting untuk proses akomodasi, yang dapat
memfokuskan objek dekat dan jauh dengan mengubah kecembungan lensa. Bila
mata sedang istirahat atau memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan
oleh zonula pada bidang yang tegak lurus terhadap sumbu optic. Bila melihat
dekat, muskulus siliaris akan berkontraksi dan koroid beserta badan ciliary akan
tertarik ke depan. Ketegangan yang dihasilkan serat zonula akan berkurang dan
lensa menebal sehingga fokus objek dapat dipertahankan. 11
5
katarak diperkirakan pada semua orang diatas usia 70 tahun. Katarak adalah salah
satu kelainan dengan penurunan penglihatan yang tidak bisa dikoreksi dengan
kacamata. Namun penyakit katarak menghasilkan kondisi yang baik jika di
lakukan operasi dengan memastikan bahwa penurunan ketajaman visual memang
benar-benar disebabkan oleh katarak.Katarak dapat berkembang dengan cepat
ataupun lambat tergantung dengan penyebab katarak dan jenisnya. 5
6
1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak
yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya.
Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini
pada awalnya hanya nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat
keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama. 6
2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai
seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada
lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik
bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan
dapat menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan
bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test, maka akan terlihat
bayangn iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+). 6
3. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi
yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi
melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan
akan berukuran kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada
lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.6
4. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang
mengalami degenerasi akan mencair, sehingga nukleus lensa turun oleh karena
daya beratnya ke bawah. Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul lensa
yang menjadi lebih permeabel, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan
lensa menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nukleus lensa. Keadaan ini
disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan gambaran
pseudo positif. Cairan / protein lensa yang keluar dari lensa tersebut
menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda
asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran
7
melalui COA kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan /
protein lensa itu sendiri yang menghalangi aliran cairan bola mata. 6
8
membuat penglihatan menjadi tidak jelas dan memengaruhi bagaimana mata
menerima cahaya.
9
lampu depan kendaraan dari arah yang berlawanan saat mengemudi. Silau
menyelubungi/cacat secara signifikan dapat merusak kinerja penglihatan..
7. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari
lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan
diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.
target dengan ukuran yang berbeda-beda pada jarak yang telah distandarkan.
Biasanya menggunakan Snellechart yang terdiri dari beberapa baris huruf yang
semakin ke bawah semakin kecil. Setiap baris ditandai dengan angka, yang
menunjukkan jarak dimana mata normal dapat melihat semua huruf pada baris
tersebut.
10
kondisi katarak. LOCS III digunakan untuk menilai tipe dan derajat katarak pada
studi belah lintang dan perkembangan. Klasifikasi ini mengevaluasi empat
kondisi: nuclear opalescence (NO), nuclear color (NC), cortical cataract (C),
posterior subcapsular cataract (P). NO adalah cahaya yang tersebar dari regio
nuklear dan NC adalah intensitas dari brunescence. Derajat setiap kondisi
diperoleh dengan menempatkan foto lensa pasien pada skala derajat setiap kondisi
pada color transparency. NO dan NC dinilai dalam skala desimal dari 0.1-6.9,
berdasarkan enam foto standar. C dan P dinilai dalam skala desimal dari 0.1-5.9,
masing-masing berdasarkan lima foto standar. Penilaian akhir LOCS III berisi 4
nilai desimal, satu untuk setiap NO, NC,C, dan P
Foto standar LOCS III pada color transparency 8.5 x 11 inci yang
operasi yang sesuai untuk pasien sehingga risiko komplikasi lebih kecil dan dapat
mempersiapkan operasi dengan lebih baik. Pencatatan klasifikasi LOCS III dalam
catatan medis pasien dapat memberikan dokumentasi klinis yang lebih baik,
4. Pemeriksaan Opthalmoskop
11
Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat apakah adanya keterlibatan
makula dan saraf optik akibat hilangnya gangguan penglihatan. Jika lensa katarak
padat optalmoskop tidak akan menghasilkan pandangan melalui funduskopi
karena terdapat opasitas dan saraf retinopati tidak dapat dinilai pada keadaan
memadat, sehingga dan dapat digantikan dengan pemeriksaan USG untuk melihat
bagian segmen posterior mata. Katarak parsial akan tampak hitam terhadap refleks
merah fundus dan umumnya semakin padat katarak semakin buruk refleks merah
dan semakin buruk ketajaman visual.
12
bertepi dan kacamata hitam untuk mengurangi silau, dan melebarkan pupil untuk
memungkinkan dilihat dengan area lensa yang lebih banyak.10
Pasien yang mengalami katarak pada satu mata mungkin mengalami
kesulitan dengan tugas-tugas yang membutuhkan penglihatan binokular yang baik
dan mungkin membutuhkan untuk menggunakan lensa kontak atau kombinasi
lensa kontak-kacamata. Perubahan bias yang tidak sama dapat menyebabkan
deviasi vertikal yang menghasilkan ketidaknyamanan visual atau diplopia ketika
beraktifikas. Masalah ini dapat dikelola dengan desentralisasi lensa kacamata,
mengubah posisi bifocal, atau meresepkan gaya segmen yang berbeda, atau lensa
kontak.9 Edukasi untuk pasien tentang bagaimana katarak dapat mempengaruhi
kinerja tugas visual dan kegiatan yang dipandu secara visual. Misalnya, seorang
individu yang memiliki ketajaman visual 20/50 Snellen di setiap mata, disarankan
untuk melakukan operasi katarak karena memiliki risiko untuk melakukan
tugas-tugas seperti mengendarai mobil, pesawat atau mengoperasikan mesin. 10
2.5.2 Tatalaksana Surgikal
13
d. Dislokasi/Subluksasio lensa
e. Benda asing intra-lentikuler
f. Retinopati diabetika
g. Ablasio retina
3. Indikasi Sosial
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus
optikus akan mengganggu aktivitas pasien, seperti pekerjaan.9
14
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi post
operasi yang mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior yang lebih
besar 160-180º dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih lambat, rehabilitasi
tajam penglihatan yang lebih lambat, angka kejadian astigmatisma yang lebih
tinggi, inkarserata iris, dan lepasnya luka operasi. Edema kornea juga dapat terjadi
sebagai komplikasi intraoperatif dan komplikasi dini. 6
C. Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama
menyisakan kapsul bagian posterior. Teknik ini menggunakan alat tip ultrasonik
untuk memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa
15
di aspirasi melalui insisi. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang
berguna untuk mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul
anterior lensa dibuka. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik
dan kebanyakan katarak senilis. Namun kurang efektif untuk katarak senilis yang
padat.
Keuntungan dari metode ini antara lain:
1. Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjahit
karena akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya
astigmatisma, dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah
operasi. Hal ini juga akan mencegah peningkatan tekanan intraokuli
selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
2. Penyembuhan luka lebih cepat
3. Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi
struktur mata.7
4. Perbaikan penglihatan lebih baik dan cepat
16
2.6 Komplikasi Katarak
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakomorfik, fakotoksik. 7
1. Glaukoma Fakolitik
a. Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama
bagian kapsul lensa.
b. Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
menumpuk serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi mereabsorbsi
substansi lensa tersebut.
c. Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehinggaakan
menimbulkan inflamasi dan peradangan yang akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intraokular akut.
2. Glaukoma Fakomorfik
Berdasarkan posisi lensa
Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera
okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar
sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan
meningkat.
3. Glaukoma Fakotoksik
1. Protein lensa yang terlepas dari kapsulnya akan menimbulkan
peradangan pada jaringan uvea
2. Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis. Reaksi
inflamasi oleh makrofag-fagosit ini akan menyumbat trabekular yang
dapat memicu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler.
17
BAB 3
KESIMPULAN
1. Katarak adalah suatu kejadian kekeruhan pada lensa mata yang bisa
diakibatkan oleh hidrasi lensa, protein lensa yang mengalami denaturasi atau
dapat terjadi akibat keduanya.Katarak umumnya merupakan penyakit usia
lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit
penyakit mata lokal
2. Katarak dapat diklasifikasikan dalam katarak kongenital, juvenil, senil
3. Tatalaksana non bedah untuk katarak stadium insipient dan immature tanpa
kompliksi dapat ditatalaksana dengan penggunaan kacamata atau lensa
kontak untuk meningkatkan penglihatan, memasukkan filter kedalam
kacamata untuk mengurangi kecacatan silau, menyarankan pasien untuk
memakai topi bertepi dan kacamata hitam untuk mengurangi silau, dan
melebarkan pupil untuk memungkinkan dilihat dengan area lensa yang lebih
banyak.
4. Pembedahan diindikasikan ketika pembentukan katarak telah mengurangi
ketajaman visual ke tingkat yang mengganggu gaya hidup pasien yaitu pada
katarak stadium matur atau hipermatur dan kegiatan sehari-hari, dan ketika
penglihatan fungsional yang memuaskan tidak dapat diperoleh dengan
kacamata, lensa kontak, atau alat bantu optiklainnya.
5. Komplikasi operasi katarak terdiri dari intra operatif (Pendangkalan kamera
okuli anterior, posterior Capsule Rupture (PCR), nucleus drop) dan Post
operatif (Edema kornea, glaukoma sekunder, ablasio retina, dislokasi LIO
(Lensa Intra Okuler),perdarahan).
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Harper RA, Shock JP. 2009. Lensa. Dalam Eva PR & Whitcher JP:
Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Diterjemahkan oleh Pendit BU.
Jakarta: EGC.
2. World Health Organization (WHO). Blindness and vision impairment. In:
fact sheet. 2012.
3. Ilham. Epidemiologi Katarak. Available at
http://www.scribd.com/doc/2028 3414/EPIDEMIOLOGI-KATARAK
Access on January 15 2017.
4. Astari P. Klasifikasi, tatalaksana, dan komplikasioperasi. CDK-269. 2011;
45(10):748-53.
5. American Optometric Association. Optometric clinical practice guideline:
Care of the adult patient with cataract. USA: AOA,2004.
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.5th ed. Susanto D, editor. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2015.
7. Vaughan DG, Asbury T, riordan-Eva P. Oftalmology Umum Edisi 14.
Penerbit Widya medika. Jakarta: 2000.
8. Dhawan, Shanjay. Lens and Cataract. Diakses dari internet
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens.html tanggal 03 Januari 2020.
9. Victor V. Cataract Senile (Diambil tanggal 03januari 2020 ). Available
from : http://www.emedicine.com.
10. Duker Y&. Ophtalmology. In: 3rd ed. United States of America: Elsevier
Inc.; 2008. p. 110–20.
11.KanskiJJ,BowlingB.ClinicalOpthalmology:ASystemicApproach.Edisi
ke-7. Cina: Elsevier.2011.
19