Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KMB

ASKEP TEORISTIS DAN KASUS SIROSIS HEPATITIS

Dosen Pengampu :

Ns. Dewi Masyitah, S.Kep, M.Kep, Sp. KMB

Nama : Pita Ayu Lestari

Nim : PO71202220035

PRODI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“SIROSIS HEPATIS”. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini. Begitupun kepada dosen yang membimbing
kami guna menyelesaikan makalah ini. Meskipun masih banyak kekurangan yang terdapat di
dalam makalah ini, tapi kami selalu berusaha agar makalah yang kami buat bisa bermanfaat
baik bagi kami sendiri maupun orang lain. Kami sangat berharap kepada siapa saja yang bisa
memberikan kritik dan saran agar kedepannya, kami bisa membuat makalah yang lebih baik
lagi.

Jambi, 25 Agustus 2022


DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................................
.
KATA PENGANTAR .....................................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ...............................................................................................
B. Rumusan
Masalah ..........................................................................................
C. Tujuan ............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ..........................................................................................................
B. Etiologi ..........................................................................................................
C. Patofisiologi ..................................................................................................
.
D. Tanda dan Gejala ...........................................................................................
E. Penatalaksanaan .............................................................................................
F. Komplikasi ....................................................................................................
.
G. Konsep
Askep ................................................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Skenario Kasus ..............................................................................................
B. Pengkajian .....................................................................................................
C. Diagnosa keperawatan ..................................................................................
D. Rencana keperawatan ...................................................................................
E. Implementasi .................................................................................................
F. Evaluasi .........................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................
B. Saran .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus degeneratif. Lebih dari 40% pasien
sirosis hepatis asimptomatik dan sering ditemukan pada waktu pemeriksaan rutin
kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).
Penelitian epidemiologis di negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab
kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45- 46 tahun (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Angka kejadian sirosis hepatis dari hasil otopsi
sekitar 2,4% di negara Barat, sedangkan di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk dan menimbulkan sekitar 35.000 kematian pertahun (Nurdjanah, 2009).
Sirosis hepatis termasuk dalam 14 penyebab kematian terbanyak di dunia,
mencakup 1,3% dari seluruh penyebab kematian di dunia dan masuk ke dalam 5
besar penyebab kematian di Indonesia (WHO, 2010). Kematian yang disebabkan
oleh sirosis hepatis pada tahun 2008 di South East Asia Region B (Indonesia,
SriLanka, Thailand) adalah sejumlah 51.715 kasus dengan 38.187 kasus pada pria
dan 13.528 kasus pada wanita (WHO, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja isi askep teoristis pada kasus Sirosis Hepatis ?
2. Apa saja tinjauan kasus pada kasus Sirosis Hepatis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui askep teoristis pada kasus Sirosis Hepatis
2. Untuk mengetahui tinjauan kasus pada kasus Sirosis Hepatis
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H,
2002).

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus


ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai
dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan
sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan
nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus,


ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses
peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

B. Etiologi

Penyebab Chirrosis Hepatis :

Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada  dua
penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:

1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.

2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.

Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan


pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau
degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat
hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena
alkoholisme sangat jarang, namun peminum yang  bertahun-tahun mungkin dapat
mengarah pada kerusakan parenkim hati.

3. Hemokromatosis

Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:

a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.


b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.

C. Patofisiologi

Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps
lobules hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga
yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik
dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian
dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya
terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi
ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan
parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis
dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada
sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif
ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.

Pathway
Pathway Sirosis Hepatis (Sirosis Hati)

D. Tanda dan Gejala


1. Gejala
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan
lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip
laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus
menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.

2. Tanda klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia


sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika
liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk
beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama
perjalanan penyakit

b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis

Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk


pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.

c. Hati yang membesar

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan.

d. Hipertensi portal

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati.
E. Penatalaksanaan
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori).
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000
mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan
tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma
hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk
kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan
tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya
hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas
tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.

Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :

1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500
mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya
harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya
sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300
mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan
cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena
berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan.
Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6
– 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan
dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah
parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari.
Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat
mencetuskan ensefalopati hepatik.

F. Komplikasi

Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:

1. Perdarahan

Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada
chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya
mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-
hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.

2. Koma hepatikum

Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma
hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu
disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya,
maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum
sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara
langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi
terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.

3. Ulkus Peptikum

Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan

4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi
adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple
5. Infeksi

Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga


penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia,
tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi

G. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan
data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu
dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :

a. Aktivitas dan istirahat :


2. kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
3. Sirkulasi
4. Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung,
reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi
jantung ekstra (S3, S4).
5. Eliminasi
6. Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan
atau tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
7. Nutrisi
8. Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual,
muntah, Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan,
Edema umum pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma
spider, Nafas berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
9. Neurosensori
10. Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
11. Nyeri
12. Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku
berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
13. Respirasi
14. Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru
terbatas (asites), Hipoksia
15. Keamanan
16. Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis,
petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
17. Seksualitas
18. Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut
(dada, bawah lengan, pubis).

B.     Diagnosa Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat


badan
2. Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
pada sirosis
3. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi
yang terganggu
5. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
6. Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme
pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar
serta nyeri tekan dan asites)
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan
edema.
9. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan
peningkatan kadar ammonia
10. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan
dalam rongga toraks

C.    Rencana Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan
NOC NIC Rasional

Intoleransi Tujuan: Peningkatan 1. Tawarkan diet 1.   Memberikan


aktivitas energi dan partisipasi tinggi kalori, tinggi kalori bagi tenaga
berhubungan dalam aktivitas protein (TKTP). dan protein bagi
dengan proses
Kriteria Hasil: 2. Berikan suplemen
kelelahan dan penyembuhan.
vitamin (A, B
penurunan        Melaporkan
kompleks, C dan K) 2.   Memberikan
berat badan peningkatan kekuatan
nutrien tambahan.
dan kesehatan pasien. 3. Motivasi pasien
untuk melakukan 3.   Menghemat
       Merencanakan
latihan yang tenaga pasien sambil
aktivitas untuk
diselingi istirahat mendorong pasien
memberikan
untuk melakukan
kesempatan istirahat 4. Motivasi dan
latihan dalam batas
yang cukup. bantu pasien untuk
toleransi pasien.
melakukan latihan
       Meningkatkan
dengan periode 4.   Memperbaiki
aktivitas dan latihan
waktu yang perasaan sehat secara
bersamaan dengan
ditingkatkan secara umum dan percaya
bertambahnya
bertahap diri
kekuatan.

       Memperlihatkan
asupan nutrien yang
adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.

Perubahan suhu Tujuan: Pemeliharaan 1.    Catat suhu 1.   Memberikan


tubuh: suhu tubuh yang tubuh secara teratur. dasar untuk deteksi
hipertermia normal hati dan evaluasi
2.    Motivasi
berhubungan intervensi.
Kriteria Hasil: asupan cairan
dengan proses
2.   Memperbaiki
inflamasi pada        Melaporkan 3.    Lakukan
kehilangan cairan
sirosis suhu tubuh yang kompres dingin atau
akibat perspirasi
normal dan tidak kantong es untuk
serta febris dan
terdapatnya gejala menurunkan
meningkatkan
menggigil atau kenaikan suhu
tingkat kenyamanan
perspirasi. tubuh.
pasien.
       Memperlihatkan 4.    Berikan
3.   Menurunkan
asupan cairan yang antibiotik seperti
panas melalui proses
adekuat. yang diresepkan.
konduksi serta
5.    Hindari kontak evaporasi, dan
dengan infeksi. meningkatkan

6.    Jaga agar pasien tingkat kenyaman

dapat beristirahat pasien.


sementara suhu 4.   Meningkatkan
tubuhnya tinggi. konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.

5.   Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju metabolik.

6.   Mengurangi laju
metabolik.

Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1.      Batasi natrium 1.  Meminimalkan


integritas kulit integritas kulit dan seperti yang pembentukan edema.
yang proteksi jaringan yang
2.  Jaringan dan kulit
berhubungan mengalami edema. diresepkan. yang edematus
dengan mengganggu suplai
Kriteria Hasil: 2.      Berikan
pembentukan nutrien dan sangat
perhatian dan
edema.      Memperlihatkan rentan terhadap
perawatan yang
turgor kulit yang tekanan serta trauma.
cermat pada kulit.
normal pada
3.  Meminimalkan
ekstremitas dan batang 3.      Balik dan ubah
tekanan yang lama
tubun. posisi pasien dengan
dan meningkatkan
sering.
     Tidak mobilisasi edema.
memperlihatkan luka 4.      Timbang berat
4.  Memungkinkan
pada kulit. badan dan catat
perkiraan status
asupan serta
     Memperlihatkan cairan dan
haluaran cairan
jaringan yang normal pemantauan terhadap
setiap hari.
tanpa gejala eritema, adanya retensi serta
perubahan warna atau 5.      Lakukan kehilangan cairan
peningkatan suhu di latihan gerak secara dengan cara yang
daerah tonjolan tulang. pasif, tinggikan paling baik.
ekstremitas
     Mengubah posisi 5.  Meningkatkan
edematus.
dengan sering. mobilisasi edema.
6.      Letakkan
6.  Melindungi
bantalan busa yang
tonjolan tulang dan
kecil dibawah tumit,
meminimalkan
maleolus dan
trauma jika
tonjolan tulang
dilakukan dengan
lainnya.
benar.

Gangguan Tujuan: Memperbaiki 1.  Observasi dan 1.  Memberikan


integritas kulit integritas kulit dan catat derajat ikterus dasar untuk deteksi
berhubungan meminimalkan iritasi pada kulit dan perubahan dan
dengan ikterus kulit sklera. evaluasi intervensi.
dan status
Kriteria Hasil: 2.  Lakukan 2.  Mencegah
imunologi yang
terganggu    Memperlihatkan perawatan yang kekeringan kulit dan
kulit yang utuh tanpa sering pada kulit, meminimalkan
terlihat luka atau mandi tanpa pruritus.
infeksi. menggunakan sabun
3.  Mencegah
dan melakukan
   Melaporkan tidak ekskoriasi kulit
masase dengan
adanya pruritus. akibat garukan.
losion pelembut
   Memperlihatkan (emolien).
pengurangan gejala
3.  Jaga agar kuku
ikterus pada kulit dan
pasien selalu
sklera.
pendek.
   Menggunakan
emolien dan
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga higiene
sehari-hari.

Perubahan Tujuan: Perbaikan 1.  Motivasi pasien 1.   Motivasi sangat


status nutrisi, status nutrisi untuk makan penting bagi
kurang dari makanan dan penderita anoreksia
Kriteria Hasil:
kebutuhan suplemen makanan. dan gangguan
tubuh    Memperlihatkan gastrointestinal.
2.  Tawarkan makan
berhubungan asupan makanan yang
makanan dengan 2.   Makanan dengan
dengan tinggi kalori, tinggi
porsi sedikit tapi porsi kecil dan sering
anoreksia dan protein dengan jumlah
sering. lebih ditolerir oleh
gangguan memadai.
penderita anoreksia.
gastrointestinal.    Mengenali 3.  Hidangkan
makanan yang 3.Meningkatkan
makanan dan minuman
menimbulkan selera selera makan dan
yang bergizi dan
dan menarik dalam rasa sehat.
diperbolehkan dalam
penyajiannya.
diet. 4.   Menghilangkan
4.  Pantang alkohol. makanan dengan
   Bertambah berat
“kalori kosong” dan
tanpa memperlihatkan 5.  Pelihara higiene menghindari iritasi
penambahan edema oral sebelum makan. lambung oleh
dan pembentukan alkohol.
6.  Pasang ice collar
asites.
untuk mengatasi 5.   Mengurangi
   Mengenali dasar mual. citarasa yang tidak
pemikiran mengapa enak dan
7.  Berikan obat
pasien harus makan merangsang selera
yang diresepkan
sedikit-sedikit tapi makan.
untuk mengatasi
sering.
mual, muntah, diare 6.   Dapat
   Melaporkan atau konstipasi. mengurangi
peningkatan selera frekuensi mual.
8.  Motivasi
makan dan rasa sehat.
peningkatan asupan 7.   Mengurangi
   Menyisihkan cairan dan latihan gejala
alkohol dari dalam jika pasien gastrointestinal dan
diet. melaporkan perasaan tidak enak
konstipasi. pada perut yang
   Turut serta dalam
mengurangi selera
upaya memelihara 9.  Amati gejala
makan dan keinginan
higiene oral sebelum yang membuktikan
terhadap makanan.
makan dan adanya perdarahan
menghadapi mual. gastrointestinal. 8.   Meningkatkan
pola defekasi yang
   Menggunakna obat
normal dan
kelainan
mengurangi rasa
gastrointestinal seperti
tidakenak serta
yang diresepkan.
distensi pada
   Melaporkan fungsi abdomen.
gastrointestinal yang
9.   Mendeteksi
normal dengan
komplikasi
defekasi yang teratur.
gastrointestinal yang
   Mengenali gejala serius.
yang dapat dilaporkan:
melena, pendarahan
yang nyata.

Resiko cedera Tujuan: Pengurangan 1.      Amati setiap 1.      Memungkinkan


berhubungan resiko cedera feses yang deteksi perdarahan
dengan dieksresikan untuk dalam traktus
Kriteria Hasil:
hipertensi memeriksa warna, gastrointestinal.
portal,   Tidak konsistensi dan
2.      Dapat
perubahan memperlihatkan jumlahnya.
menunjukkan tanda-
mekanisme adanya perdarahan
2.      Waspadai tanda dini
pembekuan dan yang nyata dari traktus
gejala ansietas, rasa perdarahan dan syok.
gangguan gastrointestinal.
penuh pada
dalam proses   Tidak 3.      Mendeteksi
epigastrium,
detoksifikasi tanda dini yang
memperlihatkan kelemahan dan
obat. membuktikan adanya
adanya kegelisahan, kegelisahan.
perdarahan.
rasa penuh pada
3.      Periksa setiap
epigastrium dan 4.      Menunjukkan
feses dan muntahan
indikator lain yang perubahan pada
untuk mendeteksi
menunjukkan mekanisme
darah yang
hemoragi serta syok. pembekuan darah.
tersembunyi.
  Memperlihatkan 5.      Memberikan
4.      Amati
hasil pemeriksaan dasar dan bukti
manifestasi
yang negatif untuk adanya hipovolemia
hemoragi: ekimosis,
perdarahan dan syok.
epitaksis, petekie
tersembunyi
dan perdarahan gusi. 6.      Meminimalkan
gastrointestinal.
resiko perdarahan
5.      Catat tanda-
  Bebas dari daerah- dan mengejan.
tanda vital dengan
daerah yang
interval waktu 7.      Memudahkan
mengalami ekimosis
tertentu. insersi kateter
atau pembentukan
kontraumatik untuk
hematom. 6.      Jaga agar
mengatasi
pasien tenang dan
  Memperlihatkan perdarahan dengan
membatasi
tanda-tanda vital yang segera pada pasien
normal. yang cemas dan
  Mempertahankan aktivitasnya. melawan.
istirahat dalam
7.      Bantu dokter 8.      Memungkinkan
keadaan tenang ketika
dalam memasang deteksi reaksi
terjadi perdarahan
kateter untuk transfusi (resiko ini
aktif.
tamponade balon akan meningkat
  Mengenali rasional esofagus. dengan pelaksanaan
untuk melakukan lebih dari satu kali
8.      Lakukan
transfusi darah dan transfusi yang
observasi selama
tindakan guna diperlukan untuk
transfusi darah
mengatasi perdarahan. mengatasi
dilaksanakan.
perdarahan aktif dari
  Melakukan
9.      Ukur dan catat varises esofagus)
tindakan untuk
sifat, waktu serta
mencegah trauma 9.      Membantu
jumlah muntahan.
(misalnya, mengevaluasi taraf
menggunakan sikat 10.  Pertahankan perdarahan dan
gigi yang lunak, pasien dalam kehilangan darah.

membuang ingus keadaan puasa jika


10.  Mengurangi
secara perlahan-lahan, diperlukan.
resiko aspirasi isi
menghindari terbentur 11.  Berikan vitamin
lambung dan
serta terjatuh, K seperti yang
meminimalkan
menghindari mengejan diresepkan.
resiko trauma lebih
pada saat defekasi).
12.  Dampingi lanjut pada esofagus
  Tidak mengalami pasien secara terus dan lambung.
efek samping menerus selama 11.  Meningkatkan
pemberian obat. episode perdarahan. pembekuan dengan

  Menggunakan 13.  Tawarkan memberikan vitamin


semua obatseperti minuman dingin larut lemak yang
yang diresepkan. lewat mulut ketika diperlukan untuk
mekanisme
  Mengenali rasional perdarahan teratasi
pembekuan darah.
untuk melakukan (bila
tindakan penjagaan diinstruksikan). 12.  Menenangkan
dengan menggunakan pasien yang merasa
semua obat. 14.  Lakukan cemas dan
tindakan untuk memungkinkan
mencegah trauma : pemantauan serta
deteksi terhadap
a.  Mempertahankan
kebutuhan pasien
lingkungan yang
selanjutnya.
aman.
13.  Mengurangi
b.   Mendorong
resiko perdarahan
pasien untuk
lebih lanjut dengan
membuang ingus
meningkatkan
secara perlahan-
vasokontriksi
lahan.
pembuluh darah
c.   Menyediakan esofagus dan
sikat gigi yang lambung.
lunak dan
14.  Meningkatkan
menghindari
keamanan pasien.
penggunaan tusuk
gigi. a.  Mengurangi
resiko trauma dan
d.  Mendorong
perdarahan dengan
konsumsi makanan
menghindari cedera,
dengan kandungan
terjatuh, terpotong,
vitamin C yang
dll.
tinggi.
b.  Mengurangi
e.   Melakukan
resiko epistaksis
kompres dingin jika
sekunder akibat
diperlukan.
trauma dan
f.    Mencatat lokasi penurunan
tempat perdarahan. pembekuan darah.

g.   Menggunakan c.  Mencegah trauma


jarum kecil ketika pada mukosa oral
melakukan sementara higiene
penyuntikan. oral yang baik
15.  Berikan obat ditingkatkan.
dengan hati-hati;
d. Meningkatkan
pantau efek samping
proses penyembuhan
pemberian obat.
e.  Mengurangi
perdarahan ke dalam
jaringan dengan
meningkatkan
vasokontriksi lokal.

f.   Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang
baru dan pemantauan
tempat perdarahan
sebelumnya.

g.  Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah
akibat penyuntikan
yang berkali-kali.

15.  Mengurangi
resiko efek samping
yang terjadi
sekunder karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara normal.

Nyeri kronis Tujuan: Peningkatan 1.     Pertahankan 1.     Mengurangi


berhubungan tirah baring ketika kebutuhan metabolik
dengan agen rasa kenyamanan pasien mengalami dan melindungi hati.
injuri biologi gangguan rasa
Kriteria Hasil: 2.     Mengurangi
(hati yang nyaman pada
iritabilitas traktus
membesar serta       Mempertahankan abdomen.
gastrointestinal dan
nyeri tekan dan tirah baring dan
2.     Berikan nyeri serta gangguan
asites) mengurangi aktivitas
antipasmodik dan rasa nyaman pada
ketika nyeri terasa.
sedatif seperti yang abdomen.
      Menggunakan diresepkan.
3.     Memberikan
antipasmodik dan
3.     Kurangi asupan dasar untuk
sedatif sesuai indikasi
natrium dan cairan mendeteksi lebih
dan resep yang
jika diinstruksikan. lanjut kemunduran
diberikan.
keadaan pasien dan
      Melaporkan untuk mengevaluasi
pengurangan rasa nyeri intervensi.
dan gangguan rasa
4.     Meminimalkan
nyaman pada
pembentukan asites
abdomen.
lebih lanjut.
      Melaporkan rasa
nyeri dan gangguan
rasa nyaman jika
terasa.

      Mengurangi
asupan natrium dan
cairan sesuai
kebutuhan hingga
tingkat yang
diinstruksikan untuk
mengatasi asites.

      Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
      Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.

      Memperlihatkan
pengurangan lingkar
perut dan perubahan
berat badan yang
sesuai.

Kelebihan Tujuan: Pemulihan 1.     Batasi asupan 1.     Meminimalkan


volume cairan kepada volume cairan natrium dan cairan pembentukan asites
berhubungan yang normal jika diinstruksikan. dan edema.
dengan asites
Kriteria Hasil: 2.     Berikan 2.     Meningkatkan
dan
diuretik, suplemen ekskresi cairan lewat
pembentukan        Mengikuti diet
kalium dan protein ginjal dan
edema. rendah natrium dan
seperti yang mempertahankan
pembatasan cairan
dipreskripsikan. keseimbangan cairan
seperti yang
serta elektrolit yang
diinstruksikan. 3.     Catat asupan
normal.
dan haluaran cairan.
       Menggunakan
3.     Menilai
diuretik, suplemen 4.     Ukur dan catat
efektivitas terapi dan
kalium dan protein lingkar perut setiap
kecukupan asupan
sesuai indikasi tanpa hari.
cairan.
mengalami efek
5.     Jelaskan
samping. 4.     Memantau
rasional pembatasan
perubahan pada
       Memperlihatkan natrium dan cairan.
pembentukan asites
peningkatan haluaran
dan penumpukan
urine.
cairan.
       Memperlihatkan
5.     Meningkatkan
pengecilan lingkar
pemahaman dan
perut.
kerjasama pasien
       Mengidentifikas dalam menjalani dan
i rasional pembatasan melaksanakan
natrium dan cairan. pembatasan cairan.

Perubahan Tujuan: Perbaikan 1.     Batasi protein 1.     Mengurangi


proses berpikir status mental makanan seperti sumber amonia
berhubungan yang diresepkan. (makanan sumber
Kriteria Hasil:
dengan protein).
2.     Berikan
kemunduran        Memperlihatkan
makanan sumber 2.     Meningkatkan
fungsi hati dan perbaikan status
karbohidrat dalam asupan karbohidrat
peningkatan mental.
porsi kecil tapi yang adekuat untuk
kadar amonia.        Memperlihatkan sering. memenuhi
kadar amonia serum kebutuhan energi
3.     Berikan
dalam batas-batas yang dan
perlindungan
normal. “mempertahankan”
terhadap infeksi.
       Memiliki protein terhadap
4.     Pertahankan proses
orientasi terhadap
lingkungan agar pemecahannya untuk
waktu, tempat dan
tetap hangat dan menghasilkan
orang.
bebas dari angin. tenaga.
       Melaporkan pola
5.     Pasang 3.     Memperkecil
tidur yang normal.
bantalan pada resiko terjadinya
       Menunjukkan penghalang di peningkatan
perhatian terhadap samping tempat kebutuhan metabolik
kejadian dan aktivitas tidur.
lebih lanjut.
di lingkungannya.
6.     Batasi 4.     Meminimalkan
       Memperlihatkan pengunjung. gejala menggigil
rentang perhatian yang
7.     Lakukan karena akan
normal.
pengawasan meningkatkan
       Mengikuti dan keperawatan yang kebutuhan
turut serta dalam cermat untuk metabolik.
percakapan secara memastikan
5.     Memberikan
tepat.
       Melaporkan keamanan pasien. perlindungan kepada
kontinensia fekal dan pasien jika terjadi
8.     Hindari
urin. koma hepatik dan
pemakaian preparat
serangan kejang.
       Tidak opiat dan barbiturat.
mengalami kejang. 6.     Meminimalkan
9.     Bangunkan
aktivitas pasien dan
dengan interval.
kebutuhan
metaboliknya.

7.     Melakukan
pemantauan ketat
terhadap gejala yang
baru terjadi dan
meminimalkan
trauma pada pasien
yang mengalami
gejala konfusi.

8.     Mencegah
penyamaran gejala
koma hepatik dan
mencegah overdosis
obat yang terjadi
sekunder akibat
penurunan
kemampuan hati
yang rusak untuk
memetabolisme
preparat narkotik dan
barbiturat.

9.     Memberikan
stimulasi kepada
pasien dan
kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.

Pola napas Tujuan: Perbaikan 1.     Tinggalkan 1.     Mengurangi


yang tidak status pernapasan bagian kepala tekanan abdominal
efektif tempat tidur. pada diafragma dan
KriteriaHasil:
berhubungan memungkinkan
2.     Hemat tenaga
dengan asites        Mengalami pengembangan
pasien.
dan restriksi perbaikan status toraks dan ekspansi
pengembangan pernapasan. 3.     Ubah
posisi paru yang maksimal.

toraks akibat        Melaporkan dengan interval.


2.     Mengurangi
aistes, distensi pengurangan gejala 4.     Bantu pasien kebutuhan metabolik
abdomen serta sesak napas. dalam menjalani dan oksigen pasien.
adanya cairan parasentesis atau
       Melaporkan 3.     Meningkatkan
dalam rongga torakosentesis.
peningkatan tenaga ekspansi
toraks
dan rasa sehat. a.       Berikan (pengembangan) dan
dukungan dan oksigenasi pada
       Memperlihatkan
pertahankan posisi semua bagian paru).
frekuensi respirasi
selama menjalani
yang normal 4.     Parasentesis dan
prosedur.
(12-18/menit) tanpa torakosentesis (yang
terdengarnya suara b.      Mencatat dilakukan untuk
pernapasan tambahan. jumlah dan sifat mengeluarkan cairan
cairan yang dari rongga toraks)
       Memperlihatkan
diaspirasi. merupakan tindakan
pengembangan toraks
yang penuh tanpa c.       Melakukan yang menakutkan

gejala pernapasan observasi terhadap bagi pasien. Bantu


dangkal. bukti terjadinya pasien agar bekerja
batuk, peningkatan sama dalam
       Memperlihatkan
dispnu atau menjalani prosedur
gas darah yang normal.
frekuensi denyut ini dengan
       Tidak nadi. meminimalkan
mengalami gejala resiko dan gangguan
konfusi atau sianosis.
rasa nyaman.

a.      Menghasilkan
catatan tentang
cairan yang
dikeluarkan dan
indikasi keterbatasan
pengembangan paru
oleh cairan.

b.      Menunjukkan
iritasi rongga pleura
dan bukti adanya
gangguan fungsi
respirasi oleh
pneumotoraks atau
hemotoraks
(penumpukan udara
atau darah dalam
rongga pleura).

BAB III

TINJAUAN KASUS
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan
mengobati penyulit, maka prognosa sirosis hepatis bisa jelek. Namun penemuan
sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena
itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam
penatalaksanaan sirosis hati
B. Saran
Saran Saran penulis kepada pembaca, yaitu perbanyaklah membaca literature
yang berkaitan dengan penyakit dalam, khususnya yang membahas organ hepar agar
materi ini bisa lebih dipahami. Jika ada kesalahan, Anda bisa memberi saran atau
kritik agar penulis bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification


(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, EGC, Jakarta

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St.


Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-


2002,  NANDA

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta


http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-sirosis-
hepatis_4798.html#.VGlL-NKUdiI

H.

Anda mungkin juga menyukai