Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS) DI RUANG EDELWEIS
RSUD BUDHI ASIH

Disusun Oleh :

Alfian - 132141031

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MH.THAMRIN
JAKARTA, 2018
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS PPOK

A. Definisi
PPOK merupakan keadaan irreversible yang ditandai adanya sesak nafas pada saat
melakukan aktivitas dan terganggunya aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru
(Smeltzer et al, 2013).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK merupakan istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Price dan Wilson, 2012).

Sehingga dapat disimpulkan PPOK adalah istilah pada sekelompok penyakit paru
yang berlangsung lama dan bersifat irreversible yang ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara misalnya pada saat melakukan aktivitas dan
mengganggu aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru

B. Etiologi
Menurut Muttaqin (2014) Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu
rokok, infeksi dan polusi.
1. Rokok
Secara fisiologi rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa
bronkus dan metaplasia skuamulus epitel saluran pernafasan sehingga menjadi faktor
timbulnya PPOK
2. Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang hampir selalu menyebabkan
infeksi paru bagian bawah. Serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi
bronchitis cronik diperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
3. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah zat pereduksi
seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.

C. Insiden
merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang cukup sering di dunia. Menurut
WHO tahun 2011 PPOK menduduki peringkat kelima sebagai penyebab utama
kematian di dunia dan diperkirakan pada tahun 2020 penyakit ini akan menempati
peringkat ketiga karena peningkatan tingkat merokok dan perubahan demografis di
banyak negara. Menurut Global Initiative for Chronic Lung Disease tahun 2011
PPOK merupakan penyakit yang menempati urutan ke-4 penyebab kematian di
Amerika Serikat dan merupakan satu-satunya penyakit kronis.

Menurut Department of Health England tahun 2010 merokok merupakan penyebab


80-90 % kasus PPOK. Prevalensi PPOK di Asia Tenggara diperkirakan sebesar 6,3%
dengan prevalensi tertinggi ada di negara Vietnam (6,7%) dan RRC (6,5%). Di
Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien PPOK dengan prevalensi 5,6%.
Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90%
pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok. Mortalitas PPOK lebih tinggi
pada laki-laki dan akan meningkat pada kelompok umur > 45 tahun. Hal ini bisa
dihubungkan bahwa penurunan fungsi respirasi pada umur 30-40 tahun (Riskesdas,
2013).
D. Faktor Risiko
Menurut Kamangar (2010) faktor resiko pada PPOK yaitu :
1. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama PPOK. Pada perokok terjadi penurunan
mendadak dalam volume ekspirasi yang bergantung pada intensitas merokok.
2. Hiperesponsif saluran pernafasan
PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang terjadi saluran pernapasan,
Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon saluran pernafasan dengan
penurunan fungsi paru membuktikan bahwa peningkatan respon saluran pernafasan
merupakan pengukur yang signifikan bagi penurunan fungsi paru yang menjadi faktor
resiko timbulnya PPOK.
3. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan adalah faktor risiko yang berpotensi untuk perkembangan
dan progresi PPOK pada orang dewasa. Penelitian menyebutkan infeksi saluran nafas
adalah penyebab penting terjadinya eksaserbasi PPOK.
4. Pemaparan akibat pekerjaan
Peningkatan gejala gangguan saluran pernafasan dan obstruksi saluran nafas juga bisa
diakibatkan pemaparan terhadap abu dan debu selama bekerja. Pekerjaan seperti
melombong arang batu dan perusahaan penghasilan tekstil daripada kapas berisiko
untuk mengalami obstruksi saluran nafas.
5. Polusi udara
Pemaparan terus-menerus dengan asap hasil pembakaran biomass dikatakan menjadi
faktor risiko yang signifikan terjadinya PPOK pada kaum wanita di beberapa negara.
Meskipun begitu, polusi udara adalah faktor risiko yang kurang penting berbanding
merokok.
6. Faktor genetik
Defisiensi α1-antitripsin adalah satu-satunya faktor genetik yang berisiko untuk
terjadinya PPOK. Insidensi kasus PPOK yang disebabkan defisiensi α1- antitripsin di
Amerika Serikat adalah kurang daripada satu peratus. α1-antitripsin merupakan
inhibitor protease yang diproduksi di hati dan bekerja menginhibisi neutrophil
elastase di paru.

E. Klasifikasi
Menurut PDIP (2011) PPOK terdiri atas dua jenis penyakit yaitu :
1. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut -
turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.

Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian
atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter
akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum
selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun
berturut-turut. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent
infeksi maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan
timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema
mukosa dan bronchospasme.

2. Emfisema
Emfisema Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Emfisema merupakan
kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang mana akan
menyebabkan overdistensi permanen ruang udara.
Pada Emfisema perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan
selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding
(septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas
recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar
(disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan
menyebabkan peningkatan ventilatory pada "dead space" atau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya
kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi
penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema
dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan
(usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok.
G. Tanda dan Gejala
Menurut Muttaqin (2014) tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
1. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
2. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
3. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
4. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
5. Hipoksemia intermiten atau kontinu
6. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
7. Deformitas toraks

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sumantri (2012) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada PPOK
adalah :
1. Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda vascular / bullae (
emfisema ) atau peningkatan suara bronkovaskular ( bronchitis )
2. Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari terapi, misalnya
bronkodilator.
3. Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada
asma, namun menurun pada emfisema.
4. Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
5. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap tekanan kapasitas
vital ( FVC ) menurun pada bronchitis.
6. Analisa Gas Darah (AGD) : menunjukan prose penyakit kronis, sering kali PaO2
menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan ( bronkitis kronis dan emfisema
), terapi sering kali menurun pada asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis
respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang).
7. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolabs
bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran kelenjar mucus(
brokitis).
8. Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat)
9. Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema perimer.
10. Spuktum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan penyakit
keganasan/ elergi.
11. Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi ( asma berat),
atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III, dan AVF panjang,
tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS vertical (emfisema).
12. Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan merencanakan/
evaluasi program.

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut PDPI (2011) Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :


1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-
0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat)
dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B.
Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi
akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak
flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia
dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5
mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.

H. Komplikasi
Menurut Sumantri (2012) komplikasi yang dapat terjadi adalah
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan nilai
saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul antara
lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea
c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respirator

I. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi
Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang
sama.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang sama.
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

3. Pola sehari-hari
a Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit.
c. Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi
lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana
banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh
orang lain.
g. Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
h. Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada
meningkat karena batuk berulang (skala 5)
i. Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya
j. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau
temannya.
k. Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan terganggunya
pekerjaan yang dijalaninya.
l. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
m. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan
waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan pola NOC : Airway Management
nafas - Respiratory status : Ventilation o Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
- Respiratory status : Airway patency jaw thrust bila perlu
- Vital sign Status o Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : o Identifikasi klien perlunya pemasangan alat jalan
 Mendemonstrasikan batuk efektif nafas buatan
dan suara nafas yang bersih, tidak ada o Pasang mayo bila perlu
sianosis dan dyspneu (mampu o Lakukan fisioterapi dada jika perlu
mengeluarkan sputum, mampu o Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
bernafas dengan mudah, tidak ada o Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
pursed lips) tambahan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten o Lakukan suction pada mayo
(klien tidak merasa tercekik, irama o Berikan bronkodilator bila perlu
nafas, frekuensi pernafasan dalam o Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
rentang normal, tidak ada suara nafas Lembab
abnormal) o Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Tanda Tanda vital dalam rentang keseimbangan.
normal (tekanan darah, nadi, o Monitor respirasi dan status O2
pernafasan
Oxygen Therapy
o Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
o Pertahankan jalan nafas yang paten
o Atur peralatan oksigenasi
o Monitor aliran oksigen
o Pertahankan posisi klien
o Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
o Monitor adanya kecemasan klien terhadap
oksigenasi
o Kolaborasi dalam pemberian oksigen
2 Ketidakefektifan bersihan NOC : Airway suction
jalan nafas - Respiratory status : Ventilation o Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
- Respiratory status : Airway patency o Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
- Aspiration Control suctioning.
o Informasikan pada klien dan keluarga tentang
Kriteria Hasil : suctioning
 Mendemonstrasikan batuk efektif o Minta klien nafas dalam sebelum suction
dan suara nafas yang bersih, tidak ada dilakukan.
sianosis dan dyspneu (mampu o Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
mengeluarkan sputum, mampu memfasilitasi suksion nasotrakeal
bernafas dengan mudah, tidak ada o Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
pursed lips) tindakan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten o Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
(klien tidak merasa tercekik, irama setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
nafas, frekuensi pernafasan dalam o Monitor status oksigen pasien
rentang normal, tidak ada suara nafas o Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
abnormal) suksion
 Mampu mengidentifikasikan dan o Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
mencegah factor yang dapat pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi
menghambat jalan nafas O2, dll.

Airway Management
o Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
jaw thrust bila perlu
o Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
o Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
o Pasang mayo bila perlu
o Lakukan fisioterapi dada jika perlu
o Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
o Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
o Lakukan suction pada mayo
o Berikan bronkodilator bila perlu
o Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
o Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
o Monitor respirasi dan status O2
3 Gangguan Pertukaran Gas NOC : Airway Management
- Respiratory Status : Gas exchange o Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
- Respiratory Status : ventilation jaw thrust bila perlu
- Vital Sign Status o Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
o Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
Kriteria Hasil : nafas buatan
 Mendemonstrasikan peningkatan o Pasang mayo bila perlu
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat o Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Memelihara kebersihan paru paru o Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
dan bebas dari tanda tanda distress o Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
pernafasan tambahan
 Mendemonstrasikan batuk efektif o Lakukan suction pada mayo
dan suara nafas yang bersih, tidak ada o Berika bronkodilator bial perlu
sianosis dan dyspneu (mampu o Barikan pelembab udara
mengeluarkan sputum, mampu o Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
bernafas dengan mudah, tidak ada keseimbangan.
pursed lips) o Monitor respirasi dan status O2
 Tanda tanda vital dalam rentang
normal Respiratory Monitoring
o Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
o Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
o Monitor suara nafas, seperti dengkur
o Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
o Catat lokasi trakea
o Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
o Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
o Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas
utama
o Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
4 Intoleransi Aktivitas NOC : Activity Therapy
- Energy conservation o Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik
- Activity tolerance dalam merencanakan program terapi yang tepat
- Self Care : ADLs o Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
Kriteria Hasil : mampu dilakukan
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik o Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
tanpa disertai peningkatan tekanan sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
darah, nadi dan RR o Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
 Mampu melakukan aktivitas sehari- sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
hari (ADLs) secara mandiri diinginkan
 Tanda-tanda vital normal o Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
 Energy psikomotor seperti kursi roda, krek
 Level kelemahan o Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
 Mampu berpindah: dengan atau disukai
tanpa bantuan alat o Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
 Status kardiopulmunari adekuat diwaktu luang
 Sirkulasi status baik o Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Status respirasi : pertukaran gas dan
o Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
ventilasi adekuat
beraktivitas
o Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
o Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
5 Nyeri akut berhubungan NOC : Manajemen nyeri
dengan agen cedera Pain level o Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk
biologis Pain control lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor
Comfort level penyebab
o Observasi isyarat non verbal dari
Kriteria Hasil: ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat
 Mampu mengontrol nyeri berkomunikasi secara efektif
 Melaporkan nyeri berkurang o Berikan analgetik dengan tepat
 Mampu mengenali nyeri o Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi
nyeri berkurang ketidaknyamanan dari prosedur
o Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya:
relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)
o Kolaborasi dalam pemberian analgetik
o Kurangi faktor presipitasi nyeri
4. Implementasi
Implementasi terdiri dari melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang
merupakan tindakan keperawatan khhusus yang diperlukan untuk melakukan
intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan atau
mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap
perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat
tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaanya sudah berhasil dicapai. Lembar evaluasi ditulis dengan format
SOAP (Subjektid, objektif, analisis dan planning).
Daftar Pustaka

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang.


Kemenkes RI.

Muttaqin, A. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem.


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

PDPI. 2011. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis. Proses-


Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare. 2013. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Bruner &. Suddarth
Edisi 8. Jakarta : EGC

Sumantri, Irman. 2012. Asuhan Kepawaratan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.

WHO. 2011. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global
Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Geneva: WHO Press.

Anda mungkin juga menyukai