Anda di halaman 1dari 68

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

“Asuhan Keperawatan pada Bayi/anak dengan gangguan sistem vaskuler”

“Atrial Septal Defect (ASD), Venticicular Septal Defect (VSD), Paten Duktus
Arteriosus (PDA), Tetralogi Fallot (TF), dan jantung reumatik (PJR)/ Rheumatic
Heart Disease (RHD) ”

Dosen Pengajar

Dosen Pengajar

Hj. Indra rahmad, SST. M. Pd

KELOMPOK 13 - 14

Anggota

YUYUN AGUSTINA

NURHASANAH FEBRIYANTI

PIPIT PUTRI HANDAYANI

SAHRUL RAMADHAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

TAHUN 2019

iii
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyusun makalah ini. Kami menyadari bahwa ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dan
sebagai umpan balik yang positif demi perbaikan dimasa mendatang. Harapan kami semoga
makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu
keperawatan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan kami berharap agar makalah ini bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bima, april 2019

Kelompok 13-14

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI.................................................................................................................................... v

BAB I ............................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

1.1 latar belakang ........................................................................................................................ 1

1.2 Tujuan .................................................................................................................................. 2

b. Tujuan Khusus ............................................................................................................................ 2

BAB II.............................................................................................................................................. 4

TINJAUAN TEORI ........................................................................................................................ 4

2.1 Konsep Dasar Penyakit Atrial Septal Defek (ASD) .................................................................. 4

2.2 konsep dasar penyakit ventrikuler septal defek (VSD) 2.2.1 pengertian ................................... 11

2.3 konsep dasar Penyakit Patent Duktus Arterious (PDA) ........................................................... 19

2.4 konsep dasar penyakit Tetralogi Fallot (TF)........................................................................... 25

BAB III .......................................................................................................................................... 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA JANTUNG KONGENITAL .................................................. 33

PENGKAJIAN ......................................................................................................................... 33

Diagnosa Keperewatan .............................................................................................................. 37

Rencana Intervensi .................................................................................................................... 38

Evaluasi ................................................................................................................................... 45

BAB IV .......................................................................................................................................... 64

PENUTUP ................................................................................................................................... 64

4.1 KESIMPULAN ................................................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... Error! Bookmark not defined.

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Kardiovaskular merupakan sistem yang memilikikhusus dalam proses


embriologi, khususnya dalam penerimaan pengaturan makanan dan oksigen.
Pembuluh darah berasal dari bahan mesoderm saat embrio berusia 3 minggu. Pada
saat awal, terbentuk empat ruangan yang membentuk seperti tuba tunggal yang
akhirnya berpisah. Hal ini untuk memisahkan darah oksigenasi serta yang keluar
dari paru-paru dan sirkulasi tubuh. Kemudian pada akhir bulan kedua, ventrikel
telah terpisah dan dua atrium juga secara parsial. Keadaan ini tetap hingga setelah
lahir dan pada saat di dalam uterus darah secara bebas (mengingat paru belum
berfungsi secara maksimal) yakni semua darah masuk ke jantung embrio melalui
atrium kanan ke dalam vena kava superior dan inferior. Adanya pembukaan dua
atrium dapat memungkinkan separuh darah menyilang ke sisi kiri dan kemungkinan
fungsi pompa jantung di bagi di antara ventrikel. Kemudian berangsur-angsur terjadi
perubahan seiring dengan perkembanganya arkus aorta, suatu arkus tunggal yang
hingga dewasa tetap menjadi aorta dana arkus yang terakhir menjadi aorta
pulmonalis.

Penyakit jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang terjadi akibat


kelainan dalam perkembangan jantung dan pembuluh darah, sehingga dapat
mengganggu dalam fungsi jantung dan sirkulasi darah jantung atau yang dapat
mengakibatkan sianosis dan asianosis. Penyakit jantung kongenital secara umum
terdiri atas dua kelompok yakni sianosis dan asianosis. Pada kelompok sianosis tidak
terjadi percampuran darah yang teroksigenasi dalam sirkulasi sistemik dan pada
yang asianosis terjadi percampuran sirkulasi pulmoner dan sistemik. Secara umum
penyakit jantung sianotik seperti tetralofifallot dan penyakit jantung nonsianotik
seperti cacat sekat ventrikel (ventrikel septal defect-VSD),cacat sekat atrium (atrium
septal defect-ASD),patent ductus arteriosus (PDA),stenosis aorta, stenosis pulmonal,
dan koartasio aorta. Di bawah ini beberapa macam kelainan jantung bawaan yang
sering di jumpai pada anak

1
Penyakit jantung congenital atau penyakit jantung bawaan (pjb) terjadi pada
sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup.Insiden lebih tinggi pada yang lahir mati (2%),
abortus (10-25%), dan bayi premature (sekitar 2% termasuk defek sekat ventrikel),
tetapi tidak termasuk duktus anteriosus paten sementara (PDA). Insiden menyeluruh
ini tidak termasuk prolaps katup mitral, PDA pada bayi premature dan katup aorta
bicuspid (ada sekitar 0,9% seri dewasa). Pada bayi-bayi dengan defek jantung
congenital, ada spectrum keparahan yang lebar, sekitar 2-3 dari 1000 bayi neonatus
total akan bergejala penyakit jantung pada usia 1 tahun pertama. Diagnosis
ditegakkan pada umur 1 minggu pada 40-50% penderita dengan penyakit jantung
congenital dan pada umur 1 bulan pada 50-60% penderita. Sejak pembedahan
paliatif atau korektif berkembang, jumlah anak yang hidup dengan penyakit jantung
kongenitalbertambah secara dramatis.

1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum

 Mahasiswa/i dapat memahami materi Kelainan Jantung Kongenital pada mata


kuliah Keperawatan Anak , diantaranya : Atrial Septal Defect (ASD),
Venticicular Septal Defect (VSD), Paten Duktus Arteriosus (PDA), dan
Tetralogi Fallot (TF) dan dapat mengaplikasiakan langsung dalam proses
keperawatan dalam pembelajaran ataupun saat praktek di lapangan.

b. Tujuan Khusus

 Mahasiswa mampu memahami Konsep Dasar Penyakit Atrial Septal Defect


(ASD), Venticicular Septal Defect (VSD), Paten Duktus Arteriosus (PDA),
dan Tetralogi Fallot (TF)
Mahasiswa mampu memahami Asuhan keperawatan pada pasien dengan Atrial
Septal Defect (ASD), Venticicular Septal Defect (VSD), Paten Duktus Arteriosus
(PDA), dan Tetralogi Fallot (TF)

2
1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumsan masalah dalam makalah ini adalah

1. Apa pengertian dari ASD, VSD, PDA dan TF

2. Apa etiologi dari ASD, VSD, PDA dan TF

3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit ASD, VSD, PDA dan TF

4. Apa manifestasi klinis dari ASD, VSD, PDA dan TF

5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari ASD, VSD, PDA dan TF

6. Apa pelaksanaan medis dan keperawatan dari penyakit ASD, VSD, PDA dan
TF

7. Bagaimana prognosis dan komplikasi dari penyakit ASD, VSD, PDA dan TF

1.4 Metode Penulisan

Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada makalah ini yaitu
dengan mencari sumber referensi baik dari buku sumber maupun internet dalam
menunjang penyusunan makalah ini

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Penyakit Atrial Septal Defek (ASD)

2.1.1 PENGERTIAN

Atrial Septal Defek (ASD) adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium
kiri dan kanan. (Sudigdo Sastroasmoro, kardiologi anak. 1994)

Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada
dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium
kanan). Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di septum
antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang lebih ringan
dibanding VSD

Berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu :

1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum,mungkin


disertai kelainankatup mitral.

2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.

3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan
Atrium Kanan.

2.1.2 ETIOLOGI

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:

4
1. Faktor Prenatal.

a. Ibu menderita infeksi Rubella

b. Ibu alkoholisme

c. Umur ibu lebih dari 40 tahun

d. Ibu menderita IDDM

e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu

2. Faktor genetic

a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB

b. Ayah atau ibu menderita PJB

c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down

d. Lahir dengan kelainan bawaan lain

2.1.3 patofisiologi

Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek
sekat ini. Aliran ini tidak deras
karena perbedaan tekanan pada
atrium kiri dan kanan tidak
begitu besar (tekanan pada
atrium kiri 6 mmHg sedang pada
atrium kanan 5 mmHg)

Adanya aliran darah

5
menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler
paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri
pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.

Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan
tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan
tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu
bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relative
katup pulmonal ).

Juga pada valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga
terjadi stenosis relative katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolic.

Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri


pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri
pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang
permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian
sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal,
sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium
kiri dan atrium kanan pada waktu systole.Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD
II.

Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang
mengandung oksigen dari Atrium Kiri
mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak
sebaliknya. Aliran yang melalui defek
tersebut merupakan suatu proses akibat
ukuran dan complain dari atrium
tersebut.Normalnya setelah bayi lahir
complain ventrikel kanan menjadi lebih besar
daripada ventrikelkiri yang menyebabkan
ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang.
Hal ini juga berakibat volume serta ukuran

6
atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus
menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang.
Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru
yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan
kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah
oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis

2.1.4 manifestasi klinis ASD

Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :

1. Sebagian besar bayi cenderung asimtomatik sampai masa anak-anak


awal dan defek menutup spontan pada usia 5 tahun.
2. Bila pirau cukup besar, pasien mengalami sesak, sering mengalami
infeksi paru, dan berat badan akan sedikit kurang. Jantung umumnya
normal atau hanya sedikit membesar dengan pulpsasi ventrikel kanan
teraba. Komponen aorta dan pulmonal bunyi jantung II terbelah lebar
(wide split) yang tidak berubah saat inspirasi maupun ekspirasi (fixed
split).
3. Pada defek sedang sampai besar bunyi jantung I mengeras dan
terdapat bising ejeksi sistoik. Selain itu terdapat bising diastolik di
daerah trikuspid akibat aliran darah yang berlebihan melalui katup
trikuspid pada fase pengisian cepat ventrikel kanan.

4. gejala-gejala bervariasi sesuai ukuran defek, letih dan dispnea pada


saat bergerak paling banyak ditemukan
5. peningkatan berat badan yang lambat dan infeksi pernapasan yang
sering dapat terjadi
6. murmur ejeksi sistolik dapat diauskultasi, biasanya paling jelas
terengar pada ruang interkosta ke dua
7. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
8. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat

7
2.2.5 Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah :

1. Foto toraks

Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP


menunjukkan atrium kanan yang menonjol dan dengan konus pulmonalis yang
menonjol.

2. Elektrokardiografi

Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum, blok bundle


kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis gelombang P
abnormal.

3. Ekokardiografi

Dengan mengunakan ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler berwarna


biasanya meneyatakan pembesaran sisi kanan jantung dan peningkatan sirkulasi pulmonal
dan dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel kanan,
keterlibatan katub mitral misalnya proplaps yang memang sering terjadi pada ASD.

4. Katerisasi jantung

Pemeriksaan ini digunakan untuk :

 Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan


 Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
 Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonal
 Evaluasi anomaly aliran vena pulmonalis
 Menunjukkan pemisahan septum atrium kanan dan peningkatan sirkulasi pulmonal

8
2.1.6 penatalaksanaan

a. penatalaksanaan medis

1) Pembedahan

Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli
bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Dengan terbuktinya defek sekat atrium
dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun,
penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus
memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat
adanya shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau
kedua, ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan
menutup secara spontan. Pembedahan penutupan defek dianjurkan pada saat anak
berusia 5-10 tahun. Prognosis sangat ditentukan oleh resistensi kapiler paru, dan bila
terjadi syndrome eisenmenger, umumnya menunjukkan prognosis buruk. ASD kecil
(diameter < 5 mm) karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik dan bahaya
endokarditis infeksi, tidak perlu dilakukan operasi. ASD besar (diameter > 5 mm s/d
beberapa centimeter), perlu tindaklan pembedahan. ASD I disertai celah katup mitral
dan trikuspidal operasi paling baik dilakukan umur antara 3-4 tahun. Apabila
ditemukan tanda-tanda hipertensi pulmonal, operasi dapat dilakukan pada masa
pemantauan elektrolit berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada
bayi dan anak.

2) Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.

Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang


digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan
terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata
yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava,
adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar

9
menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan
intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting pada penutupan
defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran
dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel
termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena
kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau
vena pulmonalis kanan dihindari.

Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan


dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan. Payung
dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal
payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat
melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan
payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung
dilepaskan. Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat dengan
profilaksi antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus
menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup
secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa
dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada
besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah
jantung terbuka.

3) Terapi intervensi non bedah

Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum
secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh
darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang
dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat nitinol yang
dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan
benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi
antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.

10
b. Penatalaksanaan Keperawatan
 Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi
jantung tambahan(murmur), edema tungkai, hepatomegali.
 Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
 Kaji adanya hipertermi pada ujung jari
 Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan

2.1.7 Prognosis dan Komplikasi

ASD sekundum ditoleransi dengan baik selama masa anak; gejala-gejala


biasanya tidak tampak sampai dekade ke-3 atau sesudahnya. Hipertensi pulmonal,
disretmia atrium, insufiensi trikuspidal atau mital, dan gagal jantung merupakan
manifestasi lamat; gejala-gejala ini mula-mula dapat tampak selama bertambahnya
beban volume kehamilan. Endokarditis infektif sangat jarang. Komplikasi pasca
bedah,seperti gagal jantung dan fibrasi atrium di kemudian hari, lebih pada penderita
yang dioperasi sesudah umur 20 tahun.

ASD sekundum biasanya sendirian, walaupun mereka dapat disertai dengan


anomali parsial muara vena pulmonalis, stenosis katup pulmonal, VSD, stenosis
cabang arteria pulmonal, dan vena cava superior kiri, serta prolaps dan insufiensi
katup mitral.

2.2 konsep dasar penyakit ventrikuler septal defek (VSD)

2.2.1 pengertian

VSD (ventrikuler Septal Defek) adalah suatu keadaan dimana ventrikel tidak
terbentuk secara sempurna sehingga pembukaan antara ventrikel kiri dan kanan
terganggu, akibat darah dari bilik kiri mengalir kebilik kanan pada saat systole.
(Ngastiyah, 1995)

11
VSD menggamnbarkan suatu lubang pada sekat ventrikel. Defek tersebut
dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel, dapat tunggal atau banyak, dan
ukuran serta bentuknya dapat bervariasi (fyler 1996)

Klasifikasi VSD berdasarkan pada lokasi lubang, yaitu:

a. perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di


daerah pars membranaceae septum interventricularis,

b. subarterial doubly commited, bial lubang terletak di daerah septum


infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup
aorta dan katup pulmonal,

c. muskuler, bial lubang terletak di daerah septum muskularis


interventrikularis.

2.2.2 Etiologi

VSD bisa ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya.

Faktor prenatal yang mungkin berhubungan dengan VSD yaitu:

 Gizi ibu hamil yang buruk, ibu yang alkoholik


 Usia ibu diatas 40 tahun
 Ibu menderita diabetes.
 Lebih dari 90% kasus penyakit jantung bawaan penyebabnya adalah
multi factor.

Factor yang berpengaruh adalah faktor eksogen dan faktor endogen.

Faktor eksogen : berbagai jenis obat, penyakit ibu ( rubella, IDDM ), ibu
hamil dengan alkoholik

12
Faktor endogen : penyakit genetik (dowm sindrom)

2.2.3 patofisiologi

Defek septum ventricular


ditandai dengan adanya hubungan
septal yang memungkinkan darah
mengalir langsung antar ventrikel,
biasanya dari kiri ke kanan. Diameter
defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm.

Ukuran fisik defek adalah


besar, tetapi bukan satu-satunya yang
menentukan besar shunt dari kiri ke
kanan. Besar shunt juga ditentukan oleh tingkat tahanan vaskuler pulmonal
dibanding dengan tahanan vaskuler sistemik. Bila ada komunikasi kecil (biasanya
<0,5 cm2), defek disebut restriktif (membatasi)dan tekanan ventrikel kanan normal.
Tekanan yang lebih tinggi di ventrikel kiri mendorong shunt dari kiri ke kanan;
namun, ukuran defek membatasi besarnya shunt. Pada defek besar nonrestriktif
(biasanya >1,0 cm2), tekanan ventrikel kanan dan kiri seimbang. Pada defek ini, arah
dan besar shunt ditentukan oleh rasio tahanan vaskuler pulmonal terhadap sistemik.
Darah kaya oksigen bercampur dengan darah miskin oksigen. Sehingga jantung
memompa sebagian darah miskin oksigen ke tubuh dan juga darah kayaoksigen
dipompa jantung ke paru. Ini berarti kerja jantung tidak efisien Kadangkala VSD
dapat menutup sendiri. Jika VSD besar biasanya selalu harus dioperasi..VSD ini
tergolong Penyakit Jantung bawaan (PJB) nonsianotik dengan vaskularisasi paru
bertambah. VSD ini memiliki sifat khusus,yaitu: shunt pada daerah ventrikel, aliran
darah pada arteri pulmonalis lebih banyak, tidak ada sianosis. Defek septum
ventrikel biasa sebagai defek terisolasi dan sebagai komponen anomali gabungan.
Lubang biasanya tunggal dan terletak pada bagian membranosa septum. Gangguan

13
fungsional lebih tergantung pada ukurannya dan keadaan bantalan vaskuler paru,
dari pada lokasi defek.

VSD

Defek antara ventrikel kanan dan kiri

Aliran kanan ke kiri pada Jk Menutup spontan


ventrikel kanan dan
arterimanifestasi
2.2.4 pulmonal klinis

Bj menimbulkan
P peningkatan vaskularitas pembentukan membran
pulmonal dan peningkatan
tekanan ventrikel kanan
H puncak katup trikuspidal
disposisi berlawanan

Peningkatan kongesti
pulmonal dan
Kij hipertropi ventrikel
kardiomegali
kanan dan atrium kanan

Murmur, getaran,
tekanan nadi melebar, K sterosis pulmonal
CHF, gagal tumbuh rendah, dispnea,
murmur kencang

14
2.2.4 manifestasi klinis

VSD kecil.

Biasanya asimtomatik. Jantung normal atau sedikit membesar dan tidak ada
gangguan tumbuh kembang. Bunyi jantung biasanya normal, dapat ditemukan bising
sistolik dini pendek yang mungkin didahului early systolic clik. Ditemukan pula
bising pansistolik yang biasanya keras disertai getaran bising dengan pungtum
maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri dan menjalar ke sepanjang
sternum kiri, bahkan ke seluruh prekordium.

VSD sedang.

Gejala timbul pada masa bayi berupa sesak napas saat minum atau
memerlukan waktu lebih lama/tidak mampu menyelesaikan makan dan minum,
kenaikan berat badan tidak memuaskan, dan sering menderita infeksi paru yang
lama sembuhnya. Infeksi paru ini dapat mendahului terjadinya gagal jantung yang
mungkin terjadi pada umur 3 bulan. Bayi tampak kurus dengan dipsnea, takhipnea
dan retraksi. Bentuk dada biasanya masih normal. Pada pasien yang besar, dada
mungkin sudah menonjol. Pada auskultasi terdengar bunyi getaran bising dan
pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri yang menjalar ke seluruh
perikordium.

VSD besar.

Gejala dapat timbul pada masa neonatus. Pada minggu I sampai III dapat
terjadi pirau dari kiri ke kanan yang bermakna dan sering menimbulkan dipsnea.
Gagal jantung biasanya timbul setelah minggu VI, sering didahului infeksi saluran
napas bawah. Bayi sesak napas saat beristirahat, kadang tampak sianosis karena
kekurangan oksigen akibat gangguan pernapasan. Gangguan pertumbuhan sangat
nyata. Biasanya bunyi jantung masih normal, dapat didengar bunyi pansistolik,
dengan atau tanpa getaran bising, melemah pada akhir sistolik karena terjadi tekanan
sistolik yang sama besar pada kedua ventrikel. Bising mid-diastolik di daerah mitral
mungkin terdengar akibat flow murmur pada fase pengisian cepat. dapat terjadi
perubahan hemodinamik dengan penyakit vaskular paru/sindrom Eisenmerger.
15
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik VSD

EKG

Pada VSD kecil,gambaran EKG biasanya normal,namun kadang-kadang di


jumpai gelombang S yang sedikit dalam dihantaran perikardial atau peningkatan
ringan gelombang R di V5 dan V6.

Pada VSD sedang,EKG menunjukkan gambaran hipertrofi kiri.Dapat pula


ditemukan hipertrofi ventrikel kanan,jika terjadi peningkatan arteri pulmonal.

Pada VSD besar,hampir selalu ditemukan hipertrofi kombinasi ventrikel kiri


dan kanan.Tidak jarang terjadi hipertrofi ventrikekl kiri dan kanan disertai deviasi
aksis ke kanan ( RAD ).Defek septum ventrikel membranous inlet sring
menunjukkan deviasi aksis ke kiri. ( LAD ).

Echocardiografi :

Pemeriksaan echocardiografi pada VSD meliputi M-Mode,dua dimensi


doppler.Pada doppler berwarna dapat menyatakan adanya adanya hipertropi
ventrikel kanan dan kemungkinan dilatasi arteri pulmonal akibat peningkatan aliran
darah.

Pada defek besar,ekokardiografi dapat menunjukkan adanya pembesaran ke


empat ruang jantung dan pelebaran arteri pulmonalis.

Kateterisasi jantung diperlukan :

Tujuan kateterisasi jantung terutama untuk mengetahui :

 Jumlah defek
 Evaluasi tahanan vaskular paru.
 Evaluasi beban kerja ventrikel kanan dan kiri.
 Mengetahui defek lain selain VSD.

16
 Kateterisasi jantung kanan untuk mengukur tekanan dan saturasi pada
aliran darah pulmonal sedangkan kateterisasi jantung kiri untuk aliran
darah sistemik

2.2.7 Penatalaksanaan

a. penatalaksanaan medis

Pada bayi dengan VSD besar, manajemen medik mempunyai dua tujuan:
mengendalikan gagal jantung kongestif dan mencegah terjaddinya penyakit vaskuler
pulmonal.. Gagal jantung pada pasien dengan defek septum ventrikel sedang atau
besar biasanya diatasi dengan digoksin (dosisrumat 0,01 mg/kgBB/hari, dalam 2
dosis), kaptropril (ACE inhibitor), dan diuretik seperti furosemid atau spironolakton.
Jika pengobatan awal berhasil, shunt ukurannya dapat mengurang dengan perbaikan
spontan, terutama selama umur tahun pertama. penyakit vaskuler pulmonal dicegah
bila pembedahan dilakukan pada umur tahun pertama. Dengan demikian defek besar
yang disertai dengan hipertensi pulmonal harus ditutup secara elektif pada umur
tahun antara 6 dan 12 bulan; atau lebih awal jika gejala-gejala ada.

Pembedahan yang dilakukan untuk memperpanjang umur harapan hidup,


dilakukan pada umur muda, yaitu dengan 2 cara :

Pembedahan : menutup defek dengan dijahit melalui cardiopulmonal bypass

Non pembedahan : menutup defek dengan alat melalui kateterisasi jantung

a. Pada VSD kecil : ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan.
b. Pada VSD ssedang : jika tidak ada gejala gagal jantung, dapat ditunggui sampai
umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan dapat mengecil
c. Pada VSD besar : biasanya pada keadaan menderita gagal jantung sehingga
dalam pengobatannya menggunakan digitalis. Operasi dapat
d. ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat
dilakukan setelah umur 6 bulan.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
17
 Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi
jantung tambahan(murmur), edema tungkai, hepatomegali.
 Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
 Kaji adanya hipertermi pada ujung jari
 Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan

2.2.8 Prognosis dan komplikasi

Penanganan alamiah VSD tergantung sebagian ukuran defek. Sejumlah


defek kecil yang berarti (30-50%) akan menutup secara spontan, paling sering
selama umur tahun pertama. Sebagian besar defek yang menutup akan menutup
sebelum umur 4 bulan. Sejumlah kecil penderita dengan VSD mengembangkan
stenosis pulmonalis infundibuler didapat, yang kemudian melindungi sirkulasi
pulmonal dari pengaruh jangka pendek kelebihan sirkulasi pulmonal dan pengaruh
jangka panjang penyakit vaskuler pulmonal. Pada penderita ini gambaran klinis
berubah dari gambaran klinis VSD dengan shunt dari kiri ke kanan ke VSD dengan
stenois pulmonal. Shunt mungkin mengecil, menjadi seimbang atau bahkan menjadi
shunt dari kanan ke kiri.

Komplikasi yang terjadi adalah :

 Aneurisma

 Resiko endokarditis infektif (terjadi < 2% anak, tergantung pada ukuran VSD)

 Infeksi pernafasan

 Gagal jantung kongestif (ditampakkan melalu pertumbuhan yang lambat)

 Hipertensi pulmonal

18
2.3 konsep dasar Penyakit Patent Duktus Arterious (PDA)

2.3.1 Pengertian

Patent Ductus Arterious adalah kegagalan menutupnya ductus arterious


(arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal). Pada minggu pertama
kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi
ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah

Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus


setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta
(tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz &
Sowden, 2002 ; 375)

2.3.2 Etiologi PDA

Faktor Prenatal :

 Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.


 Ibu alkoholisme.
 Umur ibu lebih dari 40 tahun.
 Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan
insulin.
 Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.

Faktor Genetik :

 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.


 Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
 Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
 Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

19
2.3.3 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-
masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas)..
Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik

terdapat tanda gagal jantung:

 machinery murmur (khas pada PDA),


 tekanan nadi besar (water hammer pulse),
 ujung jari hiperemik,
 Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
 Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan
meloncat-loncat, Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
 Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
 Apnea, Tachypnea
 Nasal fharing
 Retraksi dada
 Hipoksemia
 Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah
yang besar akan membanjiri paru-paru

2.3.4 Patofisiologi PDA

Paten duktus arteriosus (PDA)


adalah tetap terbukanya duktus arteriosus
setelah lahir, yang menyebabkan
mengalirnya darah secara langsung dari
aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri
pulmonal (tekanan lebih rendah). Aliran
kiri ke kanan ini menyebabkan resirkulasi
darah beroksigen yang jumlahnya semakin
banyak dan mengalir ke dalam paru, serta
menambah beban jantung sebelah kiri.

20
Usaha tambahan dari ventrikel kiri untuk memenuhi peningkatan kebutuhan ini
menyebabkan pelebaran dan hipertensi atrium kiri yang progresif. Efek jantung
kumulatif mengakibatkan peningkatan vena dan kapiler pulmonal, yang
menyebabkan terjadinya edema paru. Edema paru ini menimbulkan penurunan
difusi oksigen dan hipoksia, dan terjadi konstriksi arteriol paru yang progresif.

Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah


pulmonal ke aliran darah sistemik dalam masa kehamilan ( fetus ). Hubungan ini (
shunt ) ini diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam
masa kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran
darah bersih dari ibu ( melalui vena umbilikalis ) kemudian masuk ke dalam atrium
kanan dan kemudian dipompa oleh ventrikel kanan kembali ke aliran sistemik
melalui duktus arteriosus. Normalnya duktus arteriosus berasal dari arteri
pulmonalis utama (arteri pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian superior dari
aorta desendens, ± 2-10 mm distal dari percabangan arteri subklavia kiri.

Dinding duktus arteriosus terutama terdiri dari lapisan otot polos (tunika
media) yang tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos terdapat serat-serat elastin
yang membentuk lapisan yang berfragmen, berbeda dengan aorta yang memiliki
lapisan elastin yang tebal dan tersusun rapat ( unfragmented ). Sel-sel otot polos
pada duktus arteriosus sensitif terhadap mediator vasodilator prostaglandin dan
vasokonstriktor (pO2). Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis
yang dimulai segera setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan
tekanan, sirkulasi dan meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan
duktus arteriosus dalam waktu 2 minggu. Duktus arteriosus yang persisten (PDA)
akan mengakibatkan pirai (shunt) L-R yang kemudian dapat menyebabkan
hipertensi pulmonal dan sianosis. Besarnya pirai (shunt) ditentukan oleh diameter,
panjang PDA serta tahanan vaskuler paru (PVR).

21
Hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan dapat terjadi jika keadaan ini
tidak dikoreksi melalui penanganan medis atau bedah. Sebagian besar PDA
mengalirkan darah dari kiri ke kanan, tetapi pengaliran duktal dari kanan ke kiri
dapat terjadi yang berkaitan dengan penyakit paru, lesi obstruktif jantung kiri, dan
koarktasio aorta. Penutupan PDA terutama bergantung pada respons konstriktor dari
duktus terhadap tekanan oksigen dalam darah. Faktor lain yang mempengaruhi
penutupan duktus adalah kerja prostaglandin, tahanan vaskular pulmonal dan
sistemik, ukuran duktus, dan keadaan bayi (prematur atau cukup bulan). PDA lebih
sering terdapat pada bayi prematur dan kurang dapat ditoleransi dengan baik oleh
bayi karena mekanisme kompensaisi jantungnya tidak berkembang baik dan piaru
kiri ke kanan itu cenderung lebih besar.

Defek sianosis

PDA

Hipoksia

Kegagalan Duktus arteri untuk menutup saat lahir

Darah masuk ke sistem sirkulasi menuju duktus dengan melalui

pulmonary sistem

Tekanan sistemik lebih besar dari tekanan pulmonal

Aliran kiri ke kanan di aorta ke arteri pulmonal

22
Ventrikel kanan hipertropi

2.2.5 Pemeriksaan penunjang

PDA kecil. Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batas


normal. Pemeriksaan ekokardiografi tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang
jantung atau arteri pulmonalis.

PDA sedang. Pada ruang foto toraks jantung membesar (terutama ventrikel
kiri), vaskularisasi paru yang meningkat, dan pembuluh darah hilus membesar. EKG
menunjukkan hipertropi ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.

PDA besar. Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri,
di samping pembesaran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG tampak
hipertropi biventrikuler, dengan dominasi aktivitas ventrikel kiri dan dilatasi atrium
kiri.

2.2.6 Penatalaksanaan

a. penatalaksanaan medis

Pada bayi prematur dengan duktus arteriosus persisten dapat diupayakan


terapi farmakologis dengan memberikan :

 endometasin intravena atau per oral dosis 0,2 mg/kgBB dengan


selang waktu 12 jam, diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya efektif
pada bayi prematur dengan usia kurang dari 1 minggu, yang dapat
menutup duktus pada lebih kurang 70 % kasus, meski sebagian akan
membuka kembali

Pada duktus arteriosus persisten dengan shunt kiri ke kanan sedang atau
besar dengan gagal jantung diberikan terapi:

23
 medikamentosa (yakni digoksin, furosemid Pemeriksaan Penunjang

PDA besar. Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri,
di samping pembesaran arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG tampak
hipertropi biventrikuler, dengan dominasi), yang bila berhasil akan dapat menunda
operasi sampai 3-6 bulan sambil menunggu kemungkinan duktus menutup. Indikasi
operasi duktus arteriosus dapat diringkas sebagai berikut:

 Duktus arteriosus persisten pada bayi yang tidak memberi respons


terhadap pengobatan medikamentosa;
 Duktus arteriosus dengan keluhan;
 Duktus arteriosus persisten dengan endokarditis infeksius yang kebal
terhadap terapi medikamentosa.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
 Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung, nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi
jantung tambahan(murmur), edema tungkai, hepatomegali.
 Kaji adanya hipoksia kronis : Clubbing finger
 Kaji adanya hipertermi pada ujung jari
 Kaji pola makan, pola pertambahan berat badan

2.2.7 Prognosis dan Komplikasi

Penderita dengan PDA kecil dapat hidup normal dengan atau tidak sedikit
gejala jantung; namun manifestasi lambat dapat terjadi.

 Penutupan spontan duktus


 Gagal jantung kongestif paling sering terjadi pada awal masa bayi
bila ada duktus besar tetapi dapat terjadi pada kehidupan akhir
walaupun dengan duktus sedang.
 Beban ventrikel kiri yang lama semakin tua kurang ditoleransi
dengan baik.
 Endokarditis infeksius dapat ditemukan pada setiap usia.
24
 Emboli pulmonal atau sistemik dapat terjadi.
 Hipertensi pulmonal (sindrom Einsenmerger) biasanya terjadi pada
penderita dengan PDA besar yang tidak mengalami penanganan
pembedahan.

2.4 konsep dasar penyakit Tetralogi Fallot (TF)

2.4.1 Pengertian TF

Tetralogi fallot secara klasik terdiri atas kombinasi dari (1)


penyumbatan (obstruksi) aliran keluar ventrikel kanan (stenosis pulmonal), (2) defek
sekat ventrikel (vsd), (3) dekstroposisi aorta dengan menumpangi sekat, dan (4)
hipertropi ventrikel kanan. Penyumbatan aliran darah arteria pulmonalis biasanya
pada infundibulum ventrikel kanan (area subpulmonal) maupun katup pulmonal.
PDA diklasifikasikan ke dalam empat derajat, yaitu:

1) Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal


2) Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja
kurang
3) Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji,
waktu kerja sianosis bertambah, ada dispneu.
4) Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.

2.4.3 Etiologi / Penyebab

Faktor endogen

 Penyakit genetik : kelainan kromosom, contohnya down syndrome,


marfan syndrome.
 Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
misaln ya VSD, pulmonary stenosis, and overriding aorta.
 Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung atau kelainan bawaan.

Faktor eksogen

25
 Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau
suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,
dextroamphetamine. aminopterin, amethopterin, jamu)
 Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
 Efek radiologi (paparan sinar X)
 Ibu mengonsumsi alcohol dan merokok saat mengandung.

2.4.4 Patofisiologi

Tetralogi fallot adalah kelainan jantung sianotik kongenital yang terdiri atas
empat defek struktural: (1) defek septum ventrikular; (2) stenosis pulmonal, yang
dapat berupa infundibular, valvular, supravalvular, atau kombinasi, yang
menyebabkan obstruksi aliran darah ke dalam arteri pulmonal; (3) hipertrofi
ventrikel kanan; dan (4) berbagai derajat overriding aorta. Defek septum ventrikular
rata-rata besar. Pada anak dengan tetralogi fallot, diameter aortanya lebih besar dari
normal, sedangkan arteri pulmonalnya lebih kecil dari normal. Gagal jantung
kongestif biasanya dikaitkan dengan defek yang mengakibatkan suatu pirau besar
dari kiri ke kanan, seperti yang ditemukan pada defek septum ventrikular yang
berakibat oada gagal curah rendah atau tinggi. Namun, pada tetralogi fallot, gagal
jantung kongestif biasanya tidak terjadi karena stenosis pulmonal mencegah gagal
curah tinggi (mencegah aliran darah pulmonal terbesar dan pirau dari kiri ke kanan)
dan karena defek defek ventrikular mencegah gagal ventriikel kanan. Hipoksia
merupakan masalah utama. Derajat sianosis berhubungan dengan beratnya obstruksi
anatomik terhadap aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam arteri pulmonal, juga
terhadap status fisiologis anak tersebut.

Kebanyakan anak dengan tetralogi fallot direncanakan untuk menjalani


bedah jantung; namun, indikasi untuk koreksi total versus penanganan paliatif
bergantung pada kebijakan ahli bedah dan institusi. Koreksi tetralogi fallot total
meliputi menutup defek septum ventrikular dan menghilangkan obstruksi terhadap
aliran ventrikular kanan.

26
Paliasi bedah yang sering dilakukan pirau Blalock-Tausing, yaitu meletakkan
pirau Gore-Tex dari arteri subklavia sampai cabang arteri pulmonal. Prosedur
biasanya dilakukan sebelum anak berusia 2 tahun untuk meningkatkan aliran darah
pulmonal. Derajat resiko bedah bergantung pada diameter arteri pulmonal; jika
diameter arteri pulmonal paling tidak spertiga dari diameter aorta, resiko kurang dari
10%.

Pengembalian vena sistemis

Atrium kanan Ventrikel kanan

Menguncup  stenosis pulmonalis

Cacat septum ventikel  aorta

Ketidakjenuhan darah arteri

Sianosis menetap

27
2.4.5 Menifestasi klinis

Berikut ini adalah manifestasi klinis yang biasanya ditemukan pada anak
yang menderita Tetralogi Fallot :

 Murmur
 Cyanosis
 kulit, kuku, serta bibir yang pucat.
 Warna kulit pucat
 Frekuensi pernafasan yang meninggi
 Kulit terasa dingin
 BB yang rendah
 Susah untuk diberi makan karena klien cepat lelah ketika diberi makan
 Clubbing finger’s

2.4.6 Pemeriksaan Diagnostik

 Radiografi dada, menunjukkan peningkatan atau penurunan aliran


pulmonal; ukuran dan batasnya.
 Elektrokardiogram (EKG), menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan,
hipertrofi ventrikel kanan, atau keduanya.
 Nilai gas darah arteri, mencerminkan aliran darah pulmonal
obstruktif (peningkatan tekanan parsial karbondioksida [PCO2],
penurunan tekanan parsial oksigen [PO2], dan penurunan pH).
 Ekokardiogram, mendeteksi defek septum, posisi aorta, dan stenosis
pulmonal.
 Kateterisasi Jantung, peningkatan tekanan sistemik dalam ventrikel
kanan; penurunan tekanan arteri pulmonal dengan penurunan saturasi
hemoglobin arteri.
 Uji telan barium, menunjukkan pergeseran trakea dari garis tengah ke
arah kiri.

28
2.4.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis

Oksigen, digunakan untuk melebarkan vaskularisasi pulmonal.

Diuretik (misalnya furosemid [Lasix]), diuretik penghemat kalium digunakan


untuk meningkatkan diuresis, mengurangi kelebihan cairan; digunakan dalam
pengobatan edema yang berhubungan dengan gagal jantung kongestif.

Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi jantung, isi sekuncup, dan curah


jantung sertamenurunkan tekanan vena jantung; digunakan untuk mengobati gagal
jantung kongestif dan aritmia jantung tertentu (jarang diberi sebelum koreksi,
kecuali jika pirau terlalu besar)(.

Besi, untuk mengatasi anemia.

Propranolol (inderal), suatu penyekat beta, menurunkan denyut jantung dan


kekuatan kontraksi serta iritabilitas miokardium; dipakai untuk mencegah atau
mengobati serangan hipersianosis.

Morfin, suatu analgesik, meningkatkan ambang rasa sakit; juga dipakai


untuk mengobati serangan hipersianosis dengan menghambat pusat pernapasan dan
refleks batuk.

Natrium karbonat, suatu pengalkali sistemik kuat, diapaki untuk mengobati


asidosis dengan mengganti ion bikarbonat dan memulihkan kapasitas buffer tubuh.

29
b. penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan Bedah

Anastomosis Blalock-Tausing

Adalah intervensi paliatif yang umumnya dianjurkan bagi anak yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan bedah korektif. Arteri subklavia yang berhadapan
dengan sisi lengkung aorta diikat, dibelah dan dianastomosiskan ke arteri pulmonal
kontralateral Konsekuensi hemodinamik dari pirau Blalock-Taussig adalah untuk
memungkinkan daerah sistemik memasuki sirkulasi pulmonal melalui arteri
subklavia, yang meningkatkan aliran darah pulmonal dengan tekanan rendah dan
menghindari kongesti paru. Aliran darah ini memungkinkan stabilisasi,
meningkatkan status jantung dan paru sampai anak itu cukup besar untuk
menghadapi pembedahan korektif dengan aman.

Perbaikan Definitif

Secara historis, perbaikan tuntas tetralogi Fallot ditunda pelaksanaanya


sampai anak memasuki usia prasekolah. Pada pembedahan tersebut dibuat insisi
sternotomi median, dan pintas kardiopulmonal, dengan hipotermia yang rendah pada
beberapa bayi. Jika sebelumnya sudah terpasang pirau, pirau tersebut dapat dilepas.
Kecuali jika perbaikan ini tidak dapat dilakukan melalui atrium kanan, hendaknya
dihindari ventrikulotomi kanan karena berpotensi mengganggu fungsi ventrikel.
Obstruksi aliran keluar dari ventrikel kanan direseksi dan dilebarkan menggunakan
Dacron dengan dukungan pericardium. Perawatan dilakukan untuk menghindari
insufisiensi paru. Katup pulmonal diinsisi. Defek septum ventrikel ditutup dengan
tambahan Dacron untuk menyelesaikan pembedahan. Pada kasus obstruksi saluran
ventrikel kanan, dapat dipasang sebuah pipa. Perawatan praoperasi Siapkan anak
untuk pembedahan dengan memperoleh data pengkajian. Hitung darah lengkap,
urinalisis, kadar glukosa serum dan nitrogen urea darah (BUN) Nilai dasar elektrolit
Koagulasi darah Golongan darah dan pencocokan silang Studiografi dada dan EKG
Beri penjelasan tentang persiapan bedah sesuai dengan usia anak. Jangan ukur
tekanan darah atau mengambil darah arteri pada lengan dengan pirau potensial.
Perawatan Pascaoperasi Anastomosis Blalock-Taussig Kaji status klinik anak.
30
Segera setelah pembedahan, lengan dengan arteri subklavia terkait akan dindng akan
tekanan darah (anastomosis-block-taussig). Flush Blood Pressure akan sama dengan
tekanan darah arterial (tidak ada tekanan pada lengan pirau. Perhatikan tekanan nadi;
tekanan nadi yang melebar mengindikasikan pirau yang besar. Perhatikan nadi; nadi
melompat-lompat menunjukkan pirau besar. Perhatikan sianosis; hipoksemia atau
tanda-tanda asidosis menunjukkan oklusi dini pirau. Kaji adanya syndrome Horner.
Pantau adanya komplikasi pascaoperasi pada anak. Perdarahan Gagal jantung
kongestif jika purau terlalu besar atau hipertensi pulmonal Peningkatan aliran darah
pulmonal dan hipertensi pulmonal Pantau respons anak terhadap pemberian obat,
digitalis dan diuretik diberikan jika perlu. Pantau dan pertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Pantau adanya tanda-tanda dehidrasi, kurang air mata, kulit
kendur, berat jenis lebih dari 1.020, dan penurunan haluaran urine atau berat badan.
Berikan cairan dengan 50%-75% volume rumatan selama 24jam pertama(1000
ml/m2; kemudian 1500 ml/m2) Tingkatkan dan pertahankan status pernapasan yang
optimal. Lakukan perkusi dan drainase postural setiap 2-4 jam. Gunakan
penghisapan bila perlu. Gunakan spirometer setiap 1-2 jam selama 24 jam,
kemudian setiap 4 jam, jika tepat sesuai perkembangan. Pantau dan redakan rasa
nyeri anak.

2.4.8 Komplikasi

Berikut ini adalah Konsekuensi hemodinamik dari tetralogi fallot

 Hipoksia berat
 Kematian mendadak dari disritmia
 Komplikasi berikut dapat terjadi setelah anastomosis Blalock-Tausing :
 Perdarahan, terutama terlihat jelas pada anak-anak dengan polisitemia
 Emboli atau trombosis serebi, risiko lebih tinggi dari polisitemia, anemia atau sepsis
 Gagal jantung kongestif jika piraunya lebih besar
 Oklusi dini pada pirau
 Hemotoraks
 Pirau kanan ke kiri persisten setinggi atrium, terutama pada bayi
 Sianosis persisten

31
 Kerusakan nervus prenikus
 Efusi pleura

32
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA JANTUNG KONGENITAL

PENGKAJIAN

a. Identitas klien

Nama, jenis kelamin, umur, agama, suku, No RM, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnose medis, alamat, penanggung jawab.

b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien pada umumnya mengeluh sesak nafas dan merasa cepat lelah.
Pada pasien PDA, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda respiratory
distress, dispnea, tacipnea, hipertropi ventrikel kiri, retraksi dada dan hiposekmia
2) Riwayat kesehatan masa lalu

Kaji Riwayat Kesehatan Ibu sewaktu mengandung Gaya hidup (diet, latihan, olah
raga, kebiasaan merokok, alcohol, Stress, Mengkonsumsi obat-obatan dan jamu,
serta riwayat penyakit kardiovaskuler), Perlu ditanyakan apakah pasien lahir
prematur atau ibu menderita infeksi dari rubella.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Faktor kesehatan keluarga mencakup penyakit jantung congenital, di dalam


keluarga apakah ada yang mempunyai riwayat penyakit genetik/penyakit yang
serupa terutama pada klien PDA karena PDA juga bisa diturunkan secara genetik
dari orang tua yang menderita penyakit jantung bawaan atau juga bisa karena
kelainan kromosom. Namun pada kilen penyakit ASD dan VSD ini bukan
penyakit herediter atau keturunan melainkan penyakit congenital atau bawaan
maka dari itu biasanya di dalam keluarga jarang yang mengalami penyakit yang
sama dengan klien.

33
4) Riwayat kehamilan

Kaji faktor resiko prenatal antara lain ibu pengguna obat-obatan, riwayat
merokok, dan alcohol; ibu terpajan oleh radiasi; penyakit virus maternal (mis:,
influenza, gondongan atau rubella) atau usia ibu di atas 40 tahun

5) Riwayat tumbuh

Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq


selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi
penyakit. Serta keterbatasan dalam aktivitas mempengaruhi perkembanganya.

6) Riwayat psikososial/perkembangan
a) Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
b) Mekanisme koping anak/ keluarga
c) Pengalaman hospitalisasi sebelumnya

d) Tugas perasaan anak terhadap penyakitnya


e) Bagaimana perilaku anak terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya
f) Kebiasaan anak
g) Respon keluarga terhadap penyakit anak,
h) Koping keluarga/anak dan penyesuaian keluarga/anak terhadap stress
7) Riwayat Aktifitas Bermain

Kaji juga pola aktifitas bermain dan pergerakkan pada bayi dan anak-anak ,
karena pada penderita kelainan jantung kongenital akan lebih terbatas aktifitas
bermainnya dikarenakan kondisi tubuh yang tidak stabil serta mudah lelah
sehingga pergerakkan bermain anak pun akan terganggu

34
b. Pengkajian fisik (ROS : Review of System)

a. Pernafasan B1 (Breath)

Nafas cepat, sesak nafas ,bunyi tambahan ( marchinery murmur ),adanyan otot
bantu nafas saat inspirasi, retraksi.

b. Kardiovaskuler B2 ( Blood)

Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan darah sistolik,


edema tungkai, clubbing finger, sianosis.

c. Persyarafan B3 ( Brain)

Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.

d. Perkemihan B4 (Bladder)

Produksi urin menurun (oliguria).

e. Pencernaan B5 (Bowel)

Nafsu makan menurun (anoreksia), porsi makan tidak habis.

f. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)

Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kelelahan.

c. Pengkajian kardiovaskuler:

a) Nadi

 Denyut apikal (frekuensi, irama, dan kualitas)

 Nadi perifer (ada atau tidak ada, jika ada, frekuensi, irama, kulaitas dan
kesimetrisan, perbedaan antar ekstremitas)

 Tekanan darah (semua ekstremitas)

35
b) Pemeriksaan toraks dan hasil auskultasi

 Lingkar dada  Bunyi jantung (murmur)

 Adanya deformitas dada  Titik impuls maksimum

c) Tampilan umum

 Tingkat aktivitas

 Tinggi dan berat badan

 Perilaku (atau ketakutan)

 Jari tubuh (clubbing) pada tangan dan/atau kaki

d) Kulit

 Pucat

 Sianosis (membran mukosa, ekstremitas, dasar kuku)

 Diaforesis

 Suhu abnormal

e) Edema
Periorbital dan ekstremitas

d. Pengkajian Respirasi

a) Bernapas

 Frekuensi pernapasan, kedalaman, dan kesimetrisan

 Pola napas (apnea atau takipnea)

 Retraksi (suprasternal, interkostal, subkostal, dan supraklavikular)

 Pernapasan cuping hidung

 Posisi yang nyaman

b) Hasil auskultasi toraks


36
 Bunyi napas merata
 Bunyi napas abnormal (bising, ronki, mengi)
 Fase inspirasi dan ekspirasi memanjang
 Serak, batuk, dan stridor

c) Hasil pemeriksaan toraks


Lingkar dada dan bentuk dada

d) Tampilan umum

 Warna (merah muda, pucat, sianosis, akrosianosis)


 Tingkat aktivitas
 Perilaku (apatis, tidak aktif, gelisah, dan/atau ketakutan)
 Tinggi dan berat badan

 Kaji status hidrasi

Biasanya anak dengan kelainan jantung mudah berkeringat dan banyak


keringat

 Kaji nyeri pascaoperasi:

Biasanya anak akan merasa sangat nyeri di sekitar luka operasi

 Kaji strategi koping anak dan keluarga

Pada anak tidak selalu bisa mempertahankan dirinya, kelurga sulit menerima
kenyataan, anak dan orang tua merasa sedih

Diagnosa Keperewatan

a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.


b. Intolerans aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kelelahan pada saat makan dan
meningkatnya kebutuhan kalori.
d. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan

37
nutrisis jaringan tubuh, isolasi social.
e. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.
f. Ansietas (anak) b/d lingkungan ICU, berpisah dari orang tua, kecemasan orang tua,
kecemasan orang tua, imobilisasi.
g. Ansietas (orang tua) b/d kelainan jantung kongenital pada anak.

Rencana Intervensi

a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.


Tujuan: penurunan cardiac output tidak terjadi.

Kriteria hasil: tanda vital dalam batas yang dapat diterima, bebas gejala gagal jantung,
melaporkan penurunan episode dispnea, ikut serta dalam aktifitas yang mengurangi
beban kerja jantung, urine output adekuat: 0,5 – 2 ml/kgBB.

Rencana intervensi dan rasional:

Tujuan Intervensi Rasional

Setelah diberikan asuhan  Kaji frekuensi nadi, RR,  Memonitor adanya


keperawatan selama TD secara teratur setiap 4 perubahan sirkulasi
3 x 24 jam, jam. jantung sedini
diharapkan mungkin.
penurunan cardiac  Catat bunyi jantung.  Mengetahui adanya
output pada klien perubahan irama
dapat diatasi, dengan jantung.
kriteria hasil :
 Kaji perubahan warna  Pucat menunjukkan

- denyut nadi klien kembali kulit terhadap sianosis adanya penurunan

normal, yaitu 90 – 140 x/mnt dan pucat. perfusi perifer


terhadap tidak
- Klien tidak terlihat pucat.
adekuatnya curah
- Klien tidak terlihat lemah. jantung. Sianosis
- mengalami sianosis pada terjadi sebagai akibat
tubuhnya. adanya obstruksi

38
aliran darah pada
ventrikel.
 Ginjal berespon untuk
 Pantau intake dan output menurunkna curah
setiap 24 jam. jantung dengan
menahan produksi
cairan dan natrium.
 Istirahat memadai
 Batasi aktifitas secara diperlukan untuk
adekuat. memperbaiki efisiensi
kontraksi jantung dan
menurunkan
komsumsi O2 dan
kerja berlebihan.
 Stres emosi
menghasilkan
 Berikan kondisi vasokontriksi
psikologis lingkungan yangmeningkatkan TD
yang tenang. dan meningkatkan
kerja jantung.

b. Intolerans aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh.


Tujuan: Pasien akan menunjukkan keseimbangan energi yang adekuat.

Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti aktifitas sesuai kemampuan, istirahat tidur tercukupi.

Rencana intervensi dan rasional:

Tujuan Intervensi Rasional

Setelah diberikan asuhan  Ikuti pola istirahat pasien,  Menghindari

39
keperawatan selama 3 x 24 hindari pemberian gangguan pada
jam, diharapkan masalah intervensi pada saat istirahat tidur
intoleransi aktivitas dapat istirahat. pasien sehingga
teratasi dengan kriteria hasil: kebutuhan energi
dapat dibatasi
- Pasien dapat
untuk aktifitas lain
melakukan aktivitas sesuai dengan
 Lakukan perawatan dengan yang lebih
batas kemampuan
cepat, hindari pengeluaran penting.
- Klien dapat tidur nyenyak pada energi berlebih dari pasien.  Meningkatkan
malam hari kebutuhan istirahat
pasien dan
- Klien terlihat lebih segar
 Bantu pasien memilih menghemat energi
k
kegiatan yang tidak pasien.
e
melelahkan.  Menghindarkan
t
pasien dari
i
kegiatan yang
kHindari perubahan suhu
melelahkan dan
alingkungan yang mendadak.
meningkatkan
terbangun
beban kerja
jantung.
 Perubahan suhu
lingkungan yang
mendadak
merangsang
 Kurangi kecemasan pasien
kebutuhan akan
dengan memberi penjelasan
oksigen yang
yang dibutuhkan pasien dan
meningkat.
keluarga.
 Kecemasan
meningkatkan
respon psikologis
yang merangsang
 Respon perubahan keadaan
peningkatan
psikologis pasien

40
(menangis, murung dll) kortisol dan
dengan baik. meningkatkan
suplai O2.

 Stres dan
kecemasan
berpengaruh
terhadap
kebutuhan O2
jaringan.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kelelahan pada saat makan dan
meningkatnya kebutuhan kalori.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Nafsu makan bertambah, berat badan meningkat.
Rencana intervensi dan rasional:

Tujuan Intervensi Rasional

Setelah diberikan asuhan  Berikan Diit seimbang,  Memenuhi


keperawatan, tinggi ntrisi untuk kebutuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi pertumbuhan adekuat klien
adekuat, dengan
 Monitor tinggi dan berat
kriteria hasil :
badan, dokumentasikan
Nafsu makan bertambah, Berat  Mengetahui sejauh
dalam bentuk grafik
badan, lingkar kepala, lingkar mana pertumbuhan
untuk mengetahui
lengan atas, dan rata – rata masa klien sesuai tingkat
kecenderungan
tubuh berada dalam batas normal usianya
pertumbuhan anak.
sesuai usia.

d. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan

41
nutrisi jaringan tubuh, isolasi social.
Tujuan: Pertumbuhan dan perkembangan dapat mengikuti kurva tumbuh kembang sesuai
dengan usia.

Kriteria hasil: Pasien dapat mengikuti tahap pertumbuhan dan perkembangan yang sesuia
dengan usia, pasien terbebas dari isolasi social.

Rencana intervensi dan rasional:

Tujuan Intervensi Rasional

Setelah diberikan asuhan  Sediakan kebutuhan  Menunjang kebutuhan


keperawatan selama 3 x 24 nutrisi adekuat. nutrisi pada masa
jam, diharapkan pertumbuhan dan
pertumbuhan dan perkembangan serta
perkembangan klien dapat meningkatkan daya
mengikuti kurva tumbuh tahan tubuh.
kembang sesuai dengan  Sebagai monitor
 Monitor BB/TB,
usia , dengan kriteria hasil : terhadap keadaan
buat catatan khusus
-Anak usia 6 bulan dapat : pertumbuhan dan
sebagai monitor.
keadaan gizi pasien
Merangkak,duduk dengan bantuan,
selama dirawat.
menggenggam, dan memasukkan
 Mencegah terjadinya
benda ke mulut.  Kolaborasi intake
anemia sedini
Fe dalam nutrisi.
-Berat badan, lingkar kepala, lingkar mungkin sebagi
lengan atas, dan rata – rata masa akibat penurunan
tubuh berada dalam batas normal kardiak output.
sesuai usia.

-Klien dapat berinteraksi dengan


keluarga.

e. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.


Tujuan: Infeksi tidak terjadi.

42
Kriteria hasil: Bebas dari tanda – tanda infeksi.

Rencana intervensi dan rasional:

Tujuan Intervensi Rasional

Setelah diberikan asuhan  Kaji tanda vital dan tanda  Memonitor gejala
keperawatan selama 3 x 24 jam, – tanda infeksi umum dan tanda infeksi
diharapkan infeksi pada klien lainnya. sedini mungkin.
tidak terjadi dengan kriteria hasil
:  Hindari kontak dengan  Menghindarkan
sumber infeksi. pasien dari
kemungkinan
-Terbebas dari tanda - tanda terkena infeksi dari
infeksi sumber yang dapat
 Sediakan waktu istirahat dihindari.
-Menunjukkan hygiene
yang adekuat.  Istirahat adekuat
pribadi yang adekuat
membantu
meningkatkan
keadaan umum
 Sediakan kebutuhan pasien.
nutrisi yang adekuat  Nutrisi adekuat
sesuai kebutuhan. menunjang daya
tahan tubuh pasien
yang optimal.

f. Ansietas (anak) b/d lingkungan ICU, berpisah dari orang tua, kecemasan orang tua,
kecemasan orang tua, imobilisasi.
Tujuan : Ansietas pada anak teratasi.
Kriteria Hasil : Kecemasan anak berkurang ditandai dengan anak dapat bekerja sama dalam
prosedur, pengobatan dan mau bermain sesuai tinkat usia.
Rencana intervensi dan rasional:

43
Tujuan Intervensi Rasional

Setelah dilakukan asuhan  Anjurkan orang tua  Dapat memberi


keperawatan, kecemasan untuk mengunjungi perasaan aman dan
anak dapat teratasi. anak dan berpartisipasi nyaman pada anak.
dalam perawatan
sesering mungkin.

 Jelaskan pada anak dan


 Mengurangi
orang tua dalam setiap
kecemasan dan
tahap perawatan.
meningkatkan kerja
sama.
 Membantu
 Konsultasikan dengan
mengalihkan
ahli terapi anak atau
perhatian anak
terapis bermain tentang
dengan
permainan anak dan
lingkungannya dan
aktivitas yang tepat
memberi stimulasi
sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
perkembangannya.

g. Ansietas (orang tua) b/d kelainan jantung kongenital pada anak.


Tujuan : Ansietas teratasi
Kriteria Hasil : Orang tua akan mengalami penurunan kecemasan yang ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaannya, menjawab dengan tepat pertanyaan tentang
kondisi anak, dan beinteraksi dengan anak.

Rencana intervensi dan rasional:

Tujuan Intervensi Rasional

Setelah dilakukan asuhan  Jelaskan kelainan  Membantu


keperawatan, ansietas jantung dengan mengurangi

44
orang tua dapat teratasi. menggunakan ilustrasi kecemasan dengan
dan jawab pertanyaan memungkinkan
orang tua. mereka melihat dan
memahami secara
lebih baik kelainan
tersebut.
 Mempertahankan
 Beri informasi terkini
kontak dengan anak
tentang kondisi anak.
sehingga mengurangi
kecemasanya.
 Meningkatkan
perlekatan dan
 Izinkan orang tua perasaan aman
mengangkat atau sehingga mengurangi
menggendong bayi kecemasanya.
sesegera dan sesering
mungkin.

Evaluasi

a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.


1) Cardiac output normal
2) TTV normal
3) Gejala gagal jantung tidak ada
4) Urine output adekuat
b. Intolerans aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh.
1) Intolerant aktivitas teratasi
2) Istirahat tidur tercukupi
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kelelahan pada saat makan dan
meningkatnya kebutuhan kalori.
1) Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2) Berat badan bertambah, normal sesuai pekembangan usia.

45
d. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat, kebutuhan
nutrisis jaringan tubuh, isolasi social.
1) Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia
2) Tidak terjadi isolasi sosial
e. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2) Tidak terjadi infeksi.
f. Ansietas (anak) b/d lingkungan ICU, berpisah dari orang tua, kecemasan orang tua,
kecemasan orang tua, imobilisasi.
1) Ansietas pada anak teratasi.
2) Anak dapat bekerja sama dalam prosedur dan tindakkan.
g. Ansietas (orang tua) b/d kelainan jantung kongenital pada anak.
1) Ansietas orang tua teratasi
2) Orang tua dapat mengekspresikan perasaannya.

46
A. PENGERTIAN
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada
katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita
selekta, edisi 3, 2000)
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik
akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui,
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea
minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi
streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya
demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik
serangan ulang.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart
Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :

1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.

2. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada
anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi

47
streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa
penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.

3. Keadaan gizi dan lain-lain


Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

4. Golongan etnik dan ras


Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor
lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan
merupakan sebab yang sebenarnya.

5. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-
laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis
kelamin.

6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk


Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi

48
yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang
menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk
perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.

2. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

3. Iklim dan geografi


Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya angka kejadian demam rematik lebih
tinggi daripada didataran rendah.

C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu
penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. demam rematik
mempengaruhi semua persendian, menyebabkan poliartritis. Jantung merupakan
organ sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan tersebut
tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism tersebut, namun
hal ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang terjadi sebagai respon
terhadap streptokokus hemolitikus. Leukosit darah akan tertimbun pada jaringan
yang terkena dan membentuk nodul, yang kemudian akan diganti dengan jaringan
parut. yang serius. Namun sebaliknya endokarditis rematik mengakibatkan efek
samping kecacatan permanen.

49
Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya tumbuhan
kecil yang transparan, yang menyerupai manik dengan ukuran sebesar kepala jarum
pentul, tersusun dalam deretan sepanjang tepi bilah katup. Manic-manik kecil itu
tidak tampak berbahaya dan dapat menghilang tanpa merusak bilah katup, namun
yang lebih sering mereka menimbulkan efek serius. Mereka menjadi awal terjadinya
suatu proses yang secara bertahap menebalkan bilah-bilah katup, menyebabkan
menjadi memendek dan menebal disbanding yang normal, sehingga tidak dapat
menutup dengan sempurna. Terjadilah kebocoran, suatu keadaan yang disebut
regurgitasi katup. Tempat yang palinh sering mengalami regurgitasi katup adalah
katup mitral.

50
Penyimpangan KDM
DEMAM REMATIK
streptococcus beta-hemolyticus grup A.

reaksi imonolgy ( anti body )

sarcolemma myocardial

toxin myocard rusak


stretolysin titer o

Bersifat toxik
terhadap jaringan myocard

51
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup
mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak napas
dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan
lokasi lesi. Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang
menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik,
maka harus dicurigai adanya infeksi endokarditis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses inflamasi
dapat dilakukan dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.

G. PENATALAKSANAAN
Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2 juta
unit IM bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30 kg,
atau penisilin 2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan
eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk profilaksis diberikan penisilin
benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5
g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g untuk yang lebih besar. Jangan lupa
menghitung sel darah putih pada minggu-minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan
neutrofil < 35% sebaiknya obat dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun pertama
terutama bila ada kelainan jantung dan rekurensi.
3. Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah
kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat
menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien dengan
artralgia saja cukup diberikan analgesik. Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis

52
atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100 mg/kg BB/hari dengan maksimal 6
g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75 mg/kg
BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih
adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis
maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti
prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5
mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan
dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk
menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.

H. PENCEGAHAN
Dapat dicegah melalui penatalaksanaan awal dan adekuat terhadap infeksi
streptokokus pada semua orang.
Langkah pertama dalam mencegah serangan awal adalah mendeteksi adanya infeksi
streptokokus untuk penatalaksanaan yang adekuat, dan pemantauan epidemi dalam
komunitas. Setiap perawat harus mengenal dengan baik tanda dan gejala faringitis
streptokokus; panas tinggi (38,9 sampai 40 C atau 101 sampai 104 F),
menggigil, sakit tenggorokan, kemerahan pada tenggorokan disertai aksudat, nyeri
abdomen, dan infeksi hidung akut.
Kultur tenggorok merupakan satu-satunya metode untuk menegakkan diagnosa secara
akurat.Pasien yang rentan memerlukan terapi antibiotika oral jangka panjang atau
perlu menelan antibiotika profilaksis sebelum menjalani prosedur yang dapat
menimbulkan invasi oleh mikroorganisme ini. Pemberian penisilin sebelum
pemeriksaan gigi merupakan contoh yang baik. Pasien juga harus diingatkan untuk
menggunakan antibiotika profilaksis pada prosedur yang lebih jarang dilakukan
seperti sitoskopi.

53
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/istrahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan.
Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.

b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi, jatuh
pingsan.
Tanda : Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub,
murmur, edema, petekie, hemoragi splinter.

c. Eliminasi
Gejala : Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda : Urine pekat gelap.

d. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan
menelan, berbaring; nyeri dada/punggung/ sendi.
Tanda : Perilaku distraksi, mis: gelisah.

e. Pernapasan
Gejala : dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda : takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan
berbercak darah (edema pulmonal).

f. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.

54
Tanda : Demam.

55
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan
tekanan atrium dan kongesti vena.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

C. INTERVENSI
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : nyeri hilang/ terkontrol.
Intervensi :
1. Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan
skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri,
respons otomatis terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau
penurunan frekuensi pernapasan).
R/ : Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan
perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/ adanya ketidaknyamanan
pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri.
2. Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.
R/ : aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh; kerja tiba-tiba,
stress, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
3. Berikan aktivitas hiburan yang tepat.
R/ : Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas
individu.
4. Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang.
R/ : Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian
sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
5. Kolaborasi pemberian obat nonsteroid dan antipiretik sesuai indikasi.

56
R/ : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi dan meningkatkan
kenyamanan.

57
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
Intervensi :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi
nadi 20/menit diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri
dada; kelelahan berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.
R/ : Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan
indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan,
TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
R/ : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas
individual.
3. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.
R/ : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada
kerja jantung.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
R/ : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.
R/ : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah
kelemahan.

c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam preload/peningkatan


tekanan atrium dan kongesti vena.
Tujuan : menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan ditritmia.
Intervensi :
1. Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.

58
R/ : Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi
dini/tindakan terhadap dekompensasi.

59
2. Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat.
R/ : Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload), yang memungkinkan
oksigenasi, menurunkan dispnea dan regangan jantung.
3. Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu turun dari
tempat tidur.
R/ : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap
cadangan jantung.
4. Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri.
R/ : Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi
peningkatan kebutuhan oksigen.
5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat inotropik, vasodilator,
diuretik.
R/ : pengobatan distritmia atrial dan ventrikuler khusnya mendasari kondisi dan
simtomatologi tetapi ditujukan pada berlangsungnya/meningkatnya efisiensi/curah
jantung. Vasodilator digunakan untuk menurunkan hipertensi dengan menurunkan
tahanan vaskuler sistemik (afterload). Penurunan ini mengembalikan dan
menghilangkan tahanan. Diuretic menurunkan volume sirkulasi (preload), yang
menurunkan TD lewat katup yang tak berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi
jantung dan menurunkan kongesti vena.

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.


Tujuan : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil,
tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.
Intervensi :
1. Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negatif),
timbang berat badan tiap hari.
R/ : Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik.
Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan
berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung.
2. Berikan diuretik contoh furosemid (Lazix), asam etakrinik (Edecrin) sesuai indikasi.

60
R/ : Menghambat reabsorpsi natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan
menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru.
3. Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet dan kalium
tambahan bila diindikasikan.
R/ : Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan
metabolisme. Hipokalemia mencetus pasien pada gangguan irama jantung.

61
4. Berikan cairan IV melalui alat pengontrol.
R/ : Pompa IV mencegah kelebihan pemberian cairan.
5. Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan IV).
Diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel/ edema.
6. Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi.
R/ : Menurunkan retensi cairan.

e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan


Tujuan : menunjukan perilaku untuk menangani stress.
Intervensi :
1. Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah.
R/ : Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi
seirama dengan respons verbal dan non verbal.
2. Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).
R/ : Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi,
meningkatkan kemampuan koping.
3. Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status
kesehatan akan datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor.
R/ : Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis
dan secara tepat mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada
aktivitas sehari-hari.
4. Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi
maksimum pada rencana pengobatan.
R/ : Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan
memberikan rasa kontrol.
5. Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan
imajinasi, relaksasi progresif.
R/ : Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian,
meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping.

62
D. EVALUASI
a. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
b. Menunjukan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
c. Melaporkan/menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
d. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital
dalam rentang normal, dan tak ada edema.
e. Menunjukan perilaku untuk menganani stress.
Miokardium tentu saja terlibat dalam proses inflamasi ini; artinya, berkembanglah
miokarditis rematik, yang sementara melemahkan tenaga kontraksi jantung.
Demikian pula pericardium juga terlibat; artinya, juga terjadi pericarditis rematik
selama perjalanan akut penyakit. Komplikasi miokardial dan pericardial biasanya
tanpa meninggalkan gejala sisa

63
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Penyakit jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang terjadi akibat kelainan dalam
perkembangan jantung dan pembuluh darah, sehingga dapat mengganggu dalam fungsi jantung
dan sirkulasi darah jantung atau yang dapat mengakibatkan sianosis dan asianosis. Penyakit
jantung kongenital secara umum terdiri atas dua kelompok yakni sianosis dan asianosis. Pada
kelompok sianosis tidak terjadi percampuran darah yang teroksigenasi dalam sirkulasi sistemik
dan pada yang asianosis terjadi percampuran sirkulasi pulmoner dan sistemik. Secara umum
penyakit jantung sianotik seperti tetralofifallot dan penyakit jantung nonsianotik seperti cacat
sekat ventrikel (ventrikel septal defect-VSD),cacat sekat atrium (atrium septal defect-ASD),patent
ductus arteriosus (PDA),stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan koartasio aorta. Di bawah ini
beberapa macam kelainan jantung bawaan yang sering di jumpai pada anak.

64
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman, Arvin, 2000, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2, Editor,
Prof.DR.dr.A.Samik Wahab,sp.A(k),EGC:Jakarta

Engram.B (1994). Rencana Asuhan KeperawatanMedikal Bedah. 1th. Ed. Editor Monica ester, S.Kp.
EGC. Jakarta
Sariadai, S.kp & Rita Yuliani, S.kp. Asuhan Keperawatan Pada Anak. PT. Fajar interpratama. Jakarta
http://muhammadihsan87.blogspot.com/2011/01/askep-asd-vsd.html

http://putrisayangbunda.blog.com/2010/08/29/askep-patent-ductus-arterious-pda/

65

Anda mungkin juga menyukai