Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH SISTEM PENCERNAAN TENTANG

PENYAKIT SIROSIS HEPATIS

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Abdul Kadir Hasan, SST, M.Kes


DISUSUN OLEH:
NAMA : PUTRI
NIM : (201440127)
MATA KULIAH : ILMU BIOMEDIK DASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PANGKALPINANG


POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan Makalah Serosis Hepatis ini tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas yang diberikan
dosen Mata kuliah Ilmu Biomedik Dasar (IBD)
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan
masukan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan
untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari isi makalah ini
masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi kalimat, isi maupun
dalam penyusunan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya,
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-
makalah selanjutnya.

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I..... PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan................................................................... 2

BAB II.... PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medis ..........................................................

1. Definisi.........................................................................

2. Etiologi.........................................................................

3. Tanda dan Gejala..................................................................

4. Penatalaksanaan.........................................................

5. Pengobatan.............................................................

B. Konsep Asuhan Keperawatan..............................................

1. Pengkajian....................................................................

2. Diagnosa Keperawatan.................................................

3. Intervensi Keperawatan................................................

4. Implementasi Keperawatan .........................................

5. Evaluasi Keperawatan..................................................

BAB III.. PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................

B. Saran.....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam
tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi
kerusakan pada hati.

Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001).

Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika


pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila
diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang datang berobat
ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang
30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain,
sisanya ditemukan saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada
kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur
rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar
40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)

Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat
alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti
kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi,
penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang ditimbulkan sirosis hepatis
akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan yang terjadi. Hal ini
dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena, koma hepatikum. 

Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar


masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien
dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien,
membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan
penyakit dan pengobatanya.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat
dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat
dan asuhan keperawatan yang komprehensif.

B.  Rumusan Masalah
Masalah yang dapat diangkat antara lain:

1. Bagaimana konsep penyakit Sirosis Hati ?

2. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien Sirosis Hati ?

C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:

1. Menjelaskan tentang konsep penyakit Sirosis Hati  mulai dari pengertian, tanda
gejala, etiologi, serta patofisiologinya.

2. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien


dengan Sirosis Hati , mulai dari pengkajian hingga evaluasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

a. Sirosis Hati hati adalah proses akhir dari perjalanan penyakit hepatitis kronis.
Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan metabolis,
seperti ikterus, edema, koagulopati, hipertensi portal, spleno- megali, varises
gastroesofagus, ensefalopati hepatis, dan asites. (Udaya Gendo, 2006)

b. Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis
hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar
fungsi hepar. (Baradero, 2008)

c. Sirosis hepatis adalah degenerasi difus dan progresif dengan kerusakan jaringan
hati hepatosit dan dengan regenerasi dan pembentukan jaringan fibrosa parut yang
luas padat.(Marjorie Beyers, 2014)

d. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan
regenerasi sel-sel hati sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Arif Mansjoer, dkk 2009).

e. Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati yang tidak berkaitan dengan vaskulator normal (Sylvia
Anderson Price, 2005).
f. Sirosis Hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul (dr. Pengarapen Tarigan, 2016).

g. Sirosis Hepatis adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkan oleh


gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler dan
selanjutnya aliran darah ke hati (Marilynn E, Doenges, 2001).

h. Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H,
2012).

i. Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat
dan usaha regenerasi nodul. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2002).

j. Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

k. Sirosis hati adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan


kerusakan sel hati dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi
penurunan jumlah jaringan hati normal. (Soemoharjo, 2008)

2. Etiologi

Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.Adapun
factor predisposisinya:

a. Alkohol
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi
alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis
dapat melukai sel-sel hati. Alkohol merupakan zat hepatotoksis yang
merupakan penyebab utama pada perlemakan hati sehingga menyebabkan
infiltrasi lemak sehingga menghalangi pembentukan lipoprotein.
b. Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama
kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis.
Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada
bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
c. Hepatitis virus
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai
kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis
virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis
karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Terbentuknya jaringan
parut dan nodul yang semakin meluas.Sebagaimana kita ketahui bahwa
sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis.
d. Obat-obatan hepatotoksik
Beberapa obat-obatan (pain killer) dan zat kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Pemberian
bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus.
Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati
yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Obat obat TB yang
juga mengandung hepatotoksik juga harus diperhatikan indikasi dan
pemberian alternative pengganti obat yang tidak menimbulkan efek yang
progesive bagi kerusakan hati (Hadi,2005).
e. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus
pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang
abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson).
f. Kolestasis, Atresia bilier
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary
atresia.

3. Patofisiologi

Hati pada awal perjalanan penyakitnya cenderung membesar dan sel-selnya


dipenuhi oleh lemak-lemak. Hati tersebut menjadi keras dan dapat diketahui
melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat pembesaran hati yang cepat
sehingga menyebabkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsule glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut ukuran hati akan mengecil setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan. Apabila dapat dipalpasi maka
permukaan hati akan teraba benjol-benjol (Smeltzer, 2002).

Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan
penyakit tersebut. Sel-sel hati tersebut secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut. Akhirnya jumlah jaringan parut melebihi jumlah jaringan hati yang
masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati
hasil regeneasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstruksi sehingga
hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar
(hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang
melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih (Smeltzer, 2002).

Varises esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi, berkelok-kelok


dan biasanya dijumpai pada sub mukosa bagian bawah, namun varises ini dapat
terjadi pada bagian lebih tinggi atau meluas sampai ke lambung. Keadaaan
semacam ini hampir selalu disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi obstruksi
pada saluran vena porta, pada hati yang mengalami serosis. Peningkatan obstrukisi
pada vena porta menyebabkan darah vena dari traktus intestinal dan limpa akan
mencari jalan keluar melalui kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium
kanan). Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya adalah
pembuluh darah pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan lambung
bagian atas. Pembuluh-pembuluh kolateral ini tidak bersifat elastis tapi bersifat
rapuh, berkelok-kelok dan mudah mengalami perdarahan. Penyebab varises lainya
yang lebih jarang ditemukan adalah kelainan sirkulasi dalam vena linealis atau
vena kava superior dan trombosis vena hepatika.

Varises esofagus yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan kematian dan


menyebabkan syok haemorargik yang menyebabkan penurunan perfusi serebral,
hepatik serta ginjal. Selanjutnya akan terjadi peningkatan beban nitrogen akibat
perdarahan kedalam traktus gastrointestinal dan kenaikan kadar amonia serum
yang meningkatkan resiko encefalopati. Kemungkinan terjadinya perdarahan pada
varises esofagus harus dicurigai jika ada hematemisis dan melena, khususnya pada
klien yang biasa mengkonsumsi minuman keras.

Vena yang mengalami dilatasi biasanya tidak mengalami gejala kecuali jika ada
peningkatan tekanan porta yang tajam dan mukosa atau struktur yang menyangga
menjadi tipis, sehingga kemungkinan akan timbul haemorargik masif. Faktor-
faktor yang menimbulkan perdarahan bisa jadi dari mengangkat barang berat,
mengejan pada saat defekasi, bersin, batuk atau muntah, esofagitis, atau iritasi
pembuluh darah akibat makan makanan yang tidak dikunyah dengan baik atau
minum cairan yang merangsang. Salisilat dan setiap obat yang dapat menimbulkan
erosi mukosa, serta mengganggu replikasi sel dapat pula menyebabkan perdarahan.
(Smeltzer, 2002).

4. Manifestasi Klinis

a. Pembesaran Hati ( hepatomegali ).

Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya dipenuhi
oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat
diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung
fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran
hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan
jaringan hati.

b. Obstruksi Portal dan Asites.

c. Varises Gastroinstestinal.

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.

d. Edema.

e. Defisiensi Vitamin dan Anemia.

Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang


tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K.

5. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister,
hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
2) Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan
billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
3) Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang,
dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati
yang kurang dan menghadapi stress.
4) Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE
turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun
akan menunjukkan prognosis jelek.
5) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan
garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L
menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6) Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg,
HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP
(Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi ke arah keganasan.
b. Pemeriksaan penunjang lainnya:
1) Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises
esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
2) Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi
sirosis hati/hipertensi portal.
3) Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan
sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
6. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
Sirosis Tanpa Komplikasi

Sirosis tanpa komplikasi dapat ditangani dengan penggunaan obat-obatan


dengan kombinasi diet yang bertujuan untuk mengurangi berat badan. Obat yang
dapat digunakan berkisar antara steroid hingga antivirus.

Medikamentosa

Pada pasien tanpa infeksi, pemberian glukokortikoid dan pentoxifylline dapat


diberikan untuk menangani sirosis. Pemberian pentoxifylline masih kontroversial
karena terdapat studi yang menyatakan bahwa penggunaannya tidak meningkatkan
tingkat kesintasan pasien. Walau demikian, obat ini tetap digunakan, terutama pada
pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap glukokortikoid karena belum
terdapat alternatif obat yang lebih baik.

Pasien dengan hepatitis B dapat diberikan interferon alfa dan lamivudine.


Lamivudin dapar diberikan 100 mg setiap hari selama 1 tahun secara oral.
Interferon alfa diberikan 3 MIU 3x per minggu selama 4-6 bulan secara subkutan.
Pada pasien yang resisten lamivudin dapat diberikan adefovir dan tenofovir.
Walaupun begitu, pemberian lamivudin dapat menyebabkan resistensi apabila
digunakan 9-12 bulan. Selain itu, suatu penelitian di Jepang menunjukkan bahwa
interferon tidak direkomendasikan pada pasien dengan sirosis, karena efeknya
belum terbukti oada fibrosis dan hepatoselular karsinoma.

Tenofovir terbukti efektif pada suatu penelitian tahun 2013. Pada penelitian
tersebut ditemukan bahwa pemberian tenofovir selama 5 tahun dapat mensupresi
virus hepatitis B dan mengurangi sirosis dan fibrosis pada hati. Penelitian tersebut
mengambil sampel sebanyak 641 pasien dan 489 pasien mengikuti penelitian
hingga minggu ke 240. Berbeda dengan hepatitis B, pasien dengan hepatitis C
dapat diberikan interferon subkutan 5 MIU 3x seminggu dan ribavirin 800-1000
mg/hari selama 6 bulan.
Diet dan Gaya Hidup

Diet dengan protein 1 gram/kgBB disertai kalori sebesar 2000-3000 kkal/hari


dapat diberikan apabila tidak terdapat koma hepatika. Selain itu, edukasi mengenai
reduksi konsumsi alkohol juga harus dilakukan untuk mengurangi risiko sirosis
hepatis yang lebih parah.

Pada pasien dengan ensefalopati hepatis, pemberian diet protein harus dikurangi
hingga 0.5 gram/kgBB/hari. Selain itu, pemberian laktulosa dapat membantu
mengeluarkan ammonia dari tubuh. Pasien dengan asites dapat diberikan diet
rendah garam.[10]

Pengurangan konsumsi alkohol dan pemberian terapi untuk Hepatitis B dan C


terbukti memperbaiki kondisi sirosis hepatis.

Sirosis dengan Komplikasi

Strategi penatalaksanaan pada pasien sirosis dengan komplikasi dapat dilakukan


dengan beberapa cara. Mengobati infeksi, memperbaiki fungsi sirkulasi,
menangani hipertensi portal, diet, serta transplantasi hati dapat dilakukan untuk
menangani sirosis dengan komplikasi.

Penanganan Infeksi

Infeksi dapat ditangani dengan memberikan antibiotik seperti rifaximin.


Antibiotik lainnya yang dapat diberikan adalah cefotaxime, amoxicillin, dan
aminoglikosida, terutama pada pasien dengan peritonitis bakterial spontan.

Perbaikan Fungsi Sirkulasi

Perbaikan sirkulasi yang buruk dapat dilakukan dengan pemberian albumin. Hal
ini ditunjukkan dengan berkurangnya asites. Selain albumin, pemberian diuretik
seperti spironolactone 1x 100-200 mg/hari dapat dikombinasikan dengan diet
rendah garam dalam memperbaiki asites. Perbaikan dari asites dapat dilihat dari
perubahan berat badan 500 gram - 1 kg per hari.

Asites yang sangat besar dapat dilakukan parasentesis. Jika ditemukan


pewarnaan Gram dari hasil parasentesis positif atau peritonitis bakterial spontan
dicurigai secara klinis, berikan antibiotik segera. Pilihan antibiotik yang dapat
digunakan di antaranya adalah cefotaxime dan ciprofloxacin. Parasentesis juga
sebaiknya dilakukan pada pasien dengan ensefalopati hepatis.

Penanganan Hipertensi Portal

Propranolol dapat diberikan pada pasien dengan varises esofagus, untuk


memperbaiki hipertensi portal. Pemberian beta blocker sebagai profilaksis untuk
perdarahan varises apabila terdapat varises yang besar (>5 mm) atau memiliki
risiko tinggi (Child-Pugh Class B atau C).

Pemberian propranolol dapat mengurangi angka kejadian komplikasi terkait


hipertensi portal, seperti ensefalopati, peritonitis bakterial spontan, dan asites.
Propranolol yang direkomendasikan adalah sebesar 20-40 mg, dua kali per hari dan
dilakukan hingga detak jantung 55-60 kali per menit dan tekanan darah sistolik
tidak di bawah 90 mmHg. Setelah baik, pasien diminta untuk kontrol dan
melanjutkan terapi propranolol. Selain propranolol, obat yang dapat diberikan
adalah nadolol dan carvedilol.

Prosedur TIPS, Transjugular Intrahepatic Portosystem Shunt, merupakan


prosedur yang dapat dilakukan dalam menangani perdarahan alibat varises yang
aku ataupun berulang tetapi tidak dapat dilakukan terapi farmakologi maupun
skleroterapi. TIPS bertujuan untuk mengalihkan aliran darah portal ke vena
hepatika. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada sirkulasi portal dan
sistemik, dan dapat mengurangi hipertensi portal dan perdarahan, serta ascites.
Pasien yang akan dilakukan transplantasi hepar sebelumnya dapat dilakukan
terlebih dahulu TIPS, walaupun sebenarnya hal ini masih kontroversial. TIPS tidak
boleh dilakukan pada pasien dengan skor child-pugh C, ensefalopati yang berat,
serta pasien dengan polycystic liver disease.

Kelebihan TIPS dibanding pemasangan shunt secara pembedahan adalah tidak


merusak anatomi ekstrahepatis. Walaupun prosedur yang baik, penggunaannya
harus disertai dengan pengawasan pasca TIPS yang tepat serta pengawasan
komplikasi yang dapat terjadi.

Menangani Perdarahan Akibat Varises

Pada perdarahan akibat varises, dapat diberikan agen vasoaktif seperti


somatostatin, okreotid, vasopressin, dan terlipresin. Pemberian agen vasoaktif
dapat disertai dengan skleroterapi atau ligase endoskopi variseal (endoscopic
variceal ligation / EVL). Antibiotik seperti rifaximin, cefotaxime, amoxicillin,
atau aminoglikosida perlu diberikan untuk mencegah komplikasi peritonitis
bakterial spontan.

Pasien dengan sirosis biasanya memiliki koagulopati yang disebabkan kerusakan


fungsi hepar, serta peningkatan faktor pembekuan darah yang dihasilkan
endothelium pembuluh darah. Hal ini dapat ditangani dengan transfusi platelet
apabila platelet di bawah 50.000 mm3. Selain itu, pemberian agen antifibrinolitik
seperti asam aminokaproat, juga dapat diberikan dalam pencegahan thrombosis
pada pasien dengan kelainan hepar. Defisiensi vitamin K sering ditemukan pada
pasien dengan sirosis dekompensata. Pemberian vitamin K yang direkomendasikan
dilakukan secara injeksi 10mg. Pemberian fresh frozen plasma (FFP) pada pasien
dengan koagulopati memiliki efek yang masih diragukan. Pasalnya, pemberiannya
dapat menyebabkan efek samping yang signifikan: seperti volume overload,
hipertensi portal eksaserbasi dan risiko infeksi.

Terapi Eksperimental pada Sirosis Hepatis

Seiring berkembangnya bidang kefarmasian, banyak studi yang meneliti


efektifitas obat yang dapat menjadi pilihan bagi pasien dengan sirosis hepatis.
Beberapa obat seperti emricasan dan ASK1-I memiliki fungsi untuk menginhibisi
apoptosis. Adapun inhibitor p38 MAPK, NOX-1/4, dan cenicriviroc yang
berfungsi untuk mengurangi inflamasi serta fibrosis pada hepar. Selain itu,
penggunaan obat seperti aramchol, analog FGF-21 dan FGF-19, serta inhibitor
asetil ko-a karboksilase dapat membantu dalam mengurangi sintesis lipid serta
meningkatkan oksidasi asam lemak. Untuk saat ini, obat-obat tersebut masih dalam
penelitian fase 2, sehingga, dibutuhkan penelitian lainnya untuk mengetahui
efektivitasnya.

Transplantasi Hati

Sebelumnya, pertimbangan untuk transplantasi hati dilakukan berdasarkan skor


Child-Pugh. Akan tetapi, saat ini, transplantasi hepar didasarkan pada Model for
End-Stage Liver Disease (MELD). MELD dihitung berdasarkan serum bilirubin,
serum kreatinin, dan INR berdasarkan rumus berikut:
MELD = 3.78 x ln [serum bilirubin (mg/dL)] + 11.2 x ln [INR] + 9.57 x ln [serum
kreatinin (mg/dL)] + 6.43

MELD memiliki interpretasi sebagai berikut:

 >40 : mortalitas 71.3%

 30-39 : mortalitas 52.6%

 20-29 : mortalitas 19.6%

 10-19 : mortalitas 6.0%

 <9 : mortalitas 1.9%

Mortalitas yang dimaksud adalah mortalitas dalam 3 bulan. Hasil perhitungan


MELD sudah tidak dapat digunakan setelah 48 jam. Pada pasien dengan dialisis
sebanyak 2x, kreatinin adalah 4 mg/dL. Transplantasi hepar diutamakan pada
pasien dengan skor MELD >15 atau di bawah 15 dengan adanya komplikasi.

7. Pengobatan
Pengobatan sirosis bertujuan untuk mencegah kerusakan hati
bertambah parah, serta mengatasi gejala yang muncul. Pengobatan itu
dapat dilakukan dengan:

 Mengonsumsi makanan rendah garam dan tablet spironolactone,


untuk mengurangi kelebihan cairan di dalam tubuh.

 Mengonsumsi propranolol, untuk mengurangi tekanan yang tinggi


di dalam hati.

 Mengonsumsi suplemen untuk mengatasi kekurangan nutrisi dan


mencegah pengeroposan tulang.

 Menggunakan krim untuk mengatasi rasa gatal.

 Mengikat pembuluh darah yang melebar di kerongkongan dan


berisiko menimbulkan perdarahan, dengan gastroskopi.
Jangan mengonsumsi obat-obatan tanpa berkonsultasi terlebih dulu
dengan dokter, karena obat-obatan yang dikonsumsi dapat memperberat
kerja organ hati. Selain meredakan gejala, penyebab yang mendasari
sirosis juga perlu diatasi. Caranya dengan:

 Menghentikan konsumsi minuman beralkohol.

 Mengonsumsi obat antivirus untuk hepatitis.

 Menurunkan berat badan, pada pasien sirosis dengan obesitas.


Transplantasi Hati
Organ hati yang sudah menjadi sirosis tidak dapat kembali normal.
Oleh karena itu, penderita dengan kerusakan hati yang sudah parah dan
fungsinya sudah sangat turun, perlu menjalani cangkok hati
atau transplantasi hati. Cangkok hati bertujuan mengganti organ hati
pasien yang sudah rusak, dengan organ hati yang sehat dari pendonor.
Sebelum menjalani cangkok hati, beberapa rangkaian tes akan
dilakukan guna memastikan organ donor cocok dan kondisi penderita
cukup baik untuk menjalani operasi.
Komplikasi Sirosis
Sirosis dapat menimbulkan sejumlah kondisi berikut:

 Pembengkakan organ limpa (splenomegali)

 Infeksi rongga perut akibat penumpukan cairan di dalam rongga


perut (peritonitis)

 Malnutrisi

 Gangguan otak

 Patah tulang
 Kanker hati

 Gagal hati
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Penyakit ini dapat berjalan tanpa keluhan dan dapat
juga dengan atau tanpa gejala klinik yang jelas. Mula-mula timbul
kelemahan badan, rasa cepat payah yang makin menghebat, nafsu makan
menurun, penurunan berat badan, badan menguning (ikterus), demam
ringan, sembab tungkai dan pembesaran perut (asites).
c. Riwayat Penyakit Masa lalu
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau
penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga
menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai
pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan
makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
d. Pemerikasaan fisik
1) B1 (Breathing)
Dispnea, Wheezing, Penggunaan otot bantu pernafasan, Ekspansi
paru terbatas disebabkan karena asites atau efusi pleura. Hipoksia. Napas
berbau aseton.
2) B2 (Blood)
Distensi vena abdomen, anemia, nadi tidak teraba akibat hipovolemia
intra vaskuler.
3) B3 (Brain)
Perubahan kepribadian, penurunan mental, bingung, , koma.
(penurunan kesadaran) salah satunya dengan adanya anemia
menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
Flapping tremor,
4) B4 (Bladder)
Urine gelap,pekat.
5) B5 (Bowel)
Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), nyeri tekan
abdomen kuadran kanan atas. Penurunan/tak adanya bising usus.
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tak dapat mencerna.
Mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan karena cairan.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal
adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik,
konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri
tekan pada perabaan hati, fetor hepatitis, Shifting dullness (+), fluid
wave (+), hematemesis, melena.
6) B6 (Bone)
Letargi, penurunan massa otot/tonus (atropi otot). Kulit kering, turgor
buruk, ikterik, pruritus,. edema umum pada jaringan., perhatikan adanya
spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput
medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya
eritema palmaris.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual muntah,
b. Gangguan kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan
mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena,
c. Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan
pengumpulan cairan intra abdomen (asites),
d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan:
gangguan sirkulasi/status metabolic. adanya edema, asites.
3. Intervensi Keperawatan
DP 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Anoreksia,
mual, muntah
a. Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
b. Kriteria Hasil:
1) Menunjukkan peningkatan berat badan (keseimbangan pemeriksaan
nutrisi) mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
2) Nafsu makan meningkat.
c. Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI RASIONAL
1.Ukur masukan diet harian dengan 1.Memberikan informasi tentang
jumlah kalori. kebutuhan pemasukan/defisiensi.
2. Timbang sesuai indikasi. 2. Lipatan kulit trisep berguna
Bandingkan perubahan status dalam mengkaji perubahan massa
cairan, riwayat berat badan, ukuran otot dan simpanan lemak subcutan.
kulit trisep.
3. Bantu dan dorong pasien untuk 3. Diet yang tepat penting untuk
makan, jelaskan alasan tipe diet. penyembuhan. Pasien mungkin
Bantu pasien makan bila pasien makan lebih baik bila keluarga
mudah lelah, atau biarkan orang terlibat dan makanan yang disukai
terdekat membantu pasien. sebanyak mungkin.
Pertimbangkan pilihan makanan 4. Meningkatkan rasa makanan dan
yang disukai. membantu meningkatkan selera
4. Berikan tambahan garam bila makan; amonia potensial resiko
diizinkan; hindari yang ensefalopati.
mengandung amonium. 5. Perdarahan dari varises esofagus
5. Berikan makanan halus, hindari dapat terjadi pada siriosis berat.
makanan kasar sesuai indikasi. 6. Pasien cenderung mengalami
6. Berikan perawatan mulut sering luka atau perdarahan gusi dan rasa
dan sebelum makan. tak enak pada mulut dimana
7. Tingkatkan periode tidur tanpa menambah anoreksia.
gangguan, khususnya sebelum 7. Penyimpanan energi
makan. menurunkan kebutuhan metabolik
8. Awasi pemeriksaan pada hati dan meningkatkan
laboratorium, contoh glukosa regenerasi seluler.
serum, albumin, total protein, 8. Peningkatan kadar amonia perlu
amonia. pembatasan masukan protein untuk
9. Pertahankan status puasa bila mencegah komplikasi serius.
diindikasikan. 9. Untuk menurunkan kebutuhan
10. Kolaborasi ahli diit untuk pada hati dan produksi amonia/urea
memberikan diet tinggi dalam GI.
kalori dan karbohidrat sederhana, 10. Untuk menurunkan edema dan
rendah lemak, dan tinggi protein untuk meningkatkan regenerasi sel
sedang; batasi natrium dan cairan hati.
bila perlu. Berikan tambahan cairan
sesuai indikasi.
11. Berikan obat sesuai indikasi, 11. Pasien biasanya kekurangan
misal: tambahan vitamin, tiamin, vitamin karena diet yang buruk
besi, asam fosfat, sebelumnya. Juga hati tidak dapat
12. Sink, menyimpan vit. A, B Komplek, D,
13. Enzim pencernaan, contoh: dan K. Juga dapat terjadi
pankreatin. kekurangan besi dan asam fosfat
14. Antiemetik. yang menimbulkan anemia.
12. Meningkatkan rasa kecap/bau
yang dapat merangsang napsu
makan.
13. Meningkatkan pencernaan
lemak dan dapat menurunkan
steatore/diare.
14. Digunakan dengan hati-hati
untuk menurunkan mual/muntah
dan meningkatkan masukan oral.

DP 2 :  Gangguan  kelebihan volume cairan dan elektrolit b/d gangguan


mekanisme regulasi, retensi natrium, hematemesis, melena.
a. Tujuan: pemulihan balance cairan dan elektrolit adekuat
b. Kriteria Hasil: tidak terjadi kelebihan cairan, Tanda-tanda vital stabil,
Asupan dan haluaran  seimbang, Edema bekurang, Tonus otot membaik,
CRT <2 detik
c. Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur masukan dan haluaran, 1.Menunjukkan status volume
catat keseimbangan positif. sirkulasi, terjadinya/perbaikan
Timbang berat badan tiap hari dan perpindahan cairan, dan respon
catat peningkatan lebih dari 0,5 terhadap terapi. Peningkatan berat
kg/hari badan sering menunjukkan retensi
2. Auskultasi paru, catat penurunan cairan lanjut.
/tak adanya bunyi napas dan 2. Peningkatan kongesti pulmonal
terjadinya bunyi tambahan. dapat mengakibatkan konsolidasi,
3. Ukur lingkar abdomen per hari. gangguan pertukaran gas, dan
4. Awasi albumin serum dan komplikasi, contoh: edema paru.
elektrolit (kalium & natrium). 3. Menunjukkan akumulasi cairan
5. Batasi natrium dan cairan sesuai (asites) diakibatkan oleh
indikasi. kehilangan protein plasma/cairan
6. Kolaboraasi pemberian albumin kedalam area peritoneal.
bebas garam/plasma ekspander 4. Penurunan albumin serum
sesuai indikasi. mempengaruhi tekanan osmotik
7. Kolaborasi pemberian obat koloid plasma, mengakibatkan
sesuai indikasi: misal diuretik pembentukan edema. Penurunan
(spironolakton/aldscton; aliran darah ginjal menyertai
furosemid/ lasix. peningkatan ADH dan kadar
aldosteron dan penggunaan
diuretik dapat menyebabkan
berbagai perpindahan/ketidak
seimbangan elektrolit.
5. Untuk meminimalkan retensi
cairan dalam area ekstravaskuler.
Pembatasan cairan perlu untuk
memperbaiki/mencegah
hiponatremi.
6. Untuk meningkatkan tekanan
osmotik koloid dalam
kompartemen vaskuler, sehingga
meningkatkan volume sirkulasi
efektif dan penurunan terjadinya
asites.
7. Digunakan untuk mengontrol
edema dan asites. Mengambat efek
aldosteron, meningkatkan eksresi
air sambil menghemat kalium, bila
terapi konservatif dengan tirah
baring dan pembatasan natrium
tidak mengatasi.

DP3 : Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan


pengumpulan cairan intra abdomen (asites).
a. Tujuan: perbaikan status pernafasan
b. Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pernapasan efektif, Pasien akan
bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai BGA dan kapasitas vital dalam
rentang normal.
c. Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI RASIONAL
1. Awasi frekuensi, kedalaman, 1. Pernapasan dangkal
dan upaya pernapasan. cepat/dispnea mungkin ada
2. Auskultasi bunyi napas, catat sehubungan dengan hipoksia dan
krekels, mengi, ronkhi. atau akumulasi cairan dalam
3. Selidiki perubahan tingkat abdomen.
kesadaran. 2. Menunjukkan terjadinya
komplikasi,

4. Pertahankan kepala tempat tidur 3. Perubahan mental dapat


tinggi. Posisi miring. menunjukkan hipoksemia dan
5. Ubah posisi dengan sering, gagal pernapasan, yang sering
dorong napas dalam, latihan dan disertai koma hepatik.
batuk. 4. Memudahkan pernapasan
6. Awasi seri BGA, nadi oksimetri, dengan menurunkan tekanan pada
ukur kapasitas vital, foto dada. diafragma dan meminimalkan
7. Berikan tambahan oksigen ukuran aspirasi sekret.
sesuai indikasi. 5. Membantu ekspansi paru dan
8. Siapkan untuk/bantu untuk memobilisasi sekret.
prosedur, contoh: parasintesis. 6. Menyatakan perubahan status
pernapasan, terjadinya komplikasi
paru.
7. Untuk mengobati/mencegah
hipoksia. Bila pernapasan
/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi
mekanik sesuai kebutuhan.
8. Kadang-kadang dilakukan untuk
membuang cairan asites bila
keadaan pernapasan tidak mebaik
dengan tindakan

DP 4 : Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan:


gangguan sirkulasi/status metabolic. adanya edema, asites.
a. Kriteria Hasil : mempertahankan integritas kulit, Pasien akan
mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan perilaku/tehnik untuk
mencegah kerusakan kulit.
b. Intervensi dan Rasional :
INTERVENSI RASIONAL
1. Lihat permukaan kulit/titik tekan 1. Asites dapat meregangkan kulit
secara rutin. Pijat penonjolan sampai pada titik robekan pada
tulang atau area yang tertekan terus sirosis berat
menerus. Gunakan losion minyak. 2. Menurunkan tekanan pada
2. Ubah posisi pada jadwal teratur, jaringan edema untuk memperbaiki
saat di kursi/tempat tidur, bantu sirkulasi.
dengan latihan rentang gerak 3. Meningkatkan aliran balik vena
aktif/pasif. dan menurunkan edema pada
3. Tinggikan ekstrimitas bawah. ekstrimitas.
4. Pertahankan sprei kering dan 4. Kelembaban meningkatkan
bebas lipatan. pruritus dan meningkatkan resiko
5. Gunting kuku jari hingga kerusakan kulit.
pendek; berikan sarung tangan bila 5. Mencegah pasien dari cedera
diindikasikan. tambahan pada kulit khususnya
6. Berikan perawatan perineal bila tidur.
setelah berkemih dan defekasi 6. Mencegah ekskoriasi kulit dari
7. Gunakan kasur bertekanan garam empedu.
tertentu, kasur karton telur, kasur 7. Menurunkan tekanan kulit,
air, kulit domba, sesuai indikasi. meningkatkan sirkulasi dan
menurunkan resiko
iskemia/kerusakan jaringan.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan. Implementasi mencakup
melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari. Dengan
kata lain implementasi adalah melakukan rencana tindakan yang telah ditentukan
untuk mengatasi masalah klien. (Haryanto, 2007 ; 81).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah suatu proses menilai diagnosis keperawatan keluarga
yang teratasi, teratasi sebagian, atau timbul masalah baru. Melalui
Melalui kegiatan evaluasi, kita dapat menilai pencapaian tujuan yang
diharapkan dan tujuan yang telah dicapai oleh keluarga. Bila tercapai
sebagian atau timbul masalah keperawatan baru, kita perlu melakukan
pengkajian lebih lanjut, memodifikasi rencana atau mengganti dengan
rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan keluarga.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional
dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang
dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi
keperawatan. O adalah keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh
perawat dengan menggunakan pengamatan yang objektif setelah
implementasi keperawatan. A merupakan analisa perawat setelah
mengetahui respon subjektif dan objektif keluarga yang dibandingkan
dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan
pada rencana keperawatan keluarga. P adalah perencanaan selanjutnya
setelah perawat melakukan analisis.
Pada tahap ini ada dua evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat
yaitu evaluasi formatif yang bertujuan untuk menilai hasil implementasi
secara bertahap sesuai dengan kegiatan yang dilakukan, sesuai dengan
kontrak pelaksaan dan evaluasi sumatif  yang bertujuan menilai secara
keseluruhan terhadap pencapaian diagnosis keperawatan apakah rencana
diteruskan sebagian, diteruskan dengan perubahan intervensi, atau
dihentikan. (Sudiharto, 2007 ; 49).

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai
pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 :
1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi, dan regenerasi sel – sel hati sehingga susunan parenkim hati
terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum diketahui
secara jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien
dengan riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll.
Untuk menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari
gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan darah maupun pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG,
dan pemeriksaan CT scan. Pnatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung
kondisi, komplikasi, dan prognosisnya.
B.  Saran
1. Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua
dalam berbagai ilmu pada proses pembelajaran.
2. Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada
pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya.
3. Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan  asuhan
keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan sirosis hepatis dan
komplikasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Aru Sudoyo.2016.“Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi
IV.Pustaka.” Jakarta : Penerbitan IPD FKUI.
Baradero, 2008. Klien Gangguan Hati Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC
Barbara Engram. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah .Jakarta:EGC
Doenges, Marilynn E, Mary. (2001).  Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta: (EGC).   
Gendo, Udayana. (2006). Integrasi Kedokteran Barat dan Kedokteran
Cina. Yogyakarta : Kanisius.
Kuncara, H.Y, dkk, 2012, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Mansjoer,Arif,dkk.2009. “KapitaSelektaKedokteran.jilid1 edisi
III.” Jakarta : FKUI
Mariyani, Sri (2005). Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2005). Patofisiologi, Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.         
Setiya, Yulis. (2010). Handout Materi Sirosis Hepatis.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2002). Keperawatan
Medikal Bedah 2.(Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku    Kedokteran (EGC). 
Soeparman. (2014). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Soemoharjo, 2008. Hepatitis Virus B. ed2. Jakarta : EGC
Sudiharto, 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan
Keperawatan Transkultural. Jakarta : EGC
Sujono H., 2012, Hepatologi. Penerbit Bandar Maju, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai