Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

ANATOMI SISTEM
KARDIOVASKULER

Kelompok 5
DISUSUN OLEH :
KLISNAWATI
LESTIA NENGSIH
LISA FEBRI ANDINI
MAGHFIROTUL MAHRID DZIKAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah yang berjudul "Anatomi Sistem
Kardivaskuler" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Anatomi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu Dosen pengajar Anatomi, dan kepada
seluruh pihak yang telah membantu dan terlibat dalam penyusunan tugas makalah ini. Penulis
sadar sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dikemudian
hari. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan khusunya dibidang kebidanan.

Jakarta, September 2021

Penulis

(Kelompok 5)

Bab I
Pendahuluan

I.I Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu defek lahir pada bayi yang paling
umum terjadi, karena adanya gangguan pada proses perkembangan normal struktur
embrional janin. Penyakit jantung bawaan adalah suatu abnormalitas struktur dan fungsi
sirkulasi jantung yang muncul pada saat lahir, walaupun penyakit ini sering baru ditemukan
dikemudian hari.
Penyakit jantung bawaan (PJB) masih cukup banyak ditemukan di negara
berkembang seperti Indonesia. Berbagai penelitian menunjukkan insiden PJB 6-10 dari
1000 kelahiran hidup, dengan rata-rata 8 per 1000 kelahiran hidup.Dari kedua kelompok
besar PJB yaitu PJB non sianotik merupakan kelompok penyakit terbanyak yakni 75 % dari
semua PJB. Sisanya 25 % merupakan kelompok PJB sianotik. 28 Terdapat perbedaan
distribusi PJB pada rumah sakit rujukan dinegara maju dibandingkan negara berkembang,
karena pada negara maju semua penderita PJB telah dapat terdeteksi pada masa neonatus
atau bayi. Sedangkan di negara berkembang masih banyak penderita PJB datang ke rumah
sakit rujukan setelah anak besar. Dengan perkataan lain banyak neonatus atau bayi yang
belum sampai diperiksa oleh dokter telah meninggal, sehingga PJB pada rumah sakit
rujukan di negara berkembang jauh dari kenyataan pada populasi.28
Defek Septum Ventrikel (DSV) merupakan jenis PJB yang paling sering ditemukan,
sekitar 20-30% dari seluruh PJB. Duktus Arteriosus Persisten (DAP) merupakan PJB non-
sianotik yang cukup sering ditemukan, kira-kira 5-10% dari seluruh PJB. Pada bayi berat
lahir rendah (<2000 gram) ditemukan pada 36 % kasus dan berat lahir > 2000 gram
sebanyak 12 %.28 Pulmonal stenosis merupakan 10 % dari seluruh PJB.Tetralogi fallot (TF)
merupakan PJB sianotik yang paling sering ditemukan, terjadi 10% kasus PJB.28
Penyakit jantung bawaan juga merupakan malformasi janin yang paling sering
menyebabkan kematian. Hal ini menjadi salah satu masalah utama didunia. Pada beberapa
penyakit jantung bawaan dengan masalah yang kompleks hal ini masih menjadi penyebab
tingginya angka mortalitas dan morbiditas. Berdasarkan sebuah penelitian di Eropa Barat
(2003) dilaporkan penyebab kematian pada anak dengan kelainan kogenital, 45%
disebabkan oleh karena penyakit jantung bawaan. Selain itu, dalam penelitian lain
dilaporkan juga bahwa 20% penyebab terjadinya abortus spontan adalah penyakit jantung
bawaan.1Penyakit jantung bawaan menyebabkan tingginya mortalitas dan morbiditas pada
bayi, serta mempengaruhi kualitas hidup pada usia anak dan remaja. Selain itu juga
mempengaruhi interaksi sosial dan kualitas hidup orang tua pada anak dengan penyakit
jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan ini dapat menunjukkan gejala dan dapat segera
di diagnosis segera setelah bayi lahir, namun kebanyakan kelainan ini tidak terdiagnosa
hingga penyakit sudah berada pada stadium yang berat.1

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : pelajar
Alamat : Wonosroyo RT 06/01 Bonjonegoro Kedu
temanggung No. CM 0218314
Tanggal Masuk RS : 23 Juli 2016
Bangsal : MARWA II

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Nyeri perut
B. Riwayat Penyakit Sekarang
+ 2 minggu SMRS pasien mengeluh nyeri perut, nyeri seperti di tusuk tusuk, nyeri di

rasakan hilang timbul, mual (+), muntah (+), pasien sempat demam kurang lebih 7 hari.
BAB dan BAK tidak ada masalah.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan seperti ini sebelumnya disangkal oleh pasien.Pasien mengaku seringmerasa

cepat lelah saat berolahraga di sekolah, tetapi sering rasa cepat lelah tersebut di abaikan.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan sama disangkal. Tidak ada riwayat penyakit dalam keluarga pasien.
E. Riwayat Alergi
Pasien mengaku tiddak memiliki riwayat alergi sepanjang hidupnya.
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang pelajar SMP. Merupakan anak 1 dari 2 bersaudara.
Biaya pengobatan ditanggung : Pribadi
Kesan : sosial ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum

Baik, kesadaran compos mentis, kesan gizi cukup

2. Status Gizi
BB: 45kg
TB: 158 cm
Kesan: Normoweight

3. Tanda Vital

Tensi : 80/70 mmHg

Nadi : 108 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup


Respirasi : 22 x/menit, tipe thorakoabdominal
Suhu : 37,2° C

4. Kulit

Ikterik (-), petekie (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), kulit kering (-), kulit
hiperemis (-)
5. Kepala

Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)

6. Wajah

Simetris, moon face (-)

7. Mata

Konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+) normal, arcus
senilis (-/-), katarak (-/-)
8. Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi pendengaran (-/-)
9. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau baik
10. Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-), mukosa basah (-) gusi
berdarah (-), lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil lidah atrofi
(+) di bagian tepi
11. Leher
Simetris, trachea di tengah, KGB membesar (-),
tiroid membesar (-), nyeri tekan (-), JVP R+3
cm
12. Thoraks
Normochest, simetris, retraksi supraternal (-), retraksi intercostalis (-), spider nevi (-),
pernapasan tipe thoraco-abdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah
bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :Ictus cordis kuat angkat di SIC V, caudo lateral linea
midclavicularis sinistra, ictus cordis teraba
Perkusi : batas jantung
- kiri bawah : SIC V, linea midclavicularis

- sinistra kiri atas : SIC II linea sternalis

- sinistra kanan atas : SIC II linea sternalis

- dextra pinggang jantung : SIC III linea


parasternalis sinistra
Kesan : konfigurasi jantung dalam batas
normal Auskultasi :
- HR : 108 kali/menit, reguler
- BJ I-II reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo:
Depan
Inspeksi:
Statis : normochest, simetris kanan kiri, retraksi (-)
Dinamis : simetris, retraksi (-), pergerakan paru
simetris

Palpasi:
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak ada yang
tertinggal
Dinamis : Pengembangan paru simetris, tidak ada yang
tertinggal
Fremitus : fremitus raba
kanan=kiri Perkusi:
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi:
Kanan : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan Wheezing (-), ronki
basah kasar (-), ronki basah halus (-)
Kiri : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing (-),
ronki basah kasar(-), ronki basah halus(-)
Belakang:
Inspeksi:
Statis : normochest, simetris, retraksi (-)
Dinamis : pengembangan dada kanan=kiri, retraksi intercostalis (-)
Palpasi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-)
Dinamis : pergerakan kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri
Perkusi:
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi:
Kanan : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing(-),
ronki basah kasar(-), ronki basah halus (+)
Kiri : suara dasar vesikuler (+), suara tambahan wheezing(-),
ronki basah kasar(-), ronki basah halus (+)
13. Punggung
Kifosis (-), lordosis (-), skoliosisi (-), nyeri ketok costovertebra (-)
14. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, spider nevi
(-), sikatriks (-), striae (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal, Bising usus (+) normal
Perkusi : pekak beralih (-), pekak sisi (-), timpani di semua kuadran abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrik (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
rovsing sign (-), nyeri menjalar ke punggung (-), turgor kembali cepat
15. Genitourinaria
Tidak dilakukan
16. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar
17. Ekstremitas
Akral dingin ektremitas atas (-/-) ektremitas bawah (-/-)
Oedem ektremitas atas (-/-) ektremitas bawah (-/-)

IV. Secondary Survey


Anamnesis di ruang perawatan pasien mengeluh sesak dan lemas. Sesak semakin lama
semakin bertambah. Pasien mengeluh batuk berdahak dan kadang disertai darah. Tidak ada
mual dan tidak ada muntah.
Airway : Clear
Breathing : respitaroy rate 38 x/menit, Saturation 54% dengan NRM 10liter/menit
Circulation : HR 169x/menit, isi dan tegangan kurang, akral dingin
Disability : Hasil pemeriksaan rekam jantung sebagai berikut :
EKG : Irama sinus, HR 143x/menit, normo axis, tdak ada tanda tanda iskemik,
Gelombang S di v1 + R di v5 ≧
35mm. Kesan : Left Ventrikel
Hiperthrophy

V. Diagnosis :
Obs. Febris 7 hari
Vomitus frekuen
Dehidrasi ringan
Curiga Penyakit Jantung Bawaan fase Sianotik

VI. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
 Loading RL 200 cc  20 tpm
 Inj. Odancentron : 3X1 IV
 Inj. Ranitidin : 2x1 IV
 Inj Ketorolak ekstra 1 amp
 PCT 3x1 tab

Penanganan kegawatan pada PJB fase sianotik


 Rawat ICU
 Loading RL 250cc
 Posisi knee chest
 Inj morfin 1mg
 Intubasi

TINJAUAN PUSTAKA

I.2 Definisi Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan kongenital pada struktur jantung atau
fungsi sirkulasi jantung yang sudah didapatkan dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan
atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit
jantung bawaan ini paling sering di temukan pada anak.23,24,25 Mitchell dkk.
Mendefinisikan PJB sebagai abnormalitas struktur makroskopis jantung atau pembuluh
darah besar intratoraks yang mempunyai fungsi pasti atau potensial yang berarti .

I.3 Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan

Penyakit jantung bawaan (PJB) dapat di klasifikasikan menjadi:26

1. Penyakit jantung bawaan Non-Sianotik:

Berdasarkan pada ada atau tidaknya pirau, dapat di bagi :

a. Penyakit jantung bawaan non-sianotik dengan pirau kiri ke kanan:

 Defek septum ventrikel

 Defek septum atrium

 Defek septum atrioventrikularis

 Duktus arteriosus persisten

b. Penyakit jantung bawaan non-sianotik tanpa pirau :

 Stenosis pulmonal

 Stenosis aorta
 Koartasio aorta

2. Penyakit jantung bawaan Sianotik

a. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru yang menurun


(oligemia paru):
 Tetralogi fallot

 Atresia pulmonal dengan defek septum ventrikel

 Atresia pulmonal dengan septum ventrikel utuh

 Atresia trikuspid

 Anomali ebstein

b. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru yang meningkat


(pletora paru):
 Transposisi arteri besar

 Trunkus arteriosus

 Ventrikel tunggal

 Anomali total drainase vena pulmonal


I.4 Faktor Risiko pada Bayi dan Anak yang Menderita Penyakit Jantung Bawaan
1. Riwayat Keluarga
Adanya riwayat kelainan jantung bawaan pada keluarga meningkatkan
kemungkinan terjadinya kelainan jantung bawaan pada anak. Secara keseluruhan
risiko penyakit jantung bawaan (PJB) akan meningkat tiga kali bila ada salah satu dari
keluarga generasi pertama yang memiliki PJB. Kejadian PJB tidak hanya dapat
berulang pada satu keluarga, tetapi jenis PJB pun seringkali sama. 22 Saat seseorang
mendapatkan kelainan jantung bawaan maka akan meningkatkan risiko 3% pada
saudaranya. Risiko kejadian juga berhubungan dengan prevalensi dari kelainan
jantung bawaan.
Menurut Nora, angka berulangnya PJB pada keluarga generasi pertama sebesar
1% sampai 4%. Persentase ini meningkat menjadi 3,5%-12% jika terdapat dua anggota
keluarga dalam keluarga generasi pertama yang menderita PJB.22 Jenis PJB yang
paling sering berulang pada keluarga generasi pertama adalah Ventrical Septal Defect
(VSD), defek septum atrial (Atrial Septal Defect/ASD), duktus arteriosus yang tetap
terbuka (patent dectus arteriosus/PDA), dan tetralogi fallot (TF).
Telah dilakukan penelitian di Denmark yang mengamati 18.000 pasien dengan
PJB selama 28 tahun, mendapatkan data untuk risiko terjadinya PJB pada generasi
pertama, kedua, ketiga berturut-turut: 3.2 (95% IK 3.0-3.5), 1.8 (95% IK 1.1-2.9), atau
1.1 (95% IK 0.8-1.5). Risiko relatif pada kembar monozigot 15,2 dan kembar dizigot
3.3.

2. Riwayat Kehamilan dan Perinatal

Keadaan ibu saat hamil yang dapat meningkatkan terjadinya PJB adalah demam
saat trimester pertama, infulenza, usia ibu lebih dari 35 tahun, dan merokok pada
trimester pertama.22Meningkatnya paparan stres oksidatif atau berkurangnya kadar
antioksidan dalam darah selama ibu hamil juga berperan terhadap terjadinya
nonsindromik PJB. Hobbs dkk melaporkan bahwa pada 311 ibu yang melahirkan
anak dengan PJB tanpa sindrom lain, rerata konsentrasi plasma glutation tereduksi,
glutaminlsistein, dan vitamin B-6 dalam darah lebih rendah, sedangkan rerata
konsentrasi homosistein dan glutation teroksidasi lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok kontrol.22
Pada bayi yang lahir dari ibu dengan penyakit diabetes melitus (DM), insiden
terjadinya PJB sebesar 4%, insiden ini lima kali lebih besar dibandingkan angka pada
populasi umum. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita DM mempunyai risiko untuk
mengalami kardiomiopati yang transien yang terdiagnosis dengan pemeriksaan
ekokardiografi. Penyebab keadaan ini belum pasti, tetapi diduga akibat
hiperinsulinemia dan hiperglikemia pada masa fetus. Bayi dengan kardiomiopati
simtomatik akan mengalami perbaikan gejala dalam 2-4 minggu, sedangkan pada kasus
stenosis subaortik, hipertrofi akan menghilang dalam 2-12 bulan.22

3. Riwayat Ibu Mengkonsumsi Obat-Obatan, Jamu dan Alkohol

Konsumsi banyak obat, seperti talidomid dan isotretinoin selama awal kehamilan
dapat mengganggu kardiogenesis pada fetus. Selain itu, pada beberapa penelitian juga
disebutkan bahwa konsumsi alkohol atau menggunakan kokain selama masa kehamilan
dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung bawaan.2 Riwayat pemakaian
obat anti epilepsi pada ibu hamil seperti hidantoin dapat menyebabkan stenosis
pulmonal, dan aorta, litium dapat menyebabkan anomali ebstein, dan konsumsi alkohol
dapat menyebabkan ASD dan VSD.22

Tabel 1. Daftar obat yang dapat menimbulkan kelainan jantung bawaan dan bentuk
kelainan yang ditimbulkan.
Maternal medical use
LhitiumEbstein’s anomaly, MR, TR
 Vitamin A > 10,000 IU/d Outflow tract defect
Isotretinoin Overraiding aorta
Hipoplastic aortic arch,ASD, VSD
 Trimethadion TOF, HLH, TGA
 Phenytoin Coarc,PDA, AS, PS
 Valproic acid Outflow tract, VSD, TOF
Talidomid PS, TGA, TAPVR, VSD, ASD, TA, TOF

 Ibuprofen TGA, AVSD, VSD


 naproven Any defects
 trimmetoprien Any defects
sulfonamide
 sultasalazine Any defects
 tricyclic / tetracyclic VSD
anti depresant
 paroxitime VSD, ASD

angiotensin-converting Enzime ASD, VSD, PS, PDA



inhibitor
Maternal illegal drug:
 Alkohol VSD
 Cigarette Smoking ASD, AVSD, TOF
 Cocain and Marijuana Single ventricle, Ebstein’s anomaly,
VSD

Dikutip dari: Sayasathid J, Sukonpan K, Somboonna N. Epidemiology and Etiology of Congenital Heart Diseases. Thailand: Cardiac Center, Faculty
og Medicine, Naresuan University. Di unduh dari : www.intechopen.compada 30 September 2015
4. Infeksi Selama Kehamilan

Infeksi yang diketahui memiliki keterkaitan dengan kelainan kongenital pada


janin salah satunya kelainan jantung bawaan adalah rubella. Infeksi rubella pada ibu
pada trimester pertama kehamilan biasanya akan menyebabkan banyak kelainan
bawaan termasuk kelainan pada jantung. Infeksi rubela dapat menyebabkan Congenital
Rubella Syndrome (CRS), dan defek yang dapat muncul pada sindroma ini salah
satunya adalah penyakit jantung bawaan pada anak.3Infeksi sitomegalovirus, hespes
virus, dan coxsackie virus B akan menyebabakan berbagai kelainan bawaan di awal
kehamilan. Sedangkan infeksi virus tersebut pada akhir kehamilanakan menyebabkan
miokarditis. Infeksi HIV di hubungkan dengan kardiomiopati pada neonatus.11
Studi yang dilakukan di Bangladesh pada tahun 2009 dan 2010 mendapatkan
abnormalitas jantung adalah temuan klasik pada infant dengan CRS dimana insidennya
sekitar 65%. Kejadian penyakit jantung bawaan yang sering muncul adalah PDA
(Patent Ductus Arteriosus), PS (Pulmonary Stenosis), dan penyakit jantung bawaan
lain seperti stenosis katup aorta, defek septum (atrium dan ventrikular), TGA, TOF,
atresia trikuspid, dan stenosis pembuluh darah sistemik lainnya.

5. Kelahiran Preterm

Bayi kurang bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu.
Kelahiran dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu mempunyai resiko tinggi terhadap berbagai
penyakit yang berhubungan dengan prematuritas. Bayi lahir kurang bulan beresiko mengalami
PDA.2Masalah utama dari bayi prematur adalah respon dari duktus arteriosus terhadap oksigen.
Biasanya bayi prematur akan memiliki duktus arteriosus yang masih terbuka karena respon otot polos
duktus terhadap oksigen belum berkembang sepenuhnya. Hal ini juga disebabkan karena kadar
Prostaglandin E 2 (PGE2) dalam sirkulasi masih tinggi dan respon jaringan duktus yang prematur
terhadap PGE2 menjadi meningkat, sehingga menyebabkan dilatasi pada otot polos duktus.2

6. Berat Bayi Lahir Rendah

Berdasarkan data dari Vermont Oxford Network, dari hampir 100.000 kelahiran
dengan berat badan berat lahir sangat rendah, hampir 900 memiliki kelainan jantung
bawaan. Ditemukan bahwa, kelainan jantung bawaan yang tersering pada bayi dengan
berat badan lahir rendah adalah Tetralogi of fallot, coarctation of the aorta, complete
atrioventricular septal defect, and pulmonary atresia. Oleh karena itu, berat badan dapat
digunakan sebagai informasi yang penting untuk kecurigaan adanya masalah jantung.2,3

1.5 Keluhan Klinis yang Sering Dijumpai pada Anak dan Bayi yang Menderita
Penyakit Jantung Bawaan
1. Keringat Berlebihan

Keringat yang berlebihan atau diaforesis merupakan salah satu gejala klinis yang
dijumpai pada PJB. Adanya keringat yang berlebihan lebih banyak dijumpai pada anak
dengan pirau kiri ke kanan yang bermakna di tingkat atrium atau ventrikel. Bayi yang
berkeringat berlebihan pada saat minum merupakan tanda yang cukup reliabel untuk
adanya gagal jantung yang mengancam

2. Squatting (Sering Berjongkok)

Pada anak-anak yang sering tampak berjongkok terutama saat beraktivitas harus
dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan, terutama adanya tetralogi fallot (TF). Setelah
aktivitas, aliran balik vena dari ekstremitas bawah mengandung kadar oksigen yang
sangat rendah, dengan posisi jongkok, aliran balik darah vena ekstremitas bawah ditahan
sehingga saturasi oksigen darah campur (mixed vein) meningkat. Teori lain berpendapat
bahwa berjongkok bukan menyebabkan tetekuknya arteri dan vena di tungkai, tetapi
mendekatkan jantung pada tungkai sehingga meningkatkan volume darah sentral, tekanan
darah, dan curah jantung.22

3. Palpitasi

Palpitasi atau berdebar-debar merupakan gejala denyut jantung yang lebih cepat
yang sering dihubungkan dengan gangguan irama jantung. 2Takikardia disebabkan oleh
karena adanya gangguan impuls listrik yang mengontrol irama kerja jantung. Beberapa
diantara gejala takikardi dihubungkan dengan gangguan pada jantung termasuk kelainan
jantung bawaan. 2
Pada ventrikular septal defect (VSD) aliran darah akan mengalir melewati pirau yang
menyebabkan aliran darah paru dan aliran darah dari seluruh tubuh bercampur. Gejala
yang terjadi tergantung pada seberapa besar lubang yang terbentuk. Makin besar lubang
atau piraunya, maka akan makin besar beban jantung yang menyebabkan usaha jantung
untuk memompa darah akan meningkat dan timbullah gejala takikardi hingga akhirnya
jantung tidak lagi sanggup untuk memompakannya lagi dan terjadi gagal jantung. 2
Gejala takikardi dapat juga terjadi pada penyakit jantung bawaan lainnya seperti pada
penyakit jantung bawaan non sianotik dengan lesi obstruktif tanpa pirau. Obstruksi pada
alur keluar ventrikel kiri dapat terjadi pada tingkat subvalvar, valvar, maupun supra
valvar hingga ke arkus aorta. Akibat kelainan ini, ventrikel kiri harus memompa lebih
kuat untuk melawan obstruksi sehingga terjadi peningkatan beban tekanan pada ventrikel
kiri, sehingga timbullah gejala takikardi. 2

4. Infeksi Nafas Berulang

Pada anak dengan penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan yang besar

dan dengan tingginya aliran darah paru memiliki risiko untuk menderita infeksi saluran

nafas berulang. Namun infeksi nafas saluran atas berulang tidak berhubungan dengan

penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan yang berisiko untuk terjadinya infeksi

saluran nafas bawah berulang seperti PDA, ASD, VSD.2

5. Penurunan Toleransi Latihan

Anak yang dilahirkan dengan penyakit jantung bawaan memiliki insiden lebih tinggi
dalam hal kesulitan menyusui dan letargi.Penelitian oleh Knowles et altahun 2014
mendapatkan bahwa terjadi penurunan kualitas hidup terkait kesehatan pada anak – anak
dengan penyakit jantung bawaan seperti kesukaran datang ke sekolah dan mengikuti
olahraga. Karakteristik pasien penyakit jantung bawaan yang dibandingkan dengan usia
sebayanya didapatkan memiliki berat badan lahir rata-rata lebih rendah 200 gram, lebih
sering mendapatkan pengobatan dalam kesehariannya, memiliki absensi lebih sering
terkait masalah kesehatan, lebih jarang dalam mengikuti aktivitas olahraga dan aktivitas
sosial lainnya. Pada anak dengan pirau yang besar terjadi gejala fatigue dan dispneu.5, 6
Studi yang didapatkan oleh Sulaiman tahun 2011 menerangkan bahwa pada pasien
Tetraogy of Fallot memiliki ambang ventilasi anaerobik sebesar 89% dari perkiraan
normal (normal: 95% dengan batasan 92–kl108%). Sedangkan ambilan oksigen
maksimal didapatkan 74% dari perkiraan normal.7
6. Hambatan Pertumbuhan

Anak dengan PJB rawan mengalami gangguan pertumbuhan dan hal ini telah
banyak diteliti. Belum diketahui secara pasti penyebab gangguan pertumbuhan yang
terjadi pada PJB. Beberapa hipotesis dimaksudkan untuk menjelaskan hubungan antara
PJB dan pertumbuhan. 12
Beberapa faktor yang mempengaruhi hambatan pertumbuhan penyakit jantung bawaan :
A. Tipe Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Derajat gangguan pertumbuhan berhubungan dengan beratnya kerusakan hemodinamik yang
terjadi yang menyebabkan oksigenasi menurun.
Pada PJB asianotik terdapat lesi yang menyebabkan peningkatan jumlah volume,
ini yang menyebabkan shunt dari kiri ke kanan. Pada lesi ini terdapat hubungan
antara sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru, yang menyebabkan darah yang kaya
oksigen kembali ke paru. Peningkatan volume darah di paru menurunkan
compliance paru dan meningkatkan usaha nafas. Hal ini akan menghasilkan
peningkatan konsumsi total body oxygen yang biasanya diluar kemampuan
sirkulasi untuk mencukupinya. Penggunaan oksigen ini memberi gejala tambahan
seperti berkeringat, irritabilitas, dan gagal tumbuh.12
Pada PJB sianotik selain terjadi hipoksia, juga terjadi pencampuran darah yang

kaya oksigen dan yang rendah oksigen. Akibat terjadinya hipoksemia ini

mengakibatkan menurunya nafsu makan dan meningkatnya aktivitas fungsi

jantung paru yang diikuti dengan termoregulasi yang tidak efisien dan naiknya

kebutuhan kalori. Sehingga akan terjadi perubahan-perubahan pada jaringan

tubuh dengan berkurangnya sel lemak secara menyeluruh sehingga dikatakan

terjadi malnutrisi yang kronik hingga berat badan dan tinggi badan akan

terpengaruh sama besar.12


B. Masukan nutrisi yang tidak adekuat
Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pemasukan kalori pada PJB
kemungkinan disebabkan oleh hilangnya nafsu makan, sesak nafas, kelelahan,
muntah yang berlebihan, infeksi saluran napas, anoreksia dan asidosis. Keadaan
ini terutama terjadi pada PJB dengan gagal jantung kongestif. Anak dengan gagal
jantung kiri atau PJB yang disertai dengan sianosis akan mengalami sesak dan
mudah lelah sebelum dapat menghabiskan makanan yang dibutuhkan.12

C. Hipermetabolisme
Hipermetabolisme dihubungkan dengan peningkatan konsumsi oksigen
oleh jantung yang hipertrofi dan stimulasi metabolisme karena peningkatan
sekresi katekolamin.Hipermetabolisme ini berdampak dengan masukan energi
dan penggunaan energi. Anak dengan PJB rentan mengalami infeksi, infeksi ini
akan menyebabkan kenaikan suhu basal dan stress metabolik. Dengan adanya
hipermetabolisme, nutrisi yang masuk sebagian besar untuk mencukupi
metabolisme yang tinggi, sehingga yang disimpan untuk pertumbuhan jumlahnya
sedikit.12

D. Malabsorbsi
Malabsorbsi mengakibatkan berkurangnya energi yang dapat
dimetabolisme meskipun masukan kalori cukup. Anak dengan gagal jantung
kanan akan menyebabkan peningkatan tekanan vena sistemik, yang
menyebabkan edema pada dinding usus dan permukaan mukosa yang
menyebabkan absorbsi nutrisi dan drainase limfa terganggu. Anoxia atau
kongesti vena usus dapat menyebabkan malabsorbsi.12

E. Hipoksia kronis

Hipoksia yang menyebabkan berkurangnya pembelahan sel akibat


berkurangnya sintesa protein. Hipoksia juga mengakibatkan jantung kembali
menggunakan metabolisme glikolisis. Hipoksia kronis diduga juga menyebabkan
berkurangnya sel lemak pada awal kehidupan anak PJB. Selain itu hipoksia kronis
juga memegang peranan penting dalam terjadinya anorexia dan tidak efisiennya
proses metabolisme di tingkat seluler.12
7. Jari Tabuh
Jari tabuh atau Clubbing finger adalah istilah klinis deskriptif, merupakan
pembengkakan jaringan lunak dari falang terminal dari digit dengan kelainan sudut
normal antara kuku dan bantalan kuku. Hippocrates pertama kali menjelaskan bahwa
clubbing finger terjadi pada pasien dengan empiema, kemudin setelah itu clubbing
finger dikaitkan dengan berbagai penyakit paru, kardiovaskular, neoplastik, infeksi,
hepatobilier, mediastinum, endokrin, dan penyakit gastrointestinal. Clubbing finger
juga dapat terjadi, tanpa penyakit dasar yang jelas, sebagai bentuk idiopatik atau
sebagai sifat dominan Mendel.13

PENUTUP
KESIMPULAN

Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan kongenital dengan insiden 6-10 bayi tiap
kelahiran hidup. Untuk ituperlu dilakukan deteksi dini kelainan jantung bawaan agar dapat
dilakukan tatalaksana segera. Deteksi dini dapat dilakukan dengan mengetahui status prenatal
pasien berupa kelainan genetik, riwayat keluarga, riwayat konsumsi obat-obatan, alkohol, dan
merokok pada ibu, kehamilan preterm, berat badan lahir rendah (BBLR), dan infeksi pada saat
kehamilan.
Deteksi dini juga dapat dilakukan pada bayi post natal. Deteksi dini dapat dinilai
berdasarkan manifestasi klinis berupa sianosis, sesak, jari tabuh, hambatan tumbuh, dada
berdebar, nyeri dada, penurunan toleransi latihan, infeksi saluran nafas berulang. Selain itu, pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan kardiomegali, bising jantung, keringat berlebihan squatting,
palpitasi, infeksi nafas berulang, penurunan toleransi latihan, hambatan pertumbuhan, jari tabuh
dan sianosis. Deteksi dini juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan lab, USG,elektrokardiography (EKG), echocardiography, rontgen, CT-scan, dan
MRI.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sayasathid J, Sukonpan K, Somboonna N. Epidemiology and Etiology of Congenital Heart

Diseases. Thailand : Cardiac Center, Faculty og Medicine, Naresuan University. Di unduh

dari : www.intechopen.compada 30 September 2015.


2. Park. M K. Park’s Pediatric Cardiology For Practitioners. 5th edition. Mosby Elsevier :

Philadelphia. 2014.
3. Nazme NI, Hussain M, Hoque MD.M, Dey AC, Das AHC. Study of Cardiovascular

Malformation in Congenital Rubella Syndrome in Two Tertiary Level Hospital of

Bangladesh. Bangladesh J Child Health 2014;Vol 38(3):141.


4. Wren C. Prematurity, Low Birth Weight, Adn Cardiovascular Malformation. United

Kingdom : Departement of Pediatric Cardiology, Freeman Hospital; 2010 [Di unduh pada 10

Oktober 2015]. Tersedia di : www.pediatric.org.


5. Knowles RL, Day T, Wade A, Bull C, Wren C, Dezateux C. Patient-reported Quality of Life

Outcomes for Children with Serious Congenital Heart Defect. Arc Dis child 2014;0:1-7.
6. Cervi E, Giardini MD.A. Exercise Tolerence in Children with a Left to Right. Journal of

Cardiology and Therapy Vol 2. No 1 (2015).


7. Sulaiman MS, Reybrouck T. Maximal Oxygen Uptake and ventilatory Anaerobic treshold

with Pediatrics aged Group in Non-operated Ventricular Septal Defect and surgically

RepairedTetralogy of Fallot. JAMR Vol.1 No.1, May 2014, page .


8. Differential Diagnosis of Pediatric,Surajgupte. Manugupta : New Delhi India. 2002.
9. Madiyono B, Endah S, Rubiana. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi dan Anak. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI. 2005


10. Cardiovaskular Magnetic Resonance made Easy oleh anitha varghese, Dudley J Pennell.

Elsevier : New York. 2008.


11. Park. M K. Park’s Pediatric Cardiology For Practitioners. Sixth edition. Philadelphia:

Elsevier Saundres. 2014.

Anda mungkin juga menyukai