Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS INTEGRASI

PENYAKIT JANTUNG SISTEMIK

Oleh:
Auliya Yasmin Uzair

NIM 41181396100080

Pembimbing:
dr. Irma Mardiana, Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK KARDIOLOGI RSUP


FATMAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus integrasi megenai penyakit jantung
sistemik dalam Kepaniteraan Klinik jantung Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah di RSUP Fatmawati. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya serta kita selaku
umatnya.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
para pengajar, fasilitator, serta narasumber SMF Ilmu Kardiovaskular RSUP Fatmawati
khususnya dr. Irma Mardiana, Sp.JP selaku pembimbing yang telah memberi bimbingan,
arahan, serta saran sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa laporan kasus ini tidak luput dari kekurangan dan jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak.

Demikian yang dapat kami sampaikan, Insha Allah makalah ini dapat memberikan
manfaat khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, Maret 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung kongestif adalah adalah sindrom klinis ditandai gejala dan tanda
abnormalitas struktur dan fungsi jantung, yang menyebabkan kegagalan jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen metabolism tubuh.1 Angka kejadian gagal jantung di Amerika
Serikat mempunyai insidensi yang besar selama dekade terakhir yaitu >650.000 pada kasus
baru setiap tahunnya. Meskipun angka bertahan hidup telah mengalami peningkatan, sekitar
50% pasien gagal jantung dalam waktu 5 tahun memiliki angka kematian yang mutlak. 2
Faktor resiko utama terjadinya gagal jantung kongestif meliputi usia, jenis kelamin,
hipertensi, infark miokard, obesitas, diabetes.3
Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. 4
Menurut data Riskesdas Indonesia tahun 2013 yang telah diolah oleh Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), sejumlah 2.650.340
orang pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter. Pasien dengan Diabetes
Melitus memiliki peningkatan insiden arterioskelrotik kardiovaskular, penyakit arteri perifer,
dan serebrovaskular. Hipertensi dan kelainan metabolisme lipoprotein juga sering ditemukan
pada orang dengan Diabetes Melitus.5 Pasien dengan diabetes berisiko mengalami infark
miokardium, CAD dan komplikasi infark yang lebih berat seperti gagal jantung, syok dan
kematian.6
Maka dari uraian tersebut ketiga penyakit ini sangat berkaitan satu sama lain.
Sehingga diperlukan fokus tersendiri terhadap penatalaksanaannya. Gagal jantung yang tidak
ditangani dengan baik dapat menyebabkan disfungsi banyak organ yang dapat menyebabkan
terjadinya kematian. Complaince pengobatan sangat penting dalam menentukan prognosis
pasien.
BAB II
ILUSTRASI KASUS

1. Identitas Pasien
No. RM : 01663645
Nama : Ny. Siti Sulaimah

Tempat, Tanggal Lahir : Purworejo, 25 Desember 1965

Jenis Kelamin : Perempuan


Agama : Islam
Alamat : Jl. PD Aren II No.23 RT/RW 001/001, Pondok
Betung, Tangerang Selatan, Banten
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Sudah Menikah

2. Anamnesis Pasien
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Jantung RSUP
Fatmawati pada Selasa, 25 Februari 2020

Keluhan Utama
Pasien datang dengan ke Poliklinik Jantung RSUP Fatmawati untuk kontrol jantung
rutin.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik Jantung RSUP Fatmawati dengan keluhan kontrol
rutin jantung. Saat ini pasien merasa tidak ada keluhan yang dirasakan. Keluhan
seperti sesak, kaki bengkak, terbangun pada malam hari karena sesak disangkal. Dua
tahun terakhir pasien merasa sesak dirasakan hilang timbul terutama apabila
melakukan aktivitas, serta memberat saat posisi terlentang. Pasien mengatakan sulit
tidur dan sering terbangun pada malam hari karena sesak dan kaki yang terasa
bengkak, pasien mengatakan menggunakan 3 bantal agar sesaknya berkurang. Pasien
juga mengeluh perut terasa begah, serta kedua kaki terasa nyeri. Pasien juga
mengeluhkan batuk saat posisi terlentang. Keluarga pasien mengatakan pasien
kehabisan obat rutin yang diminum sebelum waktu kontrol ke poli Jantung.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan merasakan seluruh badannya terasa lemas pernah dialami sejak
3 tahun yang lalu, pasien dirawat di RS Pasar minggu. Pasien juga merasakan seluruh
badannya terasa lemas, sering terbangun malam hari untuk buang air kecil, sering
merasa haus, pasien juga merasakan bahwa pakaiannya terasa lebih longgar dan berat
badannya turun mendadak sebanyak 7 kg dalam kurun waktu 3 bulan. Di RS Pasar
Minggu pasien didiagnosis diabetes mellitus dan diberikan obat metformun dan
glimeperid namun pasien tidak rutin mengonsumsi obat.

Pasien juga memiliki riwayat kolesterol tinggi sejak 3 tahun terakhir dengan
konsumsi obat simvastatin. Kolesterol tertinggi 300 mg/dl. Selain itu pasien menderita
darah tinggi sejak 3 tahun terakhir namun hanya mengionsumsi obat jika ada keluhan.
Ia lebih senang mengonsumsi tanaman herbal seperti labusiyem dan timun. Tekanan
darah tertinggi pasien 175/100 mmHg.
2 tahun yang lalu pasien merasakan nyeri dada, seperti tertimpa beban berat
nyeri dirasakan saat pasien sedang memasak didapur, nyeri dirasakan selama kurang
lebih 25 menit. Nyeri dirasakan setelah melakukan aktivitas dan berkurang setelah
istirahat dan minum obat ISDN sublingual.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan serupa di keluarga. Ayah dan kakak kandung pasien menderita sakit
jantung. Ayah juga pasien menderita hipertensi.

Riwayat Kebiasaan dan Sosial


Pasien merupakan ibu rumah tangga. Pola makan teratur 3 kali sehari, sering
konsumsi es teh manis 1 kali sehari, dan menyukai makanan yang manis-manis,
daging kambing dan gorengan. Pasien tidak rutin berolahraga.

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 122/80 mmHg
Nadi : 63 x/menit
Pernapasan : 23x/menit
Suhu : 36,0°C
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 150 cm
IMT : 24.4 kg/m2
Pemeriksaan Fisik

Kepala Normosefali, rambut berwarna kehitaman


Mata Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil bulat isokhor
(+/+), refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak
langsung (+/+)
Telinga Normotia (+/+), Nyeri tragus (-/-), liang telinga lapang
Hidung Deviasi septum (-), Sekret (-)
Gigi dan Mulut Karies gigi (-), lidah kotor (-), Stomatitis (-/-), sianosis (-)
Tenggorok Faring hiperemis (-/-), Post nasal drip (-), tonsil T1/T1
Leher Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, JVP 5+2 cmH2O

Paru
Inspeksi dada Kanan Kiri
Depan Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris saat
Belakang dinamis, pelebaran sela iga (-)
Palpasi dada Kanan Kiri
Depan Vokal fremitus Vokal fremitus
Belakang Vokal fremitus Vokal fremitus
Perkusi dada Kanan Kiri
Depan Sonor Sonor
Belakang Sonor Sonor
Auskultasi paru Kanan Kiri
Depan Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Belakang Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

Jantung
Inspeksi
Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
Palpasi iktus kordis teraba di sela iga V-VI anterior aksilaris anterior sinistra
Perkusi Batas jantung kanan Batas jantung kiri
Sela iga V linea Sela iga IV linea
parasternal dekstra midklavikula sinistra
1 jari ke lateral
Kesan Kardiomegali
Auskultasi
BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, simetris
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), Hati dan Limpa tidak
teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, Edema (-)

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
Laboratorium

Pemeriksaan
Hasil
hasil

Nilai Rujukan hasil

Hemoglobin 11.2 11,7-15,5


g/dL
Hematokrit 35 33-45 %
Leukosit 7.6 5.0-10.0
ribu/ul
Trombosit 369 150-440
ribu/ul
Eritrosit 3.89 3.80-5.20
juta/ul
VER 90.7 80.00-100.0
fl
HER 29.3 26.0-34.0 pg
KHER 32.2 32.0-36.0
g/dl
RDW 12.5 11.5-14.5 %
Golongan darah O/
Rhesus +
Ureum darah 36 20-40
Kreatinin darah 1.1 0.6-1.5
mg/dl
GDP 182 80-100
mg/dl
GD2PP 279 80-145

HbA1C 10.3 4.0 -6.0

Trigliserida 261 <150

Kolesterol total 185 >200

HDL 49
37-92

LDL 138
<130
Pemeriksaan EKG

Kalibrasi : 25 mm/s, 10

mm/mV Irama : Sinus

Regularitas : Regular Laju QRS 75x/menit

Axis : LAD

Gel. P : Normal

(0,08 s) Interval PR : Normal

(0,12 s) Kompleks QRS:

Normal (0,16 s)

Segmen ST : ST Elevasi di V3 dan ST Depresi

V3 Gel. T : T inversi di lead II dan Avf

Kesan : Iskemia miokard anteroinferior

Pemeriksaan Foto Thorax


Identitas pasien

No RM : 01663645
Nama : Ny. Siti Sulaimah
Proyeksi : AP

Penetrasi : Cukup

Orientasi : Tanda marker pada foto “R”

(Right) Rotasi : Baik

Inspirasi : Cukup

Trakea : Berada pada garis tengah setinggi

T6 Jantung : Cardiomegali (+) CTR 65%. Aorta

baik.

Paru : - Tampak perselubungan homogen yang menutupi sinus costofrenikus


dekstra, lengkung diafragma bilateral, kedua hilus, dan batas kanan kiri
jantung.
- Tidak tampak infiltrate/nodul di kedua paru yang tervisualisasi optimal.
Tulang-tulang iga dan soft tissue baik.

Kesan : Kardiomegali dengan efusi pleura dekstra

5. Daftar Masalah
- CHF
- ACS STEMI
- DM tipe II tidak terkontrol
- Hiperkolesterolemia

6. Diagnosis
- CHF
- ACS STEMI
- DM tipe II
- Hiperkolesterolemia

Diagnosis Banding

- NSTEMI

7. Manajemen tatalaksana
- Tirah baring
- Konsul spesialis penyakit dalam

Medikamentosa
- Miniaspi 85 mg
- Atorvastastin 20 mg
- Furosemid 40 mg
- Ramipril 5 mg
- Concor 2,5 mg

Edukasi

- Menjelaskan penyakit yang diderita oleh pasien

- Menjelaskan pengobatan yang akan dilakukan oleh pasien mengenai waktu


pengobatan dan efek samping obat.

- Edukasi teratur minum obat.

8. Prognosis

- Ad Vitam : dubia ad bonam


- Ad Functionam : dubia ad bonam
- Ad Sanationam : dubia ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Chronic Heart Failure


3.1.1 Definisi dan Manifestasi Klinis
Gagal jantung kronik adalah adalah sindrom klinis ditandai gejala dan tanda
abnormalitas struktur dan fungsi jantung, yang menyebabkan kegagalan jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen metabolism tubuh. Dari anamnesis didapatkan cepat lelah bila
beraktifitas ringan (mandi, jalan >300 m, naik tangga), sesak nafas saat terlentang, malam
hari atau saat beraktifitas, tidur lebih nyaman bila menggunakan bantal yang tinggi ( 2-3
bantal), bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki dan riwayat menderita penyakit
jantung atau dirawat dengan gejala diatas. Selain dari anamnesis saat dilakukan pemeriksaan
fisik biasanya didapatkan sesak nafas, frekuensi nafas >24x/menit saat istirahat, frekuensi
nadi > 100 x/mnt, nadi kecil dan cepat, iktus cordis bergeser ke lateral pada palpasi,
peningkatan tekanan vena jugularis, hepato megali / hepato jugular reflux (+), edema tungkai
biasanya dekat mata kaki dan ascites.
Tabel Manifestasi klinis gagal jantung
Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
- Sesak nafas - Peningkatan JVP
- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal - Suara jantung S3 (gallop)
dyspnoe - Apex jantung bergeser ke
- Toleransi aktifitas yang lateral
berkurang - Bising jantung
- Cepat lelah
- Begkak di pergelangan
kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
- Batuk di malam / dini hari - Edema perifer
- Mengi - Krepitasi pulmonal
- Berat badan bertambah > 2 - Sura pekak di basal paru pada
kg/minggu perkusi
- Berat badan turun (gagal - Takikardia
jantung stadium lanjut) - Nadi ireguler
- Perasaan kembung/ begah - Nafas cepat
- Nafsu makan menurun - Heaptomegali
- Perasaan bingung - Asites
(terutama pasien usia - Kaheksia
lanjut)
- Depresi
- Berdebar
- Pingsan

Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012

3.1.2 Patofisiologi
Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal
yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari
jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme
kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function)


dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan
beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada
otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan.

Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri
yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung
yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan
fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang
berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum Laplace).

Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit sindrom koroner) selanjutnya bisa
menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan
terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu
keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan menurunkan aliran
darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan
irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung.

Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik menunjukan


peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan
fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi
akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan
seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.

Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana
curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup. Curah jantung yang
berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung.

Pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor yaitu:

a. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung.

b. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada


tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium.

c. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk


memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan
arteriol.

3.1.3 Diagn
osis

Anamnesis

Dari anamnesis didapatkan cepat lelah bila beraktifitas ringan (mandi, jalan >300 m, naik
tangga), sesak nafas saat terlentang, malam hari atau saat beraktifitas, tidur lebih nyaman bila
menggunakan bantal yang tinggi ( 2-3 bantal), bengkak pada tungkai bawah dekat mata kaki
dan riwayat menderita penyakit jantung atau dirawat dengan gejala diatas.

Pemeriksaan Fisik
Selain dari anamnesis saat dilakukan pemeriksaan fisik biasanya didapatkan sesak
nafas, frekuensi nafas >24x/menit saat istirahat, frekuensi nadi > 100 x/mnt, nadi kecil dan
cepat, iktus cordis bergeser ke lateral pada palpasi, peningkatan tekanan vena jugularis,
hepato megali / hepato jugular reflux (+), edema tungkai biasanya dekat mata kaki dan
ascites.
Pemeriksaan Penunjang
Dalam hal tes diagnostik, dapat dilakukan berbagai pemeriksaan penunjang diantaranya:

a. Elektrokardiogram
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung. Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal
jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik
sangat kecil (< 10%).
b. Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat
mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau
infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak
ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap , elektrolit, kreatinin, (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Kadar peptida natriuretik yang tetap
tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk.Kadar peptidanatriuretik
meningkat sebagai respon peningkatan tekanan dinding ventrikel. Peptida natriuretik
mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tiba-tiba tekanan dinding ventrikel tidak
langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.Pemeriksaan troponin dilakukan pada
penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama
episode dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpa iskemia miokard.
d. Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung
termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging
(TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan
ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal
jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik
dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 -
50%).

Alur diagnosis gagal jantung dijelaskan dalam skema berikut :


Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi
disfungsi sistolik dan diastolik.

Gambar Algoritma diagnostik gagal jantung. Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 20122

3.1.4 Tata Laksana


Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap
merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit jantung.. Sangatlah penting untuk
mendeteksi dan mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan
non kardiovaskular yang sering dijumpai.
Tabel Tujuan Pengobatan Gagal Jantung kronik
1. Prognosis Menurunkan mortalitas

2. Morbiditas Meringankan gejala dan tanda Memperbaiki


kualitas hidup Menghilangkan edema dan
retensi cairan Meningkatkan kapasitas aktifitas
fisik Mengurangi kelelahan dan sesak nafas
Mengurangi kebutuhan rawat inap
Menyediakan perawatan akhir hayat

3. Pencegahan Timbulnya kerusakan miokard Perburukan


kerusakan miokard Remodelling miokard
Timbul kembali gejala dan akumulasi cairan
Rawat inap

Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008 1
Algoritma Penatalaksanan Gagal Jantung

Gambar 2Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik (NYHA fc II-IV). Disadur dari ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 2

Terapi Farmakologis diantaranya


a. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume
berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume plasma
selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen
dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
b. Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
c. Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
d. Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume
distribusi.
e. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.
f. Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi aldosteron
sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor ini juga menurunkan retensi
vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan peningkatan curah jantung.

3.2 Diabetes Melitus Tipe II


3.2.1 Definisi dan Etiologi
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.
3.2.2 Patofisiologi
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa
kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),
gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal
(peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan
dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2. Secara garis
besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut:
1. Kegagalan sel beta pancreas
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang.
Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, GLP-1
agonis dan DPP-4 inhibitor.
2. Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah
metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
3. Otot
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple di
intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport
glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa.
Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin, dan tiazolidindion.

4. Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid)
dalam

plasma. Penigkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan


resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin.
Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang
bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2
hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe-2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping
hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah
kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam
penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang memecah
polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan berakibat
meningkatkan glukosa darah. setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat
kinerja ensim alfa-glukosidase adalah akarbosa.
6. Sel Alpha Pancreas
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan
sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan
puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP
dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal. Obat
yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1
agonis, DPP4 inhibitor dan amylin.
7. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2.
Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose
coTransporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di
absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya
tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen
SGLT-2. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubulu ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urine. Obat
yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin adalah salah satu contoh
obatnya.
8. Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik
yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini
adalah GLP-1 agonis, amylin dan bromokriptin.

3.2.3 Klasifikasi

Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.

Sumber: PERKENI. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. 2015.6

3.2.4 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:

• Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Sumber: PERKENI. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia. 2015.

3.2.4 Diabetes Mellitus pada Gagal Jantung


Diabetes merupakan penyakit penyerta yang sangat sering terjadi pada gagal jantung,
dan berhubungan dengan perburukan prognosis dan status fungsional. Diabetes dapat
dicegahkan dengan pemberian ACE/ARB. Penyekat β bukan merupakan kontraindikasi pada
diabetes dan memiliki efek yang sama dalam memperbaiki prognosis pada pasien diabetes
maupun non diabetes. Golongan Tiazolidindion (glitazon) menyebabkan retensi garam dan
cairan serta meningkatkan perburukan gagal jantung dan hospitlisasi, sehingga pemberiannya
harus dihindarkan. Metformin tidak direkomendasikan bagi pasien dengan gangguan ginjal
atau hati

yang berat, karena risiko asidosis laktat, tetapi sampai saat ini merupakan terapi yang paling
sering digunakan dan aman bagi pasien gagal jantung lain. Obat anti diabetik yang baru
belum diketahui keamanannya bagi pasien gagal jantung.

3.3 Hypertensive Heart Disease


3.3.1 Definisi dan Etiologi
Hampir semua pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan
bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan
darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis
hipertensi.

Penyakit jantung hipertensi adalah kelainan termasuk hipertrofi ventrikel kiri (LVH),
disfungsi sistolik dan diastolik, dan manifestasi klinisnya termasuk aritmia dan gagal jantung
simtomatik. Klasik. Paradigma penyakit jantung hipertensi adalah bahwa dinding ventrikel
kiri (LV) menebal sebagai respons terhadap peningkatan tekanan darah sebagai mekanisme
kompensasi. Selanjutnya, setelah serangkaian peristiwa ventrikel kiri melebar, dan fraksi
ejeksi LV (EF) menurun.8

3.3.2 Patofisiologi

Sumber: Drazner, Mark H. The Progression of Hypertensive Heart Disease. USA: American
Heart Association Journals. 2011.

Hipertensi berkembang menjadi LVH konsentris melalui (Jalur 1) Jalur langsung dari
hipertensi ke gagal jantung dilatasi (peningkatan volume LV dengan mengurangi LVEF)
dapat terjadi tanpa (Jalur 2) atau dengan (Jalur 3) infark miokard interval (MI). Hipertrofi
konsentris berkembang menjadi gagal jantung dilatasi (transisi ke kegagalan) paling banyak
biasanya melalui infark miokard interval (Jalur 4). Data terbaru menunjukkan bahwa
hipertrofi konsentris tidak umum berkembang menjadi gagal jantung dilatasi tanpa interval
infark miokard (Jalur 5). Pasien dengan LVH konsentris dapat mengembangkan gagal
jantung simptomatik dengan LVEF (Jalur 6), dan pasien dengan gagal jantung dilatasi bisa
mengembangkan gagal jantung simptomatik dengan pengurangan LVEF (Jalur 7).

3.3.3 Hipertensi pada Gagal Jantung


Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko menjadi gagal jantung. Terapi
antihipertensi secara jelas menurunkan angka kejadian gagal jantung (kecuali penghambat
adrenoreseptor alfa, yang kurang efektif dibanding antihipertensi lain dalam pencegahan
gagal jantung). Penghambat kanal kalsium (CCB) dengan inotropic negative (verapamil dan
diltiazem) seharusnya tidak digunakan utnuk mengobatai hipertensi pada pasien gagal
jantung sistolik (tetapi masih dapat digunakan pada gagal jantung diastolik).Bila tekanan
darah belum terkontrol dengan pemberian ACE/ARB, penyekat β, MRA dan diuretic, maka
hidralazin dan amlodipine dapat diberikan. Pada pasien dengan gaal jantung akut,
direkomndasikan pemberian nitart untuk menurunkan tekanan darah.1

DAFTAR PUSTAKA

1. PERKI. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, edisi pertama. Perhimpunan Dokter


Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015
2. Braunwald E. Heart Failure and cor Pulmonale. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,
Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, last edition, 2012
3. Loscalzo, Joseph. Harrison Kardiologi dan pembuluh darah, edisi 2, Mc Graw Hill EGC,
2014
4. Sabu Thomas, Andrew J Boyle, Gary S Francis. Optimizing Clinical Outcomes In Acute
Decompesated Heart Failure. US Cardiology. Volume 6 Issue 1;2009.
5. Christopher M, Wendy Gattis, Mihai Gheorghiade, Kirkwood F. Managing Acute
Decompesated Heart Failure. USA:Taylor & Francis. 2005
6. PERKENI. Konsesus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
2015
7. PERKI. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. Perhimpunan
Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015
8. Drazner, Mark H. The Progression of Hypertensive Heart Disease. USA: American Heart
Association Journals. 2011

Anda mungkin juga menyukai