Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Data statistik mortalitas, yang meningkat di negara didasari karena surat kematian
pada 99 % pada kasus. Validitas dan reabilitas dari data statistik tergantung bagaimana
akuratnya pengukuran penyebab kematian pada surat kematian di level populasi.
Keakuratan dari surat kematian dapat dilihat dari kualitas investigasi postmortem,
kualitas data yang ada pada setiap kematian, dan prosedur koding selama proses
registrasi. 1
Keakuratan surat kematian dapat dibantu dengan adanya proses autopsi. Dengan
autopsi dapat ditemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Autopsi sendiri
merupakan pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari pemeriksaan terhadap
bagian luar maupun dalam.2
Di Indonesia terdapat tiga macam autopsi, yaitu autopsi klinik. Autopsi klinik
dan autopsi medikolegal memegang peranan penting dalam penentuan sebab kematian
dan digunakan secara umum dalam praktek kedokteran. Oleh sebab itu pada makalah ini
akan dibahas mengenai autopsi klinik dan medikolegal.
1.2. Tujuan Penulisan
Mengetahui tentang autopsi klinik yang digunakan dalam praktek autopsi klinik.
1.3. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini dengan menggunakan metode kepustakaan yang
mengacu dari berbagai literatur.
1.4. Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
Dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi baru
kepada mahasiswa untuk mengetahui mengenai autopsi klinik dalam penerapannya di
ilmu kedokteran forensik.

1.4.2. Manfaat bagi Masyarakat


Diharapkan dari penulisan makalah ini dapat memberikan wawasan kepada
masyarakat mengenai autopsi klinik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Autopsi
Autopsi berasal dari kata auto yang artinya sendiri dan opsis yang artinya
melihat. Autopsi ialah pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari pemeriksaan
terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan proses penyakit dan
atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-penemuan tersebut,
menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainankelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.2,3
Berdasarkan tujuannya, autopsi terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1.

Autopsi Klinik

Autopsi klinik adalah autopsi yang dilakukan terhadap mayat seseorang yang dirawat di
rumah sakit dan diduga meninggal akibat suatu penyakit.2
2.2. Indikasi Autopsi
UCDAVIS Health System Department of Pathology and Laboratory Medicine
membagi indikasi autopsi menjadi dua jenis, yaitu 4:
1

Indikasi umum
1

Penyebab kematian yang tidak diketahui

Kematian

yang

dipertanyakan

mengenai

keefektifan

terapi

atau

perkembangan penyakitnya
3

Permintaan keluarga atau asuransi

Kematian yang dicurigai oleh penyakit genetik tetapi belum dikonfirmasi


kebenarannya sebelum kematian

Kematian ketika menjalani terapi atau sedang menjalani prosedur


diagnostik

Kematian tiba-tiba yang terjadi di rumah sakit yang merupakan kematian


wajar

2. Indikasi khusus
1

Kematian yang tidak diharapkan yang terjadi saat menjalani prosedur


terapi gigi, bedah, medikal
3

Kematian yang wajar yang mememang termasuk kasus forensik:


1

Death on Arrival

Kematian yang terjadi dalam 24 jam setelah tatalaksana di rumah


sakit

Kematian dimana pasien menderita cedera saat dirawat di rumah


sakit.

Kematian karena resiko tinggi infeksi dan penyakit menular

2.3. Teknik Autopsi


Teknik autopsi dapat berbeda-beda di setiap bagian kedokteran forensik.
Terdapat beberapa teknik autopsi yang digunakan di bagian kedokteran forensik di
Indonesia, antara lain5,6:
1

Teknik R. Virchow

Teknik ini merupakan teknik tertua dan telah digunakan secara luas dengan beberapa
metode. Setelah pembukaan rongga tubuh, organ di keluarkan satu persatu dan langsung
diperiksa. Langkah pertama yaitu dengan membuka rongga kepala diikuti tulang
belakang lalu mengeluarkan organ thoraks, servikal, dan abdominal sehingga kelainan
yang terdapat pada masing-masing organ dapat terlihat. Tetapi hubungan anatomi
antarorgan menjadi sulit dideteksi.6
2

Teknik Rokitansky

Teknik ini dilakukan dengan cara mengiris secara insitu dan dikombinasikan dengan
mengeluarkan organ sekaligus (enblok). Organ-organ yang diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan insitu setelah itu organ-organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulankumpulan organ (enblok). Teknik ini jarang dipakai karena tidak menunjukkan
keunggulan yang lebih baik dibandingkan teknik lain.6
3

Teknik Letulle

Rongga tubuh dibuka lalu organ yang berada di leher, dada, diafragma, dan perut
dikeluarkan sekaligus. Teknik ini merupakan teknik terbaik pada pemeriksaan rutin.
Keunggulan dari teknik ini adalah hubungan semua organ masih dapat dipertahankan

setelah keluar dari rongga tubuh dan tubuh dapat bertahan sekurang-kurangnya 30 menit
tanpa harus secepatnya dideteksi.6
4

Teknik Ghon

Teknik ini dilakukan dengan pembukaan rongga tubuh dimana organ leher, dada, hati,
limpa, dan organ pencernaan, serta organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga
kumpulan organ-organ (blok). Modifikasi teknik ini sering digunakan 6.
2.4. Pelaksaan Autopsi
Sebelum autopsi dimulai, ada beberapa hal perlu mendapat perhatian antara lain
sebagai berikut 2:
1

Kelengkapan surat-surat mengenai autopsi yang akan dilakukan. Untuk autopsi


klinik, yang harus diperhatikan apakah surat izin autopsi klinik telah
ditandatangani oleh keluarga terdekat dan yang bersangkutan. Perhatikan pula
jenis autopsi yang diizinkan oleh pihak keluarga, hal yang perlu diperhatikan
apakah Surat Permintaan Pemeriksaan/ Pembuatan Visum et Repertum telah
ditandatangani oleh pihak penyidik yang berwenang.

Mayat yang diautopsi harus benar-benar mayat yang dimaksudkan dalam surat
yang bersangkutan.

Keterangan yang berhubungan

dengan terjadinya

kematian

mungkin

dikumpulkan dengan lengkap. Pada kasus-kasus autopsi klinik status riwayat


penyakit dan pengobatan dapat memberi petunjuk arah pemeriksaan yang akan
dilakukan.
4

Untuk melakukan autopsi yang baik, tidaklah diperlukan alat-alat yang


mewah, namun tersedianya beberapa alat tambahan kiranya perlu mendapat
perhatian yang cukup. Apakah telah tersedia botol-botol berisi larutan formalin
yang diperlukan untuk pengawetan jaringan bagi pemeriksaan histopatologik?
Adakah botol-botol atau tabung-tabung reaksi untuk pengambilan darah, isi
lambung atau jaringan untuk pemeriksaan toksikologi? 2

Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, diperlukan alat alat sebagai berikut2 :
1

Kamar autopsi

Meja autopsi

Peralatan autopsi

Peralatan untuk pemeriksaan tambahan

Peralatan tulis menulis dan fotografi

Pelaksaan autopsi meliputi 2,7:


1

Pemeriksaaan Luar
1

Mengidentifikasi tubuh.
1

Label mayat

Tutup mayat

Bungkus mayat

Pakaian

Perhiasan

Benda di samping mayat

Vertifikasi izin autopsi: validitas dan jangka waktu.

Berat, ukuran tubuh, dan inspeksi tubuh untuk:

Presentasi

Tanda terapi

Identifikasi
1

Identifikasi umum
Hal-hal yang menunjukkan identitas mayat, seperti: jenis kelamin,
bangsa atau ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat badan,
keadaan zakar yang disirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding
perut.2

Identifikasi khusus
Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas
secara khusus. 2
1

Rajah/ tattoo.

Jaringan parut.
6

Kapalan (callus).

Kelainan pada kulit. Adanya kutil, angioma, bercak hiper atau


hipopigmentasi, eksema dan kelainan lain sering kali dapat
membantu dalam penentuan identitas.

Anomali dan cacat pada tubuh. Kelainan anatomis berupa


anomali atau deformitas akibat penyakit atau kekerasan perlu
dicatat dengan seksama.

Perubahan perimortem atau postmortem


1Lebam mayat
Dilakukan pencatatan letak/ distribusi lebam pada mayat, adanya bagian
tertentu di daerah lebam mayat yang justru tidak menunjukkan lebam
(karena tertekan pakaian, terbaring di atas benda keras dan lain-lain).
Warna dari lebam mayat serta intensitas lebam mayat (masih hilang pada
penekanan, sedikit menghilang atau sudah tidak menghilang sama
sekali). 2
2Kaku mayat
Catat distribusi kaku mayat serta distribusi kekakuan pada beberapa
sendi (daerah dagu/ tengkuk, lengan atas, siku, pangkal paha, sendi lutut)
dengan menentukan apakah mudah atau sukar dilawan. Apabila
ditemukan adanya kadaverik (cadaveric spasm) maka ini harus dicatat
sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik petunjuk apa yang sedang
dilakukan oleh korban saat terjadi kematian. 2
3Suhu tubuh mayat
Sekalipun perkiraan saat kematian menggunakan kriteria penurunan suhu
tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan, namun pencatatan suhu
tubuh mayat kadang dapat masih membantu dalam hal perkiraan saat
kematian. Pengukuran suhu mayat dilakukan dengan menggunakan
thermometer rectal. Jangan lupa juga melakukan pencatatan suhu
ruangan pada saat yang sama. 2
4Pembusukan
7

Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut sebelah


kanan bawah yang berwarna kehijauan. Kadang-kadang mayat diterima
dalam keadaan pembusukan yang lebih lanjut, merupakan mayat dengan
kulit ari yang terkelupas, terdapat gambaran pembuluh darah superfisial
yang melebar berwarna biru-hitam, ataupun tubuh yang telah mengalami
penggembungan akibat pembusukan lanjut. 2
5Lain-lain
Cara perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan, misalnya
mumifikasi atau adiposera.2
6

Pemeriksaan rambut

Pemeriksaan terhadap rambut dimaksudkan untuk membantu identifikasi. Pencatatan


dilakukan terhadap distribusi, warna, keadaan tumbuh, serta sifat dari rambut tersebut
baik dalam hal halus atau lurus ikalnya. Bila pada tubuh mayat ditemukan rambut yang
mempunyai sifat yang berlainan dari rambut mayat, rambut-rambut ini harus diambil.
Disimpan dan diberi label untuk pemeriksaan laboratorium lanjutan bila ternyata
diperlukan di kemudian hari. 2
7

Pemeriksaan mata

Periksa apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Pada kelopak mata, diperhatikan
pula akan adanya tanda-tanda kekerasan serta kelainan lain yang ditimbulkan oleh
penyakit dan sebagainya. Periksa pula keadaan selaput lendir kelopak mata, bagaimana
warnanya, adakah pembuluh darah yang melebar, adakah bintik perdarahan atau bercak
perdarahan. Terhadap bola mata, dilakukan pula pemeriksaan terhadap kemungkinan
terdapatnya tanda kekerasan, kelainan seperti ptosis bulbi, pemakaian mata palsu dan
sebagainya. Perhatikan pula keadaan selaput lendir bola mata akan adanya pelebaran
pembuluh darah, bintik perdarahan atau kelainan lain terhadap kornea (selaput bening
mata) ditentukan apakah jernih, adakah kelainan, baik fisiologik (arcus senelis) maupun
patologik (leucoma). Iris (tirai mata) dicatat warnanya untuk membantu identifikasi.
Catat pula kelainan yang mungkin ditemukan. Perhatikan pupil (teleng mata) dan catat
ukurannya. Apakah sama pada mata yang kanan dan yang kiri. Bila terdapat kelainan
pada lensa mata, ini pun harus dicatat.2
8

Pemeriksaan daun telinga dan hidung


8

Pemeriksaan meliputi pencatatan terhadap bentuk dari daun telinga dan hidung,
terutama pada mayat dengan bentuk yang luar biasa karena hal ini mungkin dapat
membantu dalam identifikasi.

Catat pula kelainan serta tanda kekerasan yang

ditemukan. Periksa apakah dari lubang telinga dan hidung keluar cairan/ darah.2
9

Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut

Pemeriksaan meliputi bibir, lidah, rongga mulut serta gigi geligi. Catat kelainan atau
tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan
kemungkinan terdapatnya benda asing (pada kasus penyumbatan misalnya). Terhadap
gigi geligi, pencatatan harus dilakukan selengkap-lengkapnya meliputi jumlah gigi yang
terdapat, gigi geligi yang hilang/ patah/ mendapat tambalan/ bungkus logam, gigi palsu,
kelainan letak, perwarnaan (staining) dan sebagainya. Data gigi geligi merupakan alat
yang sangat berguna untuk identifikasi bila terdapat data pembanding. Perlu diingat
bahwa gigi geligi adalah bagian tubuh yang paling keras dan tahan terhadap kekerasan.2
10

Pemeriksaaan alat kelamin dan lubang pelepasan

Kelainan atau tanda kekerasan yang ditemukan harus mendapat perhatian dan dicatat
selengkapnya. Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi.
Cara kelainan bawaan yang mungkin ditemukan (epispadia, hypospadia phymosis, dan
lain-lain), adanya manik-manik yang ditanam dibawah kulit, juga keluarnya cairan dari
lubang kemaluan serta kelainan yang ditimbulkan oleh penyakit atau sebab lain. Pada
dugaan telah terjadinya suatu persetubuhan beberapa saat sebelumnya, dapat diambil
preparat tekan menggunakan kaca objek yang ditekankan pada daerah glans atau corona
glandis yang kemudian dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina
menggunakan teknik laboratorium tertentu. Pada mayat wanita, periksa pada keadaan
selaput dara dan komisura posterior akan kemungkinan adanya tanda kekerasan. Pada
kasus dengan persangkaan telah melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya,
jangan lupa dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap cairan/sekret liang senggama.
Lubang pelepasan perlu pula mendapat perhatiaan. Pada mayat yang sering mendapat
perlakuan sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput lendirnya
sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangnya rugae.2
11

Lain-lain

Perlu diperhatikan akan kemungkinan adanya2:

1Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiruan pada kuku, ujung-ujung jari


(pada sianosis) atau adanya edema(sembab).
2Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi
lumbal, dan lain-lain. Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain
pada tubuh,
3kepingan atau serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal dan lain-lain.
12

Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/ luka

Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasan/ luka yang ditemukan, perlu dilakukan
pencatatan yang teliti dan objektif terhadap 2 :
1Letak luka.
2Jenis luka.
3Bentuk luka.
4Arah luka.
5Sudut luka.
6Dasar luka.
7Sekitar luka.
8Ukuran luka.
9Saluran luka.
10
13

Lain-lain.

Pemeriksaan terhadap patah tulang

Tentukan letak patah tulang yang ditemukan serta catat sifat/ jenis masing-masing patah
tulang yang terdapat.2
2

Pemeriksaan Dalam
1 Pengeluaran Organ Dalam
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan
(diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam
keadaan flexi maksimal dan daerah leher tampak jelas. 2 Insisi kulit dilakukan mengikuti
garis pertengahan badan mulai bawah dagu, diteruskan ke arah umbilikus dan
melingkari umbilikus di sisi kiri dan seterusnya kembali mengikuti garis pertengahan
badan sampai di daerah simphysis pubis. Pada daerah leher, insisi hanya mencapai
kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai
10

permukaan depan tulang dada (sternum) sedangkan mulai daerah epigastrium, sampai
menembus ke dalam rongga perut. Insisi bentuk huruf I di atas merupakan insisi yang
paling ideal untuk suatu pemeriksaan bedah mayat forensik.2

Pemeriksaan Penunjang

Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu

2,18

Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.


Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi
dalam formalin 10%. Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas,
otot jantung, arteri koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak,
basal ganglia dan dari bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.

Pemeriksaan toksikologi
1
2

Lambung dan isinya.


Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan

pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.


Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer
(v. jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml dan
dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain tidak diberi

4
5

bahan pengawet.
Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.
Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat

khususnya atau bila urine tidak tersedia.


Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan
sianida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang
mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah

mengalami pembususkan.
Urine, diambil seluruhnya.

Karena

pada

umunya

racun

akan

diekskresikan melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk


2
3

keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.


Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.
Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot,
lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak.
11

Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil


sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk
pemeriksaan histopatologik. Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol
dan larutan garam jenuh pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran
NaF dan Na sitrat digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate
dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine.
3
Pemeriksaan bakteriologi.
Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan
limpa untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan
menempelkan spatel yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah jantung
diambil dengan tabung injeksi yang steril dan dipindah dalam tabung reagen
yang steril. Permukaan limpa dibakar dengan cara tersebut di atas dan dengan
pinset dan gunting yang steril diambil sepotong limpa dan dimasukkan dalam
tabung reagen yang steril dan kedua tabung dikirim ke laboratorium
4

5
6
7
8

bakteriologi.
Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati.
Mungkin perlu dilakukan untuk melihat parasit malaria. Sediaan hapus
lainnya adalah dari tukak sifilis atau cairan mukosa.
Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa biokimia.
Pemeriksaan urine dan feces.
Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.
Cairan uretra.

2.5. Autopsi Klinik


Autopsi klinik merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi penyebab kematian. 4 Autopsi klinik
dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit dan dirawat di rumah
sakit tetapi kemudian meninggal.2
Autopsi ini penting karena secara langsung dapat memberikan manfaat kepada
keluarga mayat dan masyarakat sekeliling. Yang penting dalam autopsi ini adalah
mencari penyakit apa saja yang terdapat pada mayat itu dan apa yang menyebabkan
kematian. Dalam hal ini masyarakat menentang kerana autopsi ini dianggap sebagai
bertujuan ilmiah atau penyelidikan semata-mata dan tidak ada manfaatnya kepada ahli
waris.5 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ioan et al, membuktikan bahwa autopsi
merupakan salah satu pemerikasaan yang penting dilakukan untuk menilai kualitas
12

perawatan, untuk meningkatkan proses pendidikan kedokteran, tantangan bagi klinis


dalam menegakkan diagnosis.16
Autopsi klinik dapat dilakukan bila sudah mendapat izin dari keluarga, oleh
sebab itu harus meminta izin keluarga terlebih dahulu. Untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, yang terbaik adalah melakukan autopsi klinik yang lengkap meliputi
pembukaan rongga tengkorak, dada, dan perut/ panggul, serta memeriksa seluruh organorgan dalam. Dalam autopsi tidak semua organ dalam tubuh dikeluarkan tetapi hanya
diambil sebagian kecil berupa irisan yang cukup untuk diperiksa di bawah mikroskop
atau dengan alat-alat lain. Namun apabila keluarga berkeberatan, dapat dilakukan
autopsi klinik parsial, yaitu terbatas pada satu atau dua rongga badan. Apabila masih
tidak disetujui, dapat dilakukan needle necropsy terhadap organ tertentu untuk
kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologik. 2,5
Autopsi klinik dapat dilakukan tanpa persetujuan dari keluarga apabila diduga
mayat yang meninggal menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau
masyarakat sekitarnya.2
Autopsi klinik adalah salah satu peran dalam evolusi pengobatan. Namun
autopsi sering ditolak karena berbagai alasan seperti, progresivitas diagnosis penyakit,
ketekutan bila salah mendiagnosis, penolakan dari keluarga, ketidakmauan dari pihak
patologi forensik karena resiko infeksi dan waktu yang dibutukan lama. Meskipun ilmu
kedokteran berkembang pesat, dapat terjadi perbedaan antara diagnosis kematian yang
ditegakkan oleh klinisi dengan diagnosis yang ditegakan oleh patologi forensik setelah
autopsi dilakukan.16
2.6.1.Tujuan dan Manfaat Autopsi Klinik
Tujuan utama autopsi klinik ialah untuk menentukan penyebab kematian yang
pasti. Penjabaran tujuan autopsi klinik yaitu 2:
1

Menentukan sebab kematian yang pasti

Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai


dengan diagnosis postmortem

Mengetahui korelasi antara proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis


klinik dan gejala-gejala klinik

Menentukan efektifitas pengobatan


13

Mempelajari secara lazim suatu proses penyakit

Untuk pendidikan para mahasiswa kedokteran dan dokter


Pelaksanaan autopsi klinis akan membawa manfaat bagi keluarga, institusi

penyelenggara pelayanan kesehatan dan individu di dalamnya serta membawa manfaat


bagi masyarakat luas. 4
Bagi keluarga manfaat yang diperoleh antara lain:
1

Diperolehnya informasi mengenai adanya kemungkinan kelainan genetik atau


kelainan yang sifatnya diturunkan pada generasi berikutnya dalam garis keluarga

Mengkonfirmasi penyebab kematian, dan memantau adanya kemungkinan


kelalaian medik dalam pelayanan

Berpartisipasi dalam pendidikan dan penelitian kedokteran

Bagi Institusi Penyelenggara pelayanan kesehatan manfaat yang diperoleh adalah4,11:


1

Mengkonfirmasi diagnosis klinis yang dibuat selama pengobatan dan


perawatan

Mengetahui asal penyakit dan perjalanan penyakit yang diderita pasien

Mendidik dokter dan perawat hingga pada gilirannya meningkatkan kualitas


pelayanan

Merancang obat dan pengobatan yang efektif

Mengidentifikasi efek samping dari pengobatan

Mendapatkan hasil statistik vital yang lebih akurat

Mendapatkan hasil yang akurat mengenai penyebab kematian untuk


perkembangan penelitian

Mengidentifikasi dan mengevaluasi penyakit emergensi dan re-emerging


diseases.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shojania dkk kemungkinan jika dilakukannya
autopsi dapat menunjukan bukti penting yang tidak diduga sebelumnya. 17
Bagi masyarakat manfaat yang diperoleh adalah 4:
1

Mengevaluasi teknologi pemeriksaan kedokteran yang baru

Menilai efektifitas metode pengobatan yang diberikan pada pasien

Menyelidiki adanya penyakit terkait kondisi lingkungan kerja atau


lingkungan tinggal

14

1
1

Prosedur Autopsi Klinik

Persiapan dokumen yang diperlukan 4


1

Rekam medis lengkap dari pasien yang menjelaskan mengenai penyakit yang
diderita saat meninggal maupun riwayat penyakit terdahulu

Persetujuan dari keluarga terdekat yang menyatakan kesediaan untuk


dilakukannya autopsi klinik dan kesediaan untuk turut membantu autopsi klinik,
dalam hal ini mengenai pengumpulan data-data yang diperlukan dalam proses
autopsi

Surat permintaan resmi dari rumah sakit, klinik, puskesmas, ataupun


penyelenggara pelayanan kesehatan resmi lainnya untuk dilakukan autopsi klinik

Persiapan fasilitas penunjang 4


Untuk melakukan autopsi klinik diperlukan peralatan yang lengkap dan
ruangan dengan fasilitas memadai seperti adanya kulkas penyimpanan mayat dan
meja autopsi dengan drainase yang baik, selain itu ruangan yang digunakan selama
pemeriksaan harus memiliki pencahayaan yang baik.

Prosector
Autopsi klinik ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu. Pelaksanaan tindakan medis tersebut dilakukan
dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat yaitu norma hukum,
norma agama, kesusilaan, dan norma kesopanan.

Prosedur pelaksanaan
Setelah pengkajian dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan, autopsi
klinik lengkap, parsial, maupun needle necropsy dapat segera dilakukan.
Pemeriksaan luar dan dalam dilakukan secara sistematis dengan pencatatan segala
bentuk kelainan yang ditemukan. Autopsi klinis harus dilakukan sesuai dengan
standar pemeriksaan autopsi dengan membuka rongga kepala, dada dan perut, serta
melakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk menentukan sebab kematian.
Berbeda dengan autopsi forensik, pada autopsi klinik dilakukan pemeriksaan pada

15

kolumna vertebralis dan korda spinalis. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang
cukup lama sehingga pada autopsi forensik hanya dilakukan atas indikasi tertentu. 4
Adapaun cara pemeriksaan kolumna vertebralis dan korda spinalis adalah
dengan12:
1

Melepaskan otot psoas.

Dengan mengunakan oscillating saw, buka korda spinalis antara L5-Si dan
diskus C3-C4
1

Pada regio lumbal, potong pedikel, dan tanpa mencederai korda

Pada regio thoraks, dengan bantuan osteotome untuk memperlihatkan


kepala iga dan memotong korda melalui leher iga dan pedikel vertebre.

Pada regio servikal, memoloh daerah lateral dari badan vertebre dan
masuk ke dalam kanalis vertebre, mulai pada bagian terbawah dan naik
ke atas columan vertebralis dan cari sambungan dari ligamentum ke
korda.

Perlihatkan semua ganglia posterior dan akar serabut saraf yang secara kntinue
dilepas dari korda. Kembangkan pleksus sakralis dengan jari antara plesus dan
dinding pelvik. Potong akar serabut saraf sakral tetapi pertahankan sambungan
dengan lumbal. Lepaskan korda dan tempel saraf dari arah belakang ke arah
depan. Bebaskan korda servikalis bagian atas dengan memotong duramater yang
melewati foramen magnum.

Periksa korda dengan membuka duramater garis pertengahan anterior dan atau
posterior atau dengan memotong korda secara transversal tanpa merusak
duramater, biasanya setelah fiksasi adekuat.
Dalam menjalani autopsi, terdapat beberapa hal pokok yang harus diperhatikan

yaitu:2
1

Autopsi harus dilakukan sedini mungkin

Perubahan postmortem dapat mengubah keadaan suatu luka maupun suatu proses
patologik sedemikian rupa sehingga mungkin diinterpretasikan salah. Sebagai contoh,
rongga pleura yang semula kosong dapat berisi cairan merah kehitaman akibat
pembusukan.
2

Autopsi harus dilakukan lengkap


16

Agar autopsi dapat mencapai tujuannya, maka

autopsi harus lengkap meliputi

pemeriksaan luar, pembedahan yang meiputi pembukaan tulang tengkorak, dada, perut,
dan panggul.
3

Autopsi dilakuan sendiri oleh dokter, tidak boleh diwakilkan kepada perawat
ataupun mantri. Dokter harus menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang
dilakukan, untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang yang menuntut
dilakukan pemeriksaan sejujurnya dengan pengetahuan sebaik-baiknya.

Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan seteliti mungkin. Semua kelainan


yang ditemukan harus dicatat sebaik-baiknya. Di samping itu perlu juga dicatat
penemuan negatif pada kasus tertentu yang menunjukkan bahwa dokter
pemeriksa telah melakukan pemeriksaan dan mencari kelainan tertentu tapi tidak
menemukannya.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keakuratan surat kematian dapat dibantu dengan adanya proses autopsi. Dengan
autopsi dapat ditemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Di Indonesia terdapat
tiga macam autopsi, yaitu autopsi anatomi, autopsi klinik, dan autopsi medikolegal.

17

Autopsi klinik dan autopsi medikolegal memegang peranan penting dalam penentuan
sebab kematian dan digunakan secara umum dalam praktek kedokteran.
Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit dan
dirawat di rumah sakit tetapi kemudian meninggal dengan tujuan mengetahui dengan
pasti penyakit atau kelainan yang menjadi penyebab kematian. Autopsi medikolegal
dilakukan oleh ahli forensik dengan tujuan mencari penyebab utama kematian. Autopsi
ini dilakukan atas permintaan resmi dari pihak berwajib apabila terdapat kecurigaan atas
kematian yang tidak sewajarnya atau kematian karena kasus kriminal.
Baik dalam melakukan autopsi klinik maupun autopsi forensik, ketelitian yang
maksimal harus diusahakan. Kelainan sekecil apapun harus dicatat dengan seksama.
Autopsi sendiri harus dilakukan sedini mungkin sehingga dapat ditentukan tujuan utama
dari autopsi yaitu memukan proses penyakit dan atau adanya cedera penyebab kematian.

3.2. Saran
1

Perlu diadakannya autopsi klinik dalam praktek kedokteran umum sehari-hari


untuk mengetahui penyebab kematian secara pasti

Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat dan pihak rumah sakit mengenai
autopsi klinik

DAFTAR PUSTAKA
1

Philippe L, Anne L, Sanna S. 2007. Surveillance of Injury Related Deaths:


Medicolegal Autopsy Rates and Trends in Finland in Injury Prevention.
Helsinki, Finland: National Public Health Institute, Injury Prevention Unit; 13:
282284.

18

Staf

Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 2000. Teknik Autopsi

Forensik. Jakarta: Penerbit Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia.
3

UCDAVIS heatlh System, 2014, Indication of Autopsy, Departement of


Pathology and Laboratotory: University of California. yang diakses dari
http:www.ucdmc.ucdavis.edu/pathology/services/clinical/anatomic@pathology/a
utopsy/indication.html. pada tanggal 8 Juli 2014 Pukul 12.00 WIB

Kotabagi RB, Charati SC, Jayachandar MD. 2005. Clinical Autopsy vs


Medicolegal Autopsy. India: MJAFI; 61: 258-263.

Solichin S, Apuranto H, Agus MA. 2010. Ilmu Kedokteran Forensik


dan Medikolegal. Surabaya.

Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 2000. Ilmu Kedokteran


Forensik. Jakarta: Penerbit Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Undang Undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2009

Pathak A, Mangal HM. 2007. Histo-Pathology Examination in Medicolegal


Autopsy Pros & Cons. India: J Indian Acad Forensic Med; 32: 2.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2010. Autopsi. Dalam:


Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius.

10

Eckert WG. 1997. Introduction to Forensic Sciences. United States of America:


CRC Press.

11

Kaven G, Shojania, Burton EC. 2008. The Vanishing Nonforensic Autopsy. N


Engl J Med 358;8. diunduh dari www.nejm.org.

12

Collins KA, Hutchins GM. An Introduction To Autopsy Technique : Step-by-Step


Diagram. College of American Pathologists : Advancing Excellence;2005.Hal.122

13

Dix, Jay. Color atlas of forensic pathology. Florida: CRC Press LC; 2000.

19

14

Sheaff MT, Hopster DJ. General Inspection and Initial Stages of Evisceration
dalam

Post

Mortem

Technique

Handbook

2nd

Edition.

London

Springer;2005.Hal.56 81
15

Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. Autopsy pathology a manual and atlas. 2nd
Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009.

16

Ioan B,

Alexa

T, Alexa ID,2012. Do we still need the autopsy? Clinical

diagnosis versus autopsy diagnosis, Rom J Leg Med [20] 307-312


17

Shojania KG, et al, 2003. Changes in Rates of Autopsy-Detected Diagnostic


Errors Over Time. JAMA, June 4, 2003Vol 289, No. 21

18

Mozayani A. Toxicology in The Crime Laboratory. In: Mozayani A, Noziglia C,


editors. The Forensic Laboratory Handbook Procedures and Practice. New
Jersey: Humana Press; 2006.p.249-264

20

Anda mungkin juga menyukai