Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KIMIA KLINIK II

PEMERIKSAAN ENZIM JANTUNG

OLEH:
LILIS NUR LIANA
AK. 21030

PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK BINAHUSADA KENDARI
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “ Pemeriksaan Enzim
Jantung” tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Klinik II.
Tujuan disusunya makalah ini agar pembaca dapat memperluas ilmu dan
pengetahuan tentang”Pemeriksaan Enzim Jantung”. Ucapan terimakasih saya
haturkan kepada Dosen pengampu Ibu Susanti S.ST.,M.Kes dan teman-teman
sekalian, terutama pertolongan Allah SWT yang memberikan kami kesehatan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun, agar penulis dapat menyusun makalah lebih baik
lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada khususnya
dan masyarakat umum.

Kendari, 14 November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................3
C. Tujuan............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................4
A. Pengertian Enzim..........................................................................5
B. Pemeriksaan Enzim Jantung......................................................7
C. Spesimen........................................................................................12
D. Masalah Klinis..............................................................................13
BAB III PENUTUP.........................................................................................16
A. Kesimpulan....................................................................................17
B. Saran..............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit Jantung Koroner (PJK) ini menjadi salah satu penyebab utama
kematian di negara-negara maju, jumlah penderita penyakit ini tiap tahun semakin
meningkat, data WHO menyebutkan bahwa 17,3 juta orang diperkirakan
meninggal karena kardiovaskular pada tahun 2008, mewakili 30% dari semua
kematian global. Dari data kematian tersebut, diperkirakan 7,3 juta yang
disebabkan oleh penyakit jantung koroner (Wahyuni dan Prijodiprojo, 2013) dan
17,5 juta orang meninggal karena kardiovaskular pada tahun 2012, mewakili 31%
dari semua kematian global. Dari kematian tersebut, diperkirakan 7,4 juta yang
disebabkan oleh penyakit jantung koroner dan 6,7 disebabkan oleh stroke
(www.who.int). Penyebabnya adalah terjadinya hambatan aliran darah pada arteri
koroner yang mensuplai darah ke otot jantung. Salah satu hambatan berupa plak,
dan prosesnya memakan waktu yang amat panjang, bahkan dapat bertahun-tahun,
mungkin dimulai sejak masa muda yang seringkali memuncak menjadi serangan
jantung atau operasi pintas koroner (Za'iim, 2009).
Penyebab timbulnya penyakit jantung koroner tidak lepas dari gaya hidup
yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup.
Diketahui dari para ahli bahwa faktor-faktor pemicu serangan jantung antara lain
yaitu kebiasaan merokok, alkohol, tekanan darah tinggi, diabetes, riwayat
keturunan penyakit jantung koroner, usia lebih dari 40 tahun, obesitas, kurang
aktivitas, jenis kelamin dan stres. Gejalanya juga dijadikan penyebab penyakit
jantung koroner diantaranya yaitu nyeri dada, sesak nafas, jantung berdebar-debar.
keringat dingin, mual, pusing, pingsan, muntah, batuk-batuk, dan lemas (Wahyuni
dan Prijodiprojo, 2013).
Sindrom Koroner Akut (SKA) menjadi penyebab utama kematian jantung
mendadak. Penyakit ini merupakan manifestasi akut dari pjk yang merupakan
keadaan gawat darurat akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen

iv
miokardium dan aliran darah. Sindrom Koroner Akut (SKA) terdiri dari infrak
miokard akut disertai elevasi segmen ST (STEMI), infrak miokard akut tanpa
elevasi segmen ST (NSTEMI), dan angina pektoris tak stabil (APTS) (Koes
Irianto.. Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta 2012). Walaupun presentasi
klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan patofisiologi (Libby, 1995). Jika
enzim jantung meningkat tetapi elevasi ST tidak ada disebut NSTEMI dan jika
enzim jantung normal dan elevasi ST tidak ada disebut APTS, dan jika enzim
jantung dan elevasi ST meningkat disebut STEMI.
Pada RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru, untuk mendeteksi penyakit jantung
koronner masih dilakukan secara mannal oleh para dokter, yakni pertama dengan
anamnesis (pemeriksaan yang dilakukan langsung antara seorang dokter dengan
pasien untuk mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya) seperti
umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga, riwayat jantung, riwayat
diabetes mellitus (DM), riwayat hipertensi (HT), riwayat kolesterol, dan obesitas.
Kemudian dengan cara dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan
tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, kadar kolesterol, kadar HDL.
(High Density Lipoprotein), kadar LDL (Lone Density Lipoprotein), kadar
trigliserida, dan glukosa. Selanjutnya pemeriksaan pasien dilakukan dengan
pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) untuk melihat gambaran listrik jantung
apakah ditemukan olevasi segmen T atau tidak. Lalu kemudian dilakukan
pemeriksaan enzim jantung untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan pada
jantung atau nemal. Dari anamnesis, hasil laboratorium, EKG, dan pengukuran
enzim jantung seorang dokter dapat mengambil saata kesimpulan atau keputusan
apakah pasien tersebut terkena penyakit jantung koroner dengan kelas
(APTS)/Unsable Angina, NSTEMI dan STEME.
Enzim jantung adalah sejenis protein yang diproduksi oleh jantung untuk
membantu kerja organ ini. Pada kondisi normal, jumlah enzim jantung dalam
darah tidaklah banyak. Namun pada orang yang mengalami penyakit jantung
seperti serangan jantung, kadar enzim jantung seperti troponin I (TnI), troponin T
(TnT) dan creatin kinase (CK) akan terdekteksi meningkat. Pemeriksaan Enzim
Jantung Pemeriksaan enzim jantung dilakukan dengan pengambilan

v
darah.Pemeriksaan enzim jantung juga sekaligus bisa melihat kondisi kadar gula
darah.
Diagnosis infark miokard akut (acute myocardial infarct) harus ditegakkan
secara cepat dan tepat, karena penyakit ini merupakan kondisi mengancam jiwa.
Dugaan infark miokard akut harus telah dipikirkan saat pasien datang dengan
keluhan nyeri dada kiri yang tidak hilang dengan istirahat. Diagnosis kemudian
dikonfirmasi dengan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan laboratorium
enzim jantung.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka dapat
diambil suatu rumusan masalah yaitu apa yang diketahui dengan enzim jantung
serta bagaimana pemeriksaannya?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu enzim
jantung serta bagaiaman cara pemeriksaanya.

vi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Enzim
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai
katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi)
dalam suatu reaksi kimia organik. Enzim bekerja dengan cara bereaksi
dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat
melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi
lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia
dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama.
Pasar global untuk enzim dalam bidang pengobatan telah
diperkirakan sebesar 6 miliar pada 2010 dan diperkirakan akan terus
tumbuh dengan peningkatan tahunan sebesar 1,9%, mencapai $ 7,2 miliar
pada 2015 (laporan BCC Research Juni 2011) Pemanfaatan enzim untuk
alat diagnosis socora garis besar dibagi dalam tiga kelompok
a. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan
b. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis
c. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia
1. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan
Penggunaan enzim sebagai petanda dan kerusakan suatu jaringan
mengikuti prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel
seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam jumlah yang
signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang
berada dicairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang
mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan
ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap.
Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam
jumlah lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan
yang bermakna signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian

vii
(yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara
besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal
seperti kemacunan bahan kimia yang merusak tatanan lipid bilayer),
kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus) berkurangnya
aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan
enzim-enzimnya, atau terjadi perubahan komponen membrane
sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-sel tubuh dan sel-
sel asing. dan akhirnya menyerang sel tubuh penyakit autoimun) dan
mengakibatkan kebocoran membrane. secara kimia, mampu digunakan
untuk mengukur kadar senyawa yang jumlahnya. sangat sedikit, serta
praktis karena kemudahan dan ketepatannyadalam mengukur
Unicase yang berasal dari jamur Candida nilisan hakeri
Arthobacter globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.
Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan
jaringan adalah sebagai berikut:
Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga
mencapai seratus kali lipat (normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan
adanya infeksi virus hepatitis peningkatan sampai dua puluh kali dapat
terjadi pada penyakit mononucleosisinfeksiosa, sedangkan peningkatan
pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.
2. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis
Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan
untuk mencari petanda (marker) suatu senyawa. Dengan
memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petandayang dicari
dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan
enzim sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan
sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara
kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang
jumlahnya. sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan
ketepatannyadalam mengukur.

viii
Unicase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakeri
Arthobacter globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.
3. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensin
Sebagai petanda pembantu dan reagensia, enzim bekerja dengan
memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang
dilacak Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat
yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak semua
senyawa memiliki enzimnya. terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh
karena itu, pengenalan terhadap substrat dilakukan oleh antibodi
Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam memperlihatkan
keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh penggunaannya
adalah sebagai berikut:
Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno
Sorbant Assay), antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu
antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat
senyawa yang sama. Kompleks antibodi senyawa-antibodi ini lalu
direaksikan dengan substrat enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang
tidak dapat diperoleh dengan cara imunosupresi biasa. Zat berwarna ini
dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa yang direakaikan.
Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase,
fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase galaktosidase, dan asetil
kolin transferase
Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test),
molekul kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di
situs katalitiknya, menyebabkanantibodi tidak dapat berikatan dengan
molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan
dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-
fosfat dehidrogenase.
Enzim CKMB adalah isoenzim Creatine Kinase (CK) yang
terdapat pada herbagai jaringan terutama miokardium dan +20% pada
skeletal Kenaikan aktivitas CKMB dapat mencerminkan kerusakan

ix
miokardium. Enzim CKMB diperiksa dengan cara enzymatic
immunoassay with serum start dengan nilai normal 24 U/L.
Infark Miokard Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis
miokardium yang disebabkan tidak adekuatnya pasokan darah akibat
sumbatan akut pada arteri. arteri koroner yang kemudian diikuti oleh
terjadinya trombopsis, vasokonstriksi dan reaksi inflamasi. Kadang-
kadang sumbatin akut ini dapat pula disebabkan oleh spasme arteri
koroner, emboli atau vaskulitis (Arif muttaqin, 2009)
Myocardial Infark adalah kematian jaringan otot myokard.
Myokard infark merupakan sumbatan total pada arteri koronaria.
Sumbatan ini mungkin kecil dan focal atan besar dan difus. Pembuluh
yang sering terkana adalah koronaris kiri, percabangan anterior kiri
dan arters circumflek (faqih rubyanudin 2007).
B. Pemeriksaan Enzim Jantung
Pemeriksaan enzim jantung akan mengukur jumlah enzim
(biomaker) di dalam darah dan dilakukan untuk mendiagnosis penyakit
jantung maupun gangguan lain yang mungkin terjadi. Beberapa jenis
enzim jantung yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit antara lain:
1. Troponin
Troponin adalah enzim jantung yang paling sering
dijadikan sebagai patokan untuk mendiagnosis penyakit
jantung sebab enzim ini lah yang paling sensitif dibanding
enzim lainnya. Saat seseorang mengalami serangan jantung, tak
perlu waktu lama hingga troponin masuk ke aliran darah, yaitu
sekitar 3-4 jam. Enzim ini juga akan bertahan di aliran darah
paling lama setelah serangan jantung terjadi, meski enzim-
enzim yang lain kadarnya sudah kembali normal.
Pada pemeriksaan enzim jantung, ada dua jenis troponin
yang akan dilihat nilainya, yaitu Troponin T dan Troponin I.
Troponin T merupakan enzim jantung utama yang akan
membantu dokter mengetahui bahwa jantung sedang

x
mengalami stres atau tekanan berlebih dan otot jantung tidak
mendapatkan cukup oksigen.
2. Kreatinin Kinase
Kreatin kinase (Creatinine kinase atau CK) dan CK-MB,
yang merupakan protein dari jaringan jantung dan otot rangka.
Protein ini meningkat 3-6 jam setelah kerusakan jantung dan
mencapai puncak pada 18-24 jam pada CK dan 12-14 jam pada
CK-MB.
Saat Anda mengalami serangan jantung, kadar kreatin
kinase dapat meningkat hingga dua kali lipat dalam darah.
Meski begitu, peningkatan kadar kreatin kinase tidaklah
spesifik menandakan adanya gangguan jantung. Jumlahnya
juga dapat meningkat apabila ada penyakit lain yang diderita
pasien. Sebaliknya, CK-MB bisa menjadi patokan yang lebih
sensitif untuk mendeteksi serangan jantung dibanding CK.
Kekurangannya, kadar CK-MB akan cepat kembali turun ke
kadar semula satu atau dua hari setelah serangan terjadi.
3. Myoglobin
Myoglobin, yang merupakan protein dari jaringan jantung
dan sel otot lainnya. Myoglobin meningkat 2-3 jam setelah
terjadi kerusakan pada jantung, dan mencapai puncak pada 8-
12 jam.
Adapun Untuk Pemeriksaanya yaitu:
1. Creatine Kinase sebagai Diagnosis Infract Miokardial
CK-MB menjadi suatu alat yang penting dalam
mengevaluasi muutu Intrack Miokardial dan sindromia
koroner akut. CK-MB adalah dari 3 isoenzim dimerik
yang terdiri dari aktivitas total CK. Seluruh sitoplasmik
CK disusun oleh sub unit M dan/atau B yang saling
berhubungan membentuk isoenzim CK-MM. CK-MB,
dan CK-BB CK-MM sebagian besar berada di otot

xi
lurik, keduanya yaitu pada otot skelet dan miokard. CK-
MB adalah bentuk jaringan dan awalnya dilepaskan oleh
miokardium setelah MI. Kemudian berubah di serum
menjadi isoform CK-MBI Hal ini terjadi negera setelah
gejala terjadi. Pada pasien yang memiliki penyakit
jantung. sebagai contoh: jantung kommer, infark
minkand, sterosis aona, penyakit pembuluh darah
koroner (CAD), atau keduanya, isoenzim CK-MB
sekitar 20% lebih dari total CK di dalam jaringan,
dimana kandungan CK-MB hanya 0-3 dari total CK di
otot skeletal. Hal ini patut diperhatikan bahwa pada
individu normal memiliki presentase CK-MB yang lebih
rendah sekitar 1,1 %. "Total CK" mengenai aktivitas
kumulatif pada isoenzim MM, MD, dan BB pada
sampel pasien.
Saat ini, CK-MB telah dianggap penanda biokimia
yang unggul pada trauma miokard, sebagai contoh telah
menjadi dasar perbandingan penanda lainnya. Meskipun
CK-MB memiliki nilai diagnostik yang spesifik untuk
trauma miokard, otot skeletal memiliki keduanya yaitu
aktivitas total CK yang tinggi per gramnya dan mungkin
memiliki lebih dari 3 % CK-MB. Potensial yang non
spesifik ini, terjadi pada sebagian pasien dengan trauma
otot skeletal dan otot miokard secara bersamaan.
Pemaparan saat ini menunjukkan bahwa hubungan
CK-MB dan miokard ditetapkan dengan nilai
terendahnya 2% dan tingginya 5% hergantung pada
variabilitas keduanya, dalam terminologi sebagai
numerator dan denominator pada index relative.
Karakteristik peningkatan dan penurunan CK-MB pada
pengukuran secara serial merupakan patognomonis

xii
untuk mendiagnosis Infract Miokardial (IM).
Peningkatan pertama CK-MB setelah IM membutuhkan
3-4 jam setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-
kira 65 jam pasca infark CKMB maxe dilaporkan pada
50% diagnosis IM setelah 3 jam pasca onset dan lebih
dari 90% setelah 6 jam. Untuk diagnosis dengan
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, sampel serial
dibutuhkan selama periode 8-12 jam.
Sensitivitas CK-MB sangat baik (hampir 100%)
dengan spesifisitas agak rendah. CKMB, sensim dari
CPK, memiliki tingkat spesifisitas yang lebih tinggi dari
CPK. Peningkatan CK-MB isoenzim dapat menandakan
terjadinya kerusakan otot jantung CK-MB juga dapat
meninggi pada kasus-kasus bukan MCI atau non-
coronary obstructive myocardial necrosis, seperti
peradangan, trauma. degenerasi

CKMB sebagai standard emas diagnosis IMA


mempunyai keterbatasan, yaitu tidak kardiospesifik,
dapat meningkat pada trauma otot, tidak cukup sensitil
untuk memprediksi IMA pada 0-4 jam setelah nyeri
dada dan tidak mendeteksi jejas pada pasien dengan
onset infark yang lama. Adanya nekrosia miokard yang
kocil tidak terdeteksi pada EKG maupun oleh CK-MB
dan menunjukkan risiko tinggi IMA dan kematian
mendadak jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Tes CK-MB
Tes CKMB dilakukan untuk mendeteksi peradangan
otot (micositis) atan kerusakan otot seri dan atau untuk
mendiagnosa rhabdomyolysis jika seseorang memiliki
tanda-tanda dan gejala, seperti kelemahan otot, nyeri

xiii
otol. dan urin gelap. Urine mungkin gelap karena
adanya mioglobin, zat lain yang dirilis oleh otot-otot
yang rusak yang dapat merusak ginjal. CK dapat diatur
dengan sendirinya atau bersama dengan tes kimia darah
lainnya seperti elektrolit BUN atau kreatinin (untuk
mengevaluasi fungsi ginjal). Jika kadar CK tinggi dun
lokasi kerusakan otot tidak jelas, maka seorang praktisi
kesehatan dapat menggunakan isoenzim CK atau CK-
MB sebagai tes tindak lanjut, untuk membedakan antara
tiga jenis (isoenzim) CK: CK-MB (ditemukan terutama
di utot jantung), CK-MM (ditemukan terutama di oot
rangka), dan CK-BB (ditemukan terutama di otak,
dalam damh, fenutama dan otot-otot halus, termasuk di
usus, rahim atau plasenta )
Tes CKPM dapat dilakukan dengan metode Kunia
Klinik. Prinsip dari tes CKMB ini merupakan
penggunaan reagen kimia untuk penentuan kuantitatif
isoenzim creatine kinase-MB dalam serum dan plasma
manusia dengan Beckman Coulter AU analisis. Daftar
lengkap parameter uji dan prosedur operasional dapat
ditemukan di Panduan Pengguna sesuai dengan analisa.
Sub unit CK-MM dihambat oleh antibodi spesifik dan
hanya aktivitas sub unit CK-MB yang setara dengan
setengah aktivitas iso enzim MB yang diperiksa dengan
cara kinetik enzimatik. Creatin phosphat dan ADP
dengan adanaya enzim croutin kinase akan berubah
menjadi creatin dan ATP, dimana ATP ini bersama
glukosa oleh enzim heksokinase diubah menjadi
glukosa-6- phosphat dan ADP Glukosa-6-fosfin
teroksidusi oleh aksi dari enzim dehidrogenase glukosa-
6-sfat (G6PDH) dengan pengurangan simultan dan

xiv
koenzim nikotinamida adenin dinukleotida fosfat
(NADP) untuk memberikan. NADPH dan 6-
fosfoglukonat. Tingkat kenailam absorbansi pada 140
660 mm karena pembentukan NADPH berbanding lurus
dengan aktivitas CK-MB dalam sampel Nilai Normal:
24 U/L.
C. Spesimen
Spesimen yang digunakan untuk uji CK dan CK-MB adalah serum
atau plasma heparin dari darah vena. Pengambilan darah untuk uji CK
dan CK-MB sebaiknya dilakukan sebelum dilakukan injeksi intr
muscular (IM) Sampel serum atau plasma harus bebas dari hemoliais
(untuk mencegah pencemaran oleh adenila kinase) dan disimpan dalam
keadaan beku apabila tidak langsung diperiksa Senim atau plasma dapat
digunakan untuk imunoassay CK-MB antigen stabil pada subu kamar
selama beberap jam sampai beberapa hari, walaupun unlisis harus segera
dilakukan untuk menghasilkan informasi yang signifikan secara klinis.
Nilai Rujukan
DEWASA
-Pria: 5-35 pg/ml. 30 180 IU/1, 55-170 11 pada suhu 370C (satuan
SI)
-Wanita 5-25 pg/ml, 25 150 130 135 Ul pada sahm 376C (satuan
S1)
ANAK
-Neonatus: 65 580 IU poda suhu 300C,
-Anak laki-laki: 0-70 ILI pada suhu 30oC.
-Anak perempuan 0-50 IU/1 pada suhu 306C
Catatan: nilai rujukan tergantung metode yang digunakan,
konsultasikan dengan laboratorium yang bersangkutan
D. Masalah Klinis
Keadaan yang mempengaruhi peningkatan kadar kreatin kinase

xv
 Peningkatan Besar (Lebih dari 5 kali Normal): Distrofi otot
Duchenne, polimiestis, dermatomositis, infark miokardium
akut (IMA).
 Peningkatan Ringan-Sedang (2-4 kali Normal): Intirk
miokardium akut (IMA), cedera iskemik hemat olah raga
bemt. turuma, cedera serebrovaskuler (CVA), tindakan
bedah: delirium tremens, miopatik alkoholik: infark paric
edema paru (beberapa pasien) hipotiroidisme; psikosis
agitatif akut Pengaruh obat Injeksi IM. deksametason
(Decadron), furosemid (lasix), aspirin (dosis tinggi),
ampisilin, karbenisilin, klofibrat.
CK isoenzim
 CK-MM Distrofi muskular, delirium tremens, cedera
trauma remuk, status bedah dan pasca bedah, aktifitas berat,
injeksi IM, hipokalemia, hemofilia hipotiroidisme.
 CK-MB Infark miokardium akut, angina pektoris berat,
bedah jantung. iskemia jantung, miokarditis, hipokalemia,
defibrilasi jantung.
 CK-BB CVA. perdarahan subaraknoid, kanker pada otak,
cedera otak akut. sindrom Reye, embolisme dan infark paru,
kejang

xvi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keadaan yang mempengaruhi peningkatan kadar kreatin kinase
 Peningkatan Besar (Lebih dari 5 kali Normal): Distrofi otot Duchenne,
polimiestis, dermatomositis, infark miokardium akut (IMA).
 Peningkatan Ringan-Sedang (2-4 kali Normal): Intirk miokardium akut
(IMA), cedera iskemik hemat olah raga bemt. turuma, cedera
serebrovaskuler (CVA), tindakan bedah: delirium tremens, miopatik
alkoholik: infark paric edema paru (beberapa pasien) hipotiroidisme;
psikosis agitatif akut Pengaruh obat Injeksi IM. deksametason
(Decadron), furosemid (lasix), aspirin (dosis tinggi), ampisilin,
karbenisilin, klofibrat.
CK isoenzim
CK-MM Distrofi muskular, delirium tremens, cedera trauma remuk, status
bedah dan pasca bedah, aktifitas berat, injeksi IM, hipokalemia, hemofilia
hipotiroidisme.
 CK-MB Infark miokardium akut, angina pektoris berat, bedah jantung.
iskemia jantung, miokarditis, hipokalemia, defibrilasi jantung.
 CK-BB CVA. perdarahan subaraknoid, kanker pada otak, cedera otak
akut. sindrom Reye, embolisme dan infark paru, kejang.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempuma,
oleh sebab itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi

xvii
kesempurnaan makalah ini akan penulis terima dengan senang hati.
semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan mahasiswa/i UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Beckman Coulter, CREATINE KINASE-MB (CK-MB), Inc., 250 S. Kraemer
Blvd. Brea, CA 92821, USA
Djanggan Sargowo, PENANDA BIOKIMIA PADA SINDROMA KORONER
AKUT, Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Brawijay, Malang,
2008.
Ooi DS, Isotalo PA, Veinot JP. Correlation of antemortem serum creatine kinase.
creatine kinase-MB, troponin I, and troponin Twith cardiac
pathology. Clin Chem 40:338-44.
Rendi Dwi Prasetyo, Masrul Syafri, Efrida, 2014, Gambaran Kadar Troponin T
dan Creatinin Kinase Myocardial Bund pada Infark Miokard Akut.
Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.
Samsu N, Sargowo D. Sensitivitas dan spesitifitas toponin I dan T pada diagnosis
infark miokard akut. Bagian penyakit dalam Universitas
Brawijaya. Majalah Kedokteran Indonesia. 2007;57(10):363-72
TEIXEIRA. A. M.: BORGES, G. F. Creatine kinase: structure and function.
Brazilian Journal of Biomotricity. v. 6, n. 2, p. 53-65, 2012.
The best biochemical markers of myocardial infarction (review). Diunduh dari
http://scripplabs.com/pdf/1996summer.pdf
Tholen DW, Linnet K. Kondratovich M, Ambruster DA, Garrett PE, Jones RL, et
al. Protocols for determination of limits of detection and limits of
quantitation; approved guideline. NCCLS Document EP17-A.
NCCLS, Pennsylvania, USA, 2004.
Wijaya A Parameter biokimiawi untuk sindroma koroner akut. Forum
Diagnosticum-Prodia Diagnostics Educational Services 2000:2

xviii
http://www.wikipedia.com diakses pada Jumat, 20 Desember 2014

xix

Anda mungkin juga menyukai