Anda di halaman 1dari 25

SIROSIS HEPATIS

DEFINISI

Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan
penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang
terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis
hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati.1,2,3

EPIDEMIOLOGI

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada
pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di
seluruh dunia, sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.4

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Keseluruhan insidensi sirosis di


Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit ahti alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia, data prevalensi sirosis
hati belum ada, hanya laoporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun
dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian
Penyakit Dalam.2

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur
30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.4

KLASIFIKASI

Klasifikasi sirosis dikelompokkan berdasarkan morfologi, secara fungsional dan


etiologinya. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :

1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil merata di seluruh lobus. Pada sirosis

1
mikronodular, besar nodulnya tidak melebihi 3 mm. Tipe ini biasanya disebabkan
alkohol atau penyakit saluran empedu.2,4,5

Gambar 1. Sirosis Mikronodular

2. Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung
nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya, ada daerah luas
dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. Tipe ini
biasanya tampak pada perkembangan hepatitis seperti infeksi virus hepatitis B. 2,4,5

Gambar 2. Sirosis Makronodular

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular). 2,4,5

Sedangkan secara fungsional, sirosis hepatis dibagi menjadi kompensata dan


dekompensata.
1. Sirosis hati kompensata

2
Sering disebut dengan sirosis hati laten atau dini. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan skrining. 2,4,5
2. Sirosis hati dekompensata
Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah
jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus. 2,4,5

ETIOLOGI

1. Alcoholic liver disease

Sirosis alkoholik terjadi pada sekitar 10-20% peminum alkohol berat. Alkohol
tampaknya melukai hati dengan menghalangi metabolisme normal protein, lemak,
2,3
dan karbohidrat.

2. Hepatitis C kronis

Infeksi virus hepatitis C menyebabkan peradangan dan kerusakan hati yang selama
beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis. Dapat didiagnosis dengan tes
serologi yang mendeteksi antibodi hepatitis C atau RNA virus.2,3

3. Hepatitis B kronis

Virus hepatitis B menyebabkan peradangan dan kerusakan hati yang selama


beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis. Hepatitis D tergantung pada
kehadiran hepatitis B, tetapi mempercepat sirosis melalui ko-infeksi. Hepatitis B
kronis dapat didiagnosis dengan deteksi HBsAg> 6 bulan setelah infeksi
awal. HBeAg dan HBV DNA bermanfaat untuk menilai apakah pasien perlu terapi
antiviral.2,3

4. Non-alcoholic steatohepatitis (NASH)

Pada NASH, terjadi penumpukan lemak dan akhirnya menjadi penyebab jaringan
parut di hati. Hepatitis jenis ini dihubungkan dengan diabetes, kekurangan gizi
protein, obesitas, penyakit arteri koroner, dan pengobatan dengan obat
kortikosteroid. Penyakit ini mirip dengan penyakit hati alkoholik tetapi pasien tidak
memiliki riwayat alkohol. Biopsi diperlukan untuk diagnosis.6

3
5. Sirosis bilier primer

Mungkin tanpa gejala atau hanya mengeluh kelelahan, pruritus, dan nonikterik
hiperpigmentasi dengan hepatomegali. Umumya disertai elevasi alkali fosfatase
serta peningkatan kolesterol dan bilirubin. Hal ini lebih umum pada perempuan. 2,3

6. Kolangitis sklerosis primer

PSC adalah gangguan kolestasis progresif dengan gejala pruritus, steatorrhea,


kekurangan vitamin larut lemak, dan penyakit tulang metabolik. 2,3

7. Autoimmune hepatitis

Penyakit ini disebabkan oleh gangguan imunologis pada hati yang menyebabkan
inflamasi dan akhirnya jaringan parut dan sirosis. Temuan yang umum didapatkan
yaitu peningkatan globulin dalam serum, terutama globulin gamma.

8. Sirosis jantung. Karena gagal jantung kronis sisi kanan yang mengarah pada
kemacetan hati. 2,3

9. Penyakit Keturunan dan metabolik, antara lain: 2,3,5


a. Defisiensi alpha1-antitripsin
Merupakan gangguan autosomal resesif. Pasien juga mungkin memiliki PPOK,
terutama jika mereka memiliki riwayat merokok tembakau. Serum AAT selalu
rendah.
b. Hemakhomatosis herediter
Biasanya hadir dengan riwayat keluarga sirosis, hiperpigmentasi kulit, diabetes
mellitus, pseudogout, dan / atau cardiomyopathy, semua karena tanda-tanda
overload besi. Labor akan menunjukkan saturasi transferin puasa> 60% dan
ferritin >300 ng/mL.
c. Penyakit Wilson
Kelainan autosomal resesif yang ditandai dengan ceruloplasmin serum rendah
dan peningkatan kadar tembaga pada biopsi hati hati.
d. Penyakit simpanan glikogen tipe IV
e. Tirosinemia herediter
f. Galaktosemia

4
g. Intoleransi fruktosa herediter
10. Infeksi parasit yang berat seperti skistosomiasis.

PATOGENESIS

Sirosis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis), sesuai dengan
etiologinya. Jika etiologinya ditangani pada tahap ini, perubahan tersebut masih
sepenuhnya reversibel.2,3

Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang menggantikan
parenkim normal, memblokir aliran darah portal melalui organ dan mengganggu fungsi
normal. Penelitian terbaru menunjukkan peran penting sel stellata, tipe sel yang biasanya
menyimpan vitamin A, dalam pengembangan sirosis. Kerusakan pada parenkim hati
menyebabkan aktivasi sel stellata, yang menjadi kontraktil (myofibroblast) dan
menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel ini mengeluarkan TGF-β1, yang mengarah
pada respon fibrosis dan proliferasi jaringan ikat. Selain itu, juga mengganggu
keseimbangan antara matriks metalloproteinase dan inhibitor alami (TIMP 1 dan 2),
menyebabkan kerusakan matriks. 2,3

Pita jaringan ikat (septa) memisahkan nodul-nodul hepatosit, yang pada akhirnya
menggantikan arsitektur seluruh hati yang berujung pada penurunan aliran darah di seluruh
hati. Limpa menjadi terbendung, mengarah ke hypersplenism dan peningkatan sekuesterasi
platelet. Hipertensi portal bertanggung jawab atas sebagian besar komplikasi parah
sirosis.2,3

MANIFESTASI KLINIS

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal
sirosis (konpensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, serta menurunnya dorongan seksualitas.2

5
Manifestasi klinis dari sirosis hati yang lanjut terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: kegagalan parenkim hati dan hipertensi portal. Kegagalan perenkim hati
memperlihatkan gejala klinis berupa :
1. Ikterus
2. Asites
3. Edema perifer
4. Kecenderungan perdarahan
5. Eritema palmaris
6. Spider nevi
7. Fetor hepatikum
8. Ensefalopati hepatik3,7,8
Sedangkan gambaran klinis yang berkaitan dengan hipertensi portal antara lain:
1. Varises oesophagus dan lambung
2. Splenomegali
3. Perubahan sum-sum tulang
4. Caput meduse
5. Asites
6. Collateral veinhemorrhoid
7. Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)3,7,8

DIAGNOSIS

Pada saat ini, penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis
hati dini.2
a. Temuan Klinis pada Pemeriksaan Fisik

1. Hati : perkiraan besar hati, biasa hati membesar pada awal sirosis, bila hati
mengecil artinya, prognosis kurang baik. Pada sirosis hati, konsistensi hati
biasanya kenyal/firm, pinggir hati biasanya tumpul dan ada nyeri tekan pada
perabaan hati.

2. Limpa : pembesaran limpa/splenomegali.

3. Perut & ekstra abdomen : pada perut diperhatikan vena kolateral dan ascites.

6
4. Manifestasi diluar perut : perhatikan adanya spider navy pada tubuh bagian
atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae, dan tubuh bagian bawah.
Perlu diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia, dan atrofi testis pada
pria. Bisa juga dijumpai hemoroid.2,5
b. Laboratorium

1. Aminotransferases - AST dan ALT meningkat cukup tinggi, dengan AST>


ALT. Namun, aminotransferases normal tidak menyingkirkan sirosis.

2. Fosfatase alkali - biasanya sedikit lebih tinggi.

3. GGT - berkorelasi dengan tingkat AP. Biasanya jauh lebih tinggi pada penyakit
hati kronis karena alkohol.

4. Bilirubin - dapat meningkat sebagai tanda sirosis sedang berlangsung.

5. Albumin - rendah akibat dari menurunnya fungsi sintetis oleh hati dengan
sirosis yang semakin memburuk.

6. Waktu prothrombin - meningkat sejak hati mensintesis faktor pembekuan.

7. Globulin - meningkat karena shunting antigen bakteri jauh dari hati ke jaringan
limfoid.

8. Serum natrium - hiponatremia karena ketidakmampuan untuk mengeluarkan air


bebas akibat dari tingginya ADH dan aldosteron.

9. Trombositopenia - karena splenomegaly kongestif dan menurunnya sintesis


thrombopoietin dari hati. Namun, ini jarang menyebabkan jumlah platelet
<50.000 / mL

10. Leukopenia dan neutropenia - karena splenomegaly dengan marginasi. limpa

11. Defek koagulasi - hati memproduksi sebagian besar faktor-faktor koagulasi


dan dengan demikian koagulopati berkorelasi dengan memburuknya penyakit
hati.3,5

c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

7
1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk
konfirmasi hepertensi portal.

2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis


hati/hipertensi portal.

3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai


alat pemeriksaa rutin pada penyakit hati. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran,
permukaan, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena
porta, pelebaran saluran empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya
SOL (space occupyin lesion). Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati
terutama stadium dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu
kandung empedu dan saluran empedu, dan lain lain.

4. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan cairan asites dengan


melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis
bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan
mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.5

KOMPLIKASI

Morbiditas dan mortalitas sirosis sangat tinggi akibat komplikasinya. Kualitas


hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.2,3,7

1. Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa
gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. 2,3,7
2. Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,
peningkatan ureum damn kreatinin tanpa adanya kelaianan organik ginjal.
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). 2,3,7
3. Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah
yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tingg, sebanyak
duapertiganya akan meninggal dalam waktu 1 tahun walaupun dilakukan tindakan
untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. 2,3,7

8
4. Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat
timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. 2,3,7
5. Sindrom hepatopulmonal, terdapat hidrothoraks dan hipertensi
portopulmonal.2

PENATALAKSANAAN

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Tetapi ditujukan mengurangi


progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet
yang mengandung protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2

a. Tatalaksana pasien sirosis kompensata


Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien
ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya:
1. Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal
bisa menghambat kolagenik.
2. Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif.
3. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi
menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
4. Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis.
5. Pada hepatitis B, IFN alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral
setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan
menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. IFN Alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4-6 bulan.
6. Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan
terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan 5 MIU 3 kali seminggu dan
dikombinasi dengan ribavirin 800-1000 mg/ hari selamab 6 bulan.2

b. Tatalaksana pasien sirosis dekompensata


1. Asites:

9
• Tirah baring
• Diet rendah garam, 5,2 gr atau 90 mmol/ hari.
• Diuretik, awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis
200-200 mg 1x/hari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan
berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kh/hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasentesis
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 L
dan dilindungi dengan pemberian albumin.
2. Ensefalopati hepatik
• Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
• Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
amonia, diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/ kgBB/ hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
3. Varises esofagus
• Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta (propranolol).
• Waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
4. Peritonitis bakterial spontan
• Diberikan antibiotika seperti sefotaksim IV, amoksilin, atau
aminoglikosida.
5. Sindrom hepatorenal
• Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air.
6. Transplantasi hati; terapi defenitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun
sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu.2

PROGNOSIS
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. 2

10
Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang
akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya
asites, ensefalopati dan juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Chil A, B dan C.
Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup
selama 1 tahun untuk pasien Child A, B dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%.2

Tabel Klasifikasi Child Phug untuk prognosis Sirosis Hepatis9

KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. W Agama : Islam


Jenis Kelamin: Laki-laki Suku Bangsa : Jawa
Umur : 55 Tahun Status Pernikahan: Menikah
Alamat : Jl. Jati Mulya, Gg. Sahilan Pendidikan : SMP
No. RM : 66 16 20 MRS : 22/03/2010
ANAMNESIS : Autoanamnesis

KELUHAN UTAMA : perut membuncit dan kaki bengkak sejak 2 bulan SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

• Sejak 2 bulan SMRS, pasien menyadari perutnya semakin membuncit, dan kedua
kakinya bengkak. Perut terasa tegang, kadang-kadang terasa sesak terutama ketika

11
pasien dalam posisi berbaring, terasa mual, namun tidak ada muntah, nafsu makan
tidak menurun.

• Keluhan demam, nyeri perut kanan atas tidak ada, BAB normal. Pasien pernah BAK
berwarna kuning kecoklatan seperti teh, namun hanya beberapa kali, sekarang
warnanya jernih seperti biasa. Pasien menyangkal pernah menderita sakit kuning,
mendapat transfusi, dan meminum alkohol. Pasien selalu meminum jamu tradisional,
dan pernah mendapat suntikan di daerah bokong oleh mantri 1 bulan sebelum sakit
(3 bulan SMRS) karena pasien demam.

• Mengobati penyakitnya, pasien pernah berobat dan mendapat perawatan jalan di RS


Swasta di Pekanbaru sebanyak 2 kali dan 1 kali ke mantri, pasien hanya diberi obat.
Karena keluhan tidak berkurang, pasien memutuskan berobat ke RSUD AA.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

• Demam kuning [-]

• Hipertensi [-]

• Diabetes [-]

RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA

Tidak ada yang berhubungan dengan penyakit pasien

RIWAYAT PEKERJAAN, SOSIAL, KEBIASAAN

• Minum alkohol [-]

• Merokok [-]

• NAPZA suntik [-]

• Minum jamu tradisional [+]

PEMERIKSAAN UMUM

Kesadaran : komposmentis-kooperatif

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

12
Tanda-tanda vital

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Frek. Nadi : 90x/i

Frek. Napas : 20x/i

Suhu : 36,7

Keadaan Gizi : Baik

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan :-

Lingkar perut : 98 cm

PEMERIKSAAN FISIK

Kepala & Leher

Mata : Konjungtiva pucat [-], sklera ikterik [-], pupil isokor 2mm/2mm

Hidung : DBN

Mulut : fetor hepatikum [-]

Leher : pembesaran KGB [-], TVJ 5-2 mmH2O

Dada

Paru-paru Inspeksi : gerakan napas simetris, spider nevi [-]

Palpasi : fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler kanan-kiri, ronki [-/-], wheezing [-/-]

Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di RIC V 1 jari medial LMCS,

13
Perkusi : batas jantung

Kanan : RIC V LSD

Kiri : RIC V 1 jari medial LMCS

Auskultasi : M1>M2, A2>P2, bising jantung [-]

Perut Inspeksi : buncit, tegang, mengkilat,venektasi [+], spider nevi


[-]
Palpasi : tegang, visera sulit dinilai
Perkusi : pekak di seluruh perut, undulasi [+]
Auskultasi : Bising usus [+] Normal
Genital : DBN
Ekstremitas : akral hangat, pitting oedem tungkai [+/+], palmar eritema [+/+]
Kulit : sianosis [-], hiperpigmentasi [-], ikterik [-]

PEMERIKSAAN PENUNJANG [Tanggal 23 Maret 2010]

 Darah Rutin

Hemoglobin : 10,9 gr%

Hematokrit : 33,2 vol%

Leukosit : 5.100 /mm3

Trombosit : 33.000 /mm3

 Urin rutin

Warna : kuning muda Protein :-

Kejernihan : jernih Reduksi :-

BJ : 1,015 Urobilinogen : 3,3

pH : 7,0 Nitrit :+

Keton :- Darah :-

14
Sedimen eritosit : 0-1/LBP Silinder: 0/ LBP

Leuko : 1-2/LBP Kristal : 0/LBP

Epitel : 0-1/ LBP

 Kimia Darah

Glukosa : 75 mg/dL Creatinin : 1,1 mg/dL

Cholesterol : 66 mg/dL Ureum : 34,2 mg/dL

DBIL : 0,9 mg/dL AST : 102 IU/L

TBIL : 3,9 mg/dL ALT : 83 IU/L

BUN : 16 mg/dL ALB : 1,9 g/dL

HbsAg : REAKTIF Globulin : 3,8 g/dL

 USG :

1.Asites

2.Sirosis hepatis

3.Splenomegali

RESUME

Tn W, 55 tahun datang dengan keluhan perut membuncit dan kaki bengkak sejak 2
bulan SMRS. Dari anamnesa didapat: perut membuncit dan kaki bengkak sejak 2 bulan,
perut tegang, sesak +, mual +, BAK kuning kecoklatan +, riwayat suntik +. Dari
pemeriksaan fisik didapat: asites +, venektasi +, palmar eritema +/+. Dari pemeriksaan
penunjang didapat: anemia (hb dan ht dibawah normal), peningkatan AST, ALT, DBIL,
TBIL, dan penurunan ALB, HbsAg REAKTIF.

DAFTAR MASALAH

15
1. Sirosis

2. Asites

3. Edema tungkai

4. Anemia

5. Trombositopenia

DIAGNOSIS KERJA : Sirosis Hepatis

ANALISIS MASALAH

1. Sirosis

Diagnosis sirosis hari ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisis, labor dan


penunjang lain seperti USG, CT Scan, dan sebagainya. Namun gold standar diagnosis
sirosis yaitu biposi. Suharyono-Subandiri mengemukakan suatu kriteria diagnosis sirosis
secara klinis yaitu ditemukannya 5 dari 7 kelainan-kelainan berikut secara bersamaan:
asites dengan atau tanpa edema, spider nevi, tanda kolateral dinding abdomen atau varises
esofagus, rasio albumin-globulin yang terbalik, hematemesis/melena, dan splenomegali.
Menurut kriteria diatas, diagnosis sirosis pada pasien ini dapat dimungkinkan, antara lain
ditemukan asites + edem tungkai, venektasi dinding abdomen, eritema palmaris, dan
splenomegali (dari USG).

Etiologi sirosis yang penting di Indonesis adalah hepatitis (B dan C), sedangkan di
daerah Barat yaitu alkohol. Namun, perkembangan sekarang, non alkoholik steatohepatitits
(NASH) juga berperan penting pada sirosis, seiring meningkatnya obesitas, diabetes
mellitus, penyakit jantung koroner dan kejadian malnutrisi. Pada pasien ini, etiologi sirosis
mengarah pada riwayat hepatitis. Dari anamnesis didapatkan, pasien mempunyai riwayat
BAK kuning kecoklatan (seperti teh). Walaupun pasien menyangkal pernah menderita
hepatitis (demam kuning), namun dari pemeriksaan HbsAg pasien, didapatkan hasil
reaktif. Hal ini menunjukkan pasien pernah menderita hepatitis B. Dan menurut teori ada
perjalanan hepatitis B yang secara klinis tidak muncul, yaitu asimtomatik atau silent
hepatitis. Atau mungkin juga gejala hepatitis pada pasien ini singkat dan tidak berat, yaitu
hepatitis yang umum pada pasien usia yang lanjut. Disamping itu, dari anamnesis dan
pemeriksaan klinis pasien tidak memiliki riwayat DM, penyakit jantung, status gizi cukup

16
baik, dan tidak obest, juga tidak meminum alkohol, sehingga etiologi lain sirosis pada
pasien ini dapat dikesampingkan. Virus hepatitis B menyebabkan peradangan dan
kerusakan hati yang selama beberapa dekade dapat mengakibatkan sirosis, dan bisa
mengarah pada keganasan.

Dari pemeriksaan fisik, pada pasien ini didapat tanda-tanda kegagalan perenkim
hati yang secara klinis berupa asites, edema perifer (tungkai), eritema palmaris. Sedangkan
yang berkaitan dengan hipertensi portal antara lain berupa venektasi dinding abdomen dan
juga asites. Pasien belum sampai ke tahap lanjut kegagalan hepatoseluler seperti spider
nevi, fetor haptikum dan ensefalopati hepatik. Beberapa konsekuensi portal hipertensi juga
belum ditemukan sperti varises esofagus dan hemoroid. Pada pasien ini belum didapatkan
tanda-tanda lanjut gangguan hormonal, seperti ginekomastia, pengecilan testis, dan
rontoknya rambut axilla dan pubis.

Dari pemeriksaan USG, telah dikonfirmasi adanya asites, splenomegali dan sirosis
hepatis.

Dari pemeriksaan laboratorium pada pasien ini, didapatkan kadar bilirubin yang
meningkat, namun belum mencapai batas manifestasi ikterus, begitu juga nilai AST dan
ALT juga meningkat. Peningkatan abnormal enzim transaminase hati (ALT dan AST)
dapat menjadi salah satu tanda adanya peradangan hati akibat berbagai penyebab,
termasuk sirosis.Pada hepatitis virus akut, terjadi peningkatan ALT yang lebih besar
dibandingkan AST dengan kadar ALTnya 20-50 kali normal. Pada hepatitis kronik
peningkatan ALT adalah 10-20 batas atas nilai normal dengan ratio de Ritis ALT/AST ≥1.
Pada pasien ini tidak ditemukan seperti pada hepatitis, akut maupun kronik, perbandingan
AST/ALT nya 102/83, hal ini dapat mengarahkan pasien mungkin sudah cukup lama
menderita hepatitis virus, dan HbsAg masih dapat ditemukan pada perjalanan kronik
hepatitis B lebih dari 6 bulan. Hal ini menguatkan diagnosis sirosis pada pasien ini karena
perjalanan kronik dari hepatitis B yang pernah ia derita.

Albumin juga ditemukan menurun dari nilai normal, globulin sedikit naik, namun
perbandingan albumin/globulin tidak sampai terbalik. Keadaan hipoalbumin menunjukkan
adanya kegagalan sel hati untuk mensintesis protein, sedangkan peningkatan globulin
sebagai akibat stimulasi nonspesifik sistem retikuloendotelial.

17
Secara keseluruhan (dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang), diagnosis
sirosis hepatis pada pasien ini dapat ditegakkan. Sirosis pada pasien ini merupakan
perjalanan kronik dari hepatitis B yang diderita oleh pasien, dan juga mungkin diperberat
oleh kebiasaan pasien mengkonsumsi jamu tradisional.

2. Asites dan Edema perifer

Asites pada pasien sirosis merupakan perjalanan dari kegagalan dan hipertensi
portal. Kegagalan hati memproduksi albumin akan menurunkan tekanan onkotik dalam
pembuluh darah sehingga akan terjadi pengeluaran cairan dari pembuluh darah ke
ektravaskuler. Dan hipertensi portal akan meningkatakan tekanan hidrostatik pembuluh
darah mesenterium, yang memperberat perpindahan cairan plasma ke ekstravaskuler.
Secara umum, begitu juga yang terjadi pada pembuluh darah tepi, sehingga terjadi edema
perifer, misalnya di tungkai.

3. Anemia dan Trombositopenia

Anemia dan trombositopenia pada pasien sirosis disebabkan adanya kongesti


spleen (karena tekanan portal) yang berakibat pada meningkatnya efektifitas spleen untuk
menyaring sel-sel darah, terutama eritrosit dan trombosit atau yang disebut dengan
hipersplenisme. Penurunan trombosit lebih lanjut akan mengakibatkan gangguan
pembekuan darah, namun pada pasien ini belum sampai ke tahan tersebut. Dan perlu
diingat hepar juga menghasilkan trombopeitin, sehingga juga semakin memperberat
keadaan trompositopenia.

RENCANA TERAPI

 Non Farmakologi

1. bed rest

2. Kurangi asupan cairan

3. Diit Hepar I RG

 Farmakologi

1. IVFD NaCl 0,9% asal netes

18
2. Furosemid Inj 2x/hr

3. Ceftriaxone Inj 2x/hr

4. Ranitidin Inj 2x/hr

5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr

6. Neurodex tab 2x/hr

7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr

FOLLOW UP PASIEN

24 Maret 2010 S : perut tegang, sakit, sedikit sesak


O : 120/80; 88x/i; 18x/i; 36,7, LP: 98 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
25 Maret 2010 S : perut tegang, sakit
O : 120/80; 84x/i; 18x/i; 36,5, LP: 98 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
26 Maret 2010 S : perut tegang, sakit
O : 120/80; 86x/i; 17x/i; 36,5, LP: 97,5 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes

19
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
26 Maret 2010 S : perut tegang, sakit
O : 120/80; 88x/i; 18x/i; 36,6, LP: 97,5 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
27 Maret 2010 S : perut tegang, sakit
O : 120/80; 88x/i; 18x/i; 36,6, LP: 97,5 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
28 Maret 2010 S : perut tegang, mual
O : 120/70; 88x/i; 20x/i; 36,6, LP: 97 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr

20
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
29 Maret 2010 S : perut tegang, mual
O : 120/70; 88x/i; 20x/i; 36,6, LP: 97 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
30 Maret 2010 S : perut tegang, mual, kepala pusing
O : 120/70; 88x/i; 20x/i; 36,6, LP: 96,5 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
31 Maret 2010 S : perut tegang, mual, kepala pusing
O : 120/70; 88x/i; 20x/i; 36,6, LP: 96,5 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
1 April 2009 S : mual, kepala pusing
O : 120/80; 89x/i; 18x/i; 36,5, LP: 96 cm
A : Asites + sirosis hepatis

21
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Ceftriaxone Inj 2x/hr
4. Ranitidin Inj 2x/hr
5. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
6. Neurodex tab 2x/hr
7. Lansoprazol tab 30 mg 1x/hr
2 April 2009 S : belum BAB
O : 120/80; 87x/i; 18x/i; 36,5, LP: 96 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
4. Neurodex tab 2x/hr
5. Dulcolax tab 2x/hr
3 April 2009 S:-
O : 120/80; 87x/i; 18x/i; 36,5, LP: 95,5 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
4. Neurodex tab 2x/hr
S:-
O : 120/80; 87x/i; 18x/i; 36,5, LP: 96 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
4. Neurodex tab 2x/hr
4 April 2009 S:-
O : 120/80; 87x/i; 18x/i; 36,5, LP: 96 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr

22
4. Neurodex tab 2x/hr
5 April 2009 S:-
O : 120/80; 87x/i; 18x/i; 36,5, LP: 95 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. IVFD NaCl 0,9% asal netes
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
4. Neurodex tab 2x/hr
6 April 2009 S:-
O : 120/80; 87x/i; 18x/i; 36,5, LP: 94 cm
A : Asites + sirosis hepatis
P : 1. Aff infuse
2. Furosemid Inj 2x/hr
3. Spironolakton tab 25 mg 2x/hr
4. Neurodex tab 2x/hr
7 April 2009 Pasien diperbolehkan pulang

KESIMPULAN

Sirosis merupakan stadium akhir fibrotik hati akibat penyakit hati kronik difus
yang ditandai dengan adanya perubahan arsitektur hati yang membentuk jaringan ikat dan
gambaran nodul. Penyakit ini dapat disebabkan berbagai etiologi. Infeksi virus hepaittis B
dan C merupakan penyebab yang sering di Indonesis, sedangkan alkohol merupakan
penyebab terbanyak di daerah Barat. Seiring meningkatnya obesitas, diabetes mellitus,
penyakit jantung koroner, maka nonalkoholik steatohepatitis juga menjadi etiologi sirosis
yang penting. Pengobatan penyakit ini didasarkan pada etiologi dan gejala klinis yang
tampak serta ada tidaknya komplikasi yang timbul. Prognosis penyakit ini baik jika diobati
pada stadium dini (kompensata), namun jika telah lanjut, akan sulit untuk bertahan hingga
lebih dari 5 tahun, karena sirosis bersifat irreversibel. Terapi pasien sirosis dapat diberikan
mulai dari medikamentosa hingga transplantasi hepar.

SARAN

23
Pada pasien ini harus dilakukan kontrol rutin dan ketat untuk menilai fungsi hati
dan mencegah perburukan penyakit ke arah keganasan dan komplikasi berat lainnya. Perlu
diberikan edukasi kepada pasien agar pasien dapat memahami proses penyakitnyam
sehingga tetap semngat untuk berobat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Cirrhosis. 2009; http://www.mayoclinic.com/print/cirrhosis [diakses 4


Maret 2010].

2. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. 443-
446

3. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. Cirrhosis and Its Complications. Dalam:


Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. Newyork: McGraw-
Hill Companies. 1844-1855.

4. Sutadi Sri M. Sirosis Hepatis. 2003;


http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf [diakses 4 Maret
2010].

24
5. Anonim. Sirosis Hepatis. 2008;
http://cintalestari.wordpress.com/2008/11/23/sirosis-hepatis/ [diakses 4 Maret
2010].

6. Dufour J F. Non alcoholic Steatohepatitis. http://orpha.net/data/patho/GB/uk-


NASH.pdf [diakses 4 Maret 2010].

7. Schiano Thomas D, Bodenheimer Henry C. Complication of Chronic Liver


Disease. Dalam: Current Doagnosis and Treatment Gastroenterology. Edisi II.
USA: McGraw-Hill Companies, 2003. 639-663

8. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005. 493-501.

9. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Kiver Disease. Dalam:
Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. Newyork: McGraw-
Hill Companies. 1813

25

Anda mungkin juga menyukai