Oleh:
Auliya Yasmin Uzair
NIM 41181396100080
Pembimbing:
dr. Irma Mardiana, Sp.JP
Assalamualaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus integrasi megenai penyakit jantung
sistemik dalam Kepaniteraan Klinik jantung Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah di RSUP Fatmawati. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya serta kita selaku
umatnya.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
para pengajar, fasilitator, serta narasumber SMF Ilmu Kardiovaskular RSUP Fatmawati
khususnya dr. Irma Mardiana, Sp.JP selaku pembimbing yang telah memberi bimbingan,
arahan, serta saran sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa laporan kasus ini tidak luput dari kekurangan dan jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak.
Demikian yang dapat kami sampaikan, Insha Allah makalah ini dapat memberikan
manfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung kongestif adalah adalah sindrom klinis ditandai gejala dan tanda
abnormalitas struktur dan fungsi jantung, yang menyebabkan kegagalan jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen metabolism tubuh.1 Angka kejadian gagal jantung di Amerika
Serikat mempunyai insidensi yang besar selama dekade terakhir yaitu >650.000 pada kasus
baru setiap tahunnya. Meskipun angka bertahan hidup telah mengalami peningkatan, sekitar
50% pasien gagal jantung dalam waktu 5 tahun memiliki angka kematian yang mutlak. 2
Faktor resiko utama terjadinya gagal jantung kongestif meliputi usia, jenis kelamin,
hipertensi, infark miokard, obesitas, diabetes.3
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. 4
Menurut data Riskesdas Indonesia tahun 2013 yang telah diolah oleh Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), sejumlah 2.650.340
orang pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter. Pasien dengan Diabetes
Melitus memiliki peningkatan insiden arterioskelrotik kardiovaskular, penyakit arteri perifer,
dan serebrovaskular. Hipertensi dan kelainan metabolisme lipoprotein juga sering ditemukan
pada orang dengan Diabetes Melitus.5 Pasien dengan diabetes berisiko mengalami infark
miokardium, CAD dan komplikasi infark yang lebih berat seperti gagal jantung, syok dan
kematian.6
Maka dari uraian tersebut ketiga penyakit ini sangat berkaitan satu sama lain.
Sehingga diperlukan fokus tersendiri terhadap penatalaksanaannya. Gagal jantung yang tidak
ditangani dengan baik dapat menyebabkan disfungsi banyak organ yang dapat menyebabkan
terjadinya kematian. Complaince pengobatan sangat penting dalam menentukan prognosis
pasien.
BAB II
ILUSTRASI KASUS
1. Identitas Pasien
No. RM : 01663645
Nama : Ny. Siti Sulaimah
2. Anamnesis Pasien
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Jantung RSUP
Fatmawati pada Selasa, 25 Februari 2020
Keluhan Utama
Pasien datang dengan ke Poliklinik Jantung RSUP Fatmawati untuk kontrol jantung
rutin.
Pasien juga memiliki riwayat kolesterol tinggi sejak 3 tahun terakhir dengan
konsumsi obat simvastatin. Kolesterol tertinggi 300 mg/dl. Selain itu pasien menderita
darah tinggi sejak 3 tahun terakhir namun hanya mengionsumsi obat jika ada keluhan.
Ia lebih senang mengonsumsi tanaman herbal seperti labusiyem dan timun. Tekanan
darah tertinggi pasien 175/100 mmHg.
2 tahun yang lalu pasien merasakan nyeri dada, seperti tertimpa beban berat
nyeri dirasakan saat pasien sedang memasak didapur, nyeri dirasakan selama kurang
lebih 25 menit. Nyeri dirasakan setelah melakukan aktivitas dan berkurang setelah
istirahat dan minum obat ISDN sublingual.
Keluhan serupa di keluarga. Ayah dan kakak kandung pasien menderita sakit
jantung. Ayah juga pasien menderita hipertensi.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 122/80 mmHg
Nadi : 63 x/menit
Pernapasan : 23x/menit
Suhu : 36,0°C
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 150 cm
IMT : 24.4 kg/m2
Pemeriksaan Fisik
Paru
Inspeksi dada Kanan Kiri
Depan Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris saat
Belakang dinamis, pelebaran sela iga (-)
Palpasi dada Kanan Kiri
Depan Vokal fremitus Vokal fremitus
Belakang Vokal fremitus Vokal fremitus
Perkusi dada Kanan Kiri
Depan Sonor Sonor
Belakang Sonor Sonor
Auskultasi paru Kanan Kiri
Depan Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Belakang Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi
Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
Palpasi iktus kordis teraba di sela iga V-VI anterior aksilaris anterior sinistra
Perkusi Batas jantung kanan Batas jantung kiri
Sela iga V linea Sela iga IV linea
parasternal dekstra midklavikula sinistra
1 jari ke lateral
Kesan Kardiomegali
Auskultasi
BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, simetris
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), Hati dan Limpa tidak
teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
hasil
HDL 49
37-92
LDL 138
<130
Pemeriksaan EKG
Kalibrasi : 25 mm/s, 10
Axis : LAD
Gel. P : Normal
Normal (0,16 s)
No RM : 01663645
Nama : Ny. Siti Sulaimah
Proyeksi : AP
Penetrasi : Cukup
Inspirasi : Cukup
baik.
5. Daftar Masalah
- CHF
- ACS STEMI
- DM tipe II tidak terkontrol
- Hiperkolesterolemia
6. Diagnosis
- CHF
- ACS STEMI
- DM tipe II
- Hiperkolesterolemia
Diagnosis Banding
- NSTEMI
7. Manajemen tatalaksana
- Tirah baring
- Konsul spesialis penyakit dalam
Medikamentosa
- Miniaspi 85 mg
- Atorvastastin 20 mg
- Furosemid 40 mg
- Ramipril 5 mg
- Concor 2,5 mg
Edukasi
8. Prognosis
TINJAUAN PUSTAKA
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012
3.1.2 Patofisiologi
Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal
yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari
jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme
kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri
yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung
yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan
fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang
berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace).
Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit sindrom koroner) selanjutnya bisa
menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan
terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu
keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran
darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan
irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.
Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana
curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup. Curah jantung yang
berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung.
Pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor yaitu:
a. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.
3.1.3 Diagn
osis
Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan cepat lelah bila beraktifitas ringan (mandi, jalan >300 m, naik
tangga), sesak nafas saat terlentang, malam hari atau saat beraktifitas, tidur lebih nyaman bila
menggunakan bantal yang tinggi ( 2-3 bantal), bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki
dan riwayat menderita penyakit jantung atau dirawat dengan gejala diatas.
Pemeriksaan Fisik
Selain dari anamnesis saat dilakukan pemeriksaan fisik biasanya didapatkan sesak
nafas, frekuensi nafas >24x/menit saat istirahat, frekuensi nadi > 100 x/mnt, nadi kecil dan
cepat, iktus cordis bergeser ke lateral pada palpasi, peningkatan tekanan vena jugularis,
hepato megali / hepato jugular reflux (+), edema tungkai biasanya dekat mata kaki dan
ascites.
Pemeriksaan Penunjang
Dalam hal tes diagnostik, dapat dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang diantaranya:
a. Elektrokardiogram
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal
jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik
sangat kecil (< 10%).
b. Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat
mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau
infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak
ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap , elektrolit, kreatinin, (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Kadar peptida natriuretik yang tetap
tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk.Kadar peptidanatriuretik
meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida natriuretik
mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak
langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.Pemeriksaan troponin dilakukan pada
penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama
episode dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
d. Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung
termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging
(TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan
ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal
jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik
dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 -
50%).
Gambar Algoritma diagnostik gagal jantung. Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 20122
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008 1
Algoritma Penatalaksanan Gagal Jantung
Gambar 2Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik (NYHA fc II-IV). Disadur dari ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 2
4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)
dalam
3.2.3 Klasifikasi
3.2.4 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
• Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
yang berat, karena risiko asidosis laktat, tetapi sampai saat ini merupakan terapi yang paling
sering digunakan dan aman bagi pasien gagal jantung lain. Obat anti diabetik yang baru
belum diketahui keamanannya bagi pasien gagal jantung.
Penyakit jantung hipertensi adalah kelainan termasuk hipertrofi ventrikel kiri (LVH),
disfungsi sistolik dan diastolik, dan manifestasi klinisnya termasuk aritmia dan gagal jantung
simtomatik. Klasik. Paradigma penyakit jantung hipertensi adalah bahwa dinding ventrikel
kiri (LV) menebal sebagai respons terhadap peningkatan tekanan darah sebagai mekanisme
kompensasi. Selanjutnya, setelah serangkaian peristiwa ventrikel kiri melebar, dan fraksi
ejeksi LV (EF) menurun.8
3.3.2 Patofisiologi
Sumber: Drazner, Mark H. The Progression of Hypertensive Heart Disease. USA: American
Heart Association Journals. 2011.
Hipertensi berkembang menjadi LVH konsentris melalui (Jalur 1) Jalur langsung dari
hipertensi ke gagal jantung dilatasi (peningkatan volume LV dengan mengurangi LVEF)
dapat terjadi tanpa (Jalur 2) atau dengan (Jalur 3) infark miokard interval (MI). Hipertrofi
konsentris berkembang menjadi gagal jantung dilatasi (transisi ke kegagalan) paling banyak
biasanya melalui infark miokard interval (Jalur 4). Data terbaru menunjukkan bahwa
hipertrofi konsentris tidak umum berkembang menjadi gagal jantung dilatasi tanpa interval
infark miokard (Jalur 5). Pasien dengan LVH konsentris dapat mengembangkan gagal
jantung simptomatik dengan LVEF (Jalur 6), dan pasien dengan gagal jantung dilatasi bisa
mengembangkan gagal jantung simptomatik dengan pengurangan LVEF (Jalur 7).
DAFTAR PUSTAKA