Disusun Oleh :
III E / S1 Keperawatan
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
sehingga penulis berhasil menyelesaikan konsep asuhan keperawatan ini tepat pada waktunya
yang berjudul Konsep Asuhan Keperawatan Paten Ductus Arteriosus (PDA)
Pembuatan konsep asuhan keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Sistem Kardio. Konsep asuhan keperawatan ini tidak akan selesai tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ibu Siti Indatul, S.Kep. Ns., M.Kes. selaku dosen pembimbing mata kuliah Sistem Kardio
2. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu memberikan dorongan moril dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan pendidikan khususnya keperawatan.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita, Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Agar mengetahui bagaimana konsep medismengenai Patent Ductus Arteriosus (PDA)
2. Agar mengetahui konsep asuhan keperawatan dari Patent Ductus Arteriosus (PDA)
pada anak.
1.4 Manfaat
1. Untuk menambah wawasan pengetahuan penulis
2. Untuk melatih penulis dalam membuat konsep asuhan keperawatan
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
2.1 Definisi
Patent Ductus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri
yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang
menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal
yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001 : 235)
Patent Ductus Arteriosus (PDA) atau Duktus Arteriosus Paten (DAP) adalah kelainan
jantung kongenital (bawaan) dimana tidak terdapat penutupan (patensi) duktus arteriosus
yang menghubungkan aorta dan pembuluh darah besar pulmonal setelah 2 bulan pasca
kelahiran bayi. Biasanya duktus arteriosus akan menutup secara normal dalam waktu 2
bulan dan meninggalkan suatu jaringan ikat yang dikenal sebagai ligamentum
arteriosum. PDA dapat merupakan kelainan yang berdiri sendiri (isolated), atau disertai
kelainan jantung lain.
2.2 Anatomi
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka
kejadian penyakit jantung bawaan :
1. Faktor Prenatal :
1) Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
2) Ibu alkoholisme.
3) Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
5) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
6) Bayi yang lahir prematur (kurang dari 37 minggu).
2. Faktor Genetik :
1) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2) Ayah/Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3) Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
(Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah yang besar akan
membanjiri paru-paru. Anak tampak sakit, dengan gejala berupa :
1. Tidak mau menyusu
2. Berat badannya tidak bertambah
3. Berkeringat
4. Kesulitan dalam bernafas
5. Denyut jantung yang cepat.
Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal jantung kongestif,
yang seringkali terjadi pada bayi prematur.
2.5 Patofisiologi
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis Gas Darah Arteri
a. Biasanya menunjukkan kejenuhan yang normal karena paru overcirculation.
b. Ductus arteriosus besar dapat menyebabkan hypercarbia dan hypoxemia dari
CHF dan ruang udara penyakit (atelektasis atau intra-alveolar cairan/pulmonary
edema).
c. Dalam kejadian hipertensi arteri pulmonal persisten (terus-menerus sirkulasi
janin); kanan-ke-kiri intracardiac shunting darah, aliran darah paru berkurang
dengan dihasilkannya hypoxemia, sianosis, dan mungkin acidemia hadir.
2. Radiologi (Foto Thorax)
Pada simpel PDA gambaran radiografi tergantung pada ukuran defeknya. Jika
defeknya kecil biasanya jantung tidak tampak membesar. Jika defeknya besar kedua
atrium kiri dan ventrikel kiri juga tampak membesar. Atrium dan ventrikel kiri
membesar secara signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat.
(Sondheimer, 2007)
3. Ekhokardiografi
Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat melihat visualisasi secara langsung dari
duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi secara langsung derajat dari defek tersebut.
Pada bayi kurang bulan dengan suspek PDA dapat dilihat dari ekokardiografi untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi jika sudah terjadi shunt dari kiri ke kanan.
(Sondheimer, 2007)
Rasio atrium kiri terhadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi lebih dari 1,0
pada bayi patern(disebabkan oleh peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari
paru kiri ke kanan).
4. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna
Untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
5. Elektrokardiografi
Pada gambaran EKG bisa terlihat normal atau mungkin juga terlihat manifestasi
dari hipertrofi dari ventrikel kiri. Hal tersebut tergantung pada besar defeknya. Pada
pasien dengan hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah paru,
hipertrofi pada kedua ventrikel data tergambarkan melalui EKG atau dapat juga
terjadi hipertrofi ventrikel kanan saja. (Sondheimer, 2007)
Sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi
ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar.
6. Kateterisasi Jantung dan Angio Kardiografi
Pemeriksaan kateterisasi jantung hanya dilakukan bila terdapat hipertensi
pulmonal, yaitu dimana secara Doppler ekokardiografi tidak terlihat aliran diastolik.
Pada kateterisasi didapat kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis. Bila tekanan
di arteri pulmonalis meninggi perlu di ulang pengukurannya dengan menutup PDA
dengan kateter balon.
Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk mengevaluasi fungsinya dan juga
melihat kemungkinan adanya defek septum ventrikel atau kelainan lain yang tidak
terdeteksi dengan pemeriksaan ekokardiografi (Sondheimer, 2007).
7. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Menunjukkan area yang mengalami perdarahan
Perkembangan lebih lanjut dari penyakit ini tergantung pada volume dan tekanan
hubungan. Yang mana volume = tekanan/perlawanan.
Volume suara tinggi menghasilkan peningkatan tekanan arteri paru-paru pada
akhirnya menghasilkan perubahan endotel dan otot dalam dinding pembuluh darah.
Perubahan ini mungkin akhirnya menyebabkan penyakit paru obstruktif vaskular
(PVOD), suatu kondisi perlawanan terhadap aliran darah paru yang mungkin tidak dapat
diubah dan akan menghalangi perbaikan definitif.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan patent duktus arteriosus yang tidak terkomplikasi adalah
untuk menghentikan shunt dari kiri ke kanan. Pada penderita dengan duktus yang kecil,
penutupan ini di tujukan untuk mencegah endokarditis, sedangkan pada duktus sedang
dan besar untuk menangani gagal jantung kongestif dan mencegah terjadinya penyakit
vaskular pulmonal
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan
tujuan terjadinya kontriksi otot duktus sehingga duktus menutup. Jenis obat yang
sering di berikan adalah:
a. Indometasin
Merupakan inhibitor sintesis prostaglandin yang terbukti efektif mempercepat
penutupan duktus arteriosus. Tingkat efektifitasnya terbatas pada bayi kurang
bulan dan menurun seiring meninngkatnya usia paska kelahiran. Efeknya terbatas
pada 3-4 minggu kehidupan. Pada bayi prematur diberikan anti-prostaglandin
misalnya indometasin selama 5 hari. Indometasin tidak efektif untuk menutup PDA
pada bayi cukup bulan karena terbukanya duktus bukan disebabkan oleh
prostaglandin.
b. Ibu Profen
Merupakan inhibitor non selektif dari siklooksigenase yang berefek pada
penutupan duktus arteriosus. Studi klinik membuktikan bahwa ibuprofen memiliki
efek yang sama dengan indometasin pada pengobatan duktus arteriosus pada bayi
kurang bulan.(Gomella et al, 2004)
2. Invasif
Penutupan PDA melalui kateterisasi dapat dipertimbangkan. Penggunaan
stainless coil untuk menutup PDA diindikasikan untuk diameter < 2,5 mm dengan
residual shunt rate 5-10%. Komplikasi tindakan ini adalah leakage, emboli coil ke
perifer, hemolisis, stenosis LPA, oklusi femoralis.
3. Tindakan Bedah
Tindakan terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukan operasi. Pada
penderita dengan PDA kecil, dilakukan tindakan bedah adalah untuk mencegah
endarteritis atau komplikasi lambat lain. Pada penderita dengan PDA sedang sampai
besar, penutupan di selesaikan untuk menangani gagal jantung kongestif atau
mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Bila diagnosis PDA ditegakkan,
penangan bedah jangan terlalu ditunda sesudah terapi medik gagal jantung kongestif
telah dilakukan dengan cukup. (Bernstein, 2008)
Karena angka kematian kasus dengan penanganan bedah sangat kecil kurang dari
1% dan risiko tanpa pembedahan lebih besar, pengikatan dan pemotongan duktus
terindikasi pada penderita yang tidak bergejala. Hipertensi pulmonal bukan
merupakan kontraindikasi untuk operasi pada setiap umur jika dapat dilakukan pada
kateterisasi jantung bahwa aliran shuntmasih dominan dari kiri ke kanan dan bahwa
tidak ada penyakit vaskuler pulmonal yang berat. (Bernstein, 2008)
Ada beberapa teknik operasi yang dipakai untuk menutup duktus, seperti
penutupan dengan mengunkan teknik cincin dan metode ADO (Amplatzer Duct
Occluder). ADO berupa coil yang terdiri dari beberapa ukuran yang seseuai dengan
ukuran duktus dan dimasukkan ke dalam duktus dengan bantuan kateterisasi jantung
melalui arteri femoralis sampai ke aorta. (Wahab, 2006)
Sesudah penutupan, gejala-gejala gagal jantung yang jelas atau yang baru dengan
cepat menghilang. Biasanya ada perbaikan segera pada perkembangan fisik bayi yang
telah gagal tumbuh. Nadi dan tekanan darah kembali normal dan bising seperti mesin
(machinery like) menghilang. Bising sistolik fungsional pada daerah pulmonal
kadang-kadang dapat menetap, bising ini mungkin menggambarkan turbulen pada
arteria pulmonalis yang tetap dilatasi. Tanda-tanda rontgenografi pembesaran jantung
sirkulasi pulmonal berlebih akan menghilang selama beberapa bulan dan
elektrokardiogram menjadi normal.
2.8 Komplikasi
1. Endokarditis
Perubahan peradangan proliferative dan eksudatif pada endokardium, biasanya
ditandai dengan adanya vegetasi di permukaan endokardium atau didalamnya
endokardiumnya sendiri dan paling sering mengenai katup jantung, tetapi juga
menyerang lapisan dalam rongga jantung atau endokardium dimana saja
2. Obstruksi pembuluh darah pulmonal
3. CHF (Congestive Heart Failure)
4. Hepatomegali (jarang tejadi pada bayi prematur)
5. Enterokolitis nekrotikan (radang akut yang mengenai mukosa usus sehingga
menyebabkan nekrosis)
6. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya : sindrom gawat pernafasan atau
displasia bronkopulmonal)
7. Perdarahan gastrointestinal (GI) (penurunan hitung trombosit)
8. Hiperkalemia (penurunan haluaran urine)
9. Aritmia (keracunan digitalis) (irama jantung yang irregular)
10. Gagal tumbuh kembang
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) PADA ANAK
3.1 Pengkajian
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal (Carpenito, 2000 : 2).
1. Anamnesa
a. Identitas (Data Biografi)
PDA sering ditemukan pada neonatus, tapi secara fungsional menutup pada 24
jam pertama setelah kelahiran. Sedangkan secara anatomic menutup dalam 4
minggu pertama. PDA (Patent Ductus Arteriosus) lebih sering insidens pada bayi
perempuan 2x lebih banyak dari bayi laki-laki. Sedangkan pada bayi prematur
diperkirakan sebesar 15 %. PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari orang tua
yang menderita jantung bawaan atau juga bisa karena kelainan kromosom.
b. Keluhan Utama
Pasien dengan PDA biasanya merasa lelah, sesak napas.
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien PDA, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda respiratory
distress, dispnea, tacipnea, hipertropi ventrikel kiri, retraksi dada dan
hiposekmia.
Riwayat penyakit terdahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien lahir prematur atau ibu menderita infeksi
dari rubella.
Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
PDA karena PDA juga bisa diturunkan secara genetik dari orang tua yang
menderita penyakit jantung bawaan atau juga bisa karena kelainan kromosom.
Riwayat Psikososial
Meliputi tugas perasaan anak terhadap penyakitnya, bagaimana perilaku
anak terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, perkembangan anak,
koping yang digunakan, kebiasaan anak, respon keluarga terhadap penyakit
anak, koping keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress.
2. Kolaborasi
a. Pemberian digoxin sesuai order, dengan menggunakan teknik pencegahan
bahaya toksisitas.
Rasional : Obat ini dapat mencegah semakin memburuknya keadaan klien.
b. Berikan pengobatan untuk menurunkan afterload.
Rasional : Obat anti afterload mencegah terjadinya vasokonstriksi.
c. Berikan diuretik sesuai indikasi.
Rasional : Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema paru.
2. Kolaborasi
a. Berikan oksigen jika ada indikasi
Rasional : Untuk deteksi dini terjadinya gangguan pernapasan
3. Diagnosa Keperawatan :
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh
dan suplai oksigen ke sel.
Tujuan : Mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat.
Kriteria Hasil : Anak akan mempertahankan tingkat aktivitas yang adekuat.
Intervensi dan Rasional :
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut : nadi
20/menit diatas frekuensi istirahat, catat peningkatan TD, nyeri dada, kelelahan
berat, berkeringat, pusing dan pingsan.
Rasional : Jika tidak sesuai parameter, klien dikaji ulang untuk mendapatkan
perawatan lebih lanjut.
b. Kaji kesiapan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Rasional : Persiapkan dan dukung klien untuk melakukan aktivitas jika sudah
mampu.
c. Dorong untuk meningkatkan aktivitas
Rasional : Agar klien termotivasi untuk melakukan aktivitas sehingga terpacu
untuk sembuh.
d. Berikan bantuan sesuai dengan kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi roda
Rasional : Memudahkan klien ntuk beraktivitas tapi tidak memanjakan.
e. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode.
Rasional : Klien termotivasi untuk sembuh.
4. Diagnosa Keperawatan :
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan
zat nutrisi ke jaringan.
Tujuan : Memberikan support untuk tumbuh kembang
Kriteria hasil : Anak akan tumbuh sesuai dengan kurva pertumbuhan berat dan
tinggi badan.
Intervensi dan Rasional :
a. Kaji tingkat tumbuh kembang anak.
Rasional : Memantau masa tumbuh kembang anak
b. Berikan stimulasi tumbuh kembang, aktivitas bermain, game, nonton TV,
puzzle, menggambar, dan lain-lain sesuai kondisi dan usia anak.
Rasional : Agar anak bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.
c. Libatkan keluarga agar tetap memberikan stimulasi selama dirawat.
Rasional : Anggota keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap proses
pertumbuhan dan juga perkembangan anak-anak
5. Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kelelahan pada saat makan dan
meningkatnya kebutuhan kalori.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan
status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a. Status nutrisi terpenuhi
b. Nafsu makan klien timbul kembali
c. Berat badan normal
d. Jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi dan Rasional :
a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien.
Rasional : Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
b. Mencatat intake dan output makanan klien.
Rasional : Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.
c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan gizi selama sakit.
Rasional : Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien
memilih makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi,
berat badannya.
d. Manganjurkan makan sedikit-sedikit tapi sering.
Rasional : Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan
pada lambung.
3.4 Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuaidengan rencana
yang telah ditetapkan.Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan
kolaboratif.Selama melaksanakan kegiatanperlu diawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien (Santosa.NI,1989 : 162).
3.5 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulandata subyektif
dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuanpelayanan keperawatan sudah
dicapai atau belum. Bila perlu langkahevaluasi ini merupakan langkah awal dari
identifikasi dan analisamasalah selanjutnya (Santosa.NI, 1989 : 162).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah kelainan jantung kongenital (bawaan) dimana
tidak terdapat penutupan (patensi) duktus arteriosus yang menghubungkan aorta dan
pembuluh darah besar pulmonal. Kondisi ini sering ditemui pada bayi yang lahir prematur
namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada bayi cukup bulan. Duktur arteriosus
umumnya menutup 12-24 jam setelah bayi lahir dan mencapai penutupan sempurna pada
usia 3 minggu. Apabila duktus tersebut masih terbuka, penutupan spontan 75% dapat
terjadi sampai bayi berusia 3 bulan. Lebih dari 3 bulan, penutupan spontan sangat jarang
terjadi.
Gejala dari PDA tergantung dari besarnya kebocoran, apabila Duktus Arteriosus (DA)
kecil mungkin saja tidak menimbulkan gejala, apabila DA sedang sampai besar dapat
mengalami batuk, sering infeksi saluran pernapasan, dan infeksi paru. Apabila DA besar,
maka gagal jantung serta gagal tumbuh dapat terjadi. Pada PDA manapun juga,
penutupan baik dengan operasi maupun kateterisasi (tanpa operasi) sebaiknya dilakukan
mempertimbangkan risiko terinfeksinya jantung akibat kelainan ini. Apabila tetap tidak
ditangani, dapat terjadi kemungkinan risiko kematian 20% pada usia 20 tahun, 42% pada
usia 45 tahun, dan 60% pada usia 60 tahun.
4.2 Saran
Diharapkan konsep asuhan keperawatan patent ductus arteriosus pada anakdapat
menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam membuat asuhan keperawatan,
serta dapat memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif (menyeluruh).
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E. Moorhouse M.F,Geissler A.C. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta :
EGC
Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita. 2001 : 109.