Dosen Pengampu :
Nim : PO71202220035
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“SIROSIS HEPATIS”. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan tugas ini. Begitupun kepada dosen yang membimbing
kami guna menyelesaikan makalah ini. Meskipun masih banyak kekurangan yang terdapat di
dalam makalah ini, tapi kami selalu berusaha agar makalah yang kami buat bisa bermanfaat
baik bagi kami sendiri maupun orang lain. Kami sangat berharap kepada siapa saja yang bisa
memberikan kritik dan saran agar kedepannya, kami bisa membuat makalah yang lebih baik
lagi.
COVER ...........................................................................................................................
.
KATA PENGANTAR .....................................................................................................
DAFTAR ISI ...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ...............................................................................................
B. Rumusan
Masalah ..........................................................................................
C. Tujuan ............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ..........................................................................................................
B. Etiologi ..........................................................................................................
C. Patofisiologi ..................................................................................................
.
D. Tanda dan Gejala ...........................................................................................
E. Penatalaksanaan .............................................................................................
F. Komplikasi ....................................................................................................
.
G. Konsep
Askep ................................................................................................
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Skenario Kasus ..............................................................................................
B. Pengkajian .....................................................................................................
C. Diagnosa keperawatan ..................................................................................
D. Rencana keperawatan ...................................................................................
E. Implementasi .................................................................................................
F. Evaluasi .........................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................
B. Saran .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus degeneratif. Lebih dari 40% pasien
sirosis hepatis asimptomatik dan sering ditemukan pada waktu pemeriksaan rutin
kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).
Penelitian epidemiologis di negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab
kematian terbesar ketiga pada pasien yang berusia 45- 46 tahun (setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker). Angka kejadian sirosis hepatis dari hasil otopsi
sekitar 2,4% di negara Barat, sedangkan di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk dan menimbulkan sekitar 35.000 kematian pertahun (Nurdjanah, 2009).
Sirosis hepatis termasuk dalam 14 penyebab kematian terbanyak di dunia,
mencakup 1,3% dari seluruh penyebab kematian di dunia dan masuk ke dalam 5
besar penyebab kematian di Indonesia (WHO, 2010). Kematian yang disebabkan
oleh sirosis hepatis pada tahun 2008 di South East Asia Region B (Indonesia,
SriLanka, Thailand) adalah sejumlah 51.715 kasus dengan 38.187 kasus pada pria
dan 13.528 kasus pada wanita (WHO, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja isi askep teoristis pada kasus Sirosis Hepatis ?
2. Apa saja tinjauan kasus pada kasus Sirosis Hepatis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui askep teoristis pada kasus Sirosis Hepatis
2. Untuk mengetahui tinjauan kasus pada kasus Sirosis Hepatis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium
terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H,
2002).
B. Etiologi
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua
penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada
tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga
mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi
chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
C. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps
lobules hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga
yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah
porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan
berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik
dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian
dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya
terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi
ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan
parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis
dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada
sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif
ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
Pathway
Pathway Sirosis Hepatis (Sirosis Hati)
2. Tanda klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati.
E. Penatalaksanaan
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori).
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000
mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan
tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma
hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk
kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan
tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya
hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas
tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500
mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya
harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya
sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300
mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan
cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena
berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan.
Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6
– 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan
dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah
parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari.
Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat
mencetuskan ensefalopati hepatik.
F. Komplikasi
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada
chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya
mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-
hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma
hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu
disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu seluruhnya,
maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua koma hepatikum
sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara
langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi
terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan
4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi
adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple
5. Infeksi
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan
data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu
dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana Keperawatan
Memperlihatkan
asupan nutrien yang
adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
5. Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju metabolik.
6. Mengurangi laju
metabolik.
f. Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang
baru dan pemantauan
tempat perdarahan
sebelumnya.
g. Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah
akibat penyuntikan
yang berkali-kali.
15. Mengurangi
resiko efek samping
yang terjadi
sekunder karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara normal.
Mengurangi
asupan natrium dan
cairan sesuai
kebutuhan hingga
tingkat yang
diinstruksikan untuk
mengatasi asites.
Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.
Memperlihatkan
pengurangan lingkar
perut dan perubahan
berat badan yang
sesuai.
7. Melakukan
pemantauan ketat
terhadap gejala yang
baru terjadi dan
meminimalkan
trauma pada pasien
yang mengalami
gejala konfusi.
8. Mencegah
penyamaran gejala
koma hepatik dan
mencegah overdosis
obat yang terjadi
sekunder akibat
penurunan
kemampuan hati
yang rusak untuk
memetabolisme
preparat narkotik dan
barbiturat.
9. Memberikan
stimulasi kepada
pasien dan
kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.
a. Menghasilkan
catatan tentang
cairan yang
dikeluarkan dan
indikasi keterbatasan
pengembangan paru
oleh cairan.
b. Menunjukkan
iritasi rongga pleura
dan bukti adanya
gangguan fungsi
respirasi oleh
pneumotoraks atau
hemotoraks
(penumpukan udara
atau darah dalam
rongga pleura).
BAB III
TINJAUAN KASUS
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan
mengobati penyulit, maka prognosa sirosis hepatis bisa jelek. Namun penemuan
sirosis hati yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena
itu ketepatan diagnosa dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam
penatalaksanaan sirosis hati
B. Saran
Saran Saran penulis kepada pembaca, yaitu perbanyaklah membaca literature
yang berkaitan dengan penyakit dalam, khususnya yang membahas organ hepar agar
materi ini bisa lebih dipahami. Jika ada kesalahan, Anda bisa memberi saran atau
kritik agar penulis bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
H.