SIROSIS HEPATIS
Disusun Oleh :
Syafiva Sunnahwiyah
PO71202230068
TAHUN AKADEMIK
2023-2024
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel
hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkhim hati. (Arief Mansjoer, 1999)
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi sel dan fibrosis
(jaringan parut), jaringan hepatik. (Sandra M. Nettina, 2001)
Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati, yang menahun dimana
secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi
dan nekrosis. (Smeltzer & Bare, 2001)
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi sel dan
fibrosis (jaringan parut) dari jaringan hepatik.
3. Etiologi
Beberapa penyebab dari sirosis hepatis yang sering adalah :
1) Malnutrisi
2) Alkoholisme
3) Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
4) Virus hepatitis
5) penyakit Wilson
Merupakan kelainan autosomal resesif yang diturunkan dimana tembaga
tertimbun di hepar dan ganglia basal otak.
6) Zat toksik
7. Komplikasi
a. Edema dan Acites
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki( edema) dan abdomen ( acites)
b. Luka dan perdarahan
Ketika liver lambat atau berhenti memproduksi protein yang dibutuhkan tubuh
untuk penggumpalan darah, penderita akan mudah luka dan berdarah.
c. Penguningan ( Joundice)
Penguningan pada kulit dan mata yang terjadi ketika liver sakit, tidak bisa
menyerap bilirubin.
d. Batu Empedu
Jika sirosis mencegah air empedu mencapai empedu, maka akan timbul batu
empedu. (Misnadiarly, 2007)
8. Penatalaksanaan
a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
b. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori).
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000
mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan
tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma
hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk
kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan
tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya
hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas
tidak hepatotoksik.
d. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
e. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asites dan edema adalah :
a. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-
500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi.
Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama
24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
b. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300
mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
c. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun
merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan
karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk
digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus
albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat
pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah
pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan
diuretik biasanya tetap diperlukan.
d. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari.
Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat
mencetuskan ensefalopati hepatik.
9. Pencegahan
Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d. Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f. Hindari atau membatasi alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-
faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau(durasi
dan jumlahnya) dikaji serta dicatat. Riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat
kerja atau selama melakukan aktivitas. Pajanan dengan obat-obat yang potensial
bersifat hepatotoksin atau dengan obat-obat anastesi umum. Status mental dikaji
melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang,
tempat dan waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan
pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani
dan rohani.
Data pengkajian menurut Doenges ME. dkk (2000) pada pasien yang
mengalami Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
Tanda : Penurunan massa otot
b. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase warna
tanah liat, melena, dan urine gelap.
c. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual /muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan, edema
umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas;
Pruritus; Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.
e. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
f. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.
1. Brunner & Suddarth .Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah. Vol. 2. EGC.
Jakarta.
3. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Ketiga Jilid 1. 2001. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.