Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus Besar

Congestive Heart Failure dengan Hypertensive Heart Disease, Edema Pulmo


dan Efusi Pleura Sinistra

Pembimbing :
dr. David D Ariwibowo Sp.JP

Disusun Oleh :
Paulus Anung A. Pandelaki
11.2016.270

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta Barat
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana

1
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD CENGKARENG JAKARTA BARAT

Nama Mahasiswa: Paulus Anung Anindita Pandelaki


NIK: 11.2016.270
Dokter Pembimbing: dr. David I Ariwibowo Sp.JP

I. Identities Pasien

Nama : Selan Bin Amat


Jenis Kelamin : laki laki
Umur /TTL : 72 th / Jakarta, 11/02/1945
Pekerjaan : Swasta (Pensiun)
Status Pernikahan : menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : jawa
Alamat : Jl. Kapuk Pasar Darurat RT 005/RW 012 No. 230, Kapuk ,
Cengkareng Jakarta Barat
Tanggal masuk IGD : 10/07/2017
Tanggal pulang Ranap: 25/07/2017
Ruang Rawat : Pepaya 432-3
No. Rekam Medik : 20-64-38
II. Anamnesis
(Auto dan allo - anamnesis, tanggal 17/07/2017, pukul 9.30
Keluhan utama :
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sesak nafas terjadi sejak 2 hari SMRS, sesak dirasakan di bagian dada seperti
rasa tertindih barang berat. Sesak nafas terjadi ketika pasien sedang beraktifitas ringan.

2
Sesak di rasakan semakin memberar sehingga pasien tidak dapat melakukan apapun.
Durasi sesak nafas mencapai - 1 jam. Pasien juga mengalami sesak pada malam hari
hingga terbangun, dan sesak berkurang jika di posisikan duduk atau kepala di ganjal 2-
3 bantal saat tidur terlentang. Selain sesak, batuk batuk berdahag di rasakan sejak 1
minggu SMRS. Dahag kental sulit dikeluarkan, berwarna bening, tidak disertai darah.
Pasien masuk IGD RS dengan keluhan sesak nafas dan penurunan kesadaran
sejak 1 hari SMRS (tgl 10/7/17). Lemas seluruh badan dirasakan disertai tangan dan
kaki tidak dapat digerakan tetraplegia. Pasien tidak mampu berbicara /pelo. Mual -
muntah tidak dirasakan. Pasien sebelumnya sempat jatuh dari kamar tidur. BAB lancar
dan normal. BAK sedikit, tidak nyeri.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak lama, riwayat di rawat di rumah sakit 2
tahun lalu karena terkena stroke. Riwayat konsumsi obat obatan anti hipertensi
sebelumnya sejak lama. Tidak ada diwayat sakit maag atau pun alergi obat obatan
tertentu.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus
Riwayat Pribadi:
Pasien merupakan pensiunan dari pegawai swasta beberapa tahun lalu dan sekarang
berada dirumah saja. Tidak mempunyai kebiasaan merokok, maupun minum
minuman alkohol sebelumnya.
III. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum (tgl 17/7/2017)
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda tanda vital :
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 82 x / min
Pernafasan : 28 x / min
Suhu : 36,8

3
Saturasi oksigen : 98%
Berat badan : 80 kg
Tinggi badan : 172 cm
BMI : 27,04
Status gizi : Obesitas Tingkat I
Pemeriksaan umum ketika masuk IGD (tgl 10/7/2017)
Pemeriksaan umum : Tampak Sakit Berat
Kesadaran : Apatis (GCS E3 M1 V1)
Tanda tanda :
Tekanan darah : 193/103 mmHg
Nadi : 103 x / min
Pernafasan : 44 x / min
Suhu : 38,7
b. Pemeriksaan fisik
Kulit
- Warna kulit : sawo matang , sianosis (-), ikterik (-)
- Kelembaban : lemban (normal)
- Temperatur : hangat
- Turgor kulit : normal
- Lesi : tidak terdapat lesi
Kepala
- Normosefali, rambut berwarna hitam keputihan, merata, tidak ada alopesia, tidak
ada benjolan
Mata
- Palpebra normal, Konjungtiva anemis - / -, Sklera ikterik - / -, pupil isokor + / +,
refleks cahaya langsung dan tidak langsung + / +
Telinga
- Normotia
- Serumen - / -, nyeri tekan targus - / -, sekret - / -, Membran timpani tidak terlihat
Hidung

4
- Septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung (-), epistaksis - / -, nyeri sinus
sinus frontal dan maksila (-)
Mulut
- Bibir : sianosis (-), anemis (-)
- Mukosa oral : lesi apthosa (-)
- Gusi : gingivitis (-) , perdarahan gusi (-)
- Lidah : atrofi lidah (-), lesi (-)
- Faring : tonsil tenang T1- T1, hiperemis (-)
Leher
- JVP : 5+3
- Benjolan (-)
Thorax
- Inspeksi : bentuk dada normal, lesi (-), benjolan (-), simetris, tipe
pernafasan abdominothorakal, nafas sesak cepat, retraksi sela iga (-),
penggunaan otot nafas tambahan (+), cekungan suprasternal (+)
- Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), pelebaran sela iga (-), retraksi (-)
Paru
Anterior Posterior
Inspeksi Pergerakan dinding dada Pergerakam dada simetris
simetris statis dan dinamis, statis dan dinamis
retraksi suprasternal,
supraclavicula (+), lesi (-)
Palpasi Nyeri tekan (-), benjolan (-), Selaiga tidak melenar, fokal
fokal fremitus cenderung ke fremitus cenderung ke paru
paru kanan kanan
Perkusi Sonor di paru kanan dan paru Sonir pada Perkusi punggung
kiri dengan batas sonor di ICs kanan dan redup pada
ke 4. Batas paru hati di ICs 4 punggung kiri dari IC 4 linea
linea midclav, dengan axillaris posterior hingga ke
peranjakan paru hati 2 jari IC 5/6 linea paravertebra
ke distal dari batas paru hati

5
Garis Ellis Damoeseux:
mulai dari IC 4 linea axillaris
anterior sinistra ke medial
hingga IC 5 parasternal
sinistra
Auskultasi Suara nafas dasar vesikuler Suara nafas dasar vesikuler
(+/+), suara nafas tambahan: (+/+), suara nafas tambahan:
ronki basah (+/+), wheezing (- ronki basah (+/+) di seluruh
/-), diseluruh lapangan paru. lapang paru. Suara nafas
Suara nafas vesikuler paru kiri vesikuler paru kiri bagian
bagian medio-basal melemah. mediobasal melemah

Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba
- Perkusi :
o Batas kanan jantung : redup pada IC 4 linea parasternal dextra,
o Batas atas jantung : redup pada IC 1 linea sternalis sinistra
o Batas kiri jantung : redup pada IC 5 linea axilaris anterior sinistra
o Batas pinggang jantung : redup pada IC 4 linea midclav sinistra
o Batas bawah jantung : tidak dapat dinilai
- Auskultasi : BJ I II reguler , gallop (+) pulmonal dan aorta, murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : Perut buncit, lesi (-), pelebaran vena (-), benjolan (-)
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Palpasi : Dinding perut supel, nyeri tekan (-), benjolan (-), asites (-)
balotemen tidak teraba.
- Perkusi : Hepar teraba 1 jari dari arcus costa, liem teraba hingga shcuffner
II , ballotemen tidak teraba, sisanya timpani
Genital (tidak dilakukan)
Colok Dubur (tidak dilakukan)

6
Ekstremitas
Ekstremitas superior Ekstremitas inferior
Sianosis -/- -/-
Pitting edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Palmar eritem -/- -/-
Otot Normotonus Normotonus
Sendi Normal Normal
Gerakan Terbatas Baik , terbatas
Kekuatan +3/+3 +3/+3
Luka -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Elektrokardiografi : (tanggal 10/7/2017)

7
Gambar 1. EKG pasien
Irama : Non Sinus Rhytm
Frekuensi : 100x/min (tachycardia)
Axis : Slight Right Axis Deviation
Gelombang P : atrial enlargement (-), atrial fibrillation (+)
Gelombang QRS : Q pathologis (+), suspect LVH
Interval PR : tidak memanjang ( (<0,12sec)
ST segment / Gelombang T : ST elevasi lead V2 V5
Gelombang U : (-)
Kesimpulan : STEMI Antero-lateral dengan OMI dan Atrial Fibrilasi

b. Laboratorium : (tanggal 10/7/2017)


Elektrolit
Natrium : 149 mmol/L (136 146 mmol/L)
Kalium : 4,0 mmol/L (3,5 5,0 mmol/L)
Chlorida : 111 mmol/L (94 111 mmol/L)
Hematologi (Hema 1)
Hb : 17,2 (p 13-16, w 12-14)
Ht : 54 % (p 40-48, w 73-43 vol %)
Leukosit : 15,7 ribu/uL ( 5-10 ribu/uL )
Trombosit : 285 ribu/uL ( 150-400 ribu/uL)
Kimia darah
Glukosa sewaktu : 175 mg/dL
Ureum : 77 mg/dL (15-50 mg/dL)
Kreatinin : 1,9 mg/dL (<1,4 mg/dL)

(Tanggal 13/7/2017)
Kimia darah
Ureum : 91 mg/dL
Kreatinin : 2,1 mg/dL

8
(Tanggal 16/7/2017)
Kimia darah
Ureum : 65 mg/dL
Kreatinin : 1,5 mg/dL

(Tanggal 19/7/2017)
Kimia darah
Ureum : 36 mg/dL
Kreatinin : 1,2 mg/dL

(tanggal 22/7/2017)
Elektrolit darah
Natrium : 141 mmol/L
Kalium : 5,3 mmol/L
Chlorida : 102 mmol/L
Hema I
Hemoglobin : 14,9 g/dl
Hematokrit : 49 vol%
Leukosit : 23,3 ribu/uL
Trombosit : 796 ribu/uL
c. Urine output :
- Tanggal 13 : Intake output IWL = 2000 cc 700 cc 800 cc = (+) 500 cc
- Tanggal 14 : = 2800 cc 1800 cc 800 cc = (+) 200 cc
- Tanggal 17 : = 2010 cc 1200 cc 800 cc = (+) 100 cc
d. Foto rontgen Thorax : (tanggal 10/7/2017)
Jantung : Sinus dan diafragma normal, jantung ; CTR > 50% membesar ke kiri dan
aorta konfigurasi dilatasi arkus aorta (elongasio aorta)
Paru : tampak infiltrat di mediobasal dan perihilar kiri kanan, corakan
bronkovaskuler prominent
Kesan : tampak kardiomegali (HHD) dengan sugestif edema paru prominen kiri

9
Gambar 2. Rontgen
Thorax PA
e. Foto ECHO
Cardiographs :
Dimensi normal,
LVH (++),
normokinetik global,
katup normal, RV
normal

Gambar 3. Hasil ECHO


Cardiography pasien

10
V. Resume

Seorang pria berusia 70 tahun datang ke IGD dengan keluhan tidak bisa
menggerakan tangan-kaki (hemiparese dextra) dan lemas seluruh badan satu hari yang lalu.
Pasien sebelumna mempunyai riwayat stroke 2 tahun yang lalu. Sesak nafas juga di
keluhkan pasien. Sesak pada bagian dada seperti tertindih barang berat, dan terjadi saat
sedang melakukan aktifitas ringan dan saat sedang beristirahat malam. Sesak nafas
dirasakan lama kelamaan memberat sehingga aktifitas terganggu. Durasi sesak nafas dari
onset sekitar -1 jam. Pasien sesak malam hari dan enakan jika tidur dengan 2 bantal atau
posisi setengah duduk. Sesak nafas disertai batuk berdahak berwarna bening dan kental.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak lama, stroke 2 tahun lalu, dan tidak ada riwayat
alergi obat atau pun makanan
Pada pemeriksaan fisik tampak pasien sakit berat karena mobilisasi terganggu,
kesadaran compos mentis, TD 140/80 mmHg, nadi 82 kali per menit, RR 28 kali per menit,
suhu badan 36.8 , BMI 27,04, pemeriksaan JVP hasil 5+3, retraksi suprasternal dan
supraclavicula, cor membesar ke kiri. Pemeriksaan jantung ditemukan gallop pada
pulmonal dan aorta, pemeriksaan paru ditemukan perkusi pekak di bagian mediobasal kiri
mulai dari IC 4 aksilaris anteror, auskultasi ronki basah seluruh lapang paru ka/ki, suara
nafas vesikuler menurun di bagian mediobasal kiri. Pemeriksaan ekstremitas didapatkan
gerak terbatas, bicara pelo. Pada pemeriksaan EKG didapatkan atrial fibrilasi dengan
STEMI anterolateral, dan OMI. Pemeriksan rontgen didapatkan paru penuh dengan
infiltrate dan sinus costophrenicus kiri tidak dapat dinilain (suspek efusi pleura kiri), dan
gambaran cardiomegaly. Pada foto ECHO cardiography didapatkan hasil LVH.

VI. Daftar Masalah


Anamnesis
- Lemas
- Tangan dan kaki sulit digerakan
- Bicara pelo/ sulit
- 2 tahun lalu terkena riwayat stroke
- Riwayat hipertensi sejak lama

11
- Sesak nafas Saat aktifitas dan malam hari
- Sesak berkurang dengan perubahan posisi dan diganjal 2 bantal
- Riwayat tungkai pernah bengkak sebelumnya
Pemeriksaan fisik
- BMI : 27,04 = obesitas grade 1
- Cor:
o Inspeksi tidak terlihat ictus cordis
o Palpasi : tidak teraba pulsasi ictus cordiss
o Perkusi : jantung melebar ke kiri
- Pulmo:
o Inspeksi : simetris, retraksi suprasternal dan supraclavicula
o Palpasi : fokal fremitus cenderung ke kanan
o Perkusi : pekak di bagian mediobasal paru kiri mulai dari IC 4 aksila anterior
hingga IC 5 parasternalis sinistira, dan pekak IC 4 aksilaris posterior hinggan
IC 5 linea paravertebra
o Auskultasi : ronki di kedua lapang paru dan suara nafas dasar vesikuler
menurun di bagian mediobasal paru kiri.
Pemeriksaan penunjang
EKG didapatkan atrial fibrilasi dengan STEMI anterolateral, dan OMI. Pemeriksan
rontgen didapatkan paru penuh dengan infiltrate dan sinus costophrenicus kiri tidak dapat
dinilain (suspek efusi pleura kiri), dan gambaran cardiomegaly. Pada foto ECHO
cardiography didapatkan hasil LVH.

VII. Problem
1. Congestive Heart Disease NYHA grade IV [sesak nafas waktu beraktifitas ringan dan
istirahat, paroxysmal nocturnal dyspneu, JVP 5+3, rontgen cardiomegali, Edema
tungkai (+)]
Assesment :
o Mencari Etiologi : Hypertensive Heart Disease(HHD)
o Anatomi jantung : cardiomegali (+)

12
o Faktor risiko kardiovaskular : Diabetes Mellitus, Dislipidemia, hiperurisemia
o Mencari komplikasi ke organ lain : Ginjal, Mata
- IPDx
o EKG
o Darah rutin (Hb, Leuko, Trombo, Diff count)
o Elektrolit darah (Na, K, Cl) kimia darah (ureum, kreatinin)
o Kolesterol darah (HDL, LDL), Trigliserida
o Gula darah I, II
o Pemeriksaan lab enzim jantung (CKMB, Troponin I)
o Foto rontgen Thorax , Abdomen posisi pa , lateral.
- IPTx
o Oksigen 3L/ menit
o Posisikan setengah duduk
o Diet rendah garam (<4 gram / hari), Diet rendah lemak (BMI : obesitas grade
1) diet bubur sumsum
o Infus NaCL 0,9% (dengan monitor urin output)
o Pasang DC
o Atorvastatin 1 x 20 mg saat malam hari
o ISDN 3 x 10 mg
o Furosemid 1x 1amp
o Aspar K 2 x 1 (jika kalium darah rendah)
- IPMx
o Keluhan pasien
o Keadaan umum, TTV
o Balance cairan urin
o Pemeriksaan kimia darah ( ureum, kreatinin)
- IPEx
o Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai penyakit yang sedang di derita
oleh pasien sekarang
o Istirahat yang cukup
o Batasi masukan cairan diluar pemberian rumah sakit

13
o Rajin minum obat dan kontrol jika sudah lepas rawat
- Prognosis
o Ad vitam : dubia ad malam
o Ad functionam : dubia ad malam
o Ad sanationam : dubia ad malam

2. Hipertensi Emeregensi[tekanan darah masuk IGD 193/103 mmHg tgl 10/7/2017]


[tekanan darah sekarang 140 / 80]
Assesment :
o Mencari faktor risiko kardiovaskular
o Mencari komplikasi (CHF, Edema tungkai)
- IPDx
o Kolesterol darah (LDL, HDL)
o GD I, II
o Ureum dan kreatinin
- IPTx
o Amlodipin 1 x 10 mg
o Candesartan 1 x 8 mg
- IPMx
o Vital sign
- IPEx
o Kurangi pemakaian garam berlebih dalam masakan
o Gaya hidup sehat
o Kurangi makanan mengandung kolestrol, trigliserid
o Minum obat secara teratur
3. Edema pulmo dengan efusi pleura sinistra [pasien sesak nafas, ronki +/+ seluruh
lapang paru, pf redup regio mediobasal paru sinistra ICs 4 AA ICs 5 PS sinistra,
fokal fremitus kiri melemah]
Assesment : mencari etiologi (HHD, Congestive Heart Failure) dan
penatalaksanaanya
- IPDx

14
o Foto rontgen Thorax posisi PA, Lateral
o Pemeriksaan fisik paru lengkap
- IPTx
o Oksigen 3 L / menit
o Furosemide 1 x 1 amp
o Spironolacton 1 x 25 mg
o Aspar K 2 x 1 (jika kalium rendah)
o Nitrate /\ISDN 3 x 5 mg
- IPMx
o Pemeriksaan fisik paru (perkusi dan auskultasi)
o Foto rontgen berkala
- IPEx
o Tirah baring, aktifitas minimal
o Minum obat teratur
4. Stroke Non Hemoragik (tetraplegia, lemas seluruh tubuh, GCS turun, hemiparesis)
Assesment :
o Etiologi : Stroke Non Hemorrhagic, Stroke Hemorrhagic
o Faktor risiko cerebrovaskuler : Dislipidemia, Diabetes Mellitus, Penyakit
katup jantung
- IPDx
o CT-Scan Kepala
o Cek Kolesterol (LDL dan HDL)
o Sirijaj Score
o Trigliserid
o GD I dan II
o Echocardiography
- IPTx
o Oksigen 3 liter / menit
o Posisikan kepala posisi 30
o Amlodipin 1 x 10 mg
o Candesartan 1 x 8 mg

15
o Aspirin 1 x 160 mg
o Konsul ke dokter Spesialis Saraf
- IPMx
o Glassglow Coma Scale
o Vital sign
- Prognosis
o Ad vitam : dubia ad malam
o Ad sanationam : dubia ad malam
o Ad fungtionam : dubia ad malam
5. Acute Kidney Injury Grade I (Kadar awal ureum 77 mg/dL dan kreatinin 1,9mg/dL)
Assessment
- IPDx
o Cek enzim ginjal (ureum dan kreatinin)
o Cek urin output dalam 24 jam
o Test darah hematologi rutin
o USG ginjal
- IPTx
o Diet rendah garam (<4 gr/ hari)
o Atasi penyakit penyebab awal (CHF dan hipertensi)
- IPMx
o Test kimia darah ureum dan kreatinin berkala
o Pantau gejala klinis
- Prognosis
o Ad vitam : dubia ad malam
o Ad sanationam : dubia ad malam
o Ad fungtionam : dubia ad malam
Progress Note
Tanggal 13/7/2017
S/ Sesak malam, nyaman di ganjal 2 bantal, sesak bagian dada masih, aktifitas ringan sesak,
mual (+), muntah (-), bicara pelo, tangan kaki agak sulit digerakan. BAB, BAK lancar

16
O/ TD 140/ 80 mmHg, N 82 x/m, RR 28 x/m, T 36,8, SpIO2 98%, Tampak sakit berat,
Compos Mentis
Mata kepala: normosefal, CA ( - / - ), SI ( - / - )
Leher: JVP 5+3,
Thorax: Batas jantung melebar ke aksilaris anterior sinistra, BJ I-II Reguler, G(-), M(-),
vesikuler (+/+), Ronki (+/+) KLP, pekak IC 4 Aksilaris Anterior Sinistra IC 5
Parasternal
Abomen: supel, Bising usus (+), Hepar 1 jari bawah arc costa, spleen SF II
Ekstremitas: akral hangat, gerak terbatas, kekuatan 3+/3+/3+/3+, edema (-)
Balans cairan:
Lab Kimia Darah : Ureum: 91 mg/dL, Kreatinin: 2,1 mg/dL
A/ CHF NYHA IV, AKI stadium I, Edem pulmonal- efusi pleura sinistra, SNH
P/ - RL per 12 jam, diet bubur sumsum
- Aspilet 1 x 160 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Ramipril 1 x 2,5 mg
- N asetilsistein 3 x 1
- Ambroksol 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1
- Paracetamol 4 x 750 mg
- Amiodaron 3 x 1
- Citicoline 3 x 520 mg
- Omeprazole 2 x 1

Tanggal 17/7/2017
S/ Sesak nafas masih dirasa saat istirahat, nyeri dada (-), mual (+), muntah (-), bicara pelo,
gerakan terbatas, dan membaik, kadang batuk
O/ TD 197/98 mmHg, N 82 x/m, RR 28 x/m, T 36,8, SpIO2 98%, Tampak sakit berat,
Compos Mentis
Mata kepala: normosefal, CA ( - / - ), SI ( - / - )
Leher: JVP 5+3 benjolan (-)

17
Thorax: Batas jantung melebar ke aksilaris anterior sinistra, BJ I-II Reguler, G(-), M(-),
vesikuler (+/+), Ronki (+/+) KLP, pekak IC 4 Aksilaris Anterior Sinistra IC 5
Parasternal
Abomen: supel, Bising usus (+), Hepar 1 jari bawah arc costa, spleen SF II
Ekstremitas: akral hangat, gerak terbatas, kekuatan 3+/3+/3+/3+, edema (-)
A/ CHF NYHA IV , AKI stadium I, Edem pulmonal- efusi pleura sinistra, SNH
P/ - RL per 12 jam, diet bubur sumsum
- Aspilet 1 x 160 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Ramipril 1 x 2,5 mg
- N asetilsistein 3 x 1
- Ambroksol 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1
- Paracetamol 4 x 750 mg
- Amiodaron 3 x 1
- Citicoline 3 x 520 mg
- Omeprazole 2 x 1

Tanggal 18/7/2017
S/ Sedikit sesak nafas, nyaman jika diganjal 1 bantal, lemas, mual muntah (-), BAB lancar,
BAK lancar, banyak keluar, nyeri dada (-), batuk berdahak encer bening.
O/ TD 140/80 mmHg, N 85 x/m, RR 22 x/m, T 36,5, SpIO2 98%, Tampak sakit berat,
Compos Mentis
Mata kepala: normosefal, CA ( - / - ), SI ( - / - )
Leher: JVP 5+2 benjolan (-)
Thorax: Batas jantung melebar ke aksilaris anterior sinistra, BJ I-II Reguler, G(-), M(-),
vesikuler (+/+), Ronki (+/+) KLP, pekak IC 4 Aksilaris Anterior Sinistra IC 5
Parasternal
Abdomen: supel, Bising usus (+), Hepar 1 jari bawah arc costa, spleen SF II
Ekstremitas: akral hangat, gerak terbatas, kekuatan 3+/3+/3+/3+, edema (-)
A/ CHF NYHA III, AKI stadium I, Edem pulmonal- efusi pleura sinistra SNH

18
P/ - RL per 12 jam, diet bubur sumsum
- Aspilet 1 x 160 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Ramipril 1 x 2,5 mg
- N asetilsistein 3 x 1
- Ambroksol 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1
- Paracetamol 4 x 750 mg
- Amiodaron 3 x 1
- Citicoline 3 x 520 mg
- Omeprazole 2 x 1
- Lasix 1 x 1 amp
- Simarc 1 x 1

Tanggal 19/7/2017
S/ Sedikit sesak nafas, nyaman jika diganjal 1 bantal, lemas, mual muntah (-), BAB lancar,
BAK lancar, banyak keluar, nyeri dada (-), batuk berdahak encer bening
O/ TD 140/80 mmHg, N 85 x/m, RR 22 x/m, T 36,5, SpIO2 98%, Tampak sakit berat,
Compos Mentis
Mata kepala: normosefal, CA ( - / - ), SI ( - / - )
Leher: JVP 5+2 benjolan (-)
Thorax: Batas jantung melebar ke aksilaris anterior sinistra, BJ I-II Reguler, G(-), M(-),
vesikuler (+/+), Ronki (+/+) KLP, pekak IC 4 Aksilaris Anterior Sinistra IC 5
Parasternal
Abdomen: supel, Bising usus (+), Hepar 1 jari bawah arc costa, spleen SF II
Ekstremitas: akral hangat, gerak terbatas, kekuatan 3+/3+/3+/3+, edema (-)
A/ CHF NYHA IV, AKI stadium I, Edem pulmonal- efusi pleura sinistra SNH
P/ - RL per 12 jam, diet bubur sumsum
- Aspilet 1 x 160 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Ramipril 1 x 2,5 mg

19
- N asetilsistein 3 x 1
- Ambroksol 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1
- Paracetamol 4 x 750 mg
- Amiodaron 3 x 1
- Citicoline 3 x 520 mg
- Omeprazole 2 x 1
- Lasix 1 x 1 amp

Tanggal 20/7/2017
S/ Sesak nafas, ortopneu, batuk berdahak encer bening gerak masih terbatas, bicara membaik
O/ TD 120/80 mmHg, N 82 x/m, RR 20 x/m, T 36,8, SpIO2 98%, Tampak sakit berat,
Compos Mentis
Mata kepala: normosefal, CA ( - / - ), SI ( - / - )
Leher: JVP 5+2 benjolan (-)
Thorax: Batas jantung melebar ke aksilaris anterior sinistra, BJ I-II Reguler, G(-), M(-),
vesikuler (+/+), Ronki (+/+) KLP, pekak IC 4 Aksilaris Anterior Sinistra IC 5
Parasternal
Abdomen: supel, Bising usus (+), Hepar 1 jari bawah arc costa, spleen SF II
Ekstremitas: akral hangat, gerak terbatas, kekuatan 3+/3+/3+/3+, edema (-)
A/ CHF NYHA IV, AKI stadium I, Edem pulmonal- efusi pleura sinistra SNH
P/ - RL per 24 jam, diet bubur sumsum
- Aspilet 1 x 160 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Ramipril 1 x 2,5 mg
- N asetilsistein 3 x 1
- Ambroksol 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1
- Paracetamol 4 x 750 mg

20
- Amiodaron 3 x 1
- Citicoline 3 x 520 mg
- Omeprazole 2 x 1
- Lasix 1 x 1 amp

Tanggal 21/7/2017
S/ Sesak nafas, nyeri dada ketika batuk, BAB lancar, BAK banyak, mual (-), muntah (-)
O/ TD 140/80 mmHg, N 85 x/m, RR 22 x/m, T 36,5, SpIO2 98%, Tampak sakit berat,
Compos Mentis
Mata kepala: normosefal, CA ( - / - ), SI ( - / - )
Leher: JVP 5+2 benjolan (-)
Thorax: Batas jantung melebar ke aksilaris anterior sinistra, BJ I-II Reguler, G(-), M(-),
vesikuler (+/+), Ronki (+/+) KLP, pekak IC 4 Aksilaris Anterior Sinistra IC 5
Parasternal
Abdomen: supel, Bising usus (+), Hepar 1 jari bawah arc costa, spleen SF II
Ekstremitas: akral hangat, gerak terbatas, kekuatan 3+/3+/3+/3+, edema (-)
A/ CHF NYHA IV, AKI stadium I, Edem pulmonal- efusi pleura sinistra SNH
P/ - RL per 12 jam, diet bubur sumsum
- Aspilet 1 x 160 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Ramipril 1 x 2,5 mg
- N asetilsistein 3 x 1
- Ambroksol 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1
- Paracetamol 4 x 750 mg
- Amiodaron 3 x 1
- Citicoline 3 x 520 mg
- Omeprazole 2 x 1
- Lasix 1 x 1 amp
- Simarc 1 x 1

21
Tanggal 22/7/2017
S/ Sesak nafas berkurang, nyeri dada ketika batuk, BAB lancar, BAK banyak, mual (-),
muntah (-)
O/ TD 130/90 mmHg, N 80 x/m, RR 20 x/m, T 36,5, SpIO2 98%, Tampak sakit berat,
Compos Mentis
Mata kepala: normosefal, CA ( - / - ), SI ( - / - )
Leher: JVP 5+2 benjolan (-)
Thorax: Batas jantung melebar ke aksilaris anterior sinistra, BJ I-II Reguler, G(-), M(-),
vesikuler (+/+), Ronki (-/-), pekak IC 4 Aksilaris Anterior Sinistra IC 5 Parasternal
Abdomen: supel, Bising usus (+), Hepar 1 jari bawah arc costa, spleen SF II
Ekstremitas: akral hangat, gerak terbatas, kekuatan 3+/3+/3+/3+, edema (-)
A/ CHF NYHA III, AKI stadium I, Edem pulmonal- efusi pleura sinistra SNH
P/ - RL per 12 jam, diet bubur sumsum
- Aspilet 1 x 160 mg
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Ramipril 1 x 2,5 mg
- N asetilsistein 3 x 1
- Ambroksol 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1
- Paracetamol 4 x 750 mg
- Amiodaron 3 x 1 Stop
- Citicoline 3 x 520 mg
- Omeprazole 2 x 1
- Lasix 1 x 1 amp
- Simarc 1 x 1

Tanggal 24/7/2017

22
S/ Sesak berkurang, batuk berdahak berkurang jarang, gerakan aktif post immobilisasi,
bicara lancar
O/ TD 121/70 mmHg, N 69 x/m, RR 24 x/m, T 36,5, SpIO2 98%, Tampak sakit berat,
Compos Mentis
Mata kepala: normosefal, CA ( - / - ), SI ( - / - )
Leher: JVP 5+1 benjolan (-)
Thorax: Batas jantung melebar ke aksilaris anterior sinistra, BJ I-II Reguler, G(-), M(-),
vesikuler (+/+), Ronki (-/-), pekak IC 4 Aksilaris Anterior Sinistra IC 5 Parasternal
Abdomen: supel, Bising usus (+), Hepar 1 jari bawah arc costa, spleen SF II
Ekstremitas: akral hangat, gerak aktif, kekuatan 3+/3+/3+/3+, edema (-)
A/ CHF NYHA III, AKI stadium I, Edem pulmonal- efusi pleura sinistra SNH
P/ - RL per 12 jam, diet bubur sumsum
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Ramipril 1 x 2,5 mg
- Ambroksol 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1
- Paracetamol 4 x 750 mg
- Amiodaron 3 x 1 Stop
- Citicoline 3 x 520 mg
- Omeprazole 2 x 1
- Lasix 1 x 1 amp
- Simarc 1 x 1

Tanggal 25/7/2017
S/ Sesak berkurang, hanya saat aktifitas, batuk berdahak berkurang jarang, gerakan aktif post
immobilisasi, bicara lancar
O/ TD mmHg, N x/m, RR x/m, T , SpIO2 98%, Tampak sakit berat, Compos Mentis
Mata kepala: normosefal, CA ( - / - ), SI ( - / - )
Leher: JVP 5+1 benjolan (-)

23
Thorax: Batas jantung melebar ke aksilaris anterior sinistra, BJ I-II Reguler, G(-), M(-),
vesikuler (+/+), Ronki (-/-), pekak IC 4 Aksilaris Anterior Sinistra IC 5 Parasternal
Abdomen: supel, Bising usus (+), Hepar 1 jari bawah arc costa, spleen SF II
Ekstremitas: akral hangat, gerak aktif, kekuatan 3+/3+/3+/3+, edema (-)
A/ CHF NYHA III, AKI stadium I, Edem pulmonal- efusi pleura sinistra SNH
P/ - RL per 12 jam, diet bubur sumsum
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Ramipril 1 x 2,5 mg
- Ambroksol 3 x 1
- Asam Folat 3 x 1
- Paracetamol 4 x 750 mg
- Amiodaron 3 x 1 Stop
- Citicoline 3 x 520 mg
- Omeprazole 2 x 1
- Lasix 1 x 1 amp
- Simarc 1 x 1

24
Tinjauan Pustaka

1. Gagal Jantung
Definisi
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh
tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh. Gagal jantung menyebabkan timbulnya
beberapa gambaran kompleks berupa tanda kelelahan (fatigue), nafas pendek ketika istirahat atau
pun beraktifitas, tanda tanda retensi cairan (kongesti paru dan atau edema pergelangan kaki dan
bukti objektif lain dari gangguan struktur atau fungsi jantung. Hal ini dapat disebabkan karena
manifestasi klinis yang berat dari penyakit jantung lainya seperti: Coronary Atherosclerosis, infark
miokard, penyakit katup jantung, hipertensi, congenital heart disease dan cardiomiopati. Gagal
jantung biasanya disebabkan karena gangguan fungsi dari ventrikel kiri.1,2
Tanda dan gejala gagal jantung1
- Gejala khas gagal jantung : Sesak nafas saat istrahat atau aktifitas, kelelahan,
edema tungkai
- Tanda khas Gagal Jantung : Takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura,
peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali.
- Tanda objektf gangguan struktur atau fungsional jantung saat istrahat,
kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung, abnormalitas dalam
gambaran ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptida natriuretic
Gagal jantung kronis (Chronic Heart Failure) dapat disebabkan oleh berbagai gangguan
di daerah kardiovaskular. Etiologinya dapat di golongkan menjadi beberapa jenis : gangguan
kontraktilitas jantung (ventrikel), peningkatan tekanan Afterload, gangguan relaksasi dan
pengisian ventrikel. Gagal jantung yang akibatkan karena abnormalitas pengosongan ventrikel
(gangguan kontraktilitas atau banyaknya tekanan afterload) di golongkan sebagai disfungsi
sistolik, sedangkan gagal jantung yang disebabkan karena abnormalitas diastolic atau relaksasi
ventrikel di golongkan kedalam gangguan/disfungsi diastolic.
Gangguan kontraktilitas dapat disebabkan karena :1,2

25
- Coronary Arterial Disease (CAD) yang mana terjadi infark miokard dan transien
miokardial iskemia.
- Overload volume kronis yang disebabkan karena kelainan structural jantung seperti
mitral regurgitasi, dan aorta regurgitasi.
- Cardiomiopati dilatasi
Peningkatan afterload (Chronic Pressure Overload)
- Aorta stenosis lanjutan
- Hipertensi tidak terkontrol
Dari kedua kelainan ini menyebabkan penurunan fraksi ejeksi pada jantung (disfungsi sistolik).
Kelainan fungsi pengisian diastolic disebabkan karena :
- Left Ventricle Hypertrophy
- Restrictive Cardiomyopati
- Myocardial fibrosis
- Transient Myocardial Ischemia
- Pericardial Tamponade
Hipertrofi ventrikel dan remodeling struktur jantung merupakan proses kompensasi yang sangat
penting dari gangguan hemodinamik. 1

Gambaran klinis
Gejala klinis yang prominent dari gagal jantung kiri / sistolik berupa dyspnea on exertion.
Peningkatan tekanan vena dalam paru jika melebihi 20 mmHg akan menyebabkan terjadinya
transudasi pada jaringan interstitial paru dan terjadi kongesti parenkim paru. Hal ini akan
meningkatkan resistensi jalan nafas karena paru sulit mengembang yang mana membutuhkan
usaha lebih untuk bernafas. Penurunan perfusi ke jaringan otot akan menyebabkan kelelahan
(fatigue) dan lemas. Kelainan kongestif lainya berupa ortopneu, paroxysmal nocturnal dyspnea
(PND), dan batuk malam hari. Ortopneu terjadi karena pada saat tidur paru dan ekstremitas sejajar
maka darah akan memenuhi kapiler paru dan terjadi sesak. Derajat keparahan ortopneu dapat
dinilai dari berapa banyak bantal yang digunakan di belakang kepala saaat tidur. Hemoptysis
kadang terjadi pecahnya kapiler vena bronkial karena tekanan yang tinggi.2
Pada gagal jantung kanan, peningkatan tekanan vena menyebabkan rasa tidak nyaman di
bagian abdomen, karena hepar akan membesar terisi cairan. Mual dan tidak nafsu makan

26
disebabkan karena edema pada jalur gastrointestinal. Pembengkakan ankle dan kaki disebabkan
karena peningkatan tekanan hidrostatis pada vena.
Gejala dari gagal jantung di klasifikasikan sesuai kelas kelasnya oleh New York Heart
Association (NYHA) dan kasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural sebagai
berikut:1,2
Klasifikasi berdasarkan kelainan struktura Klasifikasi berdasarka kapasitas fungsional
jantung jantung (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam melakukan
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari tidak
gangguan struktural atau fungsional jantung, menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
tidak terdapat tanda atau gejala nafas
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
yang berhubungan dengan perkembangan terdapat keluhan saat istrahat, namun
gagal jantung, tidak terdapat tanda atau gejala aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simtomatik berhubungan Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak
dengan penyakit struktural jantung yang terdapat keluhan saat istrahat, tetapi aktfitas
mendasari fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi
atau sesak
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa
gagal jantung yang sangat bermakna saat keluhan. Terdapat gejala saat istrahat.
istrahat walaupun sudah mendapat terapi Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas
medis maksimal (refrakter)

Tabel 2. Gejala Gagal Jantung


Gejala Tanda

27
Tipikal Spesifik
- Sesak nafas - Ortopneu - Paroxysmal - Peningkatan JVP - Refluks hepatojugular -
nocturnal dyspnoe - Toleransi aktifitas yang Suara jantung S3 (gallop) - Apex jantung
berkurang - Cepat lelah - Begkak di bergeser ke lateral - Bising jantung
pergelangan kaki
Kurang tipikal Kurang tipikal
- Batuk di malam / dini hari - Mengi - Berat - Edema perifer - Krepitasi pulmonal - Sura
badan bertambah > 2 kg/minggu - Berat badan pekak di basal paru pada perkusi - Takikardia
turun (gagal jantung stadium lanjut) - Perasaan - Nadi ireguler - Nafas cepat - Heaptomegali -
kembung/ begah - Nafsu makan menurun - Asites - Kaheksia
Perasaan bingung (terutama pasien usia lanjut)
- Depresi - Berdebar - Pingsan

Diagnosis
Pemeriksaan klinis Gagal Jantung
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan gagal jantung tergantung pada keparahan dan
keadaan yang kronis, dan dibagi menjadi disfungsi jantung kanan atau kiri. Pasien dengan gagal
jantung kronis memperlihatkan gejala Cachexia (kehilangan berat badan, lemas, atrofi otot),
penurunan nafsu makan, dan karena peningkatan kebutuhan metabolism tubuh terjadi penigkatan
usaha nafas. Pada keadaan dekompensata gagal jantung kiri, karena terjadi penurunan Cardiac
Output pasien terlihat dusky appearance karena efek hypoxia (seperti jari tabuh) dan diafoterik
(berkeringat karena peningkatan aktifitas saraf simpatik), akral dingin (karena terjadi
vasokonstriksi arteri peripheral.
Tabel 3. Gejala Umum dan Tanda Fisik Gagal Jantung
Gejala Penemuan Pemeriksaan Fisik
Gagal jantung kiri
- Dypnea - Diaforesis
- Orthopnea - Takikardia , takipnea
- Paroxysmal Nocturnal - Ronki pulmonal
Dyspnea - Suara P2 keras
- Fatigue - S3 gallop (disfungsi sistol)

28
- S3 gallop (disfungsi diastole)
Gagal jantung kanan
- Edema perifer - Jugular Venous Distension
- Rasa tidaknyaman di abdomen - Hepatomegali
kuadran kanan atas (Hepatic - Peripheral edema
Enlargement)
Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi
disfungsi sistolik dan diastolic. Elektrokardiogram (EKG), harus dikerjakan pada semua pasien
diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung. Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis
gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%). Foto Toraks merupakan
komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat mendeteksi kardiomegali,
kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan
atau memperberat sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan
kronik.1,2
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR),
glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan
klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan
gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia,
hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan
terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB
(Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak
sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita
tanpa iskemia miokard.1,2

29
Tatalaksana Gagal Jantung
Non Medikamentosa
Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-
farmakologi
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan
> 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala
berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan
sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis
Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat. Kaheksia
jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama
6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan,
pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati
Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah.

Pengobatan Medikamentosa
Tujuan terapi pada pasien dengan gagal jantung kronik dan/ dengan penurunan fraksi ejeksi
adalah:2
- Mengidentifikasi dan mengkoreksi penyakit penyebab gagal jantung. Pada
beberapa pasien dialkukan operasi katup jantung pengganti, coronary artery
revascularization, penganangann agresif hipertensi dan lainya sesuai penyakit
dasarnya.
- Managemen untuk gejala gagal jantung kongesti

30
o Penanganan kongesti pulmo dan vaskular sistemik dengan diet restriktif sodium
dan pengobatan diuretic
o Penggunaan obat vasodilator dan inotropic positif untuk meningkatkan fraksi
ejeksi, cardiac output dan perfusi organ vital.
- Mengontrol respon neurohormonal untuk mencegahh remodeling ventrikel

Diuretik
Meningkatkan eliminasi sodium dan cairan lewat jalur ginjal., diuretic juga menurunkan
volume intravascular dan venous return ke jantung. Diuretic digunakan jika ada bukti tanda tanda
kongesti pulmonal atau akumulasi cairan di jaringan peripheral (edema).
Agen diuretic yang bekerja pada lengkung henle secara primer dan memiliki efek yang
paling poten pada gagal jantung yaitu golongan loop diuretic (furosemide, torsemide). Tetapi,
penggunaan lood diuretic dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar elektrolit (hypokalemia,
dan hypomagnesemia) yang mana dapat menyababkan aritmia jantung. Oleh karena itu pemberian
lood diuretic dapat dibarengi dengan pemberian suplemen kalium. Pemberian diuretic diberikan
secara intravena karena kongesti vena dapat mengurangi absorbs oral di usus.2

Vasodilator
Salah satu pengobatan jantung yang sering digunakan sebagai vasodilator di gagal
jantung, seperti ACE-Inhibitor. Mekanisme kompensasi pada orang dengan gagal jantung adalah
vasokonstriksi, retensi cairan, dan remodeling ventrikel dan penurunan progresif jantung.
Pemberian vasodilator membantu menurunkan risiko perburukan. Penggunaan vasodilator seperti
nitrat dapat menurunkan venous return ke jantung dan preload di ventrikel kiri. Vasodilator dapat
menurunkan kejadian kongesti pulmonal.
Selain vasodilator, agen lain yang berperan dalam system RAA (Renin Angiotensis
Aldosteron) seperti ACE Inhibitor akan menghambat angiotensin II. Efeknya meningkatkan
vasodilatasi, pengeluaran natrium dan kelebihan cairan lewat ginjal. Selain ACE-I, ARB
(Angiotensin II Receptor Blocker) memberikan inhibisi total terhadap system RAA dibandingkan
ACE-I dan ARB tidak menyebabkan peningkatan bradykinin seperti pada ACE-I. terapi pengganti
lain yang dapat digunakan adalah kombinasi hydralazine (vasodilator murni) dan ISDN (Isosorbid
dinitrate) pada gagal jantung berat, walaupun efeknya tidak se efektif penggunaan ACE-I

31
(enalapril). Pada pasien gagal ginjal dimana ACE I dan ARB tidak dapat digunakan, kombinasi
H-ISDN dapat digunakan.2

Inotropik positif
Penggunaan obat inotropic dapat meningkatkan fungsi kontraktilitas otot jantung dengan
cara meningkatkan kadar kalsium intraseluler. Beta-adrenergic agonis seperti dobutamine dan
dopamine diberikan secara intravena. Obat lain selain itu ada digoxin yang efeknya sama denga
digitalis dengan efek samping yang rendah. Efek dari obat inotropic akan meningkatkan stroke
volume dan Cardiac Output, selain itu digoxin dapat digunakan untuk meredakan gejala atrial
fibrilasi.2

Beta-blocker
Pengunaan beta blocker di kontraindikasikan terhadap gagal jantung yang mana beta
blocker mempunyai efek inotropic negative yang dapat memperburuk gejala gagal jantung. Beta
blocker dapat digunakan pada gagal jantung yang stabil dan tidak ada tanda tanda kongestif.
Beta blocker nonselective seperti Carvedilol dan beta 1 selective seperti Bisoprolol dapat
digunakan pada pasien gagal jantung stabil karena toleransi nya tinggi.2

Aldosteron Antagonist
Penggunaan antagonis aldosterone (spironolakton, eplerenone) telah terbukti pada gagal jantung
NHYA III IV yang mana telah mengkonsumsi ACE-I dan diuretic, penggunaan antagonis
aldosterone menurunkan angka mortalitas dan menurunkan gejala gagal jantung.

Kesimpulanya pada penggunaan obat terhadap gagal jantung kronis, yang merupakan pengobatan
utama adalah ACE-inhibitor dan Beta-blocker (dengan monitoring ketat). Jika terjadi tanda tanda
kongesti dapat diberikan ACE-Inhibitor dan Diuretik / ARB / H-ISDN

Edema Pulmonal Akut


Gejala umum yang merupakan manifestasi klinis dari gagal jantung kiri akut adalah
edema pulmonal kardiogenik yang mana terjadi peningkatan tekanan hidrostatik kapiler pembuluh
darah dan menyebabkan penumpukan cairan di dalam interstitial dan ruang alveolar paru. Dengan

32
tekanan onkotik pembuluh darah normal, transudasi terjadi ketika tekanan pembuluh kapiler paru
mencapai 25 mmHg. Hal ini menyebabkan terjadinya hipoksemia dan gejala seperti dyspnea,
kesulitan bernafas, nafas cepat. Pasien mengalami takikardi dan akral dingin berkeringat karena
terjadi vasokonstriksi perifer yang mana adalah respon dari kompensasi saraf simpatis. Takipneu
dan batuk berdahak cair dikarenakan paru penuh dengan cairan transudasi, kadang disertai suara
wheezing.
Pada orang gagal jantung dengan pulmonal edema dilakukan penanganan secara cepat
karena termasuk Life Threatening Emergency. Pasien diposisikan setengah duduk / duduk, lalu
diberikan suplementasi oksigen masker. Pemberian morfin slufat intravena untuk mengurangi
anxietas dan sebagai venous vasodilator, mengurangi preload LV dan tekanan hidrostatik
pulmonal. Intravena inotropic seperti dopamine / digoxin, dapat meningkatkan Cardiac Output.
Selanjutnya diberikan penanganan gagal jantung kongestif seperti furosemide dan nitrat dengan
pemantauan ketat. Penanganan edema pulmonal dengan LMNOP (Lasix-Morfine-Nitrate-
Oxygen-Position).2

2. Hipertensi
Definisi tekanan darah tinggi3
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang melebihi atau
sama dengan 140/90mmHg. Dimana tekanan darah tinggi menurut penyebabnya dibagi menjadi
dua, yaitu primer dan sekunder. Untuk yang primer atau esensial biasanya tidak diketahui
penyebabnya, namun yang jelas faktor gen mempengaruhi terjadinya hipertensi esensial atau
primer. Untuk hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan melainkan hanya di kontrol melalui
obat-obatan dan gaya hidup sehat. Hipertensi sekunder adalah, hipertensi yang diakibatkan oleh
suatu penyakit tertentu yang menyebabkan gangguan aliran darah sehingga terjadi peningkatan.
Contoh yang paling sering adalah hipertensi pada Chronic Kidney Disease.

Staging dari Hipertensi


Tabel 4. Tingkatan hipertensi
Tingkatan Hipetensi
Clasification Systolic Blood Diastolic Blood Pressure
Pressure (mmHg)

33
(mmHg)
Normal 120 And 80
Prehypertension 120-139 Or 80-89
Stage I Hypertension 140-159 Or 90-99
Stage II 160 Or 100
Hypertension

Tabel 5. Faktor Risiko dari hipertensi3

Faktor Risiko Hipertensi


Faktor Risiko yang Dapat di Modifikasi Faktor Risiko yang Tidak Dapat di
Modifikasi
Obesitas Umur
Kurang Olah Raga Ras
Merokok Family History
Diet yang tidak sehat (Tinggi sodium)
Meminum minum yang ber-alkohol
terlalu sering
Stress
Sleep Apnea
Diabetes

Kerusakan organ karena hipertensi3,4


Target organ karena komplikasi dari hipertensi dapat mencerminkan tingkat keparahan dari
peningkatan tekanan darah kronis. Kerusakan organ dapat dikarenakan (1) peningkatan beban
kerja jantung dan (2) kerusakan dinding arterial (regangan dinding pembuluh darah sehingga
dinding melemah) dan terjadi percepatan pembentukan arterosklerosis. Peningkatan tekanan darah
menyebabkan hipertrofi otot polos pembuluh darah, disfungsi endotel dan kelelahan pada serat
elastic pembuluh darah. Hipertensi lama menyebabkan trauma pada dinding pembuluh darah dan

34
menganggu system proteksi bawaan, dengan menghasilkan nitric oxide (radikal bebas) sehingga
proses terbentuknya plak aterosklerosis bertambah cepat.
Target organ utama yang merupakan komplikasi paling parah dari hipertensi kronis adalah
jantung, system cerebrovascular, aorta, peredaran darah perifer, ginjal dan retina.
- Jantung, dengan manifestasi klinis berupa hipertrofi ventrikel kiri (Left Ventricle
Hypertrophy), gagal jantung, iskemia dan infark miokardium. Hipertrofi ventrikel
kiri merupakan predictor utama morbiditas jantung pada pasien hipertensi.
Selanjutnya derajat hipertrofi dapat dikaitkan dengan perkembangan ke arah gagal
jantung kongestif, angina, aritmia, infark miokard, dan henti jantung (Cardiac
arrest)
- Sistim Cerebrovaskular, pada pasien hipertensi merupakan factor risiko terjadinya
stroke. Hypertension induce stroke dapat berupa hemoragik dan iskemia
arterothrombotik.
- Ginjal, pada Hypertension induce kidney disease (nefrosklerosis) mengarah ke
gagal ginjal karena kerusakan pembuluh darah. Secara histologi, pembuluh darah
terjadi penebalan dengan infiltrate hialin dan dikenal dengan hyaline
arteriosclerosis. Semakin parah derajat hipertensi menyebabkan hipetrofi otot polos
dan necrosis dari dinding kapiler. Hal ini akan mengurangi suplai oksigen ke
tubulus dan glomerulus sehingga terjadi iskemia dan atrofi lalu sclerosis.
- Retina merupakan lokasi dimana pembuluh kapiler arteri dapat di observasi melalui
pemeriksaan fisik. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan hipertensi retinnopati.
Dimana dapat terjadi pecahnya kapiler retina, menyebabkan perdarahan eksudasi
plasma lipid dan terjadinya local infark area retina.
Penanganan Hipertensi3
a. Lini Pertama Pengobatan Hipertensi
Pengobatan hipertensi meliputi non-farmakologi (perubahan gaya hidup) dan
farmakologi (obat penurun darah tinggi). Pengobatan dilakukan untuk menurunkan tekanan
darah agar tidak terjadi heart attack. Perubahan gaya hidup tetap harus dilakukan pada pasien
hipertensi walau sudah menggunakan obat penurun darah tinggi. Menurut JNC-8 pemberian
obat hipertensi pada pasien yang usianya kurang dari 60 tahun harus dengan gejala klinis yaitu
tekanan darah 140/90, dan sudah dilakukan perubahan gaya hidup namun tidak terjadi

35
perubahan. Jika pasien lebih dari 60 tahun maka acuan tekanan darah untuk diberikan jika
tekanan darah 150/90. Menurut AHA (American Heart Association) menganjurkan untuk
mengurangi sodium, 1,5gram per hari. Atau dapat melakukan DASH (Diet Approaches Stop
Hypertension), DASH ini diet yang memakan buah, sayur, gandum atau sejenisnya, dan daging
unggas. Selain itu diet ini juga harus menguragi sodium dan daging merah. Pada pria dan
wanita yang adiksi dengan alkohol, diet ini mengharuskan pasien untuk membatasi alkohol,
pada pria hanya diperbolehkan beberapa gelas, sedangkan wanita hanya boleh satu gelas
sehari. Selain diet, maka olahraga sangat penting, salah satunya AHA menyarankan agar
melakukan aerobic setidaknya selama 40 menit setiap harinya.
Jika terapi non-farmakologi tidak bisa maka, kita gunakan farmakologi. Menurut ras
pasien yang bukan kulit hitam biasa menggunakan tiazid diuretik, long acting Calcium Channel
Blocker (CCB), Angiotensi-converting enzyme (ACE) inhibitor, dan Angiotensin II receptor
blockers (ARB). Pada pasien dengan kulit berwana hitam maka yang biasa digunakan adalah
tiazid diuretik atau CCB, karena pada orang kulit hitam reduksi terhadap obat lain di dalam
darah sangat kecil dibanding dengan yang bukan kulit hitam.
Jika pasien sudah diberikan obat dengan single dose atau satu macam obat tidak
mencapai tingkatakan yang diinginkan maka yang dapat kita lakukan awal adalah
meningkatkan dosis obat atau menambahkan obat penurun darah tinggi lain. Kombinasi ini
digunakan jika tekanan darah tetap 160/100mmHg atau tekanan sistolik 20mmHg dari goal
atau tekanan diastolik 10 dari goal. Kalau dua obat tidak dapat menurunkan, bisa tambahkan
satu obat lagi yang beda kelas.
Tiazid dan tiazid yang seperti diuretik, paling sering digunakan untuk mengatur
tekanan darah untuk jangka waktu yang lama. Tiazid untuk hipertensi biasanya adalah
hydrochlorothiazide dan chlorthalidone. Namun metolazone mungkin lebih efektif pada pasien
yang memiliki kerusakan fungsi ginjal yang parah. Obat ini menghambat absorpsi sodium di
ginjal. Sebagai hasilnya mengurangi volum dari darah yang ada di ginjal sehingga menurunkan
tekanan darah.
Chlorthalidone lebih paten lagi 2x lebih kuat dan panjang waktu paruhnya sekitar 6-12
jam dibandingkan dengan hydrochlorothiazide. Dari buku guidline dosis untuk
hydrochlorothiazide biasanya 12,5-25mg/day. Sedangkan Chlorthalidone 12,5mg/hari. Untuk

36
obat ini pasien harus meminumnya pada pagi hari untuk mencegah nocturia, karena efek yang
diberikan adalah kencing atau diuretic.
Obat kedua yang dipakai adalah ACE inhibitor. Benazepril, captopril, enalapril,
fosinopril, perindopril, lisinopril, moexipril, quinapril, ramipril, dan trandolapril. Ace
berfungsi untuk mencegah formasi dari angiotensin II, dengan cara memblok enzim yang
mengkonvert angiotensi I menjadi II. Angitensin II menstimulasi untuk melepas hormon
aldosteron, dimana enzim itu menahan sodium dan air di dalam pembuluh darah. Kedua
hormon tadi membuat penyempitan pembuluh darah dan meningkatkan volume darah dan
meningkatkan tekanan darah. Dengan menghambat formasi tersebut makan tidak akan tejadi
tekanan darah tinggi. Efek samping dari ace adalah batuk, biasanya dimulai 2 minggu pertama
terapi. Setelah agent stop, pasien tetap akan mengalami batuk paling tidak seminggu. Efek
samping yang serius dari ace adalah angioedema dan peningkatan potasium. ARB kerjanya
hampir mirip dengan ace. Kedua obat ini tidak boleh digunakan pada ibu hamil karena akan
berefek ke bayi.3

b. Lini kedua pengobatan hipertensi


Pengobatan lini kedua ini contohnya adalah beta-bloker (BB), Aldosterone antagonis
(AA), Alpha-bloker, direct renin inhibitors.
Cara kerja dari adalah, BB stop beta reseptor di jantung agar tidak diaktifkan.
Normalnya stimulasi dari reseptor ini akan menyebabkan peningkatan heart rate dan
meningkatkan dan memberikan tekanan di jantung. Dengan memblok reseptor beta ini maka
heart rate dan tekanan darah bisa diturunkan. Alasan mengapa bb menjadi lini kedua adalah,
dari penelitian yang sudah dilakukan bb meningkatkan insiden dari serangan jantung dan
stroke jika digunakan bukan pada pasien yang sudah mengalami serangan jantung atau riwayat
stroke. Bagaimanapun bb bisa menjadi lini pertama jika pasien tersebut baru mengalami stroke
atau serangan jantung.
Aldosteran angtagonis. Contohnya adalah spironolactone dan eplerenone. Fungsinya
adalah untuk memblok aldosteron. Dimana normalnya aldosteron akan meningkatkan absorpsi
garam dan air di dalam ginjal sehingga meningkatkan volume dari darah di dalam pembuluh
darah. Dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah.3

37
Alpha-bloker 1 dan 2 dan direct renin inhibit. Obat ini bekerja hampir mirip dengan
ARB dan Ace inhibit. Alikerin menghambat renin, enzim yang mengubah prekursor dari
angiotensinogen menjadi angiotensin 1. Dan berlanjut menjadi angiotensin 2 di dalam tubuh.
Sebagai hasil obat ini akan menghambat sehingga formasi tersebut tidak akan terbentuk, sama
dengan ace dan arb tidak boleh digunakan pada ibu hamil.
Alpha 2 agonis termasuk clonidine, guamfacine, dan methyldopa. Bekerja di pusat di
otak dengan cara menghambat neurotransmitter yang menyebabkan peningkatan tekanan
darah. Efek sampingnya adalah pusing, lelah, sakit kepala. Alpha 1 agonis yaitu doxazosin
prazosin, terazosin. Ini menyebabkan pembuluh darah kecil membuka dan akan menyebabkan
penurunan tekanan darah.

3. Gagal Ginjal Akut / Acute Kidney Injury


Definisi
Gagal ginjal akut merupakan penurunan fungsi ginjal secara cepat dan tiba tiba diikuti
dengan kriteria gangguan pada pre-renal, renal atau post-renal. Gambaran klinis dari AKI adalah
penumpukan zat sisa, elektrolit, cairan dan juga penurunan imunitas dan organ diluar ginjal. 5

Diagnosa dari Acute Kidney Injury


AKI merupakan penurunan fungsi ginjal dalam kurang lebih 7 hari dan CKD / Chronic
kidney Disease penurunan fungsi ginjal yang presisten selama lebih dari 90 hari. Pada pasien gagal
ginjal terjadi peningkatan serum kreatinin. Kelainan pre-renalm, renal,dan post-renal digunakan
untuk mendiagnosis penyebab terjadinya gagal ginjal akut (AKI). Penentuan tingkatan gagal ginjal
akut, dapat dilihat dari kriteria RIFLE (Risk, Injury, Failure, Loss, End-stage) dari klasifikasi AKI
Network 2007.
Tabel 6. Kriteria RIFLE

38
Pemeriksaan Ultrasonografi sangat membantu dalam mengevaluasi gangguan penyakit ginjal dan
dapat mendiagnosa adanya obstruksi dari sistum urinary. Dapat terlihat penurunan gambaran
kortikomedullar dan penurunan ukuran ginjal merupakan indikasi terjadinya CKD. Selain
pemeriksaan elektrolit urin AKI didapatkan penurunan fraksi sodium, asam urat dan ekskresi urea
dengan temuan sedimen urin normal yang mendukung diagnosis fungsional AKI.

39
Gambar 4. Diagnosa Klinis AKI
Penanganan gagal ginjal akut berdasarkan pada penyebab utamanya (pre-renal, renal,
post renal). Pilihan terapi pengganti ginjal (transplantasi ginjal, dialysis peritoneal dan terapi
hemodialysis) di indikasikan jika gagal ginjal akut telah mencapai kriteria RIFLE 3 dan
selanjutnya5

40
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman tatalaksana gagal jantung. Ed 1. Jakarta: PERKI; 2015; h. 1 12.
2. Lilly Leonard S. Pathophysiology of heart disease. 6thed. New York: Wolters Kluwer;
2016; p. 220 248.
3. Olin RB, Bell K, Twiggs J. Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline
Recommendations. Alabama Pharmacy Association. Alabama. June 1, 2015

4. Lilly Leonard S. Pathophysiology of heart disease. 6thed. New York: Wolters Kluwer;
2016; p. 310 326.
5. Marlies O, Joannidis M. Acute kidney injury 2016: diagnosis and workup. Ostermann and
Joannidis Critical Care. 20; 299

41

Anda mungkin juga menyukai