PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Data statistik mortalitas, yang meningkat di negara didasari karena surat kematian
pada 99 % pada kasus. Validitas dan reabilitas dari data statistik tergantung bagaimana
akuratnya pengukuran penyebab kematian pada surat kematian di level populasi.
Keakuratan dari surat kematian dapat dilihat dari kualitas investigasi postmortem,
kualitas data yang ada pada setiap kematian, dan prosedur koding selama proses
registrasi. 1
Keakuratan surat kematian dapat dibantu dengan adanya proses autopsi. Dengan
autopsi dapat ditemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Autopsi sendiri
merupakan pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari pemeriksaan terhadap
bagian luar maupun dalam.2
Di Indonesia terdapat tiga macam autopsi, yaitu autopsi klinik. Autopsi klinik
dan autopsi medikolegal memegang peranan penting dalam penentuan sebab kematian
dan digunakan secara umum dalam praktek kedokteran. Oleh sebab itu pada makalah ini
akan dibahas mengenai autopsi klinik dan medikolegal.
1.2. Tujuan Penulisan
Mengetahui tentang autopsi klinik yang digunakan dalam praktek autopsi klinik.
1.3. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini dengan menggunakan metode kepustakaan yang
mengacu dari berbagai literatur.
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
Dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi baru
kepada mahasiswa untuk mengetahui mengenai autopsi klinik dalam penerapannya di
ilmu kedokteran forensik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Autopsi
Autopsi berasal dari kata auto yang artinya sendiri dan opsis yang artinya
melihat. Autopsi ialah pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan
atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut,
menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainankelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.2,3
Berdasarkan tujuannya, autopsi terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1.
Autopsi Klinik
Autopsi klinik adalah autopsi yang dilakukan terhadap mayat seseorang yang dirawat di
rumah sakit dan diduga meninggal akibat suatu penyakit.2
2.2. Indikasi Autopsi
UCDAVIS Health System Department of Pathology and Laboratory Medicine
membagi indikasi autopsi menjadi dua jenis, yaitu 4:
1
Indikasi umum
1
Kematian
yang
dipertanyakan
mengenai
keefektifan
terapi
atau
perkembangan penyakitnya
3
2. Indikasi khusus
1
Death on Arrival
Teknik R. Virchow
Teknik ini merupakan teknik tertua dan telah digunakan secara luas dengan beberapa
metode. Setelah pembukaan rongga tubuh, organ di keluarkan satu persatu dan langsung
diperiksa. Langkah pertama yaitu dengan membuka rongga kepala diikuti tulang
belakang lalu mengeluarkan organ thoraks, servikal, dan abdominal sehingga kelainan
yang terdapat pada masing-masing organ dapat terlihat. Tetapi hubungan anatomi
antarorgan menjadi sulit dideteksi.6
2
Teknik Rokitansky
Teknik ini dilakukan dengan cara mengiris secara insitu dan dikombinasikan dengan
mengeluarkan organ sekaligus (enblok). Organ-organ yang diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan insitu setelah itu organ-organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulankumpulan organ (enblok). Teknik ini jarang dipakai karena tidak menunjukkan
keunggulan yang lebih baik dibandingkan teknik lain.6
3
Teknik Letulle
Rongga tubuh dibuka lalu organ yang berada di leher, dada, diafragma, dan perut
dikeluarkan sekaligus. Teknik ini merupakan teknik terbaik pada pemeriksaan rutin.
Keunggulan dari teknik ini adalah hubungan semua organ masih dapat dipertahankan
setelah keluar dari rongga tubuh dan tubuh dapat bertahan sekurang-kurangnya 30 menit
tanpa harus secepatnya dideteksi.6
4
Teknik Ghon
Teknik ini dilakukan dengan pembukaan rongga tubuh dimana organ leher, dada, hati,
limpa, dan organ pencernaan, serta organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga
kumpulan organ-organ (blok). Modifikasi teknik ini sering digunakan 6.
2.4. Pelaksaan Autopsi
Sebelum autopsi dimulai, ada beberapa hal perlu mendapat perhatian antara lain
sebagai berikut 2:
1
Mayat yang diautopsi harus benar-benar mayat yang dimaksudkan dalam surat
yang bersangkutan.
dengan terjadinya
kematian
mungkin
Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, diperlukan alat alat sebagai berikut2 :
1
Kamar autopsi
Meja autopsi
Peralatan autopsi
Pemeriksaaan Luar
1
Mengidentifikasi tubuh.
1
Label mayat
Tutup mayat
Bungkus mayat
Pakaian
Perhiasan
Presentasi
Tanda terapi
Identifikasi
1
Identifikasi umum
Hal-hal yang menunjukkan identitas mayat, seperti: jenis kelamin,
bangsa atau ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat badan,
keadaan zakar yang disirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding
perut.2
Identifikasi khusus
Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas
secara khusus. 2
1
Rajah/ tattoo.
Jaringan parut.
6
Kapalan (callus).
Pemeriksaan rambut
Pemeriksaan mata
Periksa apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Pada kelopak mata, diperhatikan
pula akan adanya tanda-tanda kekerasan serta kelainan lain yang ditimbulkan oleh
penyakit dan sebagainya. Periksa pula keadaan selaput lendir kelopak mata, bagaimana
warnanya, adakah pembuluh darah yang melebar, adakah bintik perdarahan atau bercak
perdarahan. Terhadap bola mata, dilakukan pula pemeriksaan terhadap kemungkinan
terdapatnya tanda kekerasan, kelainan seperti ptosis bulbi, pemakaian mata palsu dan
sebagainya. Perhatikan pula keadaan selaput lendir bola mata akan adanya pelebaran
pembuluh darah, bintik perdarahan atau kelainan lain terhadap kornea (selaput bening
mata) ditentukan apakah jernih, adakah kelainan, baik fisiologik (arcus senelis) maupun
patologik (leucoma). Iris (tirai mata) dicatat warnanya untuk membantu identifikasi.
Catat pula kelainan yang mungkin ditemukan. Perhatikan pupil (teleng mata) dan catat
ukurannya. Apakah sama pada mata yang kanan dan yang kiri. Bila terdapat kelainan
pada lensa mata, ini pun harus dicatat.2
8
Pemeriksaan meliputi pencatatan terhadap bentuk dari daun telinga dan hidung,
terutama pada mayat dengan bentuk yang luar biasa karena hal ini mungkin dapat
membantu dalam identifikasi.
ditemukan. Periksa apakah dari lubang telinga dan hidung keluar cairan/ darah.2
9
Pemeriksaan meliputi bibir, lidah, rongga mulut serta gigi geligi. Catat kelainan atau
tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan
kemungkinan terdapatnya benda asing (pada kasus penyumbatan misalnya). Terhadap
gigi geligi, pencatatan harus dilakukan selengkap-lengkapnya meliputi jumlah gigi yang
terdapat, gigi geligi yang hilang/ patah/ mendapat tambalan/ bungkus logam, gigi palsu,
kelainan letak, perwarnaan (staining) dan sebagainya. Data gigi geligi merupakan alat
yang sangat berguna untuk identifikasi bila terdapat data pembanding. Perlu diingat
bahwa gigi geligi adalah bagian tubuh yang paling keras dan tahan terhadap kekerasan.2
10
Kelainan atau tanda kekerasan yang ditemukan harus mendapat perhatian dan dicatat
selengkapnya. Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi.
Cara kelainan bawaan yang mungkin ditemukan (epispadia, hypospadia phymosis, dan
lain-lain), adanya manik-manik yang ditanam dibawah kulit, juga keluarnya cairan dari
lubang kemaluan serta kelainan yang ditimbulkan oleh penyakit atau sebab lain. Pada
dugaan telah terjadinya suatu persetubuhan beberapa saat sebelumnya, dapat diambil
preparat tekan menggunakan kaca objek yang ditekankan pada daerah glans atau corona
glandis yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina
menggunakan teknik laboratorium tertentu. Pada mayat wanita, periksa pada keadaan
selaput dara dan komisura posterior akan kemungkinan adanya tanda kekerasan. Pada
kasus dengan persangkaan telah melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya,
jangan lupa dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap cairan/sekret liang senggama.
Lubang pelepasan perlu pula mendapat perhatiaan. Pada mayat yang sering mendapat
perlakuan sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput lendirnya
sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangnya rugae.2
11
Lain-lain
Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasan/ luka yang ditemukan, perlu dilakukan
pencatatan yang teliti dan objektif terhadap 2 :
1Letak luka.
2Jenis luka.
3Bentuk luka.
4Arah luka.
5Sudut luka.
6Dasar luka.
7Sekitar luka.
8Ukuran luka.
9Saluran luka.
10
13
Lain-lain.
Tentukan letak patah tulang yang ditemukan serta catat sifat/ jenis masing-masing patah
tulang yang terdapat.2
2
Pemeriksaan Dalam
1 Pengeluaran Organ Dalam
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan
(diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam
keadaan flexi maksimal dan daerah leher tampak jelas. 2 Insisi kulit dilakukan mengikuti
garis pertengahan badan mulai bawah dagu, diteruskan ke arah umbilikus dan
melingkari umbilikus di sisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti garis pertengahan
badan sampai di daerah simphysis pubis. Pada daerah leher, insisi hanya mencapai
kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai
10
permukaan depan tulang dada (sternum) sedangkan mulai daerah epigastrium, sampai
menembus ke dalam rongga perut. Insisi bentuk huruf I di atas merupakan insisi yang
paling ideal untuk suatu pemeriksaan bedah mayat forensik.2
Pemeriksaan Penunjang
2,18
Pemeriksaan toksikologi
1
2
4
5
bahan pengawet.
Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.
Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat
mengalami pembususkan.
Urine, diambil seluruhnya.
Karena
pada
umunya
racun
akan
5
6
7
8
bakteriologi.
Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati.
Mungkin perlu dilakukan untuk melihat parasit malaria. Sediaan hapus
lainnya adalah dari tukak sifilis atau cairan mukosa.
Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa biokimia.
Pemeriksaan urine dan feces.
Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.
Cairan uretra.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shojania dkk kemungkinan jika dilakukannya
autopsi dapat menunjukan bukti penting yang tidak diduga sebelumnya. 17
Bagi masyarakat manfaat yang diperoleh adalah 4:
1
14
1
1
Rekam medis lengkap dari pasien yang menjelaskan mengenai penyakit yang
diderita saat meninggal maupun riwayat penyakit terdahulu
Prosector
Autopsi klinik ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu. Pelaksanaan tindakan medis tersebut dilakukan
dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat yaitu norma hukum,
norma agama, kesusilaan, dan norma kesopanan.
Prosedur pelaksanaan
Setelah pengkajian dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan, autopsi
klinik lengkap, parsial, maupun needle necropsy dapat segera dilakukan.
Pemeriksaan luar dan dalam dilakukan secara sistematis dengan pencatatan segala
bentuk kelainan yang ditemukan. Autopsi klinis harus dilakukan sesuai dengan
standar pemeriksaan autopsi dengan membuka rongga kepala, dada dan perut, serta
melakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk menentukan sebab kematian.
Berbeda dengan autopsi forensik, pada autopsi klinik dilakukan pemeriksaan pada
15
kolumna vertebralis dan korda spinalis. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang
cukup lama sehingga pada autopsi forensik hanya dilakukan atas indikasi tertentu. 4
Adapaun cara pemeriksaan kolumna vertebralis dan korda spinalis adalah
dengan12:
1
Dengan mengunakan oscillating saw, buka korda spinalis antara L5-Si dan
diskus C3-C4
1
Pada regio servikal, memoloh daerah lateral dari badan vertebre dan
masuk ke dalam kanalis vertebre, mulai pada bagian terbawah dan naik
ke atas columan vertebralis dan cari sambungan dari ligamentum ke
korda.
Perlihatkan semua ganglia posterior dan akar serabut saraf yang secara kntinue
dilepas dari korda. Kembangkan pleksus sakralis dengan jari antara plesus dan
dinding pelvik. Potong akar serabut saraf sakral tetapi pertahankan sambungan
dengan lumbal. Lepaskan korda dan tempel saraf dari arah belakang ke arah
depan. Bebaskan korda servikalis bagian atas dengan memotong duramater yang
melewati foramen magnum.
Periksa korda dengan membuka duramater garis pertengahan anterior dan atau
posterior atau dengan memotong korda secara transversal tanpa merusak
duramater, biasanya setelah fiksasi adekuat.
Dalam menjalani autopsi, terdapat beberapa hal pokok yang harus diperhatikan
yaitu:2
1
Perubahan postmortem dapat mengubah keadaan suatu luka maupun suatu proses
patologik sedemikian rupa sehingga mungkin diinterpretasikan salah. Sebagai contoh,
rongga pleura yang semula kosong dapat berisi cairan merah kehitaman akibat
pembusukan.
2
pemeriksaan luar, pembedahan yang meiputi pembukaan tulang tengkorak, dada, perut,
dan panggul.
3
Autopsi dilakuan sendiri oleh dokter, tidak boleh diwakilkan kepada perawat
ataupun mantri. Dokter harus menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang
dilakukan, untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang yang menuntut
dilakukan pemeriksaan sejujurnya dengan pengetahuan sebaik-baiknya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keakuratan surat kematian dapat dibantu dengan adanya proses autopsi. Dengan
autopsi dapat ditemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Di Indonesia terdapat
tiga macam autopsi, yaitu autopsi anatomi, autopsi klinik, dan autopsi medikolegal.
17
Autopsi klinik dan autopsi medikolegal memegang peranan penting dalam penentuan
sebab kematian dan digunakan secara umum dalam praktek kedokteran.
Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit dan
dirawat di rumah sakit tetapi kemudian meninggal dengan tujuan mengetahui dengan
pasti penyakit atau kelainan yang menjadi penyebab kematian. Autopsi medikolegal
dilakukan oleh ahli forensik dengan tujuan mencari penyebab utama kematian. Autopsi
ini dilakukan atas permintaan resmi dari pihak berwajib apabila terdapat kecurigaan atas
kematian yang tidak sewajarnya atau kematian karena kasus kriminal.
Baik dalam melakukan autopsi klinik maupun autopsi forensik, ketelitian yang
maksimal harus diusahakan. Kelainan sekecil apapun harus dicatat dengan seksama.
Autopsi sendiri harus dilakukan sedini mungkin sehingga dapat ditentukan tujuan utama
dari autopsi yaitu memukan proses penyakit dan atau adanya cedera penyebab kematian.
3.2. Saran
1
Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat dan pihak rumah sakit mengenai
autopsi klinik
DAFTAR PUSTAKA
1
18
Staf
10
11
12
13
Dix, Jay. Color atlas of forensic pathology. Florida: CRC Press LC; 2000.
19
14
Sheaff MT, Hopster DJ. General Inspection and Initial Stages of Evisceration
dalam
Post
Mortem
Technique
Handbook
2nd
Edition.
London
Springer;2005.Hal.56 81
15
Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. Autopsy pathology a manual and atlas. 2nd
Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009.
16
Ioan B,
Alexa
18
20