Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER

KELOMPOK III

Disusun Oleh :
1. MARIA ( 00121043 )
2. WIBAWA FAZLI PUTRA ( 00121035 )
3. HIKMAH MURNI ( 00121041 )
4. ROZY FITRIANA ( 00121039 )
5. LADY HARNOFIVE ( 00121034 )
6. NURHAYANI HEPI MARICE SIANIPAR (00121033 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


AWAL BROS
2021/2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster adalah infeksi
virus pada kulit. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus
varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya
lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun
ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Tercatat ada tujuh jenis virus yang dapat
menyebabkan penyakit herpes pada manusia yaitu, herpes simpleks, Varizolla zoster (VZV),
Cytomegalovirus (CMV), Epstein Barr (EBV) dan human herpes virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7
(HHV-7), tipe 8 (HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi yang sama dan
semuanya melakukan replikasi pada inti sel. (Bruner dan Suddart. 2002)
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.
Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di
atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. (Bruner dan Suddart.
2002)
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus
varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik
dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris.
Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada
umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi
virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan
imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu
terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak
adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas.
Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada
usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran
darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek
imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.

2
Pada pasien mungkin muncul dengan iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing
dan kekuningan pada kulit (jaudince) dan kesulitan bernafas atau kejang. Lesi biasanya hilang
dalam dua minggu. Pengaktifan virus yang berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan
daya tahan tubuh, stress, depresi, alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital,
menstruasi, kurang tidur dan sinar ultraviolet. (Bruner dan Suddart. 2002)
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu dengan
mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.
Dari Latar belakang diatas maka penulis dapat meyimpulkan bahwa herpes zoster
adalah penyakit kulit disebabkan karena virus varisela zoster yang ditandai dengan adanya
nyeri hebat dan lesi pada kulit.

B. Rumusan Masalah.
1. Apa definisi dari herpes zoster?
2. Bagaimana klasifikasi dari herpes zoster?
3. Bagaimana etiologi dari herpes zoster?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari herpes zoster?
5. Bagaimana patofisiologi dari herpes zoster?
6. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada herpes zoster?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari herpes zoster?
8. Apa komplikasi dari herpes zoster?
9. Bagaimana prognosis dari herpes zoster?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari herpes zoster?

C. Tujuan.
1. Untuk memahami definisi dari herpes zoster.
2. Untuk memahami klasifikasi dari herpes zoster.
3. Untuk memahami etiologi dari herpes zoster.
4. Untuk memahami manifestasi klinis dari herpes zoster
5. Untuk memahami patofisiologi dari herpes zoster.
6. Untuk memahami pemeriksaan penunjang dari herpes zoster.
7. Untuk memahami penatalaksanaan dari herpes zoster.
8. Untuk memahami komplikasi dari herpes zoster.
9. Untuk memahami prognosis dari herpes zoster.
10. Untuk memahami asuhan keperawatan dari herpes zoster.
3
D. Manfaat
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dari herpes zoster.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahuiklasifikasi dari herpes zoster.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari herpes zoster.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis dari herpes zoster.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari herpes zoster.
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang dari herpes zoster.
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dari herpes zoster.
8. Agar mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari herpes zoster.
9. Agar mahasiswa dapat mengetahui prognosis dari herpes zoster.
10. Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan dari herpes zoster

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela yg
menyerang kulit dan mukosa, infeksi, ini merupakan keaktifan virus yang terjadi setelah
infeksi primer (ilmu penyakit kulit dan kelamin). Herpes zoster adalah radang kulit akut yang
bersifat khas seperti gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya
(persyarafannya). Infeksi ini dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai kekebalan
terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam
bentuk cacar air). (Smeitzer, Suzanne C.2001)
Menurut Arif Mansyur, herpes zoster (campak, cacar ular) adalah penyakit yang
disebabkan infeksi virus varicella. Zoster yang menyerang kulit dan mukosa infeksi ini
merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer kadang-kadang infeksi
berlangsung sub kronis.
Menurut Peruus herpes zoster adalah radang kulit akut yang disebabkan oleh virus
Varisella zoster dengan sifat khas yaitu tersusun sepanjang persyarafan sensorik.
Kesimpulan dari penulis tentang Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes zoster disebut juga shingles.
Dikalangan awam popular atau lebih dikenal dengan sebutan “dampa” atau “cacar air”.

B. Klasifikasi
Klasifikasi herpes zoster menurut Harahap,Marwali. 2000 adalah sebagai berikut:
1. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf
trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit. Infeksi diawali dengan
nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,
demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

5
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra
2. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.


3. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra

6
4. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra

5. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster lumbalis

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 6. Herpes zoster sakralis dekstra.


C. Etiologi
7
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
(Harahap,Marwali. 2000)

D. Manifestasi klinis
1. Gejala prodromal sistematik (demam, pusing, malese) maupun gejala prodomal lokal
(nyeri otot tulang, gatal, pegal).
2. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel yang
berkelompok, vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian menjadi keruh (berwarna
abu-abu) dapat menjadi pustule dan krusta.
3. Gambaran yang khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir
selalu unilateral
Menurut daerah penyerangnya dikenal :
a) Herpes zoester of oftalmikus : menyerang dahi dan sekitar mata
b) Herpes zoester servikalis : menyerang pundak dan lengan
c) Herpes zoester torakalis : menyerang dada dan perut
d) Herpes zoester lumbalis : menyerang bokong dan paha.
e) Herpes zoester sakralis : menyerang sekitar anus dan getalia
f) Herpes zoester atikum : menyerang telinga.

E. Patofisiologi
8
Menurut (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

VIRUS VARISELA ZOESTER

Infeksi primer ,infeksi virus alfa menetap


dalam bentuk laten neuron dari ganglion

Presdisposisi pada klien pernah menderita cacar air,


sistem imun yang lemah dan yang menderita kelainan maglinitas

Reaksi virus varisela zoester

Vesikula tersebar

Respon inflamasi respon inflamasi kondisi kerusakan Ganggilion posterior , ganggilion


anterior
lokal sistemik integritas kulit susunan saraf tepi dan bagian
motorik ganggion kranilas
kranialis

kerusakan saraf perifer gangguan respon psikologis gejala prodomal


gastroinstestinal sistemik
nyeri terjadi lesi pada kulit nyeri otot

Mk : gangguan demam,
Mk: gangguan kerusakan integritas mual,anoreksia pusing
kulit dan malesie kepercayaan diri
istirahat dan tidur Mk :Gangguan

Mk : gangguan rasa
Mk :keseimbangan reaksi inflamasi
gambar diri nutrisiMK
kurang dari ketidaknyamana
kebutuhan n
Mk:hipertermi

Kurangnya pengetahuan

Terjadinya garukan pada lesi

Port de entree kuman

Mk : resiko infeksi

9
F. Pemeriksaan penunjang
Tes diagnostik untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :

a) Tzanck Smear

- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian diwarnai
dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue
ataupun Papanicolaou’s. Dengan menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai
multinucleated giant cells
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus

b) Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi: Pemeriksaan digunakan untuk
membedakan diagnosis herpes virus
c) Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
d) Pemerikasaan mikroskop electron
e) Kultur virus
f) Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ
g) Deteksi antibody terhadap infeksi virus
h) Biopsi kulit, pemeriksaan histopatologis tampak vesikel intraepidermal dengan
degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate. (Price, Sylvia Anderson. 2005 )

G. Penatalaksanaan medis
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik,
jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik.Pada herpes zoster oftalmikus
mengingat komplikasinya diberikan obat antiviral atau imunostimulator. Obat-obat ini
juga dapat diberikan pada penderita dengan defisiensi imunitas.Indikasi pemberian
kortikosteroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk
mencegah terjadinya parasialis. ( Judith M. Wilkinson. 2006)
Terapi serng digabungkan dengan obat antiviral untuk mencegah fibrosis
ganglion.Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder bila erosit diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat
diberikan salep antibiotik.( Judith M. Wilkinson. 2006)
10
Karena infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk
mengendalikan gejala dan menurunkan pengeluaran virus. Obat antivirus
analognukleosida merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obatan ini bekerja dengan
menyebabkan deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polymerase HSV yang pada
gilirannya menghentikan sintesis DNA dan replikasi virus.( Judith M. Wilkinson.
2006)
Tiga obat antivirus yang dianjurkan oleh petunjuk CDC 1998 adalak asiklovir,
famsiklovir, dan valasiklovir. Obat antivirus harus dimulai sejak awal tanda
kekambuhan untuk mengurangi dan mempersingkat gejala. Apabila obat tertunda
sampai lesi kulit muncul, maka gejala hanya memendek 1 hari. Pasien yang
mengalami kekambuhan 6 kali atau lebih setahun sebaiknya ditawari terapi supresif
setiap hari yang dapat mengurangi frekuensi kekambuhan sebesar 75%. Terapi
topical dengan krim atau salep antivirus tidak terbukti efektif. Terapi supresif atau
profilaksis dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi perinatal dan keharusan
melakukan seksioses area pada wanita yang positif HSV. Vaksin untuk mencegah
infeksi HSV-2 sekarang sedang diteliti.

H. Komplikasi
Komplikasi herpes zoster menurut Bricker dkk, 2002 adalah sebagai berikut:
a) Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.
b) Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.
Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.
c) Kelainan pada mata
Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik,
keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

d) Sindrom Ramsay Hunt


11
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, dan gangguan pengecapan.
e) Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis
ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat
terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan
anus. Umumnya akan sembuh spontan.

I. Prognosis
Herpes zoster merupakan penyakit self limiting atau dapat sembuh sendiri dan biasanya
sembuh dalam waktu 10:15 hari. Prognosis untuk pasien usia muda dan sehat sangat baik
karena Pada orang tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya komplikasi herpes
zoster seperti neualgia pascaherpes, infeksi sekunder dan timbulnya jaringan parut.
Varicella dan herpes zoster pada anak imunokompeten tanpa disertai komplikasi
prognosis biasanya sangat baik sedangkan pada anak imunokompromais, angka morbiditas
dan mortalitasnya signifikan. (Blackwell Science, 2000)

12
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama pasien, alamat pasien,
umur pasien biasnya kejadian ini mencakup semua usia antara anak-anak sampai
dewasa, tanggal masuk ruma sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan
dari pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di lakukan dengan
persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan.

2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada
fase-fase awal baik pada herpes zoster maupun simpleks.
b) Riwayat penyakit sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel
perkelompok dan penderita juga mengalami demam.
c) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang
terinfeksi virus ini.
d) Riwayat penyakit dahulu
diderita kembali oleh pasien yang pernah mengalami penyakit herpes simplek atau
memiliki riwayat penyakit seperti ini
e) Riwayat psikososial.
Kaji respon pasien terhadap penyakit yang diderita serta peran dalam keluarga dan
masyarakat, respon dalam keluarga maupun masyarakat.

3. Pola Kehidupan

13
a) Aktivitas dan Istirahat
Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
b) Pola Nutrisi dan Metabolik
Pada Herpes Zoster oftalmik , pasien mengalami penurunanan nafsu makan ,
karena mengeluh nyeri pada daerah wajah dan pipi sehingga pasien tidak dapat
mengunyah makanan dengan baik karena disebabkan oleh rasa nyeri
c) Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola saat
aktifitas berlebih ,sehingga pasien akan membatasi pergerakan aktivitas .
d) Pola Hubungan dan peran
Pasien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya
gangguan citra tubuh.

4. Pengkajian fisik
a) Keadaan Umum
 Tingkat Kesadaran
 TTV
b) Head To Toe
a. Kepala
wajah : ada lesi (ukuran > 1 , bentuk :benjolan berisi air , penyebaran : merata
dengan kulit )
b. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata rapi.
c. Mata (Penglihatan)
Adanya Nyeri tekan, ada penurunan penglihatan.
d. Hidung (Penciuman)
septum nasi tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak
terdapat hiposmia.
e. Telinga (Pendengaran)
 Inspeksi
 Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan keloid
 Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya benda asing.

 Palpasi

14
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis media dan
mastoidius.
f. Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda, tidak terdapat
perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g. Abdomen
 Inspeksi
 Bentuk : normal simetris
 Benjolan : tidak terdapat lesi
 Palpasi
 Tidak terdapat nyeri tekan
 Tidak terdapat massa / benjolan
 Tidak terdapat tanda tanda asites
 Tidak terdapat pembesaran hepar
h. Integument
 Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri.
 Edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.
 Akral hangat.
 Turgor kulit normal/ kembali <1 detik.
 Terdapat lesi pada permukaan kulit wajah

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Nama : Ny.M
Umur : 56 Tahun
Alamat : Sadia
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikkan : S1
Bangsa : Indonesia
No RM : 100501
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang
terkena zoster
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan nyeri hebat, terutama pada area kulit yang mengalami peradangan
berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan
penderita juga mengalami demam.
c. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama yaitu kakek dari pasien
tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat penyakit terdahulu.
3. Pola kehidupan
a. Aktivitas dan istirahat
Pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena nyeri, dan gatal.
b. Pola nutris
Pasien mengalami penurunan nafsu makan
c. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan pola aktivitas yang
berlebih, sehingga pasien akan membatasi pergerakan aktivitas
16
d. Pola hubungan dan peran
Pasien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena adanya
gangguan citra tubuh
4. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum
1) Tingkat kesadaran : compos mentis
2) TTV :
TD : 110/90 mmHg
S : 38° c
N : 98x/menit
RR : 22x/menit
b. Pemeriksaan fisik (Head To Toe)
1) Kepala
Wajah : ada lesi (ukuran > 1, bentuk, benjolan berisi air, peenyebaran : merata
dengan kulit )
2) Rambut : warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut tertata
rapi
3) Mata : adanya nyeri tekan
4) Hidung : septum nasi tepat di tengah, tidak terdapat secret, tidak ada lesi, dan tidak
terdapat hiposmia.
5) Telinga : tidak ada lesi, tidak terdapat edema, dan tidak terdapat obstruksi akibat
adanya benda asing
6) Mulut dan gigi : mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda,
tidak terdapat perdarahan guusi dan gigi bersih
7) Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk : normal simetris
Benjolan : tidak terdapat lesi
b. Palpasi
 Tidak terdapat nyeri tekan
 Tidak terdapat massa/benjolan
 Tidak terdapat tanda-tanda asites
 Tidak terdapat pembesaran hepar
8) Integument

17
 Ditemukkan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri
 Edema disekitar lesi dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder
 Akral hangat
 Turgor kulit normal/ kembali < 1 detik
 Terdapat lesi pada permukaan kulit wajah

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Agen Pencedera Fisiologis d.d tampak meringis, gelisah, sulit tidur,
nafsu makan berubah, menarik diri.
2. Gangguan Integritas kulit / jaringan b.d perubahan pigmentasi d.d kerusakan jaringan
dan/atau lapisan kulit, nyeri, kemerahan.
3. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
4. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

INTERVENSI (RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN)


DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut b.d Agen Setelah dilakukan tindakan a) Manajemen Nyeri
Pencedera Fisiologis keperawatan maka tingkat nyeri
Tindakan
d.d tampak meringis, menurun, dengan kriteria hasil :
Observasi :
gelisah, sulit tidur,  Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi lokasi, karakteristik,
nafsu makan berubah,  Meringiis menurun
durasi, frekuensi, kualitas,
menarik diri.  Sikap protektif menurun intensitas nyeri
 Gelisah menurkesulitan tidur  Identifikasi skala nyeri
menurun  Identifikasi respon nyeri non
 Menarik diri menurun variabel
 Nafsu makan membaik  Identifikasi faktor yang
 Pola tidur membaik memperberat dan memperingan
nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis
18
untuk mengurangi rasa nyeri (Mis
TENS, hipnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis: suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.

b) Pemberian analgesik

Tindakan
Obsevasi :
 Identifikasi karakter nyeri (mis:
pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi )
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Idenntifikasi kesesuian jenis

19
analgesik (mis: narkotika, non-
narkotik, NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri.
 Monitor ttv sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik :
 Diskusikan jenis analgesik yang
disukai untuk mencapai analgesik
optimal, jika perlu
 Pertimbangan penggunaan infus
kontinue, atau bolus oplold untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
 Tetapkan target aktifitas analgetik
untuk mempertimbangkan respon
pasiien.
2
Gangguan Integritas  Dokumentasikan respon terhadap

kulit / jaringan b.d Setelah dilakukan tindakan efek analgetik dan efek yang tidak

perubahan pigmentasi keperawatan gangguan integritas diinginkan

d.d kerusakan jaringan kulit/ jaringan meningkat , Edukasi :

dan / atau lapisan dengan  Jelaskan efek terapi dan efek

kulit, nyeri, Kriteria hasil : samping obat

kemerahan.  Kerusakan jaringan kulit Kolaborasi :


menurun  Kolaborasi dengan pemberian
 Kerusakan lapisan kulit dosis dan jenis analgesik, sesuai
menurun indikasi
 Nyeri menurun
 Kemerahan menurun

Perawatan intergritas kulit


Tindakan
Observasi :
 Identifikasi penyebab gangguan
integritas kulit (mis: perubahan
20
sirkulasi, perubahan status nutrisi,
penurunan kelembaban, suhu
dilingkungan, penurunan mobilitas)
Terapeutik :
 Ubah posisi tiap 2 jam tirah baring
 Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak pada kulit
kering.
 Gunakan produk berbahan ringan/
alami yang hipogenik pada kulit
sensistif
 Hindari produk berbahan dasar
alkohol pada kulit kering
Edukasi :
 Anjurkan memakai pelembab (mis
serum, lotion)
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningktkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupn
buah dan sayur
 Anjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya
3 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan  Monitor suhu pasien
berhubungan dengan keperawatan, pasien mampu  Monitor nadi,RR pasien
penyakit mempertahankan kondisi  Monitor output pasien
hipertermi dengan kriteria hasl:  Berikan penjelasan tentang
penyebab demam atau
 Suhu tubuh dalam batas
peningkatan suhu tubuh
normal
 Berikan kompres hangat
 Nadi dan RR dalam batas
 Kolaborasi dengan dokter dalam
normal
pemberian terapi

4 Resiko infeksi Selama dilakukan tindakan  Tekankan pentingnya teknik cuci

21
berhubungan dengan keperawatan, pasien terhindar tangan yang benar untuk semua
gangguan integritas dari infeksi sekunder dengan individu yang datang kontak
kulit kriteria hasil : dengan pasien
 Cukur atau ikat rambut disekitar
daerah yang terdapat erupsi
 Pasien mampu
 Bersihkan jaringan nekrotik/yang
mendeskripsikan proses
lepas ( termasuk pecahnya lepuh )
penularanpenyakit, factor
 Kolaborasi dengan dokter dalam
yang mempengaruhi
pemberian anti viral.
penularan serta
penatalaksanaannya
 Menunjukan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi baru
 Menunjukan perilaku hidup
sehat

22
BAB IV

A. Kesimpulan
Herpes Zoster merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus varisela yang
berada laten di jaras saraf sensorik yang bersifat khas seperti gerombolan vesitel unilateral
dan radang ini dialami oleh seseorang yang tidak mempuyai kekebalan terhadap varisela.

B. Saran

Berdasarkan uraian yang ada serta kesimpulan diatas , maka Kelompok mencoba
mengajukan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan :

1. Dalam memberikan asuhan keperawatan perlu adanya kerja sama tim baik dokter ,
perawat sebagai pelaksana , klien maupun keluarga klien untuk mendapatkan
kemudahan didalam pelaksanaan asuhan keperawatan demi terwujudnya mutu asuhan
keperawatan yang lebih baik
2. Untuk masyarakat bisa lebih memahami dan mencegah terjadinya infeksi virus Herpes
Zoster.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bruner dan Suddart. 2002. Edisi 8, Vol 2. Jakarta: EGC


Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :
EGC
Judith M. Wilkinson. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi Nic dan
Noc. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi, dkk. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke Dua. Jakarta : FKUI
Harahap, Marwali.2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta.
Smeitzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah Brunner & Suddarth.
EGC: Jakarta

24

Anda mungkin juga menyukai