Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS

Disusun Oleh :

Syafiva Sunnahwiyah

PO71202230068

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK

2023-2024
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkhim hati. (Arief Mansjoer, 1999)
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi sel dan fibrosis
(jaringan parut), jaringan hepatik. (Sandra M. Nettina, 2001)
Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati, yang menahun dimana
secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi
dan nekrosis. (Smeltzer & Bare, 2001)
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi sel dan
fibrosis (jaringan parut) dari jaringan hepatik.

2. Anatomi dan Fisiologi


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gr atau
2% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
terbentuk oleh struktur sekitarnya. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan
merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, penkreas, dan usus. Hati memiliki dua
lobus utama yaitu kanan dan kiri. Setiap lobus terbagi menjadi struktur-struktur
yang disebut sebagai lobules, yang merupakan mikroskopis dan fungsional organ.
Hati manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus.
Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai
sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatica. Tidak seperti
kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kupffer. Sel Kupffer
merupakan system monosy makrofag, dan fungsi utamnya adalah menelan bakteri
dan benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50% makrofag dalam hati adalah sel
Kupffer; sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan
melawan infasi bakteri dan agen toksik.
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah
yang masuk adalah darah arteria dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena
porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1500 ml dan
dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada
vena cava inferior. Selain merupakan organ prenkim yang paling besar. Hati sangat
penting untuk mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi
metabolic tubuh, dan terutama bertangung jawab atas lebih dari 500 aktivitas
berbeda.
Hati adalah organ penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi
lain antara lain :
1) Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari saluran
pencernaan.
2) Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing
lainya.
3) Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah
dan untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.
4) Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5) Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal
6) Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak
7) Ekskresi kolesterol dan bilirubin.

Gambar 1 Anatomi Hepar

3. Etiologi
Beberapa penyebab dari sirosis hepatis yang sering adalah :
1) Malnutrisi
2) Alkoholisme
3) Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
4) Virus hepatitis
5) penyakit Wilson
Merupakan kelainan autosomal resesif yang diturunkan dimana tembaga
tertimbun di hepar dan ganglia basal otak.
6) Zat toksik

4. Tanda dan Gejala


Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya
kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Gejala disebakan oleh satu/lebih
macam kegagalan, yaitu :
a. Kegagalan parenchim hati
b. Hipertensi portal
c. Enchelopalophaty
d. Ascites
Keluhan subyektif :
a. Tidak ada nafsu makan, mual, perut terasa tidak enak, cepat lelah.
b. Keluhan awal : Kembung
c. Tahap lanjut : Icterus dan urine gelap.
Keluhan Obyektif :
a. Hati – Kadang terasa keras/ tumpul
b. Limpa – Pembesaran pada limpa
c. Perut – Sirkulasi kolateral pada dinding perut dan ascites.
d. Manifestasi ekstra abdominal :
- Spider nervi pada bagian atas
- Eritema palmaris
- Ginekomasti dan atropi testis
- Haemoroid
- Mimisan
5. Fatofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang
utama. Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun
defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati
pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab
utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun
demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan
minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang
tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis
dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60
tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-
sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan
parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau
jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat
menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail
appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan
penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30
tahun/lebih.
Secara skematis, patofisiologi sirosis hepatis dapat digambarkan sebagai
berikut :
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :
a. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia),
dan trombositopenia.
b. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang
rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
e. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
f. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan
ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
g. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis
hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
h. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-
1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya
kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk
melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan
panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde
chlangiopancreatography (ERCP).

7. Komplikasi
a. Edema dan Acites
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki( edema) dan abdomen ( acites)
b. Luka dan perdarahan
Ketika liver lambat atau berhenti memproduksi protein yang dibutuhkan tubuh
untuk penggumpalan darah, penderita akan mudah luka dan berdarah.
c. Penguningan ( Joundice)
Penguningan pada kulit dan mata yang terjadi ketika liver sakit, tidak bisa
menyerap bilirubin.
d. Batu Empedu
Jika sirosis mencegah air empedu mencapai empedu, maka akan timbul batu
empedu. (Misnadiarly, 2007)

8. Penatalaksanaan
a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
b. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori).
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000
mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan
tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma
hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk
kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan
tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya
hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas
tidak hepatotoksik.
d. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
e. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asites dan edema adalah :
a. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-
500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi.
Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama
24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
b. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300
mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
c. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun
merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan
karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk
digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus
albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat
pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah
pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan
diuretik biasanya tetap diperlukan.
d. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari.
Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat
mencetuskan ensefalopati hepatik.

9. Pencegahan
Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d. Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f. Hindari atau membatasi alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan

B. Dampak Penyakit Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia


1. Kebutuhan Oxygenasi
Penimbunan cairan dalam rongga abdomen (asites) mengakibatkan terjadinya
distensi abdomen, distensi abdomen menekan diafragma, pengembangan diafragma
pada saat inspirasi tidak optimal mengakibatkan respirasi menjadi dangkal.
2. Kebutuhan cairan dan elektrolit
Fibrosis jaringan hepar menyebabkan tekanan vena porta, mengakibatkan
terjadinya perpindahan cairan dari intravaskuler kejaringan interstitial,
mengakibatkan terjadinya penimbunan cairan : asites dan edema.
3. Kebutuhan nutrisi
Kerusakan fungsi hepar mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem
pencernaan dan metabolisme, terjadi gangguan pada gastrointestinal, menyebabkan
flatulensi, mual dan tidak napsu makan.
4. Kebutuhan sirkulasi
Kerusakan sel hepar dan peningkatan tekanan vena porta mengakibatkan
terjadinya gangguan pada fungsi limpa, mengakibatkan terjadinya leukopenia,
trombositopenia dan anemia.
5. Kebutuhan Eliminasi
Kerusakan fungsi hepar mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem
pencernaan dan metabolisme, terjadi gangguan pada gastrointestinal, menyebabkan
flatulen dan atau konstipasi.
6. Kebutuhan aktifitas
Kerusakan fungsi hepar mengakibatkan gangguan metabolisme, produksi ATP
menurun, terjadi kelemahan fisik (patique).

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-
faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau(durasi
dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat
kerja atau selama melakukan aktivitas. Pajanan dengan obat-obat yang potensial
bersifat hepatotoksin atau dengan obat-obat anastesi umum. Status mental dikaji
melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang,
tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan
pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani
dan rohani.
Data pengkajian menurut Doenges ME. dkk (2000) pada pasien yang
mengalami Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
Tanda : Penurunan massa otot
b. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase warna
tanah liat, melena, dan urine gelap.
c. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual /muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan, edema
umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas;
Pruritus; Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.
e. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
f. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


Menurut Lynda Juall (2006), diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
sirosis hepatis, yaitu :
1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
3) Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
4) Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
5) Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, gangguan faktor
pembekuan darah, dan gangguan mekanisme sirkulasi.
6) Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen.
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
8) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
3. Intervensi keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
Kriteria hasil : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal (36º - 37 º C).
Intervensi :
1) Catat suhu tubuh secara teratur.
Rasional. : Memberikan dasar untuk deteksi hati dan evaluasi intervensi.
2) Motivasi asupan cairan.
Rasional : Memperbaiki kehilangan cairan akibat perspirasi serta febris
dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
3) Lakukan kompres dingin atau kantong es untuk menurunkan kenaikan
suhu tubuh.
Rasional : Menurunkan panas melalui proses konduksi serta evaporasi,
dan meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.
4) Berikan antibiotik seperti yang diresepkan.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi antibiotik serum yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5) Hindari kontak dengan infeksi.
Rasional : Meminimalkan resiko peningkatan infeksi, suhu tubuh, serta
laju metabolik.
6) Jaga agar pasien dapat beristirahat sementara suhu tubuhnya tinggi.
Rasional : Mengurangi laju metabolik.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
Kriteria hasil : Volume cairan tubuh stabil, dengan keseimbangan pemasukan
dan pengeluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tidak
ada edema atau asites.
Intervensi :
1) Batasi asupan natrium dan cairan jika diinstruksikan.
Rasional : Meminimalkan pembentukan asites dan edema.
2) Berikan diuretik, suplemen kalium dan protein seperti yang
dipreskripsikan.
Rasional : Meningkatkan eksresi cairan lewat ginjal dan
mempertahankan keseimbangan cairan serta elektrolit yang normal.
3) Catat asupan dan haluaran cairan.
Rasional : Menilai efektivitas terapi dan kecukupan asupan cairan.
4) Ukur dan catat lingkar perut setiap hari.
Rasional : Memantau perubahan pada pembentukan asites dan
penumpukan cairan.
5) Jelaskan rasional pembatasan natrium dan cairan.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan kerjasama pasien dalam
menjalani dan melaksanakan pembatasan cairan.
c. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Kriteria hasil : Laporan nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
1) Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama, intensitas (skala 0 - 10) dan
karakteristiknya (dangkal, tajam, konstan).
Rasional : Perubahan dalam lokasi atau intensitas tidak umum tetapi
dapat menunjukkan terjadinya komplikasi.
2) Pertahankan posisi semi - Fowler sesuai indikasi.
Rasional : Membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.
3) Berikan analgesik seperti yang diresepkan.
Rasional : Menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
4) Berikan antiemetik seperti yang diresepkan.
Rasional : Menurunkan mual atau muntah, yang dapat meningkatkan
nyeri abdomen.
5) Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam,
latihan relaksasi atau visualisasi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan
kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.
6) Berikan perawatan mulut dengan sering. Hilangkan rangsangan
lingkungan yang tidak menyenangkan.
Rasional : Menurunkan mual atau muntah, yang dapat meningkatkan
tekanan atau nyeri intraabdomen.
d. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
Kriteria hasil : Peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan
nilai status nutrisi baik.
Intervensi :
1) Motivasi pasien untuk makan makanan dan suplemen makanan.
Rasional : Motivasi sangat penting bagi penderita anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
2) Tawarkan makanan dengan porsi sedikit tetapi sering.
Rasional : Makanan dengan porsi kecil dan sering lebih ditolerir oleh
penderita anoreksia.
3) Hidangkan makanan yang menimbulkan selera dan menarik dalam
penyajiannya.
Rasional : Meningkatkan selera makan dan rasa sehat.
4) Pantang alkohol.
Rasional : Menghindari iritasi lambung oleh alkohol.
5) Pelihara hygiene oral sebelum makan.
Rasional : Mengurangi citarasa yang tidak enak dan merangsang selera
makan.
6) Berikan obat yang diresepkan untuk mengatasi mual, muntah, diare atau
konstipasi.
Rasional : Mengurangi gejala gastrointestinal dan perasaan tidak enak
pada perut yang mengurangi selera makan dan keinginan terhadap
makanan.
7) Motivasi peningkatan asupan cairan dan latihan jika pasien melaporkan
konstipasi.
Rasional : Meningkatkan pola defekasi yang normal dan mengurangi
rasa tidak enak serta distensi pada abdomen.
8) Amati gejala yang membuktikan adanya perdarahan gastrointestinal.
Rasional : Mendeteksi komplikasi gastrointestinal yang serius.
e. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, gangguan faktor
pembekuan darah, dan gangguan mekanisme sirkulasi.
Kriteria hasil : Pengurangan resiko cedera.
Intervensi :
1) Amati setiap feses yang di eksresikan untuk memeriksa warna, konsistensi
dan jumlahnya.
Rasional : Memungkinkan deteksi perdarahan dalam traktus
gastrointestinal.
2) Waspadai gejala ansietas, rasa penuh pada epigastrium, kelemahan dan
kegelisahan.
Rasional : Dapat menunjukkan tanda - tanda dini perdarahan dan syok.
3) Periksa setiap feses dan muntahan untuk mendeteksi darah yang
tersembunyi.
Rasional : Mendeteksi tanda dini yang membuktikan adanya
perdarahan.
f. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen.
Kriteria hasil : Mempertahankan pola napas yang efektif bebas dispnea dan
sianosis dengan nilai kapasitas vital dalam rentang normal.
Intervensi :
1) Awasi frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan.
Rasional : Pernapasan dangkal cepat (dispnea) mungkin ada sehubungan
dengan hipoksia dan akumulasi cairan dalam abdomen.
2) Auskultasi bunyi napas, catat mengi, ronki.
Rasional : Menunjukkan terjadinya komplikasi.
3) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.
Rasional : Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
4) Awasi suhu. Catat adanya menggigil, meningkatnya batuk, perubahan
warna atau karakter sputum.
Rasional : Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh pneumonia.
5) Bantu pasien dalam menjalani parasentesis atau torakosentesis.
Rasional : Parasentesis dan torakosentesis (yang dilakukan untuk
mengeluarkan cairan dari rongga toraks) merupakan tindakan yang
menakutkan bagi pasien. Bantu pasien agar bekerjasama dalam menjalani
prosedur ini dengan meminimalkan resiko dan gangguan rasa nyaman.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Kriteria hasil : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
1) Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses
penyembuhan.
2) Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K).
Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
3) Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat.
Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk
melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
4) Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu
yang ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
h. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
Kriteria hasil : Pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi
yang ada.
Intervensi :
1) Diskusikan situasi atau dorong pernyataan takut atau masalah. Jelaskan
hubungan antara gejala dengan asal penyakit.
Rasional : Pasien sangat sensitive terhadap perubahan tubuh dan juga
mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan alkohol
(80 %) atau penggunaan obat lain.
2) Dukung dan dorong pasien; berikan perawatan dengan positif, perilaku
bersahabat.
Rasional : Pemberi perawatan kadang - kadang memungkinkan
penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien dan kebutuhan
untuk membuat upaya yang membantu pasien merasakan nilai pribadi.
3) Dorong keluarga atau orang terdekat untuk menyatakan perasaan,
berkunjung atau berpartisipasi pada perawatan.
Rasional : Anggota keluarga dapat merasa bersalah tentang kondisi
pasien dan takut terhadap kematian. Kebutuhan dukungan emosi tanpa
penilaian dan bebas mendekati pasien, partisipasi pada perawatan
membantu mereka merasa berguna dan meningkatkan kepercayaan antara
staf, pasien dan orang terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth .Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah. Vol. 2. EGC.
Jakarta.

2. Dongoes, Marilynn. E. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

3. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Ketiga Jilid 1. 2001. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Smeltzer, Suzanne C, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. Edisi 8. Jakarta.

5. Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai