SECARA HOLISTIK
KOMPREHENSIF
KAMILA SEDAH KIRANA
20204010108
IDENTITAS PASIEN
Nama : BP. W
Tanggal Lahir : 08 Januari 1974
Usia : 47 tahun
Alamat : Dk. IV Bendo, Trimurti, Srandakan
Pekerjaan : Pengrajin anyaman
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan Terakhir : SMK
No. Rekam Medis : 3257
ANAMNESIS PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Pasien datang untuk kontrol karena tidak dapat divaksin akibat gula darah tinggi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang ke Klinik PKU Muhammadiyah Srandakan dengan keluhan tidak
dapat menerima vaksin karena gula darahnya tinggi. Saat diperiksa di tempat
vaksin, GDS pasien terukur 361mg/dL. Pasien sering merasa kesemutan pada
kedua kakinya dan kaki terasa lebih tebal. Pasien sering merasa lapar meskipun
sudah makan berat 3-4 kali sehari. Saat tidur malam hari, pasien sering terbangun
untuk buang air kecil kurang lebih 3 kali. Pasien sering merasa tubuh terasa lemas
meskipun aktivitasnya banyak duduk dan berada di dalam ruangan. Pandangan
kabur disangkal, nyeri dada disangkal. Pasien mengaku sudah 2 tahun menderita
Diabetes Mellitus tetapi dalam 3 bulan terakhir tidak minum obat dan tidak pernah
kontrol ke dokter.
3. Riwayat Penaykit Dahulu (RPD)
Riwayat DM : Ada, sejak 2 tahun lalu
Riwayat Jantung Asma, Alergi : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat asam urat tinggi : Disangkal
Riwayat kolesterol tinggi : Disangkal
Riwayat pembedahan : Disangkal
Riwayat pembedahan : Disangkal
Ovarium
A. Riwayat Pendidikan
Pasien merupakan lulusan SMK
B. Riwayat Pekerjaan
Awalnya, pasien pernah bekerja di pabrik kayu di Bekasi. Setelah 6 tahun, pasien pindah
bekerja di bengkel AC selama 3 tahun kemudian berganti-ganti pekerjaan selama 8 tahun.
Kemudian pasien pindah bekerja di gudang besi selama 7 tahun dan mengalami PHK karena
adanya pandemi. Dalam 2 tahun terakhir, pasien bekerja sebagai pengrajin anyaman di
rumahnya.
Pasien kurang memahami tentang penyakit yang diderita terkait definisi dan faktor risiko
yang menyebabkan diabetes, antara lain pola makan. Pasien belum paham tentang
pengobatan dan komplikasi dari diabetes sehingga edukasi mengenai tatalaksana diabetes
dan komplikasinya adalah hal yang penting untuk dilakukan. Menurut pasien, penyakit yang
dideritanya yaitu diabetes dapat disembuhkan dengan minum obat dan diabetes dapat
menyebabkan stroke.
ANAMNESIS PENGALAMAN SAKIT
2. Perasaan
Reaksi pertama saat terdiagnosis diabetes pasien merasa tidak terima akan menderita
diabetes dan juga merasa sedih. Dari 1-10 perasaan tidak terima pasien adalah 7/10 dan
sedih 8/10. Dari kedua reaksi tersebut perasaan sedih lebih dominan muncul karena pasien
merasa kalau sewaktu-waktu pasien bisa mengalami komplikasi yang sama dengan
tetangganya yang menderita diabetes. Sikap penerimaan jika diukur dengan skala SUDS
(Subjecive Units of Distress Scale) modifikasi dari tahapan kubler-Ross dimana 1-2 :
denial, 3-4 : angry, 5-6 : bargaining, 7-8: depresi 9-10 : acceptance, didapatkan skor 2/10
pada awal menderita diabetes, karena pasien tidak bisa menerima fakta bahwa dirinya
menderita diabetes. Kemudian didapatkan skor 7/10 setelah 2 tahun dimana pasien merasa
depresi atas penyakit yang dideritanya.
3. Efek pada fungsi (biopsychosocial impact of illness & quality of life)
Pasien mengalami keluhan yang mengganggu saat menderita diabetes seperti sering
terbangun di malam hari untuk buang air kecil dan kedua kaki terasa tebal serta
kesemutan.
4. Harapan
Pasien berharap agar dapat sembuh total agar tidak minum obat lagi dan tidak perlu
kontrol ke dokter.
Pemeriksaan Umum
Kulit : Sianosis (-), ikterik (-)
Kelenjar Limfe : Tak teraba membesar, nyeri (-)
Otot : Eutrofi (+), tonus baik (+), kekuatan normal
Tulang : Deformitas (-), krepitasi (-)
Sendi : Tanda peradangan (-), Range of motion : Dalam Batas Normal
Pemeriksaan Khusus
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor reflek
cahaya (+/+)
Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan dan tidak ada keluhan
Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan dan tidak ada keluhan
Mulut dan Gigi : Mukosa bibir kering (-), gusi berdarah (-)
Tenggorokan : Tidak dilakukan pemeriksaan dan tidak ada keluhan
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan an tidak ada keluhan
Thorax Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Suara dasar
Simetris, Ketinggalan gerak(-), Vocal
Paru Sonor pada seluruh lapang paru vesikuler, ronkhi
retraksi (-) fremitus kanan = kiri
halus(+/+)
Kanan atas: SIC II linea
parasternalis dextra
Kanan bawah: SIC IV linea
Iktus kordis Iktus kordis teraba, kuat angkat S1 – S2 ireguler,
parasternalis dextra
tidak cukup bising jantung (-),
Jantung Kiri atas: SIC II linea parasternalis
tampak gallop (-)
sinistra
Kiri bawah: SIC V linea
midclavicula sinistra
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut.
Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)
b. Desensitasi reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B-pancreas
Diabetes tipe 2 ditandai dengan kombinasi resistensi insulin perifer dan sekresi insulin yang tidak memadai oleh sel beta
pankreas. Resistensi insulin yang dikaitkan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas dan sitokin proinflamasi dalam
plasma, menyebabkan penurunan transpor glukosa ke dalam sel otot, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan
peningkatan pemecahan lemak.
Peran kelebihan glukagon tidak bisa diremehkan; memang, diabetes tipe 2 adalah paracrinopathy pulau di mana hubungan
timbal balik antara sel alfa yang mensekresi glukagon dan sel beta yang mensekresi insulin hilang, menyebabkan
hiperglukagonemia dan karenanya hiperglikemia.
Resistensi Insulin
• Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus DMT2 secara genetik adalah resistensi insulin dan
defek fungsi sel beta pankreas. Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang dengan berat
badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati
sehingga memaksa pankreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi
insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka
kadar glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik
pada DMT2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga
penyakit DMT2 semakin progresif.
• Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi dari normal yang
dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia. Pada tingkat seluler, resistensi insulin menunjukan
kemampuan yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai dari pre reseptor, reseptor, dan post reseptor.
Secara molekuler beberapa faktor yang diduga terlibat dalam patogenesis resistensi insulin antara lain,
perubahan pada protein kinase B, mutasi protein Insulin Receptor Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi
serin dari protein IRS, Phosphatidylinositol 3 Kinase (PI3 Kinase), protein kinase C, dan mekanisme
molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor).
• Disfungsi sel B pankreas
Pada perjalanan penyakit DMT2 terjadi penurunan fungsi sel beta pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang
berlanjut sehingga terjadi hiperglikemia kronik dengan segala dampaknya. Hiperglikemia kronik juga berdampak
memperburuk disfungsi sel beta pankreas.
Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat memproduksi insulin secukupnya untuk mengkompensasi
peningkatan resistensi insulin. Pada saat diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas tidak dapat memproduksi insulin
yang adekuat untuk mengkompensasi peningkatan resistensi insulin oleh karena pada saat itu fungsi sel beta pankreas yang
normal tinggal 50%. Pada tahap lanjut dari perjalanan DMT2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan amiloid, akibatnya
produksi insulin mengalami penurunan sedemikian rupa, sehingga secara klinis DMT2 sudah menyerupai DMT1 yaitu
kekurangan insulin secara absolut.
Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel lainnya seperti sel alfa, sel delta, dan sel jaringan ikat
pada pankreas. Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Jumlah dan
kualitas sel beta pankreas dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan hidup sel beta itu
sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan adaptasi sel beta ataupun kegagalan mengkompensasi
beban metabolik dan proses apoptosis sel.
Pada orang dewasa, sel beta memiliki waktu hidup 60 hari. Pada kondisi normal, 0,5 % sel beta mengalami apoptosis
tetapi diimbangi dengan replikasi dan neogenesis. Normalnya, ukuran sel beta relatif konstan sehingga jumlah sel beta
dipertahankan pada kadar optimal selama masa dewasa. Seiring dengan bertambahnya usia, jumlah sel beta akan menurun
karena proses apoptosis melebihi replikasi dan neogenesis. Hal ini menjelaskan mengapa orang tua lebih rentan terhadap
terjadinya DMT2.
• Pada masa dewasa, jumlah sel beta bersifat adaptif terhadap perubahan homeostasis metabolik. Jumlah sel
beta dapat beradaptasi terhadap peningkatan beban metabolik yang disebabkan oleh obesitas dan resistensi
insulin. Peningkatan jumlah sel beta ini terjadi melalui peningkatan replikasi dan neogenesis, serta hipertrofi
sel beta.
• Ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana terjadinya kerusakan sel beta, diantaranya adalah teori
glukotoksisitas, lipotoksisitas, dan penumpukan amiloid. Efek hiperglikemia terhadap sel beta pankreas dapat
muncul dalam beberapa bentuk. Pertama adalah desensitasi sel beta pankreas, yaitu gangguan sementara sel
beta yang dirangsang oleh hiperglikemia yang berulang. Keadaan ini akan kembali normal bila glukosa darah
dinormalkan. Kedua adalah ausnya sel beta pankreas yang merupakan kelainan yang masih reversibel dan
terjadi lebih dini dibandingkan glukotoksisitas. Ketiga adalah kerusakan sel beta yang menetap.
• Pada DMT2, sel beta pankreas yang terpajan dengan hiperglikemia akan memproduksi reactive oxygen
species (ROS). Peningkatan ROS yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas.
Hiperglikemia kronik merupakan keadaan yang dapat menyebabkan berkurangnya sintesis dan sekresi
insulin di satu sisi dan merusak sel beta secara gradual.
DIAGNOSIS KLINIS
Tahapan Siklus Kehidupan Keluarga (Family Life Cycle) Launching children (Carter McGoldrick, 1989)
Keterangan
P: Pasien
A1 : anak pertama
A2 : anak kedua
A3 : anak ketiga
A4 : anak keempat
M : menantu
= : Fungsional
APGAR KELUARGA
1. Saya merasa puas karena saya dapat meminta pertolongan kepada keluarga saya ketika
V
saya menghadapi permasalahan
2. Saya merasa puas dengan cara keluarga saya membahas berbagai hal dengan saya dan
V
berbagi masalah dengan saya.
3. Saya merasa puas karena keluarga saya menerima dan mendukung keinginan-keinginan
V
saya untuk memulai kegiatan atau tujuan baru dalam hidup saya.
4. Saya merasa puas dengan cara keluarga saya mengungkapkan kasih sayang dan
V
menanggapi perasaan-perasaan saya, seperti kemarahan, kesedihan dan cinta.
5. Saya merasa puas dengan cara keluarga saya dan saya berbagi waktu bersama. V
Skor Total 5
SCREEM KELUARGA
UPAYA PROMOTIF
• Memberikan edukasi pada pasien dan keluarganya tentang :
• Edukasi tentang diabetes mellitus, gambaran bahwa diabetes merupakan penyakit
kronik yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan, dan hal ini
tergantung dari perilaku kesehatan pasien sendiri.
• Edukasi faktor resiko, pengobatan dan komplikasi dari penyakit diabetes
• Pentingnya menjaga PHBS di rumah
• Pentingnya dukungan keluarga dalam pengelolaan penyakit pasien
• Menerapkan perilaku CERDIK pada anggota keluarga
• cek kesehatan secara rutin, rajin aktivitas fisik, diet seimbang, istirahat cukup, dan
kelola stress
Upaya Preventif:
• Minum obat anti hiperglikemia secara teratur sesuai anjuran dokter (teratur dan tepat dosis) untuk meminimalkan komplikasi,
menyampaikan keluhan secara terbuka kepada dokter saat pemeriksaan.
• Melakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur minimal 1 bulan sekali
• Menerapkan pola makan yang teratur, sehat, dan bergizi
• Melakukan manajemen stress dengan baik seperti mendengarkan radio, pengajian, atau berinteraksi dengan tetangga. Berusaha
menceritakan perasaan yang dirasakan kepada anggota keluarga dan mendiskusikan masalah yang ada kepada anggota keluarga.
• Meningkatkan aktivitas fisik seperti olahraga ringan berjalan kaki, sesuai dengan prinsip FITT dengan tetap mematuhi protocol
kesehatan 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan
membatasi interaksi)
• Frekuensi: 1 kali/hari
• Intensitas: sedang
• Time/waktu: 30 menit
• Tipe : ritmis dan kontinyu
• Istirahat yang cukup minimal 6-8 jam perhari
• Skrining penyakit komorbid lain
• Cek kolesterol/profil lipid dan asam urat 1 bulan sekali
• Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Upaya Kuratif
Upaya Paliatif:
• Mempertahankan hubungan yang baik dengan anggota keluarga dan orang-orang
terdekat.
• Mengajak keluarga untuk menjadi pendukung aktif dalam tercapainya keberhasilan
pengelolaan kasus pasien.
• Mempertahankan ibadah yang dipercayai pasien.
• Menyerahkan hasil pada Tuhan namun sebagai manusia juga tetap perlu melakukan
ikhtiar memperkuat usaha untuk mengendalikan penyakitnya.
TERIMAKASIH