Anda di halaman 1dari 3

Angsa Betina dan Beruang Jantan

Oleh : Neansy Nurhandayani

Suatu pagi yang cerah di hutan Gaharu, seekor angsa betina berbulu putih tengah
duduk bersandar pada sebatang pohon pinus yang tinggi. Bulu angsa itu tidak penuh
berwarna putih, ada sedikit corak keemasan pada bagian ekornya. Dalam diam
ditangan angsa itu sedang terkembang sebuah buku. Sudah lima belas menit
berlalu, namun angsa belum beranjak dari tempatnya duduk. Ia masih sibuk dengan
halaman-halaman yang semakin membuatnya terlihat penasaran. Angsa seperti
sangat fokus membaca, sehingga tidak tahu bahwa ternyata seekor beruang jantan
berbulu coklat sedang tertawa geli sendirian dari kejauhan sambil memakan pisang.

“Hai angsa putih! Tampaknya kamu sibuk sekali membaca! Memangnya kamu pikir
dengan membaca bisa membuatmu menjadi pemimpin di hutan ini?”

“Tidak mungkin bisa! “ sambungnya. “Tidak ada yang bisa menggantikan Sang
Singa yang gagah, kuat dan bijaksana. Memangnya kamu punya cakar atau taring
yang bisa membuatmu mengalahkan petarung lainnya? Hahhaha!” kikihnya sambil
melempar kulit pisang ke hadapan angsa.

“Aku membaca bukan untuk menjadi pemimpin. Aku membaca karena rasa ingin
tahu. Dengan membaca aku bisa memahami bagaimana malam dapat berubah
menjadi siang.” Angsa pun berdiri tegap, mengepakkan sayap, dan merapikan bulu
ekornya dengan paruhnya yang panjang.

Dengan sikap penuh percaya diri ia pun berlalu sambil kembali membawa buku dan
meninggalkan beruang yang masih tercenung kebingungan.

***

Kemarau panjang sudah datang. Hutan dilanda musim kering dan tidak banyak
pohon-pohon yang berbuah. Lebahpun enggan menghasilkan madu, karena bunga
pun tidak menghasilkan nektarnya. Panas yang garang membuat sebagian besar
hewan merasa lemas dan tidak berdaya. Mereka kekurangan tenaga karena
minimnya persediaan makanan. Meskipun keadaannya demikian, angsa betina
masih sibuk dengan bukunya.

“Memangnya kau tidak sadar sekarang sedang musim kemarau? Apa bukumu tidak
memberi tahu?” sorak beruang yang bergelantungan pada sebatang pohon cemara.

“Aku tau.” Sahut angsa putih.

“Lalu mengapa kau masih sibuk dengan bukumu itu? Apa kau tidak pernah lapar?”

“Bagaimana kalau lama kelamaan hutan menjadi semakin gundul dan semua hewan
mati?”

Tiba-tiba beruang menjadi panik dan turun dari pohonnya. Perlahan ia pun
mendekati angsa dan memegangi perutnya.

“Mungkin kau lupa, kalau aku bisa makan apa saja, beruang. Aku masih bisa makan
apa yang ada di air dibawah sana.” Angsa menunjuk dengan paruhnya ke arah air
yang masih mengalir dibawah pohon yang tinggi.

***

Keesokan harinya, terdengar kabar di penjuru hutan bahwa singa, sang raja hutan,
masih memiliki sedikit persediaan makanan. Sang singa yang gagah hanya memiliki
sebotol madu saja. Singa bingung bagaimana membagi persediaannya yang hanya
sebotol itu pada seluruh penghuni hutan. Akhirnya ia pun membuat sebuah
pertandingan yang bisa diikuti oleh semua penghuni hutan. Siapapun yang
memenangkan pertandingan, maka berhak memiliki sebotol madu yang manis.
Mendengar kabar demikian, sontak seluruh penghuni hutan terkejut. Mereka merasa
masih memiliki harapan untuk melangsungkan kehidupan, karena sang singa
bersedia membagi sebotol madunya pada pemenang pertandingan. Semua hewan
di hutan tanpa terkecuali beruang pun sangat berharap bisa memenangkan
pertandingan.

“Aku pasti memenangkan pertandingan itu. Badanku besar dan kuat. Mereka pasti
takut padaku. Hahaha” beruang mulai mengoceh lagi kepada angsa.
“Ya, semoga kau menang. Tapi semua orang tahu dalamnya makna karya
seseorang seperti William Shakespeare, tanpa ia menjelaskannya.” sahut angsa
yang baru saja kembali dari air yang semakin mengering dan berlalu.

***

Siang semakin panas, dan seluruh penghuni hutan sudah berkumpul dan memenuhi
savana. Panas yang sangat teriknya itu berhasil membuat seluruh penghuni hutan
merasa kecut dan lapar.

Anda mungkin juga menyukai