Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

“Acute Coronary Syndrome (ACS)”

DISUSUN OLEH :

Kelompok 2 ( ACS)

1. Alena putri (191440101)


2. Atra sahinza (191440102)
3. Fithriah Ramadhani (191440110)
4. Girda Fiona Amaria ( 191440112 )
5. Getti Pratiwi (191440111)
6. Jihan Maritsa (191440117)
7. Mega sari (191440120)
8. Nurhidayanti ( 191440124)
9. Nur Aziza(191440123)
10. Rio Anggara Pratama ( 191440131 )
11. Riska Indria Ariyanti (191440132)
12. Risky ananda (191440133)

DOSEN PENGAMPU :

Ns. Dudella Desnani Firman Yasin,S.Kep., M.Kep

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah dan paling mulia yang patut penulis panjatkan kepada
Allah SWT kecuali rasa syukur atas rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Acute Coronary Syndrome (ACS)”. Pada
kesempatan ini penulis tidak lupa juga mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan
yang tulus kepada Bapak / Ibu Dosen Jurusan Keperawatan yang turut membekali ilmu
pengetahuan pada penulis selama kuliah. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta kiranya Tuhan selalu
memberi rahmat kepada kita semua. Amin.

Pangkalpinang, 25 Agustus 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................1

A. Latar Belakang .......................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3

A. Definisi..............................................................................................................3
B. Etiologi..............................................................................................................4
C. Manifestasi Klinis..............................................................................................4
D. Patofisiologi.......................................................................................................5
E. Faktor resiko......................................................................................................7
F. Pemeriksaan penunjang.....................................................................................8
G. Komplikasi Pada Sindrom Koroner Akut..........................................................9
H. Pengobatan ACS................................................................................................11
I. Gangguan kebutuhan dasar manusia yang berkaitan dengan ACS...................13
J. Pemeriksaan Diagnostik....................................................................................13
K. Interprestasi Dan Manajemen Ritme Dasar Kardiologi.....................................15
L. Kasus Acute Coronary Syndrome.....................................................................15
M. Asuhan keperawatan..........................................................................................17

BAB IV PENUTUP............................................................................................................31

A. Kesimpulan..............................................................................................................31
B. Saran........................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................32

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acute Coronary Syndrome( ACS) merupakan kumpulan gejala yang manifestasi
klinisnya dominan disebabkan oleh proses aterosklerosis. Hal ini biasanya dipresipitasi
oleh thrombosis akut yang diinduksi oleh ruptur atau erosi plak aterosklerosis pembuluh
darah koroner, dengan atau tanpa disertai vasokonstriksi, sehingga menyebabkan
penurunan mendadak aliran pembuluh darah jantung ( Hamm et al, 2011).

Menurut data world Health Organization (WHO) pada tahun 2012 penyakit
kariovaskular merupakan penyebab kematian utama dari seluruh penyakit tidak menular
dan bertanggung jawab atas 17,5 juta kematian atau 46% dari seluruh kematian penyakit
tidak menular. Dari data tersebut diperkirakan 7,4 juta kematian adalah serangan jantung
akibat penyakit jantung koroner (PJK) dan 6,7 juta adalah stroke ( Joseph et al, 2016).

Acute Coronary Syndrome atau Sindrom Koroner Akut ( SKA ) merupakan


penyakit yang masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang (
Rima Melati, 2008). Menurut WHO pada tahun 2011, 7.254.000 kematian di seluruh
dunia ( 12,8% dari semua kematian ) disebabkan oleh SKA pada Tahun 2008
( Hausenloy, 2013). Di USA setiap tahun 550.000 orang meninggal karena penyakit ini.
Di Eropa diperhitungkan 20-40.000 orang dari 1 juta penduduk menderita SKA ( Rima
Melati,2008 ).

Hasil Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS ) Tahun 2013 menunjukkan prevalensi


penderita PJK sebesar 0,5% dari seluruh pasien penyakit tidak menular. Daerah tertinggi
berdasarkan terdiagnosis dokter adalah Sulawesi Tengah (0,8 %) diikuti Sulawesi
Utara, DKI Jakarta, Ace masing-masing ( 0,7%) (Joseph et al 2016). SKA umumnya
terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun ( Heru Sulastomo, 2010 ). SKA tidak
hanya menyerang laki-laki saja, wanita juga berisiko terkena SKA meskipun kasusnya
tidak sebesar pada laki-laki (Mamat Supriyono, 2008).

Insidensi SKA tercatat lebih rendah pada wanita dibandingkan pria sebelum usia
50 tahun (Anand,2008), Sebelum berusia 40 tahun, perbedaan kejadian SKA antara pria
dan wanita adalah 8 :1. Satu dari empat laki-laki dan satu dari lima perempun meninggal
setiap tahun karena SKA. Sampai dengan saat ini SKA juga merupakan penyebab utama
kematian dini pada sekitar 40 % dari sebab kematian laki-laki usia menengah di
Indonesia ( Mamat Supriyono, 2008).

Istilah sindrom koroner akut (SKA) pada saat ini digunakan untuk menggambarkan
kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan suatu sindrom pada
pembuluh darah koroner yang dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti : angina tak

1
stabil (unstable angina), infark miokard non elevasi ST, infark miokard elevasi ST,
maupun angina pektoris pasca invark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan.
SKA merupakan penyakit vaskuler yang harus diperhatikan khususnya pada pasien yang
memiliki penyakit jantung koroner (PJK). Asuhan perawatan yang diberikan pada pasien
dengan diagnosa medik SKA memerlukan perhatian yang lebih intensif untuk mencegah
terjadinya kematian mendadak pada pasien. Berdasarkan uraian diatas, pemakalah
menyusun makalah asuhan keperawatan pada pasien dengna sindrom koroner akut.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum
Mampu memahami dan menjelaskan mengenai sindrom koroner akut dan
prosesasuhan keperawatan yang diberikan pada pasien sindrom koroner akut.

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Mampu memahami pengertian penyakit sindrom koroner akut (SKA)
2. Mampu memahami patofisiologi dari penyakit sindrom koroner akut (SKA)
3. Mampu memahami manifestasi klinis terkait penyakit SKA
4. Mampu memahami prose asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
dengan SKA

1.3 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan makalah ini sebagai berikut :
Bagi penulis :
Penulisan makalah ini bermanfaat sebagai pemenuhan tugas untuk mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I yang diampu oleh . Ns.Eny Erlinda W, M.Kep., Sp.Kep
serta menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai konsep penyakit sindrom
koroner akut (SKA) serta proses asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
dengan SKA.

Bagi Pendidikan :
Sebagai media dan sarana pembelajaran serta sumber informasi yang berguna untuk
menambah wawasan pembacanya mengenai konsep penyakit sindrom koroner akut
(SKA) serta proses asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan SKA.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Acute coronary syndrome adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan gejala
iskemia miokard: angina stabil, non-ST segmen elevasi miokard infark, dan elevasi ST-
segmen infark miokard. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan satu dari tiga
penyakit pembuluh darah arteri koroner, yaitu: ST- Elevasi infark miokard (30%), Non
ST-Elevation infark miokard (25%) dan Angina Pectoris tidak stabil (25%).
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen miokardium. Bila kebutuhan oksigen miokardium
meningkat t, maka suplai oksigen juga harus meningkat. Peningkatan kebutuhan
oksigen terjadi pada: takikardia, peningkatan kontarktilitas miokard, hipertensi,
hipertrofi, dan dilatasi ventrikel. Untuk meningkatkan siplai oksigen dalam jumlah
yang memadai aliran pembuluh koroner harus ditingkatkan. Sindrom koroner akut
dapat dikalsifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Akut ST-elevasi MI(STEMI)
STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak
dilakukan pengobatan akan dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih
jauh. Pada fase akut pasien resiko tinggi untuk mengalami fibrilasi ventrikel atau
takhikardi yang dapat menyebabkan kematian. Bnatuan medis harus segera
dilakukan.
2. Non-ST-elevasi MI(NSTEMI)
Pada beberapa pasien dengan NSTEMI, mereka memiliki resiko tinggi untuk
terjadi kemacetan pembuluh darah koroner,yang dapat mnyebabkan kerusakan
miokardium yang lebih luas dan aritmia yang dapat menyebabkan kematian.
Resiko untuk terjadi sumbatan dapat terjadi pada beberapa jam pertama dan
menghilangkan dalam seiring dengan waktu.
3. Unstable angina pectoris
Angina tidak stabil didefinisikan sebagai kejadian salah satu atau bberapa dari
kejadian berikut:

3
 Angina terjadi pada waktu periode waktu tertentu dari mulai beberapa hari
mulaimeningkat dalam serangan. meningkatan itu disebabkan karena faktor
pencetus yang lebih sedikit atau kurang.
 Episode angina sering berulang dan tidak dapat diprediksi. Angina tidak stabil
tidak pencetus karena olahraga tidak begitu jelas. Biasanya terjadi dalam
waktu pendek dan hilang dengan sponan atau dapat hilang sementara dengan
cara minum glyceryl trinitrate (GTN) sub lingual.
 Tidak ada pencetusannya dan nyeri dada yang memanjang. Tidak adad bukti
adanya myokardial infark.

B. Etiologi
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan,
atau kelainan pembuluh darah arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan
pembukuh darah tersebut dapat mrnghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering
ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa
darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir
dengan kematian (Hermawatirisa, 2014).
Dari faktor resiko tersebut ada yang dikenal dengan faktor resiko mayor dan
minor. Faktor resiko mayor meliputi hipertensi, hiperlipidemia, merokok dan obesitas
sedangkan faktor resiko minor meliputi DM, stres, kurang olahraga, riwayat keluarga,
usia dan seks. Menurut D. Wang (2005) faktor resiko ACS pada wanita meliputi
obesitas, riwayat keluarga, diabetes melitus, penggunaan kontrasepsi oral yang disertai
dengan riwayat merokok, kolesterol.

C. Manifestasi Klinis
Menurut (Anies,2006) hal ini menunjukan bahwa telah terjadi >70%
penyempitan pembuluh darah koronaria. Keadaan ini bisa merubah menjadi lebih berat
dan menimbulkan sindroma koroner akut (SKA) atau yang dikenal dengan serangan
jantung mendadak: tertekan benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas, rasa
seperti terbakar pada dada, disertai sesak nafas, banyak berkeringat.
Brunner & Suddarth, 2002 dan Torpy, et all (2008) menyebutkan tanda dan
gejala yang dapat ditemukan pada pasien ACS adalah :
a) Nyeri dada (uncomfortable), tidak nyaman, rasa ditekan, diremas atau rasa penuh

4
b) Rasa tidak nyaman pada badan bagian atas: Nyeri atau tidak nyaman di kedua
lengan, punggung, leher, rahang, atau perut.
c) Sesak nafas
d) Gejala lain termasuk berkeringat, mual, dan pusing

D. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbu di intima arteri besar.
Timbunan ini dinamakan aterma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrient oleh
sel – sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah yang terkena timbulan menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan
parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang
menyempit dan berdinding kasar akan cenderung terjadi pembentukan pembekuan
darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler , diikuti oleh
penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit Infark miokard tidak selalu
disebabkan oleh oklusi total pembulluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang
disertai vasokontriksi yang dinamis dapat menyebbabkan terjadinya iskemia dan
nekrosis jaringan otot jantung (miokard). Akiibat dari iskemia selain nekrosis adalah
gangguan kotraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah
iskemia hilang). Distrimia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan
fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plek seperti
diterangkan diatas, mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme
lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmental) penyempitan arteri
koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau
restenosis setelah Intervensi Koroner Perekrutan (IKP). Bberapa faktor ekstrinsik
seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, taikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis (PERKI,
2015)Adapula menurut Diop and Aghababian,2001Patofisiologi yang mendasari ACS
adalah iskemia miokard yangdisebabkan karena ketersediaan oksigen yang tidak
mencukupi (inadekuat) dengankebutuhan oksigen miokard. Kebutuhan oksigen pada
miokard ditentukan olehdenyut jantung, afterload, kontraktilitas dan ketegangan otot
jantung. Aliranoksigen yang tidak adekuat tersebut diakibatkan adanya penyumbatan
pembuluhdarah arteri karena aterosklerosis. Biasanya penurunan aliran darah koroner
tidakmenyebabkan gejala iskemik pada saat istirahat sampai penyumbatan di

5
pembuluharteri melebihi 95%. Namun gejala iskemik dapat muncul karena
peningkatanaktivitas fisik yang mampu meningkatkan jumlah kebutuhan oksigen pada
miokarddengan sedikitnya 60% penyumbatan di pembuluh arteri.

Pembentukan plak aterosklerotik


a. Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel
Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri besar
dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya
bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap,
yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL low-density lipoprotein) ke
dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.
Beberapa faktor risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara
lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Faktor risiko ini
dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi
endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya proses
aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan
proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan
akhirnyamenyebabkan pertumbuhan plak.
b. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasi
Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke
lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika
sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi
makrofag.Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi dan juga berpenetrasi ke
dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty
streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan
sitokin (misalnya monocyte chemoattractant protein -1, tumor necrosis factor α,
IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini
dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh
darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya
plak.
c. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa
yang tipis, dan infl amasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya
ruptur. Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial

6
akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit
yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus
(Myratha, R. 2012)

E. Faktor Resiko
Menurut Santoso dan Setiawan 2005, faktor resiko dari SKA terbagi menjadi dua yaitu:
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
 Usia
usia merupakan prediktor yang kuat pada faktor resiko sindrom koroner akut.
Terjadinya arterosklerosis dipercepat dengan bertambahnya usia. Dengan
penuaan peningkatan plak, necrotic core, dan peningkatan kadar kalsium yang
secara signifikan menunjukkan efek yang berhubungan dengan pengembangan
arterosklerosis ( Ruiz et al., 2012).
 Jeniskelamin
Berdasarkan penelitian ruiz dkk 2012, disebutkan bahwa perbedaan jenis kelamin
perempuan dan laki-laki sangat signifikan. Komposisi pada plak koroner terjadi
pada wanita dengan usia <65tahun. Wanita usia muda pada umumnya masih
dalam efek proteksi estrogen (stabilisasi plak) sehingga terlindungi dari penyakit
kardiovaskuler. Namun apabila wanita usia muda terkena plak arterosklerosis
akibat faktor resiko lain yang mendominasi, maka adanya estrogen justru dapat
meningkatkan kemungkinan ruptur plak. Menurut penelitian Sheifer SE dkk bukti
yang menjelaskan akibat variasi dalam penyakit arteri koroner adalah dalam
struktur pembuluh darah. Wanita memiliki pembuluh darah yang lebih kecil dan
perbedaan diameter dengan pembuluh darah pria.
 Riwayatkeluarga
Riwayat keluarga merupakan refleksi dari predisposisi genetik dan salah satu dari
faktor resiko arterosklerosis yang tidak bisa di modifikasi. Pada penelitian
epidemiologi dampak riwayat keluarga terhadap kejadian penyakit jantung
kororner mengungkapkan bahwa riwayat maternal berperan penting dalam
peningkatan resiko penyakit jantung koroner. Beberapa mekanisme nya
disebabkan oleh efek hormonal pada metabolisme lipid, resistensi insulin dan
faktor trombogenesis.
2. Faktor resiko yang dapat diubah

7
 Merokok
Saatorang merokok, ia akan menghirup CO2. Hemoglobin lebih mudah berikatan
dengan CO2 dibandingkan dengan O2, sehingga suplai O2 ke jantung terbatas.
Selain itu asam nikotiat pada tembakau memicu plepasan katekolamin, yang
memicu kontriksi arteri, dan merokok dapat menyebabkan peningkatan adhesi
trombosit, mengakibatkan peningkatan pembentukan trombus (bekuan darah)
(Brunner & Suddarth, 2002).
 Hipertensi
Merupakanpenyebab yang palng berbahaya karena biasanya tidak menunjukkan
tanda dan gejala sampai telah menjadi lanjut. Tekanan darah tinggi menyebabkan
tingginya gradien tekanan yang harus dilewati oleh ventrikel kiri saat memompa
darah. Tekanan yang tinggi menyebabkan supali oksigen untuk jantung juga
meningkat. Mulailah terjadi lingkaran setan(Brunner & Suddarth, 2002).
 Hiperlipidemia
Jikakadar LDL (Low Density Lipoprotein) dalam darah tinggi > 130 mg/dl, HDL
(Hight Density Lipoprotein) < 50 mg/dl, serta kadar kolestrol total > 200 mg/dl,
berisiko terjadi pembentukan aterosklerosis (Brunner & Suddarth, 2002).
 Diabetes melitus
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit, yang dapat
menyebabkan pembentukan trombus(Brunner & Suddarth, 2002).
 Aktifitasfisik
Berhubungandengan pola hidup seseorang (Brunner & Suddarth, 2002).
 Obesitas
Obesitasberhubungan dengan adanya penimbunan lemak dan peningkatan kadar
gula dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Udjianti, 2011, pemeriksaan penunjang pada pasien ACS adalah
a. Pemeriksaan Laboratorium
i. Pemeriksaan darah lengkap
- Sel darah putih : leukositosis (10.000-20.000 mm 3) muncul hari kedua
setelah serangan infark karena inflamasi karena terjadi ruptur pembuluh
darah yang disebabkan akibat sel lemak.

8
- Kadar elektrolit : menilai abnormalitas kadar natrium, kalium, atau
klasium yang membahayakan kontraksi otot jantung
- Test fungsi ginjal : peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dan
kreatinin karena penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerulo filtrasi
rate/GFR) terjadi akibat penurunan curah jantung.
- Peningkatan kadar serum kolesterole atau trigliserda : dapat meningkatkan
risiko arteriosklerosis (Coroner Artery Disease)
ii. Analisa Gas Darah (Blood Gas Analysis, BGA) : menilai
oksigenasijaringan (hipoksia) dan perubahan keseimbangan asam-basa
darah.

b. Kardiak iso-enzim : menunjukkan pola kerusakan khas, untuk membedakan


kerusakan otot jatung dengan otot lain.
1) CPK (Creatinin Phospokinas) > 50 u/L
2) CK-MB (Creatinin Kinase-MB) > 10 U/L
3) LDH (Lactate Dehydrogenase) > 240 u/L
4) SGOT (Serum Glutamic Oxalo Transaminase) > 18 u/L
5) Cardiac Troponin : positif
c. EKG
1) Segemen ST elevasi abnormal mennunjukkan adanya injuri miokard
2) Gelombang T inversi (arrow head) menunjukkan adanya sikemia miokard
3) Q patologis menunjukan adanya nekrosis miokard
d. Radiologi
1) Thorax rontgen : menilai kardiomegali (dilatasi sekuder) karena gagal
jantung kongstif
2) Echocardiogram : menilai struktur dan fungsi abnormal otot dan katup
jantung
3) Radioactive isotope : menilai area iskemmia serta non-perfusi koroner dan
miokard.

G. Komplikasi Pada Sindrom Koroner Akut


a. Aritmia
Aritmia jantung yang mengancam nyawa yaitu ventricular tachycardia (VT),
ventricular fibrillation (VF), dan AV blok total dapat menjadi manifestasi awal

9
terjadinya SKA. Insidens aritmia ventrikel biasanya terjadi 48 jam pertama setelah
onset SKA.

b. Gagal jantung
Gagal jantung pada SKA biasanya disebabkan oleh kerusakan miokard tapi
dapat pula terjadi karena aritmia atau komplikasi mekanik seperti ruptur septum
ventrikel atau regurgitasi mitral iskemik. Gagal jantung pada SKA menandakan
prognosis yang lebih buruk. Tatalaksana umum meliputi monitor kemungkinan
terjadinya aritmia, gangguan elektrolit dan adanya kelainan katup atau paru.
Pemeriksaan foto toraks dan ekokardiografi direkomendasikan untuk evaluasi luas
kerusakan miokard dan komplikasi yang mungkin terjadi seperti ruptur septum dan
regurgitasi mitral akut. Syok kardiogenik pada SKA menandakan kegagalan pompa
jantung berat dan hipoperfusi dengan manifestasi klinis TD sistolik < 90 mmHg,
pulmonary wedge pressure > 20 mmHg atau cardiac index < 1,8 L/m2. Hal ini akibat
nekrosis miokard yang luas. Inotropik atau IABP sering diperlukan untuk
mempertahankan TD sistolik > 90 mmHg. Diagnosis syok kardiogenik ditegakkan
setelah menyingkirkan penyebab lain hipotensi seperti hipovolemik, reaksi vagal,
tamponade, aritmia dan gangguan elektrolit. Terapi suportif IABP direkomendasi
sebagai jembatan untuk terapi definitive yaitu terapi intervensi (emergency PCI).
c. Komplikasi mekanik
1. Ruptur dinding ventrikel
Pada ruptur dinding ventrikel akut terjadi disosiasi aktivitas listrik jantung
yang menyebabkan henti jantung dalam waktu singkat. Biasanya hal ini fatal
dan tidak respon dengan resusitasi kardiopulmoner standar karena tidak ada
cukup waktu untuk dilakukan tindakan bedah segera. Ruptur dinding ventrikel
subakut pada 25% kasus masih memberikan harapan untuk dilakukan tindakan
bedah secepatnya. Manifestasi klinisnya yaitu gambaran reinfark dan didapatkan
kembali gambaran elevasi segmen ST pada EKG. Biasanya terdapat gangguan
hemodinamik mendadak, tamponade dan efusi perikard yang dapat dikonfirmasi
dengan pemeriksaan ekokardiografi.
2. Regurgitasi Mitral Akut
Regurgitasi mitral akut biasanya terjadi dalam 2-7 hari SKA. Ada 3
mekanisme terjadinya yaitu; dilatasi annulus mitral akibat dilatasi ventrikel kiri,
disfungsi muskulus papilaris akibat infark miokard inferior, ruptur dari badan

10
atau ujung muskularis papilaris. Evaluasi regurgitasi dilakukan dengan
ekokardiografi. Atrium kiri biasanya normal atau hanya sedikit membesar.
Pasien harus dikirim segera untuk intervensi bedah karena dapat menyebabkan
syok kardiogenik.

H. Pengobatan ACS
1. Tatalaksana awal
a. Oksigen 4 liter / menit ( saturasi O2 dipertahankan > 90 % ).
b. Nitrogliserin 5 mg sl untuk memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard dan
menurunkan kebutuhan oksigen di miokard. Dapat diulang 3 kali lalu di drip
bila masih nyeri.
c. Aspirin 160 mg kunyah bila tidak ada kontra indikasi, untuk menghambat
agregasi platelet dan mencegah konstriksi arterial.
d. Morphin 2-4 mg IV untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan, mengurangi
rasa sakit akibat iskemia, menurunkan tahanan pembuluh sistemik, menurunkan
afterload dan preload sehingga menurunkan kerja jantung. Morphine juga
merelaksasikan bronkhiolus untuk meningkatkan oksigenasi.
e. Clopidogrel, dosis awal diberikan 300 mg pada pasien tanpa riwayat pemakaian
clopidogrel sebelumnya.
2. Tatalaksana lanjut
1. UAP dan NSTEMI
a) Heparin
Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat- preparat
baru yang lebih aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih
mudah pemantauannya (tanpa APTT). Heparin mempunyai efek
menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat
merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999)
ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum
bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan
berat badan < 70 kg .
b) Low Molecular Heparin Weight Heparin ( LMWH)
Diberikan pada UAP atau NSTEMI dengan risiko tinggi.LMWH
mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu
paruh lebih lama; high bioavailability.

11
2. STEMI sesuai indikasi dan kontraindikasi ( jangan tunda/ reperfusi )
1. Terapi Fibrinolitik dengan Streptokinase atau Alteplase
Dianjurkan pada :
 Presentasi < 3 jam
 Tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau terlambat
 Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon > 90 menit
 Waktu antara sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu antara
pasien tiba sampai dengan fibrinolitik > 1 jam.
 Tidak ada kontraindikasi fibrinolitik
3. Percutanius coronary intervension ( PCI )
Menurut The American College of Cardiology/American Heart
(ACC/AH) Cardiac nursing (2011), PCI adalah menggambarkan kelompok
atau kumpulan beberapa prosedur yang menggunakan tehnik percutaneous
untuk memperbaiki atau membuka kembali arteri koroner yang menyempit,
prosedur utamanya meliputi angioplasty, arterectomy dan intra coronary
stenting.
1. Primary PCI
Didefinisikan sebagai intervensi pada culprit vessel (pembuluh
darah yang terlibat serangan) dalam 12 jam setelah onset nyeri dada, tanpa
sebelumnya diberi trombolitik atau terapi lain untuk menghancurkan
sumbatan tersebut. Indikasi primary PCI dilakukan pada pasien STEMI
kurang dari 12 jam dengan LBBB, serta STEMI dengan komplikasi gagal
jantung severe.
2. Rescue PCI
Adalah tindakan PCI yang segera dilakukan pada pasien STEMI
pasca pemberian terapi fibrinolitik, tetapi terapi fibrinolitiknya gagal
mengembalikan aliran darah koroner yang tersumbat total (failed
fibrinolytic).
3. Elective PCI
Adalah tindakan perfusi yang dilakukan pada pasien dengan gejala
nyeri berulang dan pemasangan stent berulang.
PCI Dianjurkan pada :

12
 Presentasi > 3 jam
 Tersedia fasilitas PCI
 Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon < 90’
 Waktu antara sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu antara
pasien tiba sampai dengan fibrinolitik > 1 jam.
 Terdapat kontraindikasi fibrinolitik
 Risiko tinggi ( gagal jantung kongestif, killip >3 )

I. Gangguan kebutuhan dasar manusia yang berkaitan dengan ACS


1. Gangguan rasa nyaman nyeri dada berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dan demand aliran miokard.
2. Aktual atau resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miokardial, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik, dan
perubahan structural.
3. Cemas berhubungan dengan takut akan kematian.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidaksimbangan suplay dan demand.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan.

J. Pemeriksaan Diagnostik
a) EKG
 STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :
hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q pathologis,
terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru. Perubahan EKG berupa
elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan
atau segment elevasi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
 NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan
yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2 mm pada 2
sadapan chest lead.
 Gambaran EKG
 Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa AKS.
Pemeriksaan tyang sederhana,murah tapi mempunyai nilai klinis yang tinggi.
b) Enzim Jantung, yaitu :

13
 CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada 24 jam
pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
 Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8 jam
pasca infark
 LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah 3-6
hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
c) Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misalnya
hipokalemi, hiperkalemi.
d) Sel darah putih Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
e) Kecepatan sedimentasi Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA ,
menunjukkan inflamasi.
f) AGD Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
g) Kolesterol atau Trigliserida serum Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis
sebagai penyebab IMA.
h) Rontgen Dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK
atau aneurisma ventrikuler.
i) Ekokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
j) Pemeriksaan pencitraan nuklir
 Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal lokasi
atau luasnya AMI.
 Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
k) Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah).
l) Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri
(fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati
bedah jantung angioplasty atau emergensi.

14
K. Interprestasi Dan Manajemen Ritme Dasar Kardiologi
a. Ritme
Dalam keadaan normal implus untuk kontraksi jantung berasal dari nodus SA
dengan melewati serabut-serabut otot atrium implus diteruskan ke nodus AV dan
seterusnya melalui berkas HIS – cabang HIS kiri dan kanan – jaringan purkinye-
akhirnya ke serabut otot ventrikel . disini nodus SA menjadi pacemaker yang lain .
irama jantung normal demikian dinamakan irama sinus ritmis yaitu iramanya teratur
dan tiap gelombag p diikutikompleks QRS. Irma sinus merupakan yang normal dari
jantung dan nodus SA.

L. Kasus Acute Coronary Syndrome


Seorang laki-laki, 53 tahun, datang dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu.
Sesak sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu hilang timbul, semakin lama semakin
memberat, dan menjadi menetap sejak 2 hari yang lalu. Sesak dirasakan saat aktivitas
maupun saat istirahat. Pasien biasa tidur dengan diganjal 3 bantal atau posisi duduk
karena sesak. Pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien juga
mngeluh dada kanan terasa nyeri menjalar ke bahu dan tangan kanan sehingga tangan
dan bahu kanan terasa kram, sulit untuk mengepalkan tangan. Dada juga terasa
berdebar-debar saat keluhan timbul, kaki terasa sedikit bengkak terutama pada siang
hari. Pasien mengeluh mual namun tidak muntah, masih dapat makan melalui mulut.
Riwayat didiagnosa penyempitan jantung 1 tahun yang lalu, minum obat isosorbid
setiap kali keluhan timbul dan merasa membaik, namun 2 hari belakangan ini keluhan
tidak juga membaik meski minum isosorbid.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sesak, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 30x/menit, dan suhu 36.8 oC.
Konjungtiva tampak pucat, pergerakan dada saat bernapas simetris saat statis dan
dinamis, suara napas vesikuler dengan ekspirasi yang memanjang, terdengar ronkhi
pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan jantung didapatkan batas jantung kiri
melebar ke lateral pada ICS III-V, 4 cm dari linea midklavikularis kiri, bunyi jantung
reguler, tidak ada murmur dan gallop.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit yang meningkat namun tidak
signifikan, troponin I yang meningkat tinggi (25.10 ng/dL) dan kolesterol total diatas

15
normal (203 mg/dL). Dari hasil EKG didapatkan irama sinus reguler, HR 125x/menit,
axis jantung normal, gelombang P selalu diikuti kompleks QRS, interval PR 0.16 detik,
kompleks QRS negatif di V1 dan positif di V6, S di V1 ditambah R di V6 = 7 kotak
sedang (>5 kotak sedang) sehingga dapat disimpulkan adanya LVH pada pasien.
Tampak gelombang T inverted di lead I, aVL, V4, V5, dan V6. Tampak ST elevasi pada
lead dada V1, V2, dan V3. Kesan: miokard infark anteroseptal dengan left ventrikel
hipertrofi (LVH).
I. Diagnosis
• Acute Coronary Syndrome STEMI
II. Penatalaksanaan:
1. Non medikamentosa
• Oksigen kanul 2-4 liter/menit.
• Batasi aktivitas terutama aktivitas berat.
• Diet rendah lemak
2. Medikamentosa
Dari Spesialis Jantung :
 IVFD Ringer Laktat /24jam
 Inj. Lasix (furosemide) 2x20 mg
 Inj. Fluxum (heparin sodique) 2x0.6 mg
 Inj. Arixtra (fondaparinux sodium) 1x2.5 mg
 Clopidrogel 1x75mg (oral)
 Isosorbid dinitrat (ISDN) 3x5 mg (oral)
 Bisoprolol 1x2.5 mg (oral)
 Valsartan 1x80 mg (oral)
 Simvastatin 1x10 mg (oral)
 Aspilet 1x80 mg (oral)

16
M. Asuhan keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.X

DENGAN ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS) STEMI

A. PENGKAJIAN

1. Biodata

a. Identitas Klien

Nama : Tn. X

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Diagnosa Medis : Acute Coronary Syndrome STEMI

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Pasien mengeluh sesak nafas

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien datang sesak napas sejak 2hari yang lalu. Pasien mengatakan sesak
dirasakan saat ia beraktivitas maupun saat istirahat. Pasien megatakan ia biasa tidur
dengan diganjal 3 bantal atau posisi duduk karena sesak. Pasien mengatakan sering
terbangun pada malam hari karena sesak. Pasien juga mengeluh dada kanan terasa
nyeri menjalar ke bahu dan tangan kanan sehingga tangan dan bahu kanan terasa
kram, sulit untuk mengepalkan tangan. Dada juga terasa berdebar-debar saat
keluhan timbul, kaki terasa sedikit bengkak terutama pada siang hari. Pasien
mengeluh mual namun tidak muntah, masih dapat makan melalui mulut

c. Riwayat kesehatan dahulu

Pasien megatakan sesak sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu hilang timbul,
semakin lama semakin memberat, dan menjadi menetap sejak 2 hari yang lalu.
Pasien mengatakan memiliki riwayat didiagnosa penyempitan jantung 1 tahun
yanglalu, minum obat isosorbid setiap kali keluhan timbul dan merasa membaik.

17
3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

1) Keadaan umum : pasien nampak sesak

2) Kesadaran : compos mentis

3) Tekanan darah : 130/80 mmHg

4) Nadi : 80 x/menit

5) Pernafasan : 30 x/menit

6) Suhu : 36,8 0 C

b. Head To Toe

1) Kepala dan Rambut

a) Inspeksi: Kepala tidak terdapat lesi dan rambut ikal tidak rapi

b) Palpasi : Tidak terdapat benjolan di kepala, tidak terdapat nyeri tekan

2) Mata

a) Fungsi penglihatan : baik tidak ada keluhan

b) Konjungtiva : ananemis/pucat

c) Sklera : anikterik

d) Pupil : iskohor

e) Pemeriksaan lain : bentuk simetris

3) Telinga

a) Inspeksi : bentuk simetris

b) Fungsi pendengaran : baik

c) Kebersihan : baik tidak ada serumen berlebih

4) Hidung

a) Inspeksi : bentuk simetris

18
b) Fungsi Penciuman : baik tidak ada keluhan

c) Pembengkakan : tidak ada polip

d) Kebersihan : tidak ada sekret

5) Mulut dan Lidah

a) Inspeksi : tidak terdapat lesi

b) Fungsi pengecapan : baik

c) Membran mukosa : kering

d) Pembengkakan : tidak terdapat pembengkakan tonsil

e) Kebersihan mulut : bersih

f) Kesulitan menelan : tidak ada kesulitan menelan

6) Tenggorokan dan Leher

1. Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

2. Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan

7) Pemeriksaan Jantung dan Paru

Pergerakan dada saat bernapas simetris saat statis dan dinamis, suara napas
vesikuler dengan ekspirasi yang memanjang, terdengar ronkhi pada kedua
lapang paru. Pada pemeriksaan jantung didapatkan batas jantung kiri
melebar ke lateral pada ICS III-V, 4 cm dari linea midklavikularis kiri,
bunyi jantung reguler, tidak ada murmur dan gallop.

8) Pemeriksaan abdomen

1. Inspeksi : Bentuk simetris

2. Palpasi : Ictus cordis terbuka

3. Perkusi : Pekak

9) Genetalia dan Rektal

1. Inspeksi : Bersih tidak terdapat lesi maupun benjolan

10) Pemeriksaan ekstermitas

19
• Ekstremitas Atas

Tangan kanan terpasang IVFDRinger Laktat/24jam, pasien mengeluh


tangan kanan dan bahu kanannya terasa kram dan sulit untuk
mengepalkantangan

• Ekstremitas Bawah

Pasien mengeluh kakinyaterasasedikitbengkak terutama pada siang hari

c. B1-B6
1) B1 (Breathing) : pasientampaksesak dengan pergerakan dada saat bernapas
simetris saat statis dan dinamis, suara napas vesikuler dengan ekspirasi yang
memanjang, terdengar ronkhi pada kedua lapang paru.
2) B2 (Bleeding) : Pada pemeriksaan jantung didapatkan batas jantung kiri
melebar ke lateral pada ICS III-V, 4 cm dari linea midklavikularis kiri, bunyi
jantung reguler, tidak ada murmur dan gallop.
3) B3 (Brain) : kesadaran compos mentis
4) B4 (Bladder) : -
5) B5 (Bowel) : Pasien mengeluh mual namun tidak muntah, masihdapat makan
melalui mulut
6) B6 (Bone) : -

4. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit yang meningkat namun tidak
signifikan, troponin I yang meningkat tinggi (25.10 ng/dL) dan kolesterol total diatas
normal (203 mg/dL). Dari hasil EKG didapatkan irama sinus reguler, HR 125x/menit,
axis jantung normal, gelombang P selalu diikuti kompleks QRS, interval PR 0.16
detik, kompleks QRS negatif di V1 dan positif di V6, S di V1 ditambah R di V6 = 7
kotak sedang (>5 kotak sedang) sehingga dapat disimpulkan adanya LVH pada
pasien. Tampak gelombang T inverted di lead I, aVL, V4, V5, dan V6. Tampak ST
elevasi pada lead dada V1, V2, dan V3. Kesan: miokard infark anteroseptal dengan
left ventrikel hipertrofi (LVH).

20
5. Program Terapi

1. Nonmedikamentosa

 Oksigenkanul2-4liter/menit.

 Batasiaktivitasterutamaaktivitasberat.

 Dietrendahlemak

2. Medikamentosa

DariSpesialisJantung:

 IVFDRinger Laktat/24jam

 Inj.Lasix(furosemide)2x20mg

 Inj.Fluxum(heparin sodique)2x0.6mg

 Inj.Arixtra(fondaparinuxsodium)1x2.5mg

 Clopidrogel1x75mg(oral)

 Isosorbiddinitrat(ISDN)3x5mg(oral)

 Bisoprolol1x2.5mg(oral)

 Valsartan1x80mg(oral)

 Simvastatin1x10mg(oral)

 Aspilet1x80mg(oral)

21
6. Analisa data

DATA PATOFISIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
DS: Pasien mengatakan Gagal jantung kiri Pola nafas tidak efektif
sesak saat ia beraktivitas
Ventrikel kiri tidak mampu
maupun saat istirahat. Dan
memompa darah dari paru
pasien mengatakan sering
terbangun pada malam hari Tek. Vena pulmonalis
karena sesak.
Tek. Kapiler patu
DO:
Perembesan cairan dari
Pasien tampak sulit
bernafas. kapiler ke paru
TTV
Edema paru
TD : 130/80 mmHg
Fungsi pernafasan
T : 36,8 °C
RR : 30 x /menit Dispneu
Nadi : 80 x / menit
Pola nafas tidak efektif
DS: pasien mengatakan Varkulasi terganggu Nyeri
bahwa dada sebelah kanan
terasa nyeri yang menjalar Aliran darah ke arteri
ke bahu dan tangan kanan koronari terganggu
DO:
Pasien tampak meringis Iskemia
kesakitan
TTV Asam laktat
TD : 130/80 mmHg
T : 36,8 °C Nyeri akut
RR : 30 x /menit
Nadi : 80 x / menit
Ds : pasien mengatakan Disritmia jantung malfungsi Intoleransi Aktivitas
sesak saat beraktivitas katup jantung
maupun istirahat. Pasien

22
juga mengatakan bahwa Kegagalan perfusi atrium
dada sebelah kanan terasa /ventrikel kanan
nyeri yang menjalar ke
bahu dan tangan kanan Curah jantung menurun
sehingga tangan terasa
kram dan sulit Oksigen dalam darah
mengepalkan tangan.
DO: pasien tampak sulit Oksigen dalam jaringan
dalam bernafas, tampak
meringis dan tampak sulit Gangguan metabolisme
mengepalkan tangannya tubuh
TTV
TD : 130/80 mmHg Energi
T : 36,8 °C
RR : 30 x /menit
Nadi : 80 x / menit
DS: pasien mengatakan Gagal jantung kongestif Risiko penurunan curah
sesak dan jantung terasa jantung
berdebar-debar. Daya pompa jantung
DO: pasien tampak sulit
bernafas. Penurunan curah jantung
TD : 130/80 mmHg
T : 36,8 °C
RR : 30 x /menit
Nadi : 80 x / menit

7. Diagnosa Keperawatan
1) Pola nafas tidak efektif
2) Nyeri
3) Intoleransi Aktivitas
4) Risiko penurunan curah jantung
8. Intervensi Keperawatan

23
Diagnosa Kriteria & hasil Intervensi
Pola nafas tidak Setelah dilakuan tindakan maka Nic :
efektif pola nafas membaik dengan  Posisikan pasien
berhubungan kriteria hasil : untuk
dengan bedungan - dispnea menurun memaksimalkan
vena sistemik dan - penggunaan otot bantu nafas ventilasi
mekanisme Menurun  Pasang mayo bila
kompensasi tubuh - kedalaman nafas membaik perlu
- pemanjangan fase ekspirasi  Lakukan
Menurun fisioterapi dada
jika perlu
 Keluarkan sekret
dengan batuk
atau suction
 Auskultasikan
suara nafas catat
adanya suara
tambahan
Noc :
 Monitor respirasi
dan status O2
 Bersihkan mulut
hidung dan
secret trakea
 Observasi adanya
tandatanda
lupoventilasi
 Monitor vvital
sign
 Anjurkan
bagaimana batuk
secara efektif
Nyeri berhubungan Menyatakan/menunjukan nyeri  Pertahankan
dengan berkurang hilang dengan istirahat selama
ketidakseimbangan kriteria episode nyeri
suplai oksigen dan  Klien mengungkpkn  Kji lokasi, durasi
peningkatan asam pengurangan nyeri penyebaran dan
laktat  Nampak relaks dan awitan gejala
menunjukan rasa baru
tenang  Berikan oksigen
sesuai indikasi
 Kaji dan catat
gambaran nyeri
 Berikan obat
sesuai indikasi
Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan  Observasi adanya
keperawatan pasien pembatasan klien
bertoleransi terhadap aktivitas dalam melakukan
dengan kriteria hasil aktivitas
 Berpartisipasi dalam  Kaji adanya
aktivitas fisik tanpa faktor yang

24
disertai peningkatan menyebabkan
tekanan darah, nadi kelelahan
dan RR  Bantu klien untuk
 Mampu melakukan mengidentifikasi
aktifitas sehari –hari aktivitas yang
 Keseimbangan aktivitas mampu
dan istirahat dilakukan
 Monitoring
respon fisik
emosi sosial dan
spiritual
 Bantu klien untuk
membuat jadwak
latihan diwaktu
luang
Risiko penurunan Penurunan curah jantung tidak  Anjurkan pasien
curah jantung terjadi setelah tindakan untuk memriksa
keperawatan TD/ warna kulit,
Kriteria hasil : kelemahan, suhu
 Berpastisipasi dalam dan pengsian
aktivitas yang kapiler
menurunkan TD/beban  Anjurkan
kerja jantung keluarga untuk
 Mengetahui dan memberikan
menerapkan diet lingkungan
makanan yang baik tenang terhadap
untuk penderita pasien
hipertensi  Edukasi pasien

9. implementasi dan evaluasi

Hari Diagnosa implementasi Evaluasi Paraf


tanggal mahasiswa
Pola nafas tidak  Posisikan pasien S: pasien
efektif berhubungan untuk mengatakaan sesak
dengan bedungan memaksimalkan saat ia
vena sistemik dan ventilasi beraktivitasmaupun
mekanisme  Pasang mayo bila saat beraktivitas
kompensasi tubuh perlu O:
 Lakukan Pasien tampak sulit
fisioterapi dada bernafas
jika perlu TTV
 Keluarkan sekret TD: 130/80 mmHg
dengan batuk T : 36,8
atau suction RR : 30 X/ menit
 Auskultasikan Nadi : 80x/menit
suara nafas catat A: Masalah belum
adanya suara teratasi
tambahan P: intervensi
dilanjutkan

25
Nyeri berhubungan  Pertahankan S:
dengan istirahat selama Pasien mengatakan
ketidakseimbangan episode nyeri bahwa dada
suplai oksigen dan  Kji lokasi, durasi sebelah kanan
peningkatan asam penyebaran dan terasa nyeri yang
laktat awitan gejala menjalar ke bahu
baru dan tangan kanan
 Berikan oksigen O:
sesuai indikasi Pasien tampak
 Kaji dan catat meringis
gambaran nyeri TTV
 Berikan obat TD: 130/80 mmHg
sesuai indikasi T : 36,8
RR : 30 X/ menit
Nadi : 80x/menit
A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
Intoleransi aktifitas  Observasi adanya S: pasien
pembatasan klien mengatakan sesak
dalam melakukan saat beraktivitas
aktivitas maupun istirahat
 Kaji adanya O : pasien tampak
faktor yang sulit dalam
menyebabkan meringis dan
kelelahan tampak slit
 Bantu klien untuk mengepalkan
mengidentifikasi tangan
aktivitas yang A: masalah belum
mampu teratasi
dilakukan P: intervensi
 Monitoring dilanjutkan
respon fisik
emosi sosial dan
spiritual
 Bantu klien untuk
membuat jadwak
latihan diwaktu
luang
Risiko penurunan  Anjurkan pasien S: pasien
curah jantung untuk memriksa mengatakan sesak
TD/ warna kulit, dan jantung terasa
kelemahan, suhu berdebar- debar
dan pengsian O: pasien tampak
kapiler sulit bernafas
 Anjurkan A: masalah belum
keluarga untuk teratasi
memberikan P: INTERVENSI
lingkungan DILANJUTKAN
tenang terhadap

26
pasien
 Edukasi pasien

Hari Diagnosa implementasi Evaluasi Paraf


tanggal mahasiswa
Pola nafas tidak  Posisikan pasien S: pasien
efektif berhubungan untuk mengatakaan sesak
dengan bedungan memaksimalkan saat ia
vena sistemik dan ventilasi beraktivitasmaupun
mekanisme  Pasang mayo bila saat beraktivitas
kompensasi tubuh perlu O:
 Lakukan Pasien tampak sulit
fisioterapi dada bernafas
jika perlu TTV
 Keluarkan sekret TD: 120/80 mmHg
dengan batuk T : 36,0
atau suction RR : 30 X/ menit
 Auskultasikan Nadi : 80x/menit
suara nafas catat A: Masalah sedikit
adanya suara teratasi
tambahan P: intervensi
dilanjutkan
Nyeri berhubungan  Pertahankan S:
dengan istirahat selama Pasien mengatakan
ketidakseimbangan episode nyeri bahwa dada
suplai oksigen dan  Kji lokasi, durasi sebelah kanan
peningkatan asam penyebaran dan terasa nyeri yang
laktat awitan gejala menjalar ke bahu
baru dan tangan kanan
 Berikan oksigen O:
sesuai indikasi Pasien tampak
 Kaji dan catat meringis
gambaran nyeri TTV
 Berikan obat TD: 120/80 mmHg
sesuai indikasi T : 36,0
RR : 30 X/ menit
Nadi : 80x/menit
A: masalah sedikit
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
Intoleransi aktifitas  Observasi adanya S: pasien
pembatasan klien mengatakan sesak
dalam melakukan saat beraktivitas
aktivitas maupun istirahat
 Kaji adanya O : pasien tampak
faktor yang sulit dalam
menyebabkan meringis dan
kelelahan tampak slit
 Bantu klien untuk mengepalkan

27
mengidentifikasi tangan
aktivitas yang A: masalah sedikit
mampu teratasi
dilakukan P: intervensi
 Monitoring dilanjutkan
respon fisik
emosi sosial dan
spiritual
 Bantu klien untuk
membuat jadwak
latihan diwaktu
luang
Risiko penurunan  Anjurkan pasien S: pasien
curah jantung untuk memriksa mengatakan sesak
TD/ warna kulit, dan jantung terasa
kelemahan, suhu berdebar- debar
dan pengsian O: pasien tampak
kapiler sulit bernafas
 Anjurkan A: masalah sedikit
keluarga untuk teratasi
memberikan P: INTERVENSI
lingkungan DILANJUTKAN
tenang terhadap
pasien
 Edukasi pasien

Hari Diagnosa implementasi Evaluasi Paraf


tanggal mahasiswa
Pola nafas tidak  Posisikan pasien S: pasien
efektif berhubungan untuk mengatakaan sesak
dengan bedungan memaksimalkan saat ia
vena sistemik dan ventilasi beraktivitasmaupun
mekanisme  Pasang mayo bila saat beraktivitas
kompensasi tubuh perlu O:
 Lakukan Pasien tampak sulit
fisioterapi dada bernafas
jika perlu TTV
 Keluarkan sekret TD: 130/80 mmHg
dengan batuk T : 36,8
atau suction RR : 30 X/ menit
 Auskultasikan Nadi : 80x/menit
suara nafas catat A: Masalah belum
adanya suara teratasi
tambahan P: intervensi
dilanjutkan
Nyeri berhubungan  Pertahankan S:
dengan istirahat selama Pasien mengatakan
ketidakseimbangan episode nyeri bahwa dada

28
suplai oksigen dan  Kji lokasi, durasi sebelah kanan
peningkatan asam penyebaran dan terasa nyeri yang
laktat awitan gejala menjalar ke bahu
baru dan tangan kanan
 Berikan oksigen O:
sesuai indikasi Pasien tampak
 Kaji dan catat meringis
gambaran nyeri TTV
 Berikan obat TD: 130/80 mmHg
sesuai indikasi T : 36,8
RR : 30 X/ menit
Nadi : 80x/menit
A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
Intoleransi aktifitas  Observasi adanya S: pasien
pembatasan klien mengatakan sesak
dalam melakukan saat beraktivitas
aktivitas maupun istirahat
 Kaji adanya O : pasien tampak
faktor yang sulit dalam
menyebabkan meringis dan
kelelahan tampak slit
 Bantu klien untuk mengepalkan
mengidentifikasi tangan
aktivitas yang A: masalah belum
mampu teratasi
dilakukan P: intervensi
 Monitoring dilanjutkan
respon fisik
emosi sosial dan
spiritual
 Bantu klien untuk
membuat jadwak
latihan diwaktu
luang
Risiko penurunan  Anjurkan pasien S: pasien
curah jantung untuk memriksa mengatakan sesak
TD/ warna kulit, dan jantung terasa
kelemahan, suhu berdebar- debar
dan pengsian O: pasien tampak
kapiler sulit bernafas
 Anjurkan A: masalah belum
keluarga untuk teratasi
memberikan P: INTERVENSI
lingkungan DILANJUTKAN
tenang terhadap
pasien
 Edukasi pasien

29
30
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Acute coronary syndrome adalah istilah untuk tanda-tanda klinis dan gejala
iskemia miokard: angina stabil, non-ST segmen elevasi miokard infark, dan elevasi ST-
segmen infark miokard. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan satu dari tiga penyakit
pembuluh darah arteri koroner, yaitu: ST- Elevasi infark miokard (30%), Non ST-
Elevation infark miokard (25%) dan Angina Pectoris tidak stabil (25%).
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen miokardium. Bila kebutuhan oksigen miokardium meningkat t, maka
suplai oksigen juga harus meningkat. Peningkatan kebutuhan oksigen terjadi pada:
takikardia, peningkatan kontarktilitas miokard, hipertensi, hipertrofi, dan dilatasi
ventrikel. Untuk meningkatkan siplai oksigen dalam jumlah yang memadai aliran
pembuluh koroner harus ditingkatkan.
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan, atau
kelainan pembuluh darah arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembukuh
darah tersebut dapat mrnghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai
dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah dapat
hilang. Hal ini dapat merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir dengan
kematian .

B. Saran
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien acute lung oedema ec artery coronary
syndrome dengan evidance based terapi footbath and akupressure untuk mencegah
konstipasi yang dapat menjadi salah satu referensi tambahan dalam penatalaksanaan non
farmakologis untuk mengurangi konstipasi.

DAFTAR PUSTAKA

31
Corwin elizabeth j. Buku saku pathofisiologi, edisi 3, alih bahasa Nike Budi subekti, Egi
Komara Yuda, Jakarta: EGC,2009

Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT.Elex Media
Komputindo.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa. EGC : Jakarta

Antman EM et al. ACC/AHA 2004 guidelines for the management of patients with ST-
Elevation Myocardial Infarction. J Am Col Cardiol. 2004; 44: e1-e211.

Bax J, Betriu A, Blomstrom-Lundqvist C, Crea F, Falk V, Fillipatos G, et al. The Task Force
on the Management of St- segment elevation acute myocardial infarction of the
European Society of Cardiology. ESC guideline for Management of Acute myocardial
infarction in patients presenting persistent ST-segmen elevation. Eur Heart J. 2008;
29: 2909-45.

Baltzar, R.F ( 2013) basic and bedside electrocardiography. Baltimore,MD : lippincott


williams & wilkins

Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 1997, EGC Jakarta

LINK PRESENTASI KELOMPOK 2

32
https://youtu.be/cCQtMQ0u0NM

33

Anda mungkin juga menyukai